Anda di halaman 1dari 38

EFUSI PLEURA

Pipit Layakharisma, Syamsul Rijal

A. PENDAHULUAN

Efusi pleura adalah penimbunan cairan didalam rongga pleura akibat

transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi

pleura bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu

penyakit. Akibat adanya carian yang cukup banyak dalam rongga pleura,

maka kapasitas paru akan berkurang dan di samping itu juga menyebabkan

pendorongan organ-organ mediastinum, termasuk jantung. Hal ini

mengakibatkan insufisiensi pernafasan dan juga dapat mengakibatkan

gangguan pada jantung dan sirkulasi darah.1

Di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal

jantung kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara

di negara-negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, lazim

diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis. Efusi pleura keganasan merupakan

salah satu komplikasi yang biasa ditemukan pada penderita keganasan dan

terutama disebabkan oleh kanker paru dan kanker payudara. Efusi pleura

merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitar 50-60%

penderita keganasan pleura primer atau metastatik. Sementara 5% kasus

mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat disertai efusi pleura dan

sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan mengalami efusi

pleura.2

1
Efusi pleura disebabkan oleh bebrapa mekanisme antara lain

peningkatan tekanan kapiler paru, penurunan tekanan negatif dalam rongga

pleura, penurunan tekanan onkotik, dan obstruksi aliran limfe. Efusi pleura

dapat menunjukkan terdapat penyakit paru, pleura, maupun ekstra paru.

Efusi pleura dibedakan menjadi transudat dan eksudat. Efusi pleura

transudatif terjadi akibat peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan

tekanan onkotik dalam rongga pleura. Efusi pleura eksudatif terjadi akibat

abnormalitas permeabilitas kapiler, obstruksi aliran limfatik, infeksi, atau

pendarahan.1

Gejala yang paling sering timbul adalah sesak, dipsneu. Nyeri bisa

timbul akibat efusi yang banyak berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri

tumpul. Diagnosis efusi pleura dapat ditegakkan melalui anamnesis serta

pemeriksaan fisik yang teliti, diagnosis yang pasti melalui pungsi

percobaan, biopsy dan analisa cairan pleura.Penatalaksanaan efusi pleura

dapat dilakukan dengan cara pengobatan kausal, thorakosintesis, Water

Sealed Drainage (WSD), dan pleurodesis.1

B. DEFINISI

Efusi pleura adalah adanya penumpukan cairan dalam rongga (kavum)

pleura yang melebihi batas normal. Hal ini disebabkan karena cairan pleura

dalam jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan

oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura.

Pada orang normal mengandung 7-14 ml cairan yang bekerja sebagai

pelumas antara kedua permukaan pleura. Rongga pleura normal berisi

2
cairan dalam jumlah yang relatif sedikit yakni 0,1 – 0,2 mL/kgbb pada tiap

sisinya. Fungsinya adalah untuk memfasilitasi pergerakan kembang kempis

paru selama proses pernafasan. Cairan pleura diproduksi dan dieliminasi

dalam jumlah yang seimbang . Cairan pleura berasal dari kapiler (terutama

pleura parietalis), limfatik, pembuluh darah intratoraks, ruangan interstisial

paru, dan rongga peritoneum. Cairan pleura direabsorbsi melalui saluran

limfatik pleura parietalis yang mempunyai kapasitas pengeluaran sedikitnya

0,2-0,3 ml/kg/jam. Cairan ini memiliki konsentrasi lebih rendah dibanding

pembuluh limfe paru di perifer yaitu < 1,5gr/dl.1,5

Ada beberapa jenis cairan yang bisa berkumpul di dalam rongga

pleura antara lain darah, pus, cairan seperti susu dan cairan yang

mengandung kolesterol tinggi:6

1. Hidrotoraks

Pada keadaan hipoalbuminemia berat, bisa timbul transudat.

Dalam hal ini penyakitnya disebut hidrotorak dan biasanya ditemukan

bilateral. Sebab-sebab lain yang mungkin adalah kegagalan jantung

kanan, sirosis hati dengan asites, serta sebagai salah satu tias dari

syndroma meig (fibroma ovarii, asites dan hidrotorak).7

2. Hemotoraks

Hemotorak adalah Terakumulasinya darah pada rongga toraks

akibat trauma tumpul atau tembus pada toraks. Sumber perdarahan

umumnya berasal dari A. interkostalis atau A. mamaria interna. Perlu

diingat bahwa rongga hemitoraks dapat menampung 3 liter cairan,

3
sehingga pasien hematotoraks dapat terjadi syok hipovolemik berat

yang mengakibatkan terjadinya kegagalan sirkulasi, tanpa terlihat

adanya perdarahan yang nyata oleh karena perdarahan masif yang

terjadi, yang terkumpul di dalam rongga toraks. Manifestasi klinis

yang ditemukan pada hematotoraks sesuai dengan besarnya

perdarahan atau jumlah darah yang terakumulasi. Perlu diperhatikan

adanya tanda dan gejala dari instabilitas hemodinamik dan depresi

pernapasan.6,8

3. Empiema 

Empiema adalah kumpulan cairan eksudatif di rongga pleura

yang berhubungan dengan terjadinya infeksi paru. Empiema paling

sering terjadi karena pneumonia atau infeksi paru yang

penanganannya tidak sempurna, dapat juga terjadi karena trauma,

ruptur esophagus, ekstensi infeksi sub diaphragma seperti abses hepar.

Prinsip penanggulangan empiema adalah:

a. Drainase atau mengeluarkan nanah sebanyak-banyaknya.

b. Pemberian antibiotika yang adekuat baik jenis, dosis dan waktu.

c. Obliterasi rongga empiema.

Penanggulangan empiema tergantung dari fase empiema.14

4. Chylotoraks 

Kilotoraks adalah akumulasi cairan limphe yang berlebihan di

dalam rongga pleura karena kebocoran dari duktus torasikus atau

cabang-cabang utamanya. Obstruksi atau laserasi duktus torasikus

4
yang paling sering disebabkan oleh keganasan, trauma, tuberkulosa

dan trombosis vena.1,7

Cairan chylus khas putih seperti susu tidak berbau dan bersifat

alkalis, pada kondisi puasa produksi minimal dan menjadi produktif

setelah makan makanan berlemak. Komposisi terutama adalah fat 14-

210 mmol/L (60 %-70 % lemak yang diserap usus masuk ke dalam

duktus torasikus) protein dan elektrolit.7

C. ANATOMI dan FISIOLOGI PLEURA

1. Anatomi

Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura

visceralis dan parietalis. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari

sel mesothelial, jaringaan ikat, dan dalam keadaan normal, berisikan

lapisan cairan yang sangat tipis. Membran serosa yang membungkus

parekim paru disebut pleura viseralis, sedangkan membran serosa

yang melapisi dinding thorak, diafragma, dan mediastinum disebut

pleura parietalis. Rongga pleura terletak antara paru dan dinding

thoraks. Rongga pleura dengan lapisan cairan yang tipis ini berfungsi

sebagai pelumas antara kedua pleura. Kedua lapisan pleura ini bersatu

pada hillus paru. Dalam hal ini, terdapat perbedaan antara pleura

viseralis dan parietalis, diantaranya:7 

5
a. Pleura Visceralis

Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial

yang tipis < 30mm. Diantara celah-celah sel ini terdapat sel

limfosit. Di bawah sel-sel mesothelial ini terdapat endopleura

yang berisi fibrosit dan histiosit, di bawahnya terdapat lapisan

tengah berupa jaringan kolagen dan serat-serat elastik. Lapisan

terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang banyak

mengandung pembuluh darah kapiler dari a. Pulmonalis dan a.

Brakhialis serta pembuluh limfe. Menempel kuat pada jaringan

paru. Fungsinya untuk mengabsorbsi cairan pleura.

b. Pleura Parietalis

Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan

jaringan ikat (kolagen dan elastis). Dalam jaringan ikat tersebut

banyak mengandung kapiler dari a. Intercostalis dan a. Mamaria

interna, pembuluh limfe, dan banyak reseptor saraf sensoris

yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur.

Keseluruhan berasal n. Intercostalis dinding dada dan alirannya

sesuai dengan dermatom dada. Mudah menempel dan lepas dari

dinding dada di atasnyaFungsinya untuk memproduksi cairan

pleura.

6
Gambar 1. Tampilan Depan Paru

2. Fisiologi

Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan

pleura parietalis dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan

untuk mencegah pemisahan toraks dan paru yang dapat dianalogkan

seperti dua buah kaca objek yang akan saling melekat jika ada air.

Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran satu dengan yang lain

tetapi keduanya sulit dipisahkan.8

Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler

di dalam pleura parietalis ke ruang pleura kemudian diserap kembali

melalui pleura viseralis. Masing-masing dari kedua pleura merupakan

membran serosa mesenkim yang berpori-pori, dimana sejumlah kecil

transudat cairan intersisial dapat terus menerus melaluinya untuk

masuk kedalam ruang pleura.

Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis

lebih besar daripada selisih perbedaan pembentukan cairan oleh

pleura parietalis dan permukaan pleura viseralis lebih besar dari pada

7
pleura parietalis sehingga dalam keadaan normal hanya ada beberapa

mililiter cairan di dalam rongga pleura.

Gambar 2. Skema yang memperlihatkan proses sirkulasi normal


cairan pleura

Jumlah total cairan dalam setiap rongga pleura sangat sedikit,

hanya beberapa mililiter yaitu 1-5 ml. Dalam kepustakaan lain

menyebutkan bahwa jumlah cairan pleura sebanyak 12-15 ml .

Kapanpun jumlah ini menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan

kedua pleura, maka kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh

pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari rongga

pleura kedalam mediastinum, permukaan superior dari diafragma, dan

permukaan lateral pleural parietalis. Oleh karena itu, ruang pleura

(ruang antara pleura parietalis dan pleura visceralis) disebut ruang

potensial, karena ruang ini normalnya begitu sempit sehingga bukan

merupakan ruang fisik yang jelas.

8
Adapun gambaran normal cairan pleura adalah sebagai berikut:

a. Jernih, karena merupakan hasil ultrafiltrasi plasma darah yang

berasal dari pleura parietalis

b. pH 7,60-7,64

c. Kandungan protein kurang dari 2% (1-2 g/dL)

d. Kadungan sel darah putih < 1000 /m3

e. Kadar glukosa serupa dengan plasma

f. Kadar LDH (laktat dehidrogenase) < 50% dari plasma.

D. EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, 1,5 juta kasus efusi pleura terjadi tiap

tahunnya. Sementara pada populasi umum secara internasional,

diperkirakan tiap 1 juta orang, 3000 orang terdiagnosa efusi pleura. Di

negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung

kongestif, sirosishati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di

Negara negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, lazim

diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis. Penyebab efusi, penyakit ganas

menyumbang 41% dan tuberkulosis untuk 33% dari 100 kasus efusi pleura

eksudatif, 2 pasien (2%) memiliki koeksistensi tuberkulosis dan keganasan

yang dianalisis dengan kelompok ganas. Parapneumoni efusi ditemukan

hanya 6% kasus, penyebab lain gagal jantung kongestif 3%, komplikasi

dari operasi by pass koroner 2%, rheumatoid atritis 2%, erythematous

lupus sistemik 1%, gagal ginjal kronis 1%, kolesistitis akut 1%, etiologi

tidak diketahui 8%.2

9
Distribusi penyakit penyebab efusi pleura tergantung pada studi

populasi. Penelitian yang pernah dilakukan di rumah sakit Persahabatan,

dari 229 kasus efusi pleura pada bulan Juli 1994-Juni 1997, keganasan

merupakan penyebab utama diikuti oleh tuberkulosis, empiema toraks dan

5 kelainan ekstra pulmoner. Penyakit jantung kongestif dan sirosis hepatis

merupakan penyebab tersering efusi transudatif sedangkan keganasan dan

tuberkulosis (TB) merupakan penyebab tersering efusi eksudatif.3

E. ETIOLOGI

Ruang pleura normal mengandung sekitar 0,-1-1,2 mL/Kgbb cairan,

hal ini memperlihatkan adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatik dan

tekanan onkotik dalam pembuluh darah pleura viseral dan parietal dan

drainase limfatik luas. Efusi pleura merupakan hasil dari ketidakseimbangan

tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik.4

Efusi pleura merupakan indikator dari suatu penyakit paru atau non

pulmonary, dapat bersifat akut atau kronis. Meskipun spektrum etiologi

efusi pleura sangat luas, efusi pleura sebagian disebabkan oleh gagal jantung

kongestif, pneumonia, keganasan, atau emboli paru. Mekanisme sebagai

berikut memainkan peran dalam pembentukan efusi pleura:5

1. Perubahan permeabilitas membran pleura (misalnya, radang,

keganasan, emboli paru)

2. Pengurangan tekanan onkotik intravaskular (misalnya,

hipoalbuminemia, sirosis)

10
3. Peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan pembuluh darah

(misalnya, trauma, keganasan, peradangan, infeksi, infark paru, obat

hipersensitivitas, uremia, pankreatitis).

4. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler dalam sirkulasi sistemik dan /

atau paru-paru (misalnya, gagal jantung kongestif, sindrom vena kava

superior).

5. Pengurangan tekanan dalam ruang pleura, mencegah ekspansi paru

penuh (misalnya, atelektasis yang luas, mesothelioma).

6. Penurunan drainase limfatik atau penyumbatan lengkap, termasuk

obstruksi duktus toraks atau pecah (misalnya, keganasan, trauma).

7. Peningkatan cairan peritoneal, dengan migrasi di diafragma melalui

limfatik atau cacat struktural (misalnya, sirosis, dialisis peritoneal)

8. Perpindahan cairan dari edema paru ke pleura viseral.

9. Peningkatan tekanan onkotik di cairan pleura yang persisiten

menyebabkan adanaya akumulasi cairan di pleura .

10. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberkulosis,

pneumonia, virus, bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang

menembus ke rongga pleura), karena tumor dan trauma.

F. KLASIFIKASI

Efusi pleura umumnya diklasifikasikan berdasarkan mekanisme

pembentukan cairan dan kimiawi cairan menjadi 2 yaitu atas transudat atau

eksudat. Transudat hasil dari ketidakseimbangan antara tekanan onkotik

dengan tekanan hidrostatik, sedangkan eksudat adalah hasil dari peradangan

11
pleura atau drainase limfatik yang menurun. Dalam beberapa kasus

mungkin terjadi kombinasi antara karakteristk cairan transudat dan eksudat.9

1. Klasifikasi berasarkan mekanisme pembentukan cairan:

a. Transudat

Efusi pleura transudatif terjadi jika terdapat perubahan

dalam tekanan hidrostatik dan onkotik pada membran pleura,

misalnya jumlah cairan yang dihasilkan melebihi jumlah cairan

yang dapat diabsorbsi. Pada keadaan ini, endotel pembuluh

darah paru dalam kondisi yang normal, dimana fungsi filtrasi

masih normal pula sehingga kandungan sel dan dan protein pada

cairan efusi transudat lebih rendah. Jika masalah utama yang

menyebabkannya dapat diatasi maka efusi pleura dapat sembuh

tanpa adanya masalah yang lebih lanjut. Selain itu, efusi pleura

transudat juga dapat terjadi akibat migrasi cairan yang berasal

dari peritoneum, bisa pula iatrogenik sebagai komplikasi dari

pemasangan kateter vena sentra dan pipa nasogastrik.1,11,12

Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:

1) Gagal jantung kongestif

2) Sirosis (Hepatik hidrotoraks)

3) Atelektasis (yang bisa disebabkan oleh keganasan atau emboli

paru )

4) Hipoalbuminemia

5) Sindroma nefrotik

12
6) Dialisis peritoneal

7) Miksedema

8) Perikarditis konstriktif

9) Urinotoraks (biasanya akibat obstuktif uropathy)

10) Kebocoran cairan serebrospinal ke rongga pleura

11) Fistulasi duropleura

12) Migrasi kateter vena sentral ke ekstravaskular

13) Glisinotoraks – sebuah komplikasi yang jarang akibat irigasi

kandung kemih dengan larutan glisin 1,5% yang dilakukan

setelah pembedahan urologi.

b. Exusadat

Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui

membrane kapiler yang permeabelnya abnormal dan berisi

protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein transudat.

Bila terjadi proses peradangan maka permeabilitas kapiler

pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial

berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran

cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa

yang paling sering adalah karena mikobakterium tuberkulosis

dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa. Protein

yang terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari

saluran getah bening. Kegagalan aliran protein getah bening ini

13
akan menyebabkan peningkatan konsentasi protein cairan

pleura, sehingga menimbulkan eksudat.12,13

Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain:

a) Parapneumonia

b) Keganasan (paling sering, kanker paru atau kanker payudara,

limfoma, leukemia, sedangkan yang lebih jarang, kanker

ovarium, kanker lambung, sarkoma serta melanoma)

c) Emboli paru

d) Penyakit-penyakit jaringan ikat-pembuluh darah (artritis

reumatoid, sistemic lupus erythematosus)

e) Tuberkulosis

f) Pankreatitis

g) Trauma

h) Sindroma injuri paska-kardiak

G. PATOFISOLGI

Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga

pleura melalui kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera

direabsorpsi oleh saluran limfe, sehingga terjadi keseimbangan antara

produksi dan reabsorpsi. Kemampuan untuk reabsorpsinya dapatmeningkat

sampai 20 kali. Apabila antara produk dan reabsorpsinya tidak seimbang

(produksinya meningkat atau reabsorpsinya menurun) maka akan timbul

efusi pleura.1,2

14
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan

antara cairan dan protein dalam rongga pleura.Dalam keadaan normal cairan

pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah

kapiler. Filtrasi yang terjadi karena perbedaan tekanan osmotic plasma dan

jaringan interstitial submesotelial kemudian melalui sel mesotelial masuk ke

dalam rongga pleura.Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe

sekitar pleura.Pergerakan cairan dari pleura parietalis ke pleura visceralis

dapat terjadi karena adanya perbedaantekanan hidrostatik dan tekanan

koloid osmotik. Cairan kebanyakan diabsorpsi oleh sistem limfatik dan

hanya sebagian kecil yang diabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal

yang memudahkan penyerapan cairan pada pleura visceralis adalah

terdapatnya banyak mikrovili di sekitar sel-sel mesothelial.3,4

Bila penumpukan cairan dalam rongga pleura disebabkan oleh

peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk

pus/nanah, sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai

pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks.6

Penumpukan cairan pleura dapat terjadi bila:6

15
Gambar 3. Proses Terjadinya Efusi Pleura

1. Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkan

pembentukan cairan pleura melalui pengaruh terhadap hukum

Starling.Keadaan ni dapat terjadi pada gagal jantung kanan, gagal

jantung kiri dan sindroma vena kava superior.

2. Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada

atelektasis, baik karena obstruksi bronkus atau penebalan pleura

visceralis.

3. Meningkatnya kadar proteindalam cairan pleura dapat menarik lebih

banyak cairan masuk ke dalam rongga pleura

4. Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa

menyebabkan transudasi cairan dari kapiler pleura ke arah rongga

pleura

5. Obstruksi dari saluran limfe pada pleum parietalis. Saluran limfe

bermuara pada vena untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena

16
sistemik akan menghambat pengosongan cairan limfe, gangguan

kontraksi saluran limfe, infiltrasi pada kelenjar getah bening.

Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi

pengembangannya. Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung

pada ukuran dan cepatnya perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun

secara perlahan-lahan maka jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan

terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang nyata.6

Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan

menyebabkan gagal nafas. Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan

pernafasan bila tekanan partial Oksigen (Pa O2)≤ 60 mmHg atau tekanan

partial Karbondioksida arteri (Pa Co2) ≥ 50 mmHg melalui pemeriksaan

analisa gas darah.1

H. MANIFESTASI KLINIK

Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit

dasar. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada

pleuritis, sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk.

Ukuran efusi akan menentukan keparahan gejala. Pada kebanyakan

penderita umumnya asimptomatis atau memberikan gejala demam, ringan,

dan berat badan yang menurun seperti pada efusi yang lain.1,7

1. Anamnesis

a. Sesak nafas bila lokasi efusi luas. Sesak napas terjadi pada saat

permulaan pleuritis disebabkan karena nyeri dadanya dan

17
apabila jumlah cairan efusinya meningkat, terutama kalau

cairannya penuh

b. Rasa berat pada dada

c. Batuk pada umumnya non produktif dan ringan, terutama

apabila disertai dengan proses tuberkulosis di parunya, Batuk

berdarah pada karsinoma bronchus atau metastasis

d. Demam subfebris pada TBC, dernarn menggigil pada empiema

2. pemeriksaan fisik

a. Dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal

b. Vokal fremitus menurun

c. Perkusi dull sampal flat

d. Bunyi pernafasan menruun sampai menghilang

e. Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau

diraba pada trakhea

Nyeri dada pada pleuritis

Simptom yang dominan adalah sakit yang tiba-tiba seperti

ditikam dan diperberat oleh bernafas dalam atau batuk. Pleura

visceralis tidak sensitif, nyeri dihasilkan dari pleura parietalis yang

inflamasi dan mendapat persarafan dari nervus intercostal. Nyeri

biasanya dirasakan pada tempat-tempat terjadinya pleuritis, tapi bisa

menjalar ke daerah lain:5

18
a. Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang

dipersarafi oleh G. Nervuis intercostal terbawah bisa

menyebabkan nyeri pada dada dan abdomen.

b. Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus

phrenicus menyebabkan nyeri menjalar ke daerah leher dan

bahu.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang biasanya dilakukan untuk memperkuat diagnosa

efusi pleura antara lain:11

a. Rontgen Thorax

Roentgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang

dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura yang hasilnya

menunjukkan adanya cairan.Foto dada juga dapat menerangkan

asal mula terjadinya efusi pleura yakni bila terdapat jantung

yang membesar, adanya masa tumor, adanya lesi tulang yang

destruktif pada keganasan, dan adanya densitas parenkim yang

lebih keras pada pneumonia atau abses paru.

b. USG Thorax

USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan

cairan. Jumlahnya sedikit dalam rongga pleusa. Pemeriksaan ini

sangat membantu sebagai penuntun waktu melakukan aspirasi

cairan dalam rongga pleura. Demikian juga dengan pemeriksaan

CT Scan dada.

19
c. CT Scan Thorax

CT scan dada dapat menunjukkan adanya perbedaan

densitas cairan dengan jaringan sekitarnya sehingga sangat

memudahkan dalam menentukan adanya efusi pleura. Selain itu

juga bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau

tumor. Hanya saja pemeriksaan ini tidak banyak dilakukan

karena biayanya masih mahal.

d. Torakosentesis

Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat

diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh

cairan yang diperoleh melalui torakosentesis.

Torakosentesis adalah pengambilan cairan melalui sebuah

jarum yang dimasukkan diantara sel iga ke dalam rongga dada

di bawah pengaruh pembiasan lokal dalam dan berguna sebagai

sarana untuk diuagnostik maupun terapeutik.9

Pelaksanaan torakosentesis sebaiknya dilakukan pada

penderita dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan toraks, pada

bagian bawah paru di sela iga v garis aksilaris mediadengan

memakai jarum Abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan

pleura sebaiknya tidak melebihi 1000 – 1500 cc pada setiap kali

aspirasi. Adalah lebih baik mengerjakan aspirasi berulang-ulang

daripada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan

pleural shock (hipotensi) atau edema paru.10

20
Edema paru dapat terjadi karena paru-paru mengembang

terlalu cepat. Mekanisme sebenarnya belum diketahui betul, tapi

diperkirakan karena adanya tekanan intra pleura yang tinggi

dapat menyebabkan peningkatan aliran darah melalui

permeabilitas kapiler yang abnormal.12

e. Biopsi Pleura

Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan

penyebabnya maka dilakukan biopsi dimana contoh lapisan

pleura sebelah luar untuk dianalisa. Pemeriksaan histologi satu

atau beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukkan 50

-75% diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkulosa dan tumor

pleura. Bila ternaya hasil biopsi pertama tidak memuaskan,

dapat dilakukan beberapa biopsi ulangan. Pada sekitar 20%

penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh,

penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.

Komplikasi biopsi antara lain pneumotoraks, hemotoraks,

penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.1

f. Analisis Cairan Pleura

Untuk diagnostic cairan pleura, dilakukan pemeriksaan:6

1) Warna Cairan

Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan

(serous-xantho-ctrorne.Bila agak kemerah-merahan, ini

dapat terjadi pada trauma, infark paru, keganasan.adanya

21
kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan dan

agak purulen, ini menunjukkan adanya empiema. Bila

merah tengguli, ini menunjukkan adanya abses karena

ameba.

Gambar 4. Analisis cairan pleura

2) Biokimia

Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan

eksudat yang perbedaannya dapat dilihat pada tabel di

bawah ini.1

Tabel 1. Biokimia Transudan dan eksudat


Perbedaan Transudat Eksudat
- Kadar protein dalam efusi < 3. > 3.
(g/dl) < 0,5 > 0,5
- Kadar protein dalam efusi
Kadar protein dalam < 200 > 200
serum
- Kadar LDH dalam efusi < 0,6 > 0,6
(I.U) < 1,016 > 1,016
- Kadar LDH dalam efusi Negatif Positif
Kadar LDH dalam Serum
- Berat jenis cairan efusi
- Rivalta

22
Disamping pemeriksaan tersebut di atas. secara biokimia

diperiksakan juga pada cairan pleura :

a) Kadar pH dan glukosa,Biasanya merendah pada

penyakit-penyakit infeksi, artitis reumatoid dan

neoplasma

b) kadar amilase, Biasanya meningkat pada pankreatitis

dan metastasis adenokarsinoma.

3) Sitologi

Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat

penting untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila

ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel-sel tertentu9

a) Sel neutrofil : Menunjukkan adanya infeksi akut.

b) Sel limfosit : Menunjukkan adanya infeksi kronik

sepertipleuritis tuberkulosa atau limfomamalignum

c) Sel mesotel : Bila jumlahnya meningkat,

inimenunjukkanadanyainfark paru. Biasanya juga

ditemukan banyak sel eritrosit.

d) Sel mesotel maligna : Pada mesotelioma

e) Sel-sel besar dengan banyak inti : Pada arthritis

rheumatoid

23
f) Sel L.E : Pada lupus eritematosus sistemik

4) Bakteriologi

Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang

dapat mengandung mikroorganisme, apalagi bila

cairannya purulen, (menunjukkan empiema). Efusi yang

purulen dapat mengandung kuman-kuman yang aerob

ataupun anaerob. Jenis kuman yang sering ditemukan

dalam cairan pleura adalah: Pneumokok, E. coli,

Kleibsiella, Pseudomonas, Entero-bacter.4

Pada pleuritis tuberkulosa, kultur cairan terhadap

kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif

sampai 20%. Pemeriksaan Laboratorium terhadap cairan

pleura dapat dilihat pada tabel dibawah ini.5

Tabel 2. Pemeriksaan Laboratorium Terhadap Cairan


Pleura1
Hitung sel total Hitung diferensial, hitung sel darah
merah sel jaringan
Protein total Rasio protein cairan pleura terhadap
seum > 0,5 menunjukkan suatu
eksudat
Laktat dahidrogenase Bila terdapat organisme,
Pewarnaan Gram dan menunjukkan empiema
tahan asam
Biakan Biakan kuman aerob dan anerob,
biakan jamur dan mikobakteria harus
ditanam pada lempeng
Glukosa Glukosa yang rendah (< 20 mg/dL)
bila gula darah normal menunjukkan
infeksi atau penyakit reumatoid
Amylase pH Meningkat pada pankreatitis,
robekan esofagus
Efusi parapneumonik dengan pH >
7,2 dapat diharapkan untuk sembuh
tanpa drainase kecuali bila berlokusi.

24
Keadaan dengan pH < 7,0
menunjukkan infeksi yang
memerlukan drainase atau adanya
robekan esophagus.
Sitologi Dapat mengidentifikasineoplasma
Hematokrit Pada cairan efusi yang banyak
darahnya, dapat membantu
membedakan hemotoraks dari
torasentesis traumatik
Komplemen Dapat rendah pada lupus
Preparat sel LE eritematosus sistemik
Bila positif, mempunyai korelasi
yang tinggi dengan diagnosis lupus
aritematosus sistemik

g. Bronkoskopi

Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan

sumber cairan yang terkumpul. Bronkoskopi biasanya

digunakan pada kasus-kasus neoplasma, korpus alineum dalam

paru, abses paru dan lain-lain.1

h. Scanning Isotop

Scanning isotop biasanya digunakan pada kasus-kasus dengan

emboli paru.6

i. Torakoskopi (Fiber-optic pleuroscopy)

Torakoskopi biasnya digunakan pada kasus dengan neoplasma

atau tuberculosis pleura.Caranya yaitu dengan dilakukan insisi

pada dinding dada (dengan resiko kecil terjadinya

pneumotoraks). Cairan dikeluarkan dengan memakai penghisap

25
dan udara dimasukkan supaya bias melihat kedua pleura.

Dengan memakai bronkoskop yang lentur dilakukan beberapa

biopsy.6

I. DIAGNOSIS

1. Anamnesis dan gejala klinis

Keluhan utama penderita adalah nyeri dada sehingga penderita

membatasi pergerakan rongga dada dengan bernapas pendek atau tidur

miring ke sisi yang sakit. Selain itu sesak napas terutama bila

berbaring ke sisi yang sehat disertai batuk batuk dengan atau tanpa

dahak. Berat ringannya sesak napas ini ditentukan oleh jumlah cairan

efusi. Keluhan yang lain adalah sesuai dengan penyakit yang

mendasarinya.9

2. Pemeriksaan fisis

Pada pemeriksaan fisik toraks didapatkan dada yang terkena cembung

selain melebar dan kurang bergerak pada pernapasan. Fremitus vokal

melemah, redup sampai pekak pada perkusi, dan suara napas lemah

atau menghilang. Jantung dan mediastinum terdorong ke sisi yang

sehat. Bila tidak ada pendorongan, sangat mungkin disebabkan oleh

keganasan.12

3. Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan radiologis mempunyai nilai yang tinggi dalam

mendiagnosis efusi pleura, tetapi tidak mempunyai nilai apapun dalam

menentukan penyebabnya. Secara radiologis jumlah cairan yang

26
kurang dari 100 ml tidak akan tampak dan baru jelas bila jumlah

cairan di atras 300 ml.13

Gambar 5. Gambaran radiologi efusi pleura

Foto toraks dengan posisi Posterioe Anterior akan memperjelas

kemungkinan adanya efusi pleura masif. Pada sisi yang sakit tampak

perselubungan masif dengan pendorongan jantung dan mediastinum

ke sisi yang sehat.6

4. Torakosentesis

Tujuan torakosentesis (punksi pleura) di samping sebagai diagnostik

juga sebagai terapeutik.1

J. PENATALAKSANAAN

Efusi pleura harus segera mendapatkan tindakan pengobatan karena

cairan pleura akan menekan organ-organ vital dalam rongga dada. Beberapa

macam pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan pada efusi pleura

masif adalah sebagai berikut :6,7

1) Obati penyakit yang mendasarinya1,6,9

27
a. Hemotoraks

Jika darah memasuki rongga pleura hempotoraks biasanya

dikeluarkan melalui sebuah selang.Melalui selang tersebut bisa

juga dimasukkan obat untuk membantu memecahkan bekuan darah

(misalnya streptokinase dan streptodornase).Jika perdarahan terus

berlanjut atau jika darah tidak dapat dikeluarkan melalui selang,

maka perlu dilakukan tindakan pembedahan.

b. Kilotoraks

Pengobatan untuk kilotoraks dilakukan untuk memperbaiki

kerusakan saluran getah bening.Bisa dilakukan pembedahan atau

pemberian obat antikanker untuk tumor yang menyumbat aliran

getah bening.

c. Empiema

Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan

pengeluaran nanah.Jika nanahnya sangat kental atau telah

terkumpul di dalam bagian fibrosa, maka pengaliran nanah lebih

sulit dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk harus diangkat

sehingga bisa dipasang selang yang lebih besar.Kadang perlu

dilakukan pembedahan untuk memotong lapisan terluar dari pleura

(dekortikasi).

d. Pleuritis TB

Pengobatan dengan obat-obat antituberkulosis (Rimfapisin,

INH, Pirazinamid/Etambutol/Streptomisin) memakan waktu 6-12

28
bulan. Dosis dan cara pemberian obat seperti pada pengobatan

tuberkulosis paru. Pengobatan ini menyebabkan cairan efusi dapat

diserap kembalai, tapi untuk menghilangkan eksudat ini dengan

cepat dapat dilakukan torakosentesis.Umumnya cairan diresolusi

dengan sempurna, tapi kadang-kdang dapat diberikan

kortikosteroid secara sistematik (Prednison 1 mg/kgBB selama 2

minggu, kemudian dosis diturunkan).

2) Torakosentesis

Keluarkan cairan seperlunya hingga sesak - berkurang (lega);

jangan lebih 1-1,5 liter pada setiap kali aspirasi. Zangelbaum dan Pare

menganjurkan jangan lebih 1.500 ml dengan waktu antara 20-30

menit. Torakosentesis ulang dapat dilakukan pada hari berikutnya.

Torakosentesis untuk tujuan diagnosis setiap waktu dapat dikerjakan,

sedangkan untuk tujuan terapeutik pada efusi pleura tuberkulosis

dilakukan atas beberapa indikasi.1,2,4,12

a. Adanya keluhan subjektif yang berat misalnya nyeri dada, perasaan

tertekan pada dada.

b. Cairan sudah mencapai sela iga ke-2 atau lebih, sehingga akan

mendorong dan menekan jantung dan alat mediastinum lainnya,

yang dapat menyebabkan kematian secara tiba-tiba.

29
c. Suhu badan dan keluhan subjektif masih ada, walaupun sudah

melewati masa 3 minggu. Dalam hal seperti ini biasanya cairan

sudah berubah menjadi pyotoraks.

d. Penyerapan cairan yang terlambat dan waktu sudah mendekati 6

minggu, namun cairan masih tetap banyak.

Torakosentesis dapat dilakukan sebagai berikut:

a. penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau

diletakkan diatas bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat

dilakukan pada penderita dalam posisi tidur terlentang.

b. Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks,

atau di daerah sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea

aksilaris media di bawah batas suara sonor dan redup.

c. Setelah dilakukan anastesi secara memadai, dilakukan penusukan

dengan jarum berukuran besar, misalnya nomor 18. Kegagalan

aspirasi biasanya disebabkan karena penusukan jarum terlampaui

rendah sehingga mengenai diahfrahma atau terlalu dalam sehingga

mengenai jaringan paru, atau jarum tidak mencapai rongga pleura

oleh karena jaringan subkutis atau pleura parietalis tebal.

30
Gambar 6. Metode torakosintesis

d. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc

pada setiap aspirasi. Untuk mencegah terjadinya edema paru akibat

pengembangan paru secara mendadak. Selain itu pengambilan

cairan dalam jumlah besar secara mendadak menimbulkan reflex

vagal, berupa batuk, bradikardi, aritmi yang berat, dan hipotensi.

3) Pemasangan WSD (Water Seal Drainage)

Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang

toraks dihubungkan dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan

secara lambat dan aman. Pemasangan WSD dilakukan sebagai

berikut:1,4,6,8

a. tempat untuk memasukkan selang toraks biasanya di sela iga 7, 8, 9

linea aksilaris media atau ruang sela iga 2 atau 3 linea

medioklavikuralis.

b. Setelah dibersihkan dan dianastesi, dilakukan sayatan transversal

selebar kurang lebih 2 cm sampai subkutis.

c. dibuat satu jahitan matras untuk mengikat selang.

d. Jaringan subkutis dibebaskan secara tumpul dengan klem sampai

mendapatkan pleura parietalis.

31
e. Selang dan trokar dimasukkan ke dalam rongga pleura dan

kemudian trokar ditarik. Pancaran cairan diperlukan untuk

memastikan posisi selang toraks.

f. Setelah posisi benar, selang dijepit dan luka kulit dijahit serta

dibebat dengan kasa dan plester.

g. selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung

selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung

selang diletakkan dibawah permukaan air sedalam sekitar 2 cm,

agar udara dari luar tidak dapat masuk ke dalam rongga pleura.

Gambar 7. Pemasangan jarum WSD

h. WSD perlu diawasi tiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi

pada selang, kemungkinan cairan sudah habis dan jaringan paru

mengembang. Untuk memastikan dilakukan foto toraks.

i. Selang torak dapat dicabut jika produksi cairan/hari <100ml dan

jaringan paru telah mengembang. Selang dicabut pada saat

32
ekspirasi maksimum. Tidaklah bijaksana mengeluarkan lebih dari

500 ml cairan sekaligus. Selang dapat diklem selama beberapa jam

sebelum 500 ml lainnya dikeluarkan. Drainase yang terlalu cepat

akan menyebabkan distres pada pasien dan di samping itu dapat

timbul edema paru.

4) Pleurodesis

Pleurodesis dimaksudkan untuk menutup rongga pleura

sehingga akan mencegah penumpukan cairan pluera kembali. Hal ini

dipertimbangkan untuk efusi pleura yang rekuren seperti pada efusi

karena keganasan Sebelum dilakukan pleurodeSis cairan dikeluarkan

terlebih dahulu melalui selang dada dan paru dalam keadaan

mengembang.9

Pleurodesis dilakukan dengan memakai bahan sklerosis yang

dimasukkan ke dalam rongga pleura. Efektifitas dari bahan ini

tergantung pada kemampuan untuk menimbulkan fibrosis dan

obliterasi kapiler pleura. Bahan-bahan yang dapat dipergunakan untuk

keperluan pleurodesis ini yaitu : Bleomisin, Adriamisin,

Siklofosfamid, ustard, Thiotepa, 5 Fluro urasil, perak nitrat, talk,

Corynebacterium parvum dan tetrasiklin Tetrasiklin merupakan salah

33
satu obat yang juga digunakan pada pleurodesis, harga murah dan

mudah didapat dimana-mana. Setelah tidak ada lagi cairan yang keluar

masukkanlah tetrasiklin sebanyak 500 mg yang sudah dilarutkan

dalam 20-30 ml larutan garam fisiologis ke dalam rongga pleura,

selanjutnya diikuti segera dengan 10 ml larutan garam fisiologis untuk

pencucian selang dada dan 10 ml lidokain 2% untuk mengurangi rasa

sakit atau dengan memberikan golongan narkotik 1,5-1 jam sebelum

dilakukan pleurodesis. Kemudian kateter diklem selama 6 jam, ada

juga yang melakukan selama 30 menit dan selama itu posisi penderita

diubah-ubah agar tetrasiklin terdistribusi di seluruh rongga pleura.

Bila dalam 24-48 jam cairan tidak keluar lagi selang dada dicabut.3,12

5) Pengobatan pembedahan mungkin diperlukan untuk:1,2,3

a. Hematoraks terutama setelah trauma

b. Empiema

c. Pleurektomi yaitu mengangkat pleura parietalis; tindakan ini jarang

dilakukan kecuali pada efusi pleura yang telah mengalami

kegagalan setelah mendapat tindakan WSD, pleurodesis kimiawi,

radiasi dan kemoterapi sistemik, penderita dengan prognosis yang

buruk atau pada empiema atau hemotoraks yang tak diobati

d. Ligasi duktus torasikus, atau pleuropritoneal shunting yaitu

menghubungkan rongga pleura dengan rongga peritoneum

sehingga cairan pleura mengalir ke rongga peritoneum. Hal ini

dilakukan terutama bila tindakan torakosentesis maupun

34
pleurodesis tidak memberikan hasil yang memuaskan; misalnya

tumor atau trauma pada kelenjar getah bening.

K. KOMPLIKASI

1. Infeksi

Pengumpulan cairan dalam ruang pleura dapat mengakibatkan

infeksi (empiema primer), dan efusi pleura dapat menjadi terinfeksi

setelah tindakan torasentesis {empiema sekunader).Empiema primer

dan sekunder harus didrainase dan diterapi dengan antibiotika untuk

mencegah reaksi fibrotik. Antibiotika awal dipilih gambaran klinik.

Pilihan antibiotika dapat diubah setelah hasil biakan diketahui.3

2. Fibrosis

Fibrosis pada sebagian paru-paru dapat mengurangi ventilasi

denganmembatasi pengembangan paru. Pleura yang fibrotik juga

dapat menjadi sumber infeksi kronis, menyebabkan sedikit demam.

Dekortikasi-reseksipleura lewat pembedahan-mungkin diperlukan

untuk membasmi infeksidan mengembalikan fungsi paru-paru.

Dekortikasi paling baik dilakukandalam 6 minggu setelah diagnosis

empiema ditegakkan, karena selamajangka waktu ini lapisan pleura

masih belum terorganisasi dengan baik(fibrotik) sehingga

pengangkatannya lebih mudah.4

L. PROGNOSIS

Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang

mendasari kondisi itu.Namun pasien yang memperoleh diagnosis dan

35
pengobantan lebih dini akan lebih jauh terhindar dari komplikasi daripada

pasien yang tidak memedapatkan pengobatan dini.2

Efusi ganas menyampaikan prognosis yang sangat buruk, dengan

kelangsungan hidup rata-rata 4 bulan dan berarti kelangsungan hidup kurang

dari 1 tahun.Efusi dari kanker yang lebih responsif terhadap kemoterapi,

seperti limfoma atau kanker payudara, lebih mungkin untuk dihubungkan

dengan berkepanjangan kelangsungan hidup, dibandingkan dengan mereka

dari kanker paru-paru atau mesothelioma.1

Efusi parapneumonic, ketika diakui dan diobati segera, biasanya dapat

di sembuhkan tanpa gejala sisa yang signifikan. Namun, efusi

parapneumonikyang tidakterobati atau tidak tepat dalam pengobatannya

dapat menyebabkan fibrosis konstriktif.1,2

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Jany B and Welte T. Pleural Effusion in Adults- Etiology, Diagnosis, and


Treatment. Departement of Pneumonoligy Medicine University Wurzburg.
Deutsches Arzteblatt International. 2019;116:377-384
2. Incekara F, Et Al. Pleural Effusions. Departement of Thoracic Surgery,
Ataturk Chest Diseases and Thoracis Surgery Trained and Research Hospital
Ankara, Turkey. Journal Insights in Chest Diseases.2018;3(1);1-7
3. Yong W, Zhang B, Ming Z. Infectious Pleural Effusion Status and Treatment
Progress. Departement of Respiratory Medicine China. Journal of Thoracic
Disease. 2017;9(1): 4690-4696
4. Shahla A, et Al. Pleural Effusion In Children. Healt Research Center
Baqiyatllah Universityof Medical Sciences, Tehran Iran.International Journal
of Medicine Reviews.2016;3(1): 365-370
5. Surjanto E, Dkk. Penyebab Efusi Pleura Pada pasien Rawat Inap di Rumah
Sakit. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas
Kedokteran Sebelas Maret, Surakarta. Jurnal Respirasi Indonesia. 2014;
34(2):102-107

37
6. Vinaya S.K, and Jyotsna M. Pleural Effusion: Diagnosis, Treatment, and
Management. Departement of Respiratory Medicine, India. Journal of
Thoracic Disease Emergency Medicine. 2012;4:31-49
7. Sjamsuhidayat. 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah dalam Sistem Organ dan
Tindak Bedahnya. Jakarta;EGC. Ed 3: 508-512
8. Halim H. 2014. Penyakit Penyakit Pleura DalamBuku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Balai Penerbit InternaPublishing. 2014;Jilid 2 Edisi VI:
1633-1639
9. Rai I. Efusi Pleura Maligna: Diagnosis dan Penatalaksaan Terkini. Divisi
Pulmonologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD Denpasar. Jurnal
Penyakit Dalam. 2009; 10(3):208-217

10. Sato T. Differential Diagnosis of Pleural Effusions. Departement of Internal


Medicine Japan. Journal Medicine Jiken. 2010;49(9):315-319
11. Didi I. Analisis Cairan Darah dan Serum Campuran di Penderita Dengan
Rembesan Selaput Paru (Efusi Pleura). Departemen Patologi Klinik FK
Unhas Makassar. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical
Laboratory. 2010;15(2): 57-60
12. Joseph M and Derek A. Rapid Diagnosis and Treatment of a Pleural Effusion
in a 24-Year-old Man. Departement of Internal Medicine Devision of
Pulmonary University of Nerbraska, Omaha. Journal Chest Physicians.
2019;155(4): e83-85
13. Toe H and Scott H. Diagnostic Approach to Pleural Effusion. Devision of
Pulmonary Critical Care Medicine, Allergy, and Clinical Immunology, David
Geffen School of Medicine at UCLA, Los Angeles. AME Medical Journal.
2018; 3(116): 1-9
14. Hasan H. dan Ambarwati D. Empiema. Departement Pulmonologi dan Ilmu
Kedokteran Respirasi, Fakuktas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.
Jurnal Respirasi. 2018; 4(1): 26-32

38

Anda mungkin juga menyukai