Anda di halaman 1dari 11

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 3 No.

3 April 2005

ISRAILIYAT DALAM TAFSIR AL-QURAN


ALFIAN NOR

Abstrak
Kritik dan penolakan terhadap Israiliyat dalam tafsir Al-Quran dalam
konteks memelihara kemurnian ajaran Islam telah banyak mewarnai
lembaran kajian keIslaman modern. Keberadaan cerita-cerita ini sedikit
banyak telah menghadirkan image (gambaran) bahwa Islam adalah agama
Khurafat, takhayyul, dan penuh dongeng. Cerita-cerita ini juga disinyalir
telah dimodivikasi oleh musuh-musuh Islam untuk menimbulkan keraguan
terhadap akidah dan ajaran Islam. Namun demikian menurut beberapa tokoh
Islam keberadaan cerita cerita tersebut tidak serta merta harus dihilangkan,
sebab tidak sedikit pula Israiliyat yang ada dalam tafsir Al-Quran yang
dapat dipertanggung jawabkan riwayatnya, dalam hal ini ulama telah
memberi batasan-batasan tertentu bagaimana kita bersikap terhadap ceritacerita tersebut.
Kata kunci : Israiliyat, riwayat, yahudi, ajaran Islam

A. Mukaddimah
Israiliyat sangat identik dengan cerita orang-orang Ahlul kitab pada
masa lalu yang berkaitan dengan ajaran-ajaran keagamaan. Masuknya kisahkisah ini ke dalam penafsiran Al-Quran dengan berbagai bentuknya sebenarnya
sudah sejak lama menjadi salah satu bahan pembicaraan dan pemikiran para
cendekiawan Muslim. Di antara mereka banyak yang menengarai bahwa kisahkisah itu mengandung unsur-unsur yang sangat merugikan nilai-nilai kemurnian
ajaran Islam.
Jika sinyalemen para cendekiawan tadi merupakan kebenaran, maka
sikap yang harus diambil terhadap kisah-kisah Israiliyat itu tidaklah identik
dengan sikap menolak secara a priori karena ternyata tidak sedikit pula di antara
kisah-kisah Israiliyat itu yang nilai kesahihannya cukup meyakinkan, baik dari
segi riwayah maupun dari segi dirayahnya. Untuk itu yang penting adalah
mengetahui gambaran yang sebenarnya dari kisah-kisah itu dan menempatkannya
pada proporsinya yang wajar agar terhindar dari ekses-ekses yang
ditimbulkannya.

Penulis adalah dosen tetap (program SI) Sekolah Tinggi Ilmu Al-Quran
(STIQ) Amuntai.

42

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 3 No.3 April 2005

B. Pengertian Israiliyat
Israiliyat adalah kata bentuk jamak dari kata Israiliyah yang merupakan
isim yang di-nisbat-kan kepada Israil, berasal dari bahasa Ibrani yang artinya
Hamba Tuhan. Dan yang dimaksud dengan Israil dalam konteks ini adalah
adalah Nabi Yaqub ibn Ishaq ibn Ibrahim As 1 Hal ini juga didasarkan atas hadits
riwayat Abu Dawud Al-Tayalisi dari Abdullah ibn Abbas ra. yang menyatakan :
Sekelompok orang Yahudi telah datang kepada Nabi Saw., lalu beliau
bertanya kepada mereka :Tahukah anda sekalian bahwa sesungguhnya
Israil itu adalah Nabi Yaqub As.? Mereka menjawab : Betul.
Kemudian Nabi berdoa :Wahai Tuhanku, saksikanlah pengakuan
mereka ini!. 2
Demikian juga dalam Al-Quran nama Israil dipakai sebagai nama Nabi
Yaqub As. Yang kepada beliau bangsa Yahudi dinisbatkan sehingga mereka
disebut Bani Israil, antara lain dalam firman Allah yang artinya : Semua
makanan halal bagi Bani Israil selain makanan yang diharamkan oleh Israil
(Yaqub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan. Q:3:93).
Sedangkan menurut istilah ahli tafsir dan hadits, yang dimaksud dengan
kata Israiliyat ialah kisah atau peristiwa yang diriwayatkan dari sumber Israili.
Walaupun tampaknya kata Israiliyat ini menunjukkan kepada kisah-kisah yang
asalnya diriwayatkan dari sumber Yahudi, para ahli tafsir dan hadits dan
beberapa cendikiawan Muslim lainnya menggunakan istilah tersebut dalam arti
yang beragam.
Muhammad ibn Muhammad Abu Syuhbah memaparkan Israiliyat
sebagai berikut :
Cerita, dongeng, khurafat, yang dibuat oleh sumber Yahudi untuk
menumbulkan keraguan terhadap ajaran Islamdan memalingkan manusia
dari ajarannya 3
Husain Al-Zahabi mengemukakan masalah ini dalam dua pengertian :

Muhammad ibn Muhammad Abu Syuhbah, Al-Israiliyat wa Al-maudhuat fi


kutub Tafsir, Maktabah As-sunnah, Qahiroh,1408 H, cet.ke-4, h.12
2
Ahmad Muhammad Syakir, Umdah Al-Tafsir An Al-Hafidz Ibn Katsir, 1,
Dar Maruf, Mesir, 1956, h. 138
3
Muhammad ibn Muhammad Abu Syuhbah. Op.cit.h.94

43

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 3 No.3 April 2005

1.

Kisah dan dongeng kuno yang menyusup ke dalam tafsir dan hadits,
yang asal periwayatannya kembali kepada sumber Yahudi, Nasrani,
atau yang lain.
Sebagian ahli tafsir dan hadits memperluas lagi pengertian Israiliyat ini
sehingga mencakup pula cerita-cerita yang sengaja diselundupkan oleh
musuh-musuh Islam ke dalam tafsir dan hadits, yang sama sekali tidak
dijumpai dasarnya dalam sumber-sumber lama. 4

2.

Adapun Dr. Ahmad Khalil mengatakan bahwa yang dimaksud dengan


Israiliyat itu ialah kisah-kisah dan riwayat-riwayat dari ahli kitab, baik yang ada
hubungannya dengan ajaran-ajaran agama mereka maupun yang tidak ada
hubungannya. Ringkasnya, kisah-kisah itu diriwayatkan dari jalan mereka. 5
Menurut Amin Al-Khuli, kisah-kisah Israiliyat itu merupakan pembauran
dari berbagai agama dan kepercayaan yang merembes masuk ke jazirah Arabia
Islam karena memang sebagian kisah-kisah itu dibawa oleh orang-orang Yahudi
yang sudah sejak dahulu kala berkelana ke arah timur menuju Babilonia dan
sekitarnya serta ke arah barat menuju Mesir. Setelah kembali ke negeri asal,
mereka bawa pulang bermacam-macam berita keagamaan yang dijumpai di
negeri-negeri yang mereka singgahi. 6
Walaupun kata Israiliyat pada lahiriahnya menunjukkan makna riwayat
yang bersumber pada kalangan Yahudi, dalam realitas peristilahan ahli tafsir dan
hadits mencakup juga riwayat yang bersumber dari kalangan Nasrani. Hal ini
karena memang unsur Yahudi inilah yang lebih populer dan dominan dalam
periwayatannya. Popularitas dan dominasi unsur Yahudi ini sebagian besar
disebabkan oleh mereka yang meriwayatkan kisah-kisah itu terdiri dari orang
Yahudi yang memeluk agama Islam atau karena menonjolnya peranan mereka di
samping hubungan mereka dengan kaum muslimin cukup dekat sejak masa
permulaan Islam.
C. Sejarah Singkat Masuknya Kisah Israiliyat
Sebenarnya masuknya riwayat-riwayat Israiliyat ke dalam penafiran AlQuran didahului oleh masuknya bangsa Arab pada masa jahiliah. Sebagai
dimaklumi, sebagian ahli kitab yang sebagian besar terdiri atas orang-orang
Yahudi sejak dahulu kala telah melakukan imigrasi ke jazirah Arabia dalam
4

Husain Al-Zahabi, Al-Israiliyat Fi Al-Tafsir Wa Al-Hadits, Majma Al-Buhus


Al-Islamiyah, Kairo, 1971, h. 22
5
Ahmad Khalil, Dirasat Fi Al-Quran, Dar Maarif, Mesir, h. 113
6
Ahmad Al-Khuli, Manahij Al-Tajdid, Dar Marifah, Cairo, 1961, h. 277

44

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 3 No.3 April 2005

rangka menghindari penekanan dan penyiksaan yang dilancarkan oleh Titus,


panglima Romawi, pada sekitar tahun 70 Masehi. 7 Begitu pula orang-orang
jahiliyah banyak yang melakukan perjalanan dagang. Dalam Al-Quran
diterangkan bahwa orang Quraisy mempunyai dua kegiatan perjalanan, pada
musim dingin ke negeri Yaman dan pada musim panas ke Syam, dan di kedua
negeri itu banyak berdiam ahli kitab. Oleh karena itu, terjadi pertemuan antara
kedua bangsa ini, yang merupakan salah satu faktor penting bagi pengetahuan
Yahudi ke tengah-tengah bangsa Arab. Namun, pemikiran Yahudi pada bangsa
Arab pada waktu itu sangat terbatas dan sempit sesuai dengan sempitnya
cakrawala pemikiran mereka.
Setelah datangnya Islam yang kemudian berkembang sesudah Nabi Saw.
hijrah ke Madinah, kontak-kontak semacam di atas tetap berlangsung karena di
sekitar Madinah banyak beriam pula sekelompok Yahudi seperti bani Qainuqa,
bani Quraizah, dan bani Al-Nadir yang tentunya tidak terhindar dari
kemungkinan tukar-menukar informasi tentang berbagai masalah antara mereka
dan kaum muslimin. Di samping itu, diceritakan pula bahwa dalam rangka
mengkaji pengetahuan keagamaan yang mereka warisi turun-temurun, baik yang
berasal dari kitab-kitab agama serta ulasan-ulasannya maupun yang berasal dari
pendeta-pendeta mereka, diadakan semacam majelis pengajian yang disebut
midras. Bahkan sebagian shahabat ada pula yang mendatangi midras-midras
tersebut untuk mendengarkan apa yang disajikan di sana. 8 Dalam hal ini
diriwayatkan bahwa Nabi Saw. pernah melihat Umar ibn Khaththab Ra. keluar
dari midras, kemudian Nabi menegurnya, Apakah engkau ragu-ragu terhadap
ajaran Islam, wahai Ibn Al-Khaththab / demi Allah yang berkuasa atas diriku,
aku benar-benar telah datang membawa ajaran itu dalam keadaan putih bersih. 9
Begitu pula keterangan Abu Hurairah dalam riwayat Al-Bukhari, ia berkata :
Orang-orang ahli kitab biasa membaca Taurat dengan bahasa Ibrani dan
menafsirkannya dengan bahasa Arab untuk para pemeluk Islam. 10 Yang lebih
penting lagi ialah masuknya sejumlah Yahudi memeluk agama Islam seperti
Abdullah ibn Salam, Abdullah ibn Surya, dan Kaab Al-Ahbar. Mereka memiliki
pengetahuan yang luas tentang agama Yahudi dan menduduki posisi yang cukup
terpandang di kalangan kaum muslimin.

Khalaf Muhammad Al-Husaini, Al-Yahudiyah Bain Al-Masihiyah Wa AlIslam, Al Muassasah Al-Misriyah Al-Ammah,Mesir, 1964, h. 53
8
Ahmad Khalil, Op. Cit., h. 113
9
Ahmad Ibn Hambal, Musnad III, Al-Maktab Al-Ilmi Wa Dar Sadir, Beirut,
h. 1987
10
Al-Imam Bukhari, Shahih Al-Bukhari, IV, Dahlan, Surabaya, h. 270

45

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 3 No.3 April 2005

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa masuknya riwayat Israiliyat ke


dalam bidang tafsir sudah sejak masa shahabat. Walaupun demikian, para
shahabat tidak menerima begitu saja segala apa yang diterangkan oleh ahli kitab.
Mereka teliti terlebih dahulu kebenarannya sebatas kemampuan mereka. Apabila
ternyata yang diberitakan itu salah, mereka tidak segan-segan menolaknya.
Dalam hal ini ada petunjuk Rasulullah Saw. yang mereka pegang :



Janganlah kamu benarkan orang-orang ahli kitab itu,dan janganlah
kamu dustakan mereka. Katakanlah oleh kamu : Kami beriman kepada
Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan kepada apa
yang diturunkan kepadamu. 11
1F

Bahkan dalam riwayat lain Rasulullah Sam juga pernah bersabda :



Bicaralah tentang Bani Israil dan tidak ada halangan berbicara tentang
hal itu, dan barang siapa yang berdusta terhadap saya maka hendaklah
dia menempati tempat duduknya dari api neraka 12.
12F

D. Gerakan Kritik Terhadap Israiliyat


Sebagaimana dimaklumi, pada masa periwayatan, tafsir Al-Quran
diriwayatkan sebagai bagian dari hadits. Demikian pula halnya pada masa tadwin
yang dimulai sekitar akhir abad I atau awal abad II H, tafsir merupakan salah satu
bab di antara bab-bab kitab hadits. Pada mulanya tafsir masur yang dibukukan
pada masa itu sedikit sekali yang memuat riwayat Israiliyat. Walaupun ada,
sifatnya terbatas pada hal-hal yang tidak bertentangan dengan nash-nash syariat.
Bahkan sebagian diriwayatkan dari Rasulullah Saw. dengan riwayat yang sahih
seperti hadits-hadits tentang bani Israil yang terdapat dalam kitab Shahih Bukhari
dan kitab-kitab hadits induk lainnya.
11
12

Loc. Cit.
Al-Imam Bukhari, op.cit.h.572

46

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 3 No.3 April 2005

Kemudian, setelah tafsir berpisah dari kitab-kitab hadits, pada mulanya


Tafsir Bi Al-Masur yang dibukukan itu disebut secara lengkap sanadnya dan
mengandung tidak sedkit riwayat Israiliyat yang berisi hal-hal yang munkar dan
aneh. Selanjutnya generasi berikutnya membukukan Tafsir Bi Al Masur dengan
membuang sanad-sanadnya dan tidak meneliti dengan cermat apa yang mereka
tulis. Mereka kumpulkan riwayat yang sahih bersama yang tidak sahih di dalam
karya-karya mereka, yang mengandung banyak riwayat Israiliyat yang dapat
mengacaukan kehidupan keagamaan umat Islam. Demikianlah masa terus
berlalu, dan mereka yang terjun dalam penafsiran tafsir Al-Quran semakin
kurang berhati-hati sehingga ada di antara mereka yang karena gemarnya
terhadap kisah Israiliyat, hampir-hampir tidak ada satu riwayat pun yang
dilewatkannya. Yang termasuk di antara mereka ialah Abu Ishaq Al-Salabi (W.
427 H). 13
Melihat kenyataan yang tidak menggembirakan ini sebagian ahli tafsir
telah mulai melontarkan kritiknya. Sebenarnya kritik terhadap Israiliyat ini telah
dimulai oleh Ibn Jarir Al-Thabari (W. 310 H) 14 walaupun dalam jumlah yang
tidak banyak. Pada masa berikutnya Ibn Al-Arabi (W. 543 H) dalam kitabnya,
Ahkam Al-Quran, sempat mengemukakan sikapnya dalam mengoreksi riwayat
Israiliyat ini. Ibn Al-Arabi berpendapat bahwa riwayat dari bani Israil yang
dibolehkan untuk meriwayatkan hanyalah dalam hal cerita mereka yang
menyangkut keadaan diri mereka sendiri. Sedangkan riwayat mereka yang
menyangkut keadaan orang lain membutuhkan penelitian yang cermat. 15
Menurut Dr. Ahmad Khalil, gerakan kritik terhadap Israiliyat itu baru
menjelma dalam bentuk karya cermat dan terarah dengan tampilnya Ibn Katsir
(W. 774 H) dalam kata pendahuluan tafsirnya, dan Al-Biqai (W. 881 H) dalam
kitabnya, Nazm Al-Durar Fi Tanasub Al-Ayat Wa Al-Suwar. Ibn Katsir telah
mengklasifikasikan Israiliyat ke dalam tiga bagian :
1. Pertama, yang sesuai dengan Al-Quran, dalam hal ini cukuplah AlQuran yang menjadi pegangan.
2. Kedua, yang bertentangan dengan Al-Quran, dalam hal ini riwayat
Israiliyat harus disingkirkan.
3. Ketiga, yang tidak sesuai dengan Al-Quran, namun juga tidak
bertentangan, dalam hal ini boleh saja diriwayatkan sekadar untuk
istianas dalam menafsirkan sebagian kemujmalan nas Al-Quran.

13

Zahabi, Al-Israiliyat, Op. Cit., h. 37-38


Ahmad Khalil, Op. Cit., h. 115
15
Ibn Al-Arabi, Ahkam Al-Quran, I, Al-Halabi, Mesir, 1967, h. 123
14

47

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 3 No.3 April 2005

Di sini tampak Ibn Katsir meninjau Al-Quran dan Israiliyat dari segi
kandungannya, dan atas dasar itulah kritiknya terhadap Israiliyat dilancarkan.
Demikian pula yang dilancarkan oleh Al-Baqai tadi. 16
Dalam pada itu Al-Zahabi telah membagi kitab-kitab tafsir menurut
caranya mengetengahkan riwayat Israiliyat dalam enam kelompok :
1. Kitab-kitab tafsir yang meriwayatkan Israiliyat lengkap dengan kritik
dan penilaian. Kitab yang paling populer yang termasuk ke dalam
kelompok ini adalah Tafsir Al-Tabari.
2. Kitab tafsir yang meriwayatkan Israiliyat lengkap dengan sanadnya,
kemudian memberikan komentar disertai penjelasan kebatilannya.
Kitab yang populer yang termasuk ke dalam kelompok ini ialah Tafsir
Ibn Katsir.
3. Kitab-kitab Tafsir yang meriwayatkan Israiliyat dengan panjang lebar
tanpa menyebut sanadnya sedikit pun di samping tidak memberikan
komentar penilaian benar-salahnya riwayat itu. Yang termasuk ke
dalam kelompok ini adalah Tafsir Muqatil Ibn Sulaiman (W. 150 H).
4. Kitab-kitab tafsir yang meriwayatkan Israiliyat tanpa menyebutkan
sanadnya, tetapi kadang kala memberikan isyarat terhadap segi
kelemahannya, dan kadang-kadang dengan tegas, tetapi juga terkadang
tidak memberikan penilaian sama sekali walaupun ternyata riwayat
yang dibawakannya jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip syara.
Yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Tafsir Al-Khazin (W.
741 H).
5. Kitab-kitab tafsir yang membawakan Israiliyat tanpa sanad, sedangkan
tujuan utamanya adalah untuk menjelaskan kepalsuan dan kebatilannya,
dan sangat langka riwayat itu dibawakan tanpa diberi komentar. Yang
termasuk kelompok ini adalah Tafsir Al-Alusy (W. 1270 H).
6. Kitab-kitab tafsir yang menyerang dengan gencar para mufasir yang
genar membawakan Israiliyat. Yang termasuk ke dalam kelompok ini
ialah Tafsir Al-Manar susunan Al-Sayyid Muhammad Rasyid Ridha
(W. 1354 H). 17
Walaupun untuk mencari kepastian yang meyakinkan dari hasil
penelitian Husain Al-Zahabi ini memerlukan penelitian yang lebih intensif lagi,
dan diakui hal ini merupakan tugas yang berat, dari penelitiannya itu paling tidak
sudah tergambar betapa besar pengaruh riwayat Israiliyat ke dalam kitab-kitab
tafsir yang ada.
16
17

Ahmad Khalil, Op. Cit., h. 115-116


Zahabi, Israiliyat, Op. Cit., h. 248-249

48

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 3 No.3 April 2005

E. Pengaruh Kisah Israiliyat


Akibat negatif yang ditimbulkan oleh adanya riwayat-riwayat Israiliyat
dalam kitab-kitab tafsir, karena mengandung kebatilan, antara lain adalah sebagai
berikut :
1. Riwayat-riwayat itu dapat merusak aqidah umat Islam sebagai contoh,
riwayat yang dibawakan oleh Muqatil maupun Ibn Jarir tentang kisah
Nabi Daud As. dengan isteri salah seorang panglimanya, demikian pula
kisah Nabi Muhammad Saw. dengan Zainab binti Jahri. Kedua riwayat
itu dapat memberikan gambaran yang keji terhadap pribadi-pribadi
Nabi yang mashum dengan gambaran sebagai manusia yang didukung
oleh hawa nafsu.
2.

Riwayat-riwayat tersebut dapat memberikan gambaran seakan-akan


Islam itu agama khurafat, takhayul yang menyesatkan. Sebagai contoh
antara lain ialah riwayat yang dikemukakan oleh Al-Qurthubi dari Ibn
Abbas Ra. tentang arti kata Radun:
Orang-orang Yahudi bertanya kepada Nabi Saw. tentang guruh :
Apakah sebenarnya guruh itu? Nabi menjawab, Guruh itu adalah
malaikat yang diberi tugas menjaga awan dengan membawa alat-alat
pembakar dari api yang digunakannya untuk mengendalikan awan
menurut kehendak Allah. Kemudian mereka bertanya lagi, Lalu suara
yang kita dengar itu sebenarnya apa? Nabi menjawab, Suara itu
adalah bentakan malaikat tatkala membentak awan sehingga awan itu
menurut kepada kehendak Allah. Kemudian mereka berkata, Engkau
benar, wahai Muhammad. 18
Walaupun riwayat ini cukup menggelikan, terutama bagi para ahli ilmu
kealaman, menurut Al-Qurthubi riwayat inilah yang dipegangi oleh
kebanyakan ulama.

3.

Riwayat-riwayat tersebut hampir dapat menghilangkan kepercayaan


terhadap sebagian ulama salaf, baik dari kalangan shahabat maupun
tabiin seperti Abu Hurairah, Abdullah ibn Salam, Kaab Al-Ahbar dan
Wahab ibn Munabbih yang oleh sementara orientalis seperti Goldziher
dalam bukunya, Muzahaib Al-Tafsir Al-Islami, diisyukan sebagai
orang-orang yang sengaja diselundupkan ke dalam Islam oleh musuhmusuhnya. 19 Tuduhan seruap telah dilontarkan pula oleh beberapa
18

Al-Qurthubi, Al-Jami Li Ahkam Al-Quran, Dar Al-Kitab Al-Arabi, Cairo,


1967, h. 217
19
Ignaz Goldziher, Mazahaib Al-Tafsir Al-Islam, alih bahasa Abd. Halim AlNajjar, Makatabah Al-Islami, Mesir, 1995, h. 87

49

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 3 No.3 April 2005

penulis muslim seperti Mahmud Abu Rayyah dalam bukunya, Adwa


Ala Al-Sunnah Al-Muhammadiyah, dan dengan cara terselubung oleh
Dr. Ahmad Amin dalam Fajr Al-Islam. 20 Bahkan Al-Sayyid Rasyid
Ridha dalam tafsirnya mengambil sikap yang jauh berbeda sebagaimana
dikatakannya: Dan kebanyakan Israiliyat itu merupakan khurafat dan
kepalsuan yang dibenarkan begitu saja oleh para perawi sampai pula
oleh sebagian perawi dari kalangan shahabat. 21
4.

Riwayat ini hampir menyita atau memalingkan perhatian manusia dari


mendalami maksud diturunkannya Al-Quran menuju kepada
pembahasan sepele yang sedikit sekali faedahnya. Sebagai contoh
antara lain tentang nama dan warna anjing Ashab Al-Kahf dan namanama binatang yang diikutsertakan dalam bahtera Nabi Nuh As.
Memang menurut Ibn Katsir, perincian hal tersebut tidak ada faedahnya
untuk diketahui. Andaikata hal itu ada faedahnya, niscaya Al-Quran
menyebutkannya.

5.

Riwayat-riwayat tersebut hampir menimbulkan sikap a priori terhadap


hampir semua kitab tafsir di kalangan sebagian peminat ilmu tafsir
karena, menurut persangkaan mereka, semua kitab itu berasal dari
sumber yang sama.

20

Muhammad Abu Royyah, Adwa Ala Al-Sunnah Al-Muhammadiyah, Dar


Al-Talif, Mesir, 1958, h. 150
21
Al-Sayyid Muhammad Ridha, Tafsir Al-Manar, I, Dar Al-Manar, Cairo, 1373
H, h. 8

50

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 3 No.3 April 2005

F. Khulashah
Sebagai penutup uraian ini, sepantasnya diperhatikan batasan yang
dikemukakan oleh Al-Zahabi dalam kitabnya, Al-Tafsir, I, halaman 179. Ia
menyimpulkan nilai Israiliyat itu yang sekaligus merupakan batasan-batasan
pokoknya sebagai berikut :
1.

2.

3.

Riwayat Israiliyat yang diketahui kesahihannya, seperti yang langsung


dinukil dari Nabi Saw. mengenai nama shahabat Nabi Musa As., yakni
Al-Khaidir. Sebutan nama itu jelas sekali dari Sabda Rasulullah Saw.
sendiri sebagaimana tercantum dalam kitab Shahih Al-Bukhari. Atau
riwayat Israiliyat itu didukung oleh dalil syara yang memperkuatnya.
Riwayat seperti ini maqbul.
Riwayat Israiliyat yang diketahui kebohongannya seperti yang
bertentangan dengan syariat yang dikenal selama ini, atau riwayatnya
tidak sesuai dengan pertimbangan akal sehat. Riwayat seperti ini tidak
boleh diterima dan diriwayatkan.
Riwayat Israiliyat yang maskut anhu, yakni riwayat yang tidak
termasuk ke dalam kelompok pertama dan kedua di atas. Dalam hal ini
hukumnya tawaquf, tidak mesti dipercaya dan tidak mesti dianggap
bohong, tetapi kita boleh menceritakannya. Wallahualam.

51

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 3 No.3 April 2005

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Al-Khuli, Manahij Al-Tajdid, Dar Marifah, Cairo, 1961


Ahmad Ibn Hambal, Musnad III, Al-Maktab Al-Ilmi Wa Dar Sadir, Beirut
Ahmad Khalil, Dirasat Fi Al-Quran, Dar Maarif, Mesir
Ahmad Muhammad Syakir, Umdah Al-Tafsir An Al-Hafidz Ibn Katsir, 1, Dar
Maruf, Mesir, 1956
Al-Imam Bukhari, Shahih Al-Bukhari, IV, Dahlan, Surabaya
Al-Qurthubi, Al-Jami Li Ahkam Al-Quran, Dar Al-Kitab Al-Arabi, Cairo, 1967
Al-Sayyid Muhammad Ridha, Tafsir Al-Manar, I, Dar Al-Manar, Cairo, 1373 H
Husain Al-Zahabi, Al-Israiliyat Fi Al-Tafsir Wa Al-Hadits, Majma Al-Buhus
Al-Islamiyah, Kairo, 1971
Ibn Al-Arabi, Ahkam Al-Quran, I, Al-Halabi, Mesir, 1967
Ignaz Goldziher, Mazahaib Al-Tafsir Al-Islam, alih bahasa Abd. Halim AlNajjar, Makatabah Al-Islami, Mesir, 1995
Khalaf Muhammad Al-Husaini, Al-Yahudiyah Bain Al-Masihiyah Wa Al-Islam,
Al Muassasah Al-Misriyah Al-Ammah,Mesir, 1964
Muhammad Abu Royyah, Adwa Ala Al-Sunnah Al-Muhammadiyah, Dar AlTalif, Mesir, 1958
Muhammad ibn Muhammad Abu Syuhbah, Al-Israiliyat wa Al-maudhuat fi
kutub Tafsir, Maktabah As-sunnah, Qahiroh,1408 H,

52

Anda mungkin juga menyukai