Anda di halaman 1dari 28

PATOFISIOLOGI

PATOFISIOLOGI SISTEM REPRODUKSI

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 13

BERLIANA KHATAMISARI PO.71.34.1.18.012


HOLIVIA AUDINA SYAHARANI PO.71.34.1.18.019
RIEKE DWI RAMADHANY PO.71.34.1.189.29

DOSEN PEMBIMBING :

dr. ITAIL HUSNA BASA, M.KES

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG

JURUSAN D.III ANALIS KESEHATAN

TAHUN AKADEMIK 2018/2019


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat, hidayah dan karunia-Nya. Berkat limpahan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang Patofisiologi
Sistem Reproduksi.

Makalah ini kami susun berdasarkan sub bab yang telah diberikan. Kami juga
ingin mengucapkan terima kasih kepada ibu
dr. Itail Husna Basa, M.kes selaku dosen pembimbing karena telah memberikan
tugas ini, agar kami dapat lebih mengetahui tentang Patofisiologi Sistem
Reproduksi.

Kami mengharap makalah ini bermanfaat bagi semua orang, sehingga mampu
menambah pengetahuan bagi orang-orang yang membacanya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu saran dan
kritik yang membangun sangat dibutuhkan agar dapat memperbaiki makalah ini.

Palembang, Maret 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................2

BAB 1..................................................................................................................4

PENDAHULUAN...............................................................................................4

Latar Belakang.................................................................................................4

Rumusan Masalah............................................................................................4

Tujuan..............................................................................................................5

BAB 2..................................................................................................................6

PEMBAHASAN..................................................................................................6

Pengertian Patofisiologi Sistem Reproduksi....................................................6

Gangguan Sistem Reproduksi Wanita.............................................................7

Kegawatdarutatan Obstetri dan Penyakit Kandungan...................................11

BAB 3................................................................................................................23

PENUTUP..........................................................................................................23

Kesimpulan....................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................24

i
BAB 1
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Proses kehamilan akan terjadi jika ovum dibuahi oleh sperma. Peristiwa
pembuahan ovum oleh sperma disebut fertilisasi. Fertilisasi terjadi  pada tuba
Fallopi. Sel telur yang telah dibuahi disebut zigot. Zigot bergerak menuju rahim.
Dalam perjalanannya menuju rahim, zigot membelah berulang kali membentuk
embrio. Selanjutnya, embrio akan menempel pada dinding rahim. Embrio akan
tumbuh dan berkembang di dalam rahim membentuk  janin. Janin akan keluar
sebagai bayi setelah sekitar 9 bulan berada di dalam rahim. Penyakit pada sistem
reproduksi biasa disebabkan oleh jamur, bakteri atau virus. Bakteri dapat
menyebabkan beberapa gangguan pada organ reproduksi terutama organ
reproduksi pada wanita. Keputihan dengan warna hijau dan bau merupakan salah
satu gangguan yang disebabkan oleh bakteri.

Bakteri juga dapat menyebabkan gangguan lebih lanjut berupa kista bahkan
hingga menimbulkan kanker rahim.

Angka kematian maternal Indonesia saat ini mencapai 307 per 100.000 dan ini
merupakan yang tertinggi di antara negara-negara ASEAN. Salah satu penyebab
tingginya angka kematian tersebut adalah kegawatdaruratan obstetri merupakan
masalah yang sering dialami dalam bidang obstetri dan praktik sehari-hari.
Pengenalan dini dan tatalaksana awal untuk kegawatan obstetri merupakan kunci
keberhasilan dari penanganan kegawatan ini. Dengan penanganan dini yang tepat ,
angka morbiditas dan mortalitas ibu mupun janin dapat dikurangi

i
Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan dari latar belakang diatas penulis menarik rumusan
masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pemahaman mengenai Patofisiologi sistem reproduksi


penyakit kegawatdaruratan obsetrik dan penyakit – penyakit kandungan
lainnya ?
2. Apa penyebab Patofisiologi sistem reproduksi penyakit kegawatdaruratan
obsetrik dan penyakit – penyakit kandungan lainnya?
3. Apa saja macam-macam Patofisiologi sistem reproduksi penyakit
kegawatdaruratan obsetrik dan penyakit – penyakit kandungan lainnya?

Tujuan
Tujuan Penulis membuat makalah ini adalah:

1. Untuk memahami bagaimana pemahaman mengenai pengertian


Patofisiologi sistem reproduksi penyakit kegawatdaruratan obsetrik dan
penyakit – penyakit kandungan lainnya
2. Untuk Mengetahui penyebab Patofisiologi sistem reproduksi penyakit
kegawatdaruratan obsetrik dan penyakit – penyakit kandungan lainnya
3. Untuk mengetahui macam-macam Patofisiologi sistem reproduksi
penyakit kegawatdaruratan obsetrik dan penyakit – penyakit kandungan
lainnya

i
BAB 2

PEMBAHASAN

Patofisiologi Sistem Reproduksi

Pengertian Patofisiologi Sistem Reproduksi


1. Kelainan Sistem Reproduksi Karena Gangguan Hormon

Kelainan sistem reproduksi karena gangguan hormone pada wanita dapat


menyebabkan berbagai masalah karena proses reproduksi wanita dipengaruhi oleh
hormon seperti estrogen, progesteron, dan prolaktin. Hormon hormon pada
wanita, Estrogen adalah hormon yang berfungsi untuk perkembangan sifat seksual
wanita. Hormon progesteron berfungsi untuk persiapan hamil. Prolaktin
merupakan hormon untuk persiapan menyusui.

Selain ketiga hormon tersebut wanita juga memiliki hormon yang berperan seperti
sifat seksual pria. walaupun kadarnya rendah. yaitu hormon androgen. Peranan
hormon sangat penting bagi proses reproduksi wanita sehingga jika mengami
gangguan pada ketiga hormon tersebut dapat menyebabkan beberapa gangguan
pada fungsi tubuh lainnya.

Terdapat beberapa jenis gangguan yang disebabkan oleh gangguan hormon,


diantaranya adalah gangguan perkembangan sel telur. gangguan ovulasi,
gangguan haid, gangguan reproduksi. keluarnya air susu sebelum waktunya, dan
munculnya sifat kelaki-lakian.

2. Kelainan Sistem Reproduksi Karena Ketidaknormalan

Kelainan congenital system reproduksi dapat disebabkan oleh faktor lingkungan,


nutrisi,penyakit metabolik, infeksi virus, obat teratogenik, dan lain-lain yang
terjadi pada masa kehamilan. Banyak dari kelainan tersebut tidak melibatkan
ovarium atau genitalia eksterna sehingga gejala tidak nampak sebelum menarche
atau menikah. Kelainan kongenital tersebut juga dapat disebabkan oleh kelainan
kromosom khususnya kromosom seks dan gangguan hormonal.

3
Gangguan Sistem Reproduksi Wanita
1. Kanker serviks

Kanker serviks adalah keadaan dimana sel-sel abnormal tumbuh di seluruh lapisan
epitel serviks. Penanganannya dilakukan dengan mengangkat uterus, oviduk,
ovarium, sepertiga bagian atas vagina dan kelenjar limfe panggul.

Kanker servik adalah pertumbuhan sel bersifat abnormal yang terjadi pada servik
uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk
ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina)
(Riono, 1999). Kanker serviks ataupun lebih dikenali sebagai kanker leher rahim
adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim /serviks yang merupakan
bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina. Pada penderita
kanker serviks terdapat sekelompok jaringan yang tumbuh secara terus- menerus
yang tidak terbatas, tidak terkoordinasi dan tidak  berguna bagi tubuh, sehingga
jaringan disekitarnya tidak dapat berfungsi dengan baik (Sarwono, 1996).

Penyebab Kanker serviks

Penyebab utamanya adalah virus yang disebut  Human Papilloma


(HPV) yang dapat menyebabkan kanker.

Tanda/gejala dari Kanker Serviks :


a. Pendarahan setelah senggama/berhubungan  
b. Pendarahan spontan yang terjadi antara periode menstruasi rutin.

c. Timbulnya keputihan yang bercampur dengan darah dan berbau.


d. Nyeri panggul dan gangguan atau bahkan tidak bisa buang air kecil.
e. Nyeri ketika berhubungan seksual.

2. Vaginitis

Vaginitis adalah infeksi pada vagina yang disebabkan oleh berbagai  bakteri,
parasit atau jamur (Manuaba,2001). Vaginitis adalah infeksi yang terjadi pada
vagina terjadi secara langsung pada vagina atau melalui  perineum (Wikniosastro
1999).
Penyebab dari Vaginitis :

a. Jamur. Umumnya disebabkan oleh jamur Candida Albicans.


 yang menyebabkan rasa gatal di sekitar vulva / vagina. Warna cairan
keputihan akibat jamur  berwarna putih kekuning-kuningan dengan bau
yang khas.
b. Bakteri. Biasanya diakibatkan oleh bakteri Gardnerella.
dan keputihannya disebut bacterial vaginosis.dengan ciri-ciri cairannya
encer dengan warna putih keabu-abuan beraroma amis. Keputihan akibat
bakteri biasanya muncul saat kehamilan, gonta-ganti pasangan,
penggunaan alat kb spiral atau iud dan lain sebagainya.
c. Virus. Keputihan yang diakibatkan oleh virus biasanya bawaan dari
penyakit hiv/aids, Condyloma, herpes dan lain-lain yang bisa memicu
munculnya kanker rahim. Keputihan virus herpes menular dari hubungan
seksual dengan gejala ada luka melepuh di sekeliling liang vagina dengan
cairan gatal dan rasanya panas. Sedangkan Condyloma memiliki ciri gejala
ada  banyak kutil tubuh dengan cairan yang bau yang sering menyerang
ibu hamil.
d. Parasit Keputihan akibat parasit diakibatkan oleh parasit Trichomonas
Vaginalis. yang menular dari kontak seks / hubungan seks dengan cairan

e. yang  berwarna kuning hijau kental dengan bau tidak enak dan berbusa.
Kadang bisa gatal dan membuat iritasi. Parasit keputihan ini bisa menular
lewat tukar-menukar peralatan mandi, pinjam-meninjam pakaian dalam,
menduduki kloset yang terkontaminasi, dan lain sebagainya.

Tanda dan Gejala

a. Pruritus vulvae
b. Nyeri vagina yang hebat
c. Disuria eksterna dan interna
d. Rash pada vulva
e. Eritematosa
f. Sekret khas seperti keju lembut.
g. Secret banyak dan bau busuk
h. Edema vulva
i. Vagina berbau busuk dan amis
j. Perdarahan pervaginam

3. Bartolinitis

Bartolinitis adalah Infeksi pada kelenjar bartolin atau bartolinitis  juga dapat
menimbulkan pembengkakan pada alat kelamin luar wanita. Biasanya,
pembengkakan disertai dengan rasa nyeri hebat bahkan sampai tak bisa berjalan.
Juga dapat disertai demam, seiring pembengkakan pada kelamin yang memerah.

Penyebab Bartolinitas

a. Virus :  Kondiloma Akuminata  dan Herpes Simpleks


b. Jamur : Candida Albicans
c. Protozoa : Amoebiasis dan Trikomoniasis
d. Bakteri : Neiseria Gonore

Tanda/Gejala Bartolitis

1. Pada vulva : perubahan warna kulit,membengkak, timbunan nanah dalam


kelenjar, nyeri tekan.
2. Kelenjar bartolin membengkak,terasa nyeri sekali bila penderia berjalan
atau duduk,juga dapat disertai demam.
3. Kebanyakkan wanita dengan penderita ini dengan keluhan keputihan dan
gatal, rasa sakit saat berhubungan dengan suami, rasa sakit saat buang air
kecil, atau ada benjolan di sekitar alat kelamin.
4. Terdapat abses pada daerah kelamin.
5. Pada pemeriksaan fisik ditemukan cairan mukoid berbau dan bercampur
dengan darah.

4. Kista Ovarium

Kista ovarium adalah suatu tumor, baik yang kecil maupun yang  besar, kistik
atau padat, jinak atau ganas. Dalam kehamilan, tumor ovarium yang dijumpai
yang paling sering ialah kista dermoid, kista coklat atau kista lutein. Tumor
ovarium yang cukup besar dapat menyebabkan kelainan letak janin dalam rahim
atau dapat menghalang-halangi masuknya kepala ke dalam panggul. Kista
ovarium secara fungsional adalah kista yang dapat  bertahan dari pengaruh
hormonal dengan siklus menstruasi ( Lowdermilk, dkk. 2005 : 273). Kista
ovarium merupakan perbesaran sederhana ovarium normal, folikel de graf atau
korpus luteum atau kista ovarium dapat timbul akibat  pertumbuhan dari
epithelium ovarium ( Smelzer and Bare. 2002 : 1556 ).
Panyebab Kista Ovarium

a. Gaya hidup tidak sehat :


1. Konsumsi makanan yang tinggi lemak dan kurang serat
2. Zat tambahan pada makanan
3. Kurang olah raga
4. Terpapar denga polusi dan agen infeksius
5. Seringstres

b. Faktor genetik Dalam tubuh kita terdapat gen gen yang berpotensi memicu
kanker, yaitu yang disebut
 Protoonkogen, karena suatu sebab tertentu, misalnya karena makanan
yang bersifat karsinogen, polusi, atau terpapar zat kimia tertentu atau
karena radiasi, protoonkogen ini dapat berubah menjadi onkogen, yaitu
gen pemicu kanker.

Tanda dan gejala

a. menstruasi yang tidak teratur, disertai nyeri.


b. dan tertekan diperut bagian bawah.
c. nyeri saat bersenggama.perasaan penuh
d. perdarahan.

Pada stadium awal gejalanya dapat berupa:


1. Gangguan haid
2. Jika sudah menekan rectum mungkin terjadi konstipasi atau sering
berkemih.
3. Dapat terjadi peregangan atau penekanan daerah panggul yang
menyebabkan nyeri spontan dan sakit diperut.
4. Nyeri saat bersenggama.

Pada stadium lanjut :

1. Asites
2. Penyebaran ke omentum (lemak perut) serta oran organ di dalam rongga
perut (usus dan hati)
3. Perut membuncit, kembung, mual, gangguan nafsu makan.
4. Gangguan buang air besar dan kecil,
5. Sesak nafas akibat penumpukan cairan di rongga dada.
Kegawatdarutatan Obstetri dan Penyakit Kandungan
Pengertian Kegawatdaruratan Obsertik

Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup bulan
meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus, mola
hidatidosa, kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan pada
minggu akhir kehamilan dan mendekati cukup bulan (plasenta previa, solusio
plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan per vagina setelah seksio sesarea,
retensio plasentae/ plasenta inkomplet), perdarahan pasca persalinan, hematoma,
dan koagulopati obstetri.

Jenis-jenis Kegawatdaruratan Obstetri

Yang termasuk kegawatdaruratan obstetrik, yaitu :

 Abortus

Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin mencapai berat 500
gram atau usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau janin belum mampu untuk
hidup di luar kandungan.

Gejala Klinis & Diagnosa

Aspek klinis abortus spontan dibagi menjadi :


1. Abortus Iminens (Threatened abortion) Vagina bercak atau perdarahan
yang lebih berat umumnya terjadi selama kehamilan awal dan dapat
berlangsung selama beberapa hari atau minggu serta dapa mempengaruhi
satu dari empat atau lima wanita hamil. Secara keseluruhan, sekitar
setengah dari kehamilan ini akan berakhir dengan abortus . Abortus

2. iminens didiagnosa bila seseorang wanita hamil kurang daripada 20


minggu mengeluarkan darah sedikit pada vagina. Perdarahan dapat
berlanjut beberapa hari atau dapat berulang, dapat pula disertai sedikit
nyeri perut bawah atau nyeri punggung bawah seperti saat menstruasi.
Polip serviks, ulserasi vagina, karsinoma serviks, kehamilan ektopik, dan
kelainan trofoblast harus dibedakan dari abortus iminens karena dapat
memberikan perdarahan pada vagina. Pemeriksaan spekulum dapat
membedakan polip, ulserasi vagina atau karsinoma serviks, sedangkan
kelainan lain membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi .

3. Abortus Insipiens (Inevitable abortion). Abortus insipiens didiagnosis


apabila pada wanita hamil ditemukan perdarahan banyak, kadang-kadang
keluar gumpalan darah yang disertai nyeri karena kontraksi rahim kuat dan
ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari pemeriksa dapat masuk
dan ketuban dapat teraba. Kadang-kadang perdarahan dapat menyebabkan
kematian bagi ibu dan jaringan yang tertinggal dapat menyebabkan infeksi
sehingga evakuasi harus segera dilakukan. Janin biasanya sudah mati dan
mempertahankan kehamilan pada keadaan ini merupakan kontraindikasi.

4. Abortus Inkompletus (Incomplete Abortion). Abortus inkompletus


didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi telah lahir atau teraba
pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan plasenta).
Perdarahan biasanya terus berlangsung, banyak, dan membahayakan ibu.
Sering serviks tetap terbuka karena masih ada benda di dalam rahim yang
dianggap sebagai benda asing (corpus alienum). Oleh karena itu, uterus
akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi sehingga
ibu merasakan nyeri, namun tidak sehebat pada abortus insipiens.

5. Abortus Kompletus(Complete Abortion) Jika hasil konsepsi lahir dengan


lengkap, maka disebut abortus komplet. Pada keadaan ini kuretasi tidak
perlu dilakukan. Pada abortus kompletus, perdarahan segera berkurang
setelah isi rahim dikeluarkan dan selambat-lambatnya dalam 10 hari
perdarahan berhenti sama sekali karena dalam masa ini luka rahim telah
sembuh dan epitelisasi telah selesai. Serviks juga dengan segera menutup
kembali. Kalau 10 hari setelah abortus masih ada perdarahan juga, abortus
inkompletus atau endometritis pasca abortus harus dipikirkan. Pada
abortus kompletus, lapisan terakhir endometrium yang mengelupas dapat
terlihat sebagai kantong yang kempis. Apabila kantong kehamilan tidak
bias diidentifikasi USG untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti
abortus iminenes, kehamilan ektopik, kita dapat melihat dari pemeriksaan
serum β-hCG yang menurun sangat cepat.

6. Abortus Tertunda (Missed abortion) Abortus tertunda adalah keadaan


dimana janin sudah mati, tetapi tetap berada dalam rahim dan tidak
dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih. Pada abortus tertunda akan dijimpai
amenorea, yaitu perdarahan sedikit-sedikit yang berulang pada
permulaannya, serta selama observasi fundus tidak bertambah tinggi,
malahan tambah rendah. Pada pemeriksaan dalam, serviks tertutup dan ada
darahsedikit.

7. Abortus Habitualis (Recurrent abortion) Anomali kromosom parental,


gangguan trombofilik pada ibu hamil, dan kelainan struktural uterus
merupakan penyebab langsung pada abortus habitualis. Abortus habitualis
merupakan abortus yang terjadi tiga kali berturut-turut atau lebih. Etiologi
abortus ini adalah kelainan dari ovum atau spermatozoa, dimana sekiranya
terjadi pembuahan, hasilnya adalah patologis. Selain itu, disfungsi tiroid,
kesalahan korpus luteum dan kesalahan plasenta yaitu tidak sanggupnya
plasenta menghasilkan progesterone sesudah korpu luteum atrofis juga
merupakan etiologi dari abortus habitualis.

8. Abortus Septik (Septic abortion) Abortus septik adalah keguguran disertai


infeksi berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran
darah atau peritoneum. Hal ini sering ditemukan pada abortus inkompletus
atau abortus buatan, terutama yang kriminalis tanpa memperhatikan
syarat-syarat asepsis dan antisepsis. Antara bakteri yang dapat
menyebabkan abortus septik adalah seperti Escherichia coli, Enterobacter
aerogenes Proteus vulgaris.

Penyebab Abortus
1. Faktor janin Faktor janin penyebab keguguran adalah kelainan genetik, dan
ini terjadi pada 50%-60% kasus keguguran.
2. Faktor ibu:
a. Kelainan endokrin (hormonal) misalnya kekurangan tiroid, kencing
manis.  
b. Faktor kekebalan (imunologi), misalnya pada penyakit lupus, Anti
phospholipid syndrome.
c. Infeksi, diduga akibat beberapa virus seperti cacar air, campak jerman,
toksoplasma , herpes, klamidia.
d. Kelemahan otot leher rahim
e. Kelainan bentuk rahim.

3. Faktor Ayah: kelainan kromosom dan infeksi sperma diduga dapat


menyebabkan abortus

Klasifikasi Abortus

Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu:

Menurut terjadinya dibedakan atas:

a. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa


disengaja atau dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau
medisinalis, sematamata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.
b. Abortus provokatus (induksi abortus) adalah abortus yang disengaja tanpa
indikasi medis, baik dengan memakai obat-obatan maupun dengan alat-
alat. Abortus ini terbagi lagi menjadi:
1. Abortus medisinalis (abortus therapeutica) yaitu abortus karena
tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat
membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu
mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.
2. Abortus kriminalis yaitu abortus yang terjadi oleh karena
tindakantindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi
medis dan biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh tenaga
tradisional.

Patofisiologi

Kebanyakan abortus spontan terjadi segera setelah kematian janin yang kemudian
diikuti dengan perdarahan ke dalam desidua basalis, lalu terjadi perubahan-
perubahan nekrotik pada daerah implantasi, infiltrasi sel-sel peradangan akut, dan
akhirnya perdarahan per vaginam. Buah kehamilan terlepas seluruhnya atau
sebagian yang diinterpretasikan sebagai benda asing dalam rongga rahim. Hal ini
menyebabkan kontraksi uterus dimulai, dan segera setelah itu terjadi pendorongan
benda asing itu keluar rongga rahim (ekspulsi). Perlu ditekankan bahwa pada
abortus spontan, kematian embrio biasanya terjadi paling lama dua minggu
sebelum perdarahan. Oleh karena itu, pengobatan untuk mempertahankan janin
tidak layak dilakukan jika telah terjadi perdarahan banyak karena abortus tidak
dapat dihindari. Sebelum minggu ke-10, hasil konsepsi biasanya dikeluarkan
dengan lengkap. Hal ini disebabkan sebelum minggu ke-10 vili korialis belum
menanamkan diri dengan erat ke dalam desidua hingga telur mudah terlepas
keseluruhannya. Antara minggu ke-10 hingga minggu ke-12 korion tumbuh
dengan cepat dan hubungan vili korialis dengan desidua makin erat hingga mulai
saat tersebut sering sisa-sisa korion (plasenta) tertinggal kalau terjadi abortus.
Pengeluaran hasil konsepsi didasarkan 4 cara:

a. Keluarnya kantong korion pada kehamilan yang sangat dini, meninggalkan


sisa desidua.
b. Kantong amnion dan isinya (fetus) didorong keluar, meninggalkan korion
dan desidua.
c. Pecahnya amnion terjadi dengan putusnya tali pusat dan pendorongan
janin ke luar, tetapi mempertahankan sisa amnion dan korion (hanya janin
yang dikeluarkan).
d. Seluruh janin dan desidua yang melekat didorong keluar secara utuh.
Kuretasi diperlukan untuk membersihkan uterus dan mencegah perdarahan
atau infeksi lebih lanjut.

Laboratorium

Tes kehamilan, laboratorium rutin dan khusus seperti COT. Pemeriksaan kadar
fibrinogen pada missed abortion.

 Plasenta Previa

Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat yang
abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau
seluruh dari ostium uteri internum (pembukaan jalan lahir). Pada keadaan normal
plasenta terletak dibagian atas uterus. Sejalan dengan bertambahnya membesarnya
rahim dan meluasnya segmen bawah rahim ke arah proksimal memungkinkan
plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut
bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam
persalinan kala satu bisa mengubah luas pembukaan serviks yang tertutup oleh
plasenta. Fenomena ini berpengaruh pada derajat atau klasifikasi dari plasenta
previa ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa antenatal maupun dalam
masa intranatal, baik dengan ultrasonografi maupun pemeriksaan digital. Oleh
karena itu, pemeriksaan ultrasonografi perlu diulang secara berkala dalam asuhan
antenatal ataupun intranatal.

Gejala

1. Perdarahan terjadi tanpa rasa sakit dan biasanya darah berwarna merah
segar.
2. Perdarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak, tetapi
perdarahan berikutnya (recurrent bleeding) biasanya lebih banyak.
3. Bagian terdepan janin tinggi (floating), sering dijumpai kelainan letak
janin.
Etiologi

Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belum


diketahui dengan pasti. Dalam teori mengemukakan bahwa salah satu
penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, mungkin
sebagai akibat dari proses radang atau atrofi.Disamping masih banyak
penyebab plasenta previa yang belum diketahui atau belum jelas, bermacam-
macam teori dan faktor-faktor dikemukakan sebagai etiologinya :

1. Endometrium yang inferior


2. Chorion leave yang persisten
3. Korpus luteum yang bereaksi lambat

Strassman mengatakan bahwa faktor terpenting adalah vaskularisasi yang


kurang pada desidua yang menyebabkan atrofi dan peradangan, sedangkan
Browne menekankan bahwa faktor terpenting ialah Vili Khorialis persisten
pada desidua kapsularis.

Faktor-faktor etiologi:

1. Umur dan Paritas


a. Pada Primigravida, umur diatas 35 tahun lebih sering daripada umur
dibawah 25 tahun.
b. Lebih sering pada paritas tinggi dari paritas rendah.
2. Hipoplasia endometrium; bila kawin dan hamil pada usia muda.
3. Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas operasi,
post operasi caesar, kuretase, dan manual plasenta. Hal ini berperan
menaikkan insiden dua sampai tiga kali.
4. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap
menerima hasil konsepsi.
5. Kehamilan janin kembar, plasenta yang terlalu besar seperti pada
kehamilan ganda dan eritoblastosis fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan
plasenta melebar ke segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian
atau seluruh ostium uteri internum.
6. Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium.

7. Kadang-kadang pada malnutrisi.


8. Riwayat perokok, pada perempuan perokok dijumpai insidensi plasenta
previa lebih tinggi dua kali lipat. Hipoksemia akibat karbon mono-oksida
hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi sebagai
upaya kompensasi

Diagnosa

1. Anamnesis
a. Keluhan utama : perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu atau
pada kehamilan lanjut (trimester III)
b. Sifat perdarahan tanpa sebab, tanpa nyeri, dan berulang
2. Inspeksi/inspekulo
a. Perdarahan keluar pervaginam (dari dalam uterus)
b. Tampak anemis
3. Palpasi abdomen
a. Janin sering belum cukup bulan, TFU masih rendah
b. Sering dijumpai kesalahan letak janin
c. Bagian terbawah janin belum turun
d. Pemeriksaan USG
e. Evaluasi letak dan posisi plasenta.
f. Posisi, presentasi, umur, tanda-tanda kehidupan janin.
g. Transabdominal ultrasonography

Patofisiologi

Perdarahan anterpatum yang disebabkan oleh plasenta previa umumnya terjadi


pada trimester ketiga kehamilan. Karena pada saat itu segmen bawah uterus lebih
banyak mengalami perubahan berkaitan dengan makin tuanya kehamilan.
Kemungkinan perdarahan anterpatum akibat plasenta previa dapat sejak
kehamilan berusia 20 minggu. Pada usia kehamilan ini segmen bawah uterus telah
terbentuk dan mulai menipis. Penyebab plasenta melekat pada segmen bawah
rahim belum diketahui secara pasti. Ada teori menyebutkan bahwa vaskularisasi
desidua yang tidak memadai yang mungkin diakibatkan oleh proses radang atau
atrofi dapat menyebabkan plasenta berimplantasi pada segmen bawah rahim.
Plasenta yang terlalu besar dapat tumbuh melebar ke segmen bawah rahim dan
menutupi ostium uteri internum misalnya pada kehamilan ganda, eritroblastosis
dan ibu yang merokok. Pada saat segmen bawah rahim terbentuk sekitar
trisemester III atau lebih awal tapak plasenta akan mengalami pelepasan dan

menyebabkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim akan


mengalami laserasi. Selain itu, laserasi plasenta juga disebabkan oleh serviks yang
mendatar dan membuka. Hal ini menyebabkan perdarahan pada tempat laserasi.
Perdarahan akan dipermudah dan diperbanyak oleh segmen bawah rahim dan
serviks yang tidak bisa berkontraksi secara adekuat. Pembentukan segmen bawah
rahim akan berlangsung secara progresif, hal tersebut menyebabkan terjadi
laserasi dan perdarahan berulang pada plasenta previa. Pada plasenta previa totalis
perdarahan terjadi lebih awal dalam kehamilan bila dibandingkan dengan plasenta
previa parsialis ataupun plasenta letak rendah karena pembentukan segmen bawah
rahim dimulai dari ostium uteri internum. Segmen bawah rahim mempunyai
dinding yang tipis sehingga mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili trofoblas yang
mengakibatkan terjadinya plasenta akreta dan inkreta. Selain itu segmen bawah
rahim dan serviks mempunyai elemen otot yang sedikit dan rapuh sehingga dapat
menyebabkan perdarahan postpartum pada plasenta previa.

Pemeriksaan Penunjang

USG untuk diagnosa pasti, yaitu unyuk menentukan letak plasenta

Pemeriksaan darah : Hemoglobin, Hematokrit.


 Mola Hidatidosa

Mola Hidatidosa (Hamil Anggur) adalah suatu massa atau pertumbuhan di dalam
rahim yang terjadi pada awal kehamilan. Mola Hidatidosa adalah kehamilan
abnormal, dimana seluruh villi korialisnya mengalami perubahan hidrofobik.

Mola hidatidosa juga dihubungkan dengan edema vesikular dari vili khorialis
plasenta dan biasanya tidak disertai fetus yang intak. Secara histologist,
ditemukan proliferasi trofoblast dengan berbagai tingkatan hiperplasia dan
displasia. Vili khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya terdapat sedikit
pembuluh darah.

Etiologi

Penyebab pasti mola hidatidosa tidak diketahui, tetapi faktor-faktor yang mungkin
dapat menyebabkan dan mendukung terjadinya mola, antara lain:

1. Faktor ovum, di mana ovum memang sudah patologik sehingga mati,


tetapi terlambat dikeluarkan
2. Imunoselektif dari trofoblast
3. Keadaan sosioekonomi yang rendah
4. Paritas tinggi
5. Kekurangan protein
6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas

Tanda dan gejala

Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan
biasanya terjadi pada minggu ke 14 – 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari
kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan
bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada
pakaian dalam. Tanda dan gejala

Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS
Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar):

1)        Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan


BB yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab

2)        Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai,
peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni)

Manifestasi Klinis

1. Amenorrhoe dan tanda-tanda kehamilan.


2. Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat. merupakan
gejala utama dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten selama
berapa minggu sampai beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan
anemia defisiensi besi.
3. Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak sesuai dengan usia
kehamilan

4. Tidak dirasakan tanda-tanda adanya gerakan janin maupun ballottement.


5. Hiperemesis, pasien dapat mengalami mual dan muntah cukup berat.
6. Preklampsi dan eklampsi sebelum minggu ke-24
7. Keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa pasti
8. Gejala Tirotoksikosis

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang


seperti laboratorium, USG dan histologis. Pada mola hidatidosa yang komplet
terdapat tanda dan gejala klasik yakni:

Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola komplet adalah
perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan
perdarahan. Uterus membesar (distensi) oleh karena jumlah darah yang banyak,
dan cairan gelap bisa mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat dalam 97%
kasus.

Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal ini
merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon β-HCG.

Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti takikardi, tremor


dan kulit yang hangat.

Kebanyakan mola sudah dapat dideteksi lebih awal pada trimester awal sebelum
terjadi onset gejala klasik tersebut, akibat terdapatnya alat penunjang USG yang
beresolusi tinggi. Gejala mola parsial tidak sama seperti komplet mola. Penderita
biasanya hanya mengeluhkan gejala seperti terjadinya abortus inkomplet atau
missed abortion, seperti adanya perdarahan vaginal dan tidak adanya denyut
jantung janin. Dari pemeriksaan fisik pada kehamilan mola komplet didapatkan
umur kehamilan yang tidak sesuai dengan besarnya uterus (tinggi fundus uteri).
Pembesaran uterus yang tidak konsisten ini disebabkan oleh pertumbuhan
trofoblastik yang eksesif dan tertahannya darah dalam uterus. Didapatkan pula
adanya gejala preeklamsia yang terjadi pada 27% kasus dengan karakteristik
hipertensi ( TD > 140/90 mmHg), protenuria (> 300 mg.dl), dan edema dengan
hiperefleksia. Kejadian kejang jarang didapatkan. Kista theca lutein, yakni kista
ovarii yang diameternya berukuran > 6 cm yang diikuti oleh pembesaran ovarium.
Kista ini tidak selalu dapat teraba pada pemeriksaan bimanual melainkan hanya
dapat diidentifikasi dengan USG. Kista ini berkembang sebagai respon terhadap
tingginya kadar beta HCG dan akan langsung regresi bila mola telah dievakuasi.

Patologi

Patologi dari mola hidatidosa merupakan penyakit korion. Kematian sel ovum
atau gagalnya perkembangan embrio merupakan hal penting untuk terbentuknya

mola hidatidosa komplit/klasik. Sekresi dari sel yang hiperplastik dan zat-zat yang
ditransfer dari darah maternal/ibu terakumulasi di stroma vili yang tanpa
pembuluh darah. Hal ini menyebabkan distensi vili untuk membentuk vesikel
kecil. Distensi ini dapat terjadi akibat edema dan pencairan stroma.Cairan vesikel
merupakan cairan interstitial dan hampir mirip dengan cairan asites atau edema,
tapi kaya akan hCG. merupakan massa yang mengisi Rahim yang terbuat dari
beberapa rantai dan kelompok kista dari berbagai ukuran. Tidak dijumpai adanya
embrio atau kantung amnion. Jika terjadi perdarahan, biasanya di ruang desidua.
Tampilan mikroskopik yang biasa ditemukan adalah proliferasi dari epitel sinsitial
dan sitotrofoblas, penipisan jaringan stroma akibat degenerasi hidropik, tidak
adanya pembuluh darah di vili dan pola vili yang jelas dipertahankan.11
Perubahan ovarium seperti kista lutein bilateral dijumpai pada sekitar 50% kasus.
Hal ini dikarenakan produksi korionik gonadotropin yang berlebihan dan dapat
juga dijumpai pada kehamilan ganda. Biasanya akan mengecil secara spontan
dalam waktu 2 bulan setelah ekspulsi dari mola. Cairan kista ini kaya akan
korionik gonadotropin, esterogen dan progesterone.12 Perbedaan patologi

mola hidatidosa parsial dan komplit yaitu :

1. Mola hidatidosa parsial (Partial Mola Hydatidosa/PMH) Pada kehamilan


mola parsial, terdapat dua populasi vili. Salah satunya memiliki ukuran
dan konfigurasi normal serta mengandung pembuluh darah janin,
sedangkan yang lainnya menunjukkan perubahan khas mola yaitu seperti
anggur. Biasanya, embrio atau jaringan embrio dapat dijumpai.
Hyperplasia trofoblas fokal dan biasanya hanya terbatas pada
sinsitiotrofoblas.10
2. Mola hidatidosa komplit (Complete Mola Hyatidosa/CMH) Pada
kehamilan mola komplit, terjadi edema vili dan dinamakan setandan buah
anggur. Tidak dijumpai embrio. Secara mikroskopis, vili sangat besar dan
distensi. Dijumpai hiperplasia dari kedua sinsitiotrofoblas dan
sitotrofoblas.

Pemeriksaan Laboratorium

Darah lengkap dengan hitung platelet, blood urea nitrogen (BUN), kreatinin, dan
fungsi hati. Golongan darah, fungsi tiroid diindikasikan. Prothrombin time (PT),
partial thromboplastin time (PTT), protrombin, fibrinogen diperiksa jika secara
klinis diindikasikan.23 Kadar hCG yang tinggi (> 100.000 IU/L) biasanya
dijumpai pada pasien dengan kehamilan mola komplit. Penilaian kadar hCG
>100.000 IU/L disertai dengan perdarahan pervaginam dan pembesaran uterus
merupakan sugestif untuk diagnosis kehamilan mola komplit. Pada kehamilan
mola parsial biasanya kurang berhubungan dengan peningkatan kadar hCG,
biasanya < 100.000 IU/L. berdasarkan subunit hCG, kehamilan mola komplit
memiliki kadar subunit beta hCG yang lebih tinggi dibandingkan kehamilan mola
parsial (24:1). Sedangkan, pada kehamilan mola parsial mempunyai kadar alfa
hCG yang lebih tinggi dibandingkan kehamilan mola komplit (0,85:0,17). Rata-
rata persentasi rasio beta hCG terhadap alf hCG pada kehamilan mola komplit dan
mola parsial adalah 20,9:2,4.

 Kehamilan Ekstrauteri (Ektopik)

Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi diluar


endometrium kavum uteri.

Penyebab

Gangguan ini adalah terlambatnya transport ovum karena obstruksi mekanis pada
jalan yang melewati tuba uteri. Kehamilan tuba terutama di ampula, jarang terjadi
kehamilan di ovarium.

Tanda dan Gejala


Nyeri yang terjadi serupa dengan nyeri melahirkan, sering unilateral (abortus
tuba), hebat dan akut (rupture tuba), ada nyeri tekan abdomen yang jelas dan
menyebar. Kavum douglas menonjol dan sensitive terhadap tekanan. Jika ada
perdarahan intra-abdominal, gejalanya sebagai berikut:

1. Sensitivitas tekanan pada abdomen bagian bawah, lebih jarang pada


abdomen bagian atas.
2. Abdomen tegang.
3. Mual.
4. Nyeri bahu.
5. Membran mukosa anemis.

Jika terjdi syok, akan ditemukan nadi lemah dan cepat, tekanan darah di bawah
100 mmHg, wajah tampak kurus dan bentuknya menonjol-terutama hidung,
keringat dingin, ekstremitas pucat, kuku kebiruan, dan mungkin terjadi gangguan
kesadaran.

Diagnosis

Ditegakkan melalui adanya amenore 3-10 minggu, jarang lebih lama, perdarahan
per vagina tidak teratur (tidak selalu).

Penanganan

Penanganan Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)

1. Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi.


2. Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit
bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan.
3. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut
sebanyak mungkin dikeluarkan.

Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu :

1. Kondisi penderita pada saat itu,


2. Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya,
3. Lokasi kehamilan ektopik.
4. Hasil ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi (pemotongan
bagian tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan pemantauan
terhadap kadar HCG (kuantitatif). Peninggian kadar HCG yang
berlangsung terus menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum
terangkat.
Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan :

1. Transfusi, infus, oksigen,


2. Atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika dan
antiinflamasi. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat
mungkin supaya penyembuhan lebih cepat dan harus dirawat inap di
rumah sakit

Patofisiologi

Kehamilan pada daerah intersisial sering berhubungan dengan kesakitan yang


berat, karena baru mengeluarkan gejala yang muncul lebih lama dari tipe yang
lain, dan sulit di diagnosis, dan biasanya menghasilkan perdarahan yang sangat
banyak bila terjadi ruptur. Jika embrio tidak mencapai endometrium, maka embrio
akan menempel pada tuba dan akan berkembang. Namun karena tuba bukan
merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan janin, maka dapat terjadi
beberapa kelainan yaitu:

1. Hasil konsepsi mati dan diresorpsi Pada implantasi secara kolumner, ovum
yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi yang kurang dan dengan
mudah terjadi resorpsi total. Dalam keadaan ini, penderita tidak
mengeluhkan apa-apa. Hanya haid saja yang terlambat untuk beberapa
hari.
2. Abortus tuba Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-
pembuluh darah oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi
dapat melepaskan mudigah dari koriales pada dinding tersebut bersama-
sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi
sebagian atau seluruhnya, tergantung dari derajat perdarahan yang timbul.
Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan
dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah kearah ostium tuba
abdominale. Frekuensi abortus dalam tuba tergantung pada implantasi
telur yang dibuahi. Abortus tuba lebih umum terjadi pada kehamilan tuba
pars ampullaris, sedangkan penembusan dinding tuba oleh villi koriales
kearah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars isthmika.
Perbedaan ini disebabkan karena lumen pars amoullaris lebih luas,
sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi
dibandingkan dengan bagian isthmus dengan lumen sempit. Pada
pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan
akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sampai berubah
menjadi mola kruenta. Perdarahan akan keluar melalui fimbriae dan masuk
rongga abdomen dan terkumpul secara 11 khas di kavum Douglas dan
akan membentuk hematokel retrouterina. Bila fimbriae tertutup, tuba
fallopii dapat membesar karena darah dan membentuk hematosalping. 3
3. Ruptur tuba Penyusupan, dan perluasan hasil konsepsi dapat
mengakibatkan rupture pada saluran lahir pada beberapa tempat. Ruptur
dapat terjadi secara spontan, atau karena trauma ringan seperti koitus atau
pemeriksaan vagina. Ruptur sekunder dapat terjadi bila terjadi abortus
dalam tuba dan ostium tuba tertutup. Dalam hal ini dinding tuba yang
sudah menipis karena invasi dari trofoblas, akan pecah karena tekanan
darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi diarah ligamentum latum
dan terbentuk hematoma intraligamenter. Jika janin hidup terus, terdapat
kehamilan intraligamenter. Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin
dapat keluar dari tuba, tetapi bila robekan kecil, perdarahan terjadi tanpa
hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba. Bila pasien tidak mati dan meninggal
karena perdarahan, nasib janin bergantung pada kerusakan yang diderita
dan tuanya kehamilan. Bila janin yang dikeluarkan tidak mati dengan
masih diselubungi oleh kantong amnion dan dengan plasenta yang utuh,
kemungkinan tumbuh terus dalam rongga abdomen sehingga terjadi
kehamilan abdominal sekunder.

Pemeriksaan Penunjang Laboratorium

1. Hematokrit
2. Tergantung pada populasi dan derajat perdarahan abdominal yang terjadi.
3. Sel darah putih
4. Sangat bervariasi dan tak jarang terlihat adanya leukositosis.
5. Tes kehamilan
6. Pada kehamilan ektopik hampir 100% menunjukkan pemeriksaan β-hCG
positif.
7. Pada kehamilan intrauterin, peningkatan kadar β-hCG meningkat 2 kali
lipat setiap dua hari.
8. 2/3 kasus kehamilan ektopik menunjukkan adanya peningkatan titer serial
hCG yang abnormal, dan 1/3 sisanya menunjukkan adanya peningkatan
titer hCG yang normal.
BAB 3
PENUTUP

Kesimpulan
Reproduksi manusia secara vivipar (melahirkan anak) dan fertilisasinya secara
internal (di dalam tubuh), oleh karena itu memiliki alat-alat reproduksi yang
mendukung fungsi tersebut. Alat-alat reproduksi tersebut dibagi menjadi alat
reproduksi bagian dalam dan alat reproduksi bagian luar yang masing-masing alat
reproduksi tersebut telah disebutkan dan dijelaskan dalam makalah ini. Untuk itu
memiliki kelainan atau gangguan pada salah satu system Reproduksi dapat
berakibat buruk pada kelangsungan hidup dan keturunan kita. Selain itu dalam
makalah ini juga membahas sedikit tentang proses terjadinya dan  penyebab
kelainan dan gangguan system Reproduksi

24
DAFTAR PUSTAKA

Plasenta Previa . (2013, Oktober 14). Retrieved 03 11, 2019, from Bidan Idola :
http://midwifery09.blogspot.com/2013/10/plasenta-previa.html

Dlin, A. (2016, Juli 01). Placenta Previa. Retrieved 03 11, 2019, from SlideShare:
https://www.slideshare.net/AdelineDlin/placenta-previa-pembimbing-dr-arie-
widiyasaspog

Falah, N. (n.d.). Makalah kelainan sistem reproduksi. Retrieved 03 11, 2019, from
Academia.edu:
https://www.academia.edu/36181615/Makalah_kelainan_sistem_reproduksi

Irianto, K. (2017). Anatomi dan Fisiologi. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Lumbanraja, S. N. (2017 ). KEGAWATDARURATAN OBSTETRI . Medan: USU PRESS-


MEDAN.

Price, S. A. (2006). PATOFISIOLOGI Konesep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6.


Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Rubianti, F. (n.d.). Etiologi (Penyebab) Terjadi Aborsi/Abortus Keguguran. Retrieved 03


11, 2019, from DuniaBidan.com: https://duniabidan.com/knowledge/etiologi-
penyebab-terjadi-aborsi-abortus-keguguran.html

samoke2012. (2012, October 30). KEGAWAT DARURATAN OBSTETRIK. Retrieved 03


11, 2019, from Nursing Science:
https://samoke2012.wordpress.com/2012/10/30/kegawat-daruratan-obstetrik/

W, B. (2009, September 05). Retrieved 03 11, 2019, from INFORMASI REPRODUKSI


Situs informasi singkat pengantar kuliah sistem reproduksi bagi mahasiswa
fakultas kedokteran: http://reproduksiumj.blogspot.com/2009/09/abortus.html

23

Anda mungkin juga menyukai