Anda di halaman 1dari 17

PENANGANAN KECELAKAAN KERJA DAN MEDIS

Topik : Penanganan Kecelakaan Kerja dan Medis

Tujuan Instruksional : Mahasiswa mampu mengaplikasikan dan

mempraktikan bagaimana menangani kecelakaan

kerja dan medis

Indikator : Pemahaman materi dan penjelasaan dari pertanya-

an yang diberikan

Uraian materi : Pada pertemuan ini dijelaskan tentang pedoman

umum

SUB TOPIK

SUB TOPIK 1: Sumber Terjadinya Kecelakaan Kerja dan Medis

Sumber Terjadinya Kecelakaan Kerja dan Medis

Laboratorium adalah tempat kerja yang berpotensi muncul kecelakaan.


Walaupun kecelakaan kecil dan ringan, tetaplah adalah kecelakaan yang bisa saja
menyebabkan dampak yang makin besar. Sumber bahaya yang berpotensi
mengakibatkan kecelakaan dapat berbahan kimia, bahan biologis, radiasi, aliran
listrik, dan yang lain. Semuanya bisa membuat dampak yang tidak diinginkan
seperti keracunan, iritasi, ledakan sampai kebakaran.

Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan.
Biasanya kecelakaan menyebabkan, kerugian material dan penderitaan dari yang
paling ringan sampai kepada yang paling berat. Kecelakaan kerja dan medis dapat
terjadi kapan saja dan dimana saja yang dapat menimpa setiap pekerja.
Kecelakaan kerja dan medis dapat mengakibatkan kerugian baik bagi pekerja dan
pihak yang mempekerjakan. Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi
kecelakaan kerja dan medis guna mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan medis
tersebut. Melalui identifikasi bahaya kerja maka akan meminimalkan bahkan
mencegah bahaya melalui pengendalian bahaya kerja dan medis yang dilakukan
sesuai hasil analisa identifikasi bahaya kerja. Agar tindak lanjut penangan dari
hasil identifikasi lebih maksimal, maka perlu dilakukan juga suatu penilaian
risiko. Penilaian resiko adalah metode sistematis dalam melihat aktivitas kerja dan
medis, memikirkan apa yang dapat menjadi buruk, dan memutuskan kendali yang
cocok untuk mencegah terjadinya kerugian, kerusakan, atau cidera di tempat
kerja. Penilaian ini harus juga melibatkan pengendalian yang diperlukan untuk
menghilangkan, mengurangi atau meminimalkan resiko (Amanah, 2010).

Selain itu terjadinya kecelakaan kerja dan medis disebabkan karena dua
golongan. Golongan pertama adalah faktor mekanis dan lingkungan (unsafe
condition), sedangkan golongan kedua adalah faktor manusia (unsafe action).
Beberapa penelitian  yang telah dilakukan menunjukkan bahwa faktor manusia
menempati posisi yang sangat penting terhadap kecelakaan kerja yaitu antara 80-
85% (Soyuno, 2013).

Terjadinya kecelakaan dapat disebabkan oleh banyak hal, tetapi dari analisis
terjadinya kecelakan menunjukkan bahwa hal-hal berikut adalah sebab-sebab
terjadinya kecelakan kerja dan medis:

1. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang bahan-bahan kimia dan


proses-proses serta perlengkapan atau peralatan yang digunakan dalam
melakukan kegiatan.
2. Kurangnya kejelasan petunjuk kegiatan labolatorium dan juga kurangnya
pengawasan yang dilakukan selama melakukan kegiatan labolatorium.
3. Kurangnya bimbingan terhadap siswa atau mahasiswa yang sedang
melakukan kegitan labolatorium.
4. Kurangnya atau tidak tersedianya perlengkapan keamanan dan
perlengkapan perlindungan kegiatan labolatorium.
5. Kurang atau tidak mengikuti petunjuk atau aturan-aturan yang semestinya
harus ditaati.
6. Tidak menggunakan perlengkapan pelindung yang seharusnya digunakan
atau menggunakan peralatan atau bahan yang tidak sesuai.
7. Tidak bersikap hati-hati di dalam melakukan kegiatan.

(Suyono, 2013).

Risiko bahaya sekecil apapun kadarnya, dapat muncul di saat kapan pun, di
manapun, dan dapat menimpa siapapun yang sedang melakukan pekerjaan.
Bahaya kerja dan medis dapat berupa bahaya fisik, seperti infeksi, terluka, cidera
atau bahkan cacat, serta bahaya kesehatan mental seperti stres, syok, ketakutan,
yang bila intensitasnya meningkat dapat menjadi hilangnya kesadaran (pingsan)
bahkan kematian (Winarni, 2014).

Sumber bahaya dapat dibedakan menjadi sumber dari :

1. Perangkat/alat-alat laboratorium, seperti pecahan kaca, pisau bedah, korek


api, atau alat-alat logam.
2. Bahan-bahan fisik, kimia dan biologis, seperti suhu (panas-dingin), suara,
gelombang elektromagnet, larutan asam, basa, alkohol, kloroform, jamur,
bakteri, serbuksari atau racun gigitan serangga.
3. Proses kerja laboratorium, seperti kesalahan prosedur, penggunaan alat yang
tidak tepat, atau faktor psikologi kerja (terburu-buru, takut dan lain-lain)
(Hidayati, 2011).

Kecelakaan di laboratorium dapat berbentuk 2 jenis yaitu :

1. Kecelakaan medis, jika yang menjadi korban adalah pasien.


2. Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban adalah petugas laboratorium
itu sendiri.

Beberapa contoh kecelakaan yang banyak terjadi di laboratorium :


 Terpeleset, biasanya karena lantai licin. Terpeleset dan terjatuh adalah bentuk
kecelakaan kerja yang dapat terjadi di laboratorium. Akibatnya :

 Ringan: memar
 Berat: fraktura, dislokasi, memar otak, dan lain-lain.

Pencegahannya : pakai sepatu anti slip, jangan pakai sepatu dengan hak
tinggi, tali sepatu longgar, hati-hati bila berjalan pada lantai yang sedang
dipel (basah dan licin) atau tidak rata konstruksinya dan pemeliharaan lantai
dan tangga.

 Risiko terjadi kebakaran (sumber: bahan kimia, kompor) bahan


desinfektan yang mungkin mudah menyala (flammable) dan beracun.
Kebakaran terjadi bila terdapat 3 unsur bersama sama yaitu: oksigen, bahan
yang mudah terbakar dan panas. Akibatnya :

 Timbulnya kebakaran dengan akibat luka bakar dari ringan sampai berat
bahkan kematian.
 Timbul keracunan akibat kurang hati-hati.

Pencegahannya : Konstruksi bangunan yang tahan api, sistem penyimpanan


yang baik dan terhadap bahan-bahan yang mudah terbakar, pengawasan
terhadap  terjadinya kemungkinan timbulnya kebakaran didalam laboratoruim
(Anonim, 2010).

 Sistem tanda kebakaran :


 Manual yang memungkinkan seseorang menyatakan tanda bahaya dengan
segera.
 Otomatis yang menemukan kebakaran dan memberikan tanda segera

Pengantar kecelakaan kerja ini dilakukan supaya dapat mengurangi dan


menghindari terjadinya kecelakan kerja dan medis supaya dapat dikurangi sampai
tingkat paling minimal jika setiap orang yang menggunakan labolatorium
mengetahui tanggung jawabnya. Menurut (Hidayati, 2011) berikut adalah orang
yang seharusnya bertanggug jawab terhadap keamanan labolatorium :

1. Lembaga atau staf labolatorium bertanggung jawab atas fasilitas


labolatorium yaitu kelengkapannya, pemeliharaan, dan keamanan
labolatorium.
2. Dosen atau guru bertanggung jawab didalam memberikan semua petunjuk
yang diperlukan kepada mahasiswa atau siswa termasuk didalamnya aspek
keamanan.
3. Mahasiswa atau siswa yang bertanggung jawab untuk mempelajari aspek
kesehatan dan keselamatan dari bahan-bahan kimia yang berbahaya, baik
yang digunakan maupun yang dihasilakan dari suatu reaksi, dan keselamatan
dari teknik dan prosedur yang akan dilakukannya. Dengan demikian
mahasiswa atau siswa dapat menyusun peralatan dan mengikuti prosedur
yang seharusnya, sehingga bahaya kecelakaan dapat dihindari atau dikurangi.

Selain hal diatas dalam pengantar kecelakaan kerja kita harus mengetahui
pokok-pokok tindakan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) yang
berguna untuk membantu dalam proses penanganan apabila terjadi kecelakaan
dilaboratorium. Pertolongan pertama pada kecelakaan dimaksudkan untuk
memberikan perawatan darurat bagi korban sebelum pertolongan yang lebih lanjut
diberikan ke dokter (Hudori, 2010). Beberapa hal penting yang harus diperhatikan
dalam melakukan tindakan P3K yaitu :

1. Jangan panik tidak berarti boleh lamban.


2. Perhatikan pernafasan korban.
3. Hentikan pendarahan.
4. Perhatikan tanda-tanda shock.
5. Jangan memindahkan korban terburu-buru.

SUB TOPIK 2: Contoh Kasus Kecelakaan Kerja dan Medis di Laboratorium

Contoh Kasus Kecelakaan Dilaboratorium


Hasil Identifikasi Bahaya

No. Aktivitas Potensi Bahaya


Keracunan
Sesak nafas
1 Pengambilan reagen dari lemari asam Iritasi mata
Iritasi kulit
Luka bakar
Luka
2 Pengisian buret Iritasi mata
Tertelan bahan kimia
3 Pemipetan luka gores
4 Pengguna gelas yang sudah gumpil luka gores
5 Penggunaan tabung reaksi Iritasi kulit
6 Pengguna oven terpapar panas
7 Penggunaan BOD reaktor Tersengat aliran listrik
Terpelest
8 Pengisian tower air Keseleo
Patah Tulang
Iritasi mata
9 Pensolderan Terpapar panas
Batuk
Kebakaran
10 Analisa logam dan uji sampel air Ledakan
Keracunan
Pengambilan reagen dari lemari Pusing
11
penyimpana bahan kimia Mual

Berdasarkan studi kasus (Amanah, 2010) hasil identifikasi bahaya yang


dilakukan pada tiga bagian ruangan di laboratorium Undip (ruang praktikum,
ruang komputer laboran dan ruang tempat penyimpanan alat dan bahan) diketahui
terdapat beberapa hal yang menyebabkan terjadinya kecelakaan antara lain :

1. Tidak tersedianya prosedur keselamatan dan kesehatan kerja.


2. Tidak tersedianya MSDS.
3. Tidak tersedianya APD.
4. Tidak tersedianya kelengkapan P3K dan eyewash.
5. Tidak tersedianya alat pemadam api.
SUB TOPIK 3: Penanganan Kecelakaan Kerja Dan Medis di Laboratorium

Penanganan Kecelakaan Kerja dan Medis di Laboratorium

Hal-hal yang penting  dalam mengantisipasi pengendalian kecelakan kerja


dilboratorium adalah untuk mengetahui aturan-aturan yang aman, bahaya-bahaya
yang mungkin dapat terjadi dan hal-hal yang perlu dilakukan jika terjadi suatu
kecelakaan. Menurut (Fathimahhayati, 2015) kecelakaan didalam laboaratorium
dapat dianalisis potensi bahayanya dengan Metode Job Safety Analysis (JSA)
sebagai upaya penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di dalam laboratorium.

Berikut adalah aturan umum yang berkaitan dengan keamanan kerja dan medis di
laboratorium:

1. Penataan ruangan yang baik sangatlah penting untuk keamanan kerja di


laboratorium. Ruangan perlu ditata dengan rapi, berikan tempat untuk jalan
lewat dan tempatkan segala sesuatu pada tempatnya.
2. Setiap orang harus cukup akrab dengan lokasi dan perlengkapan darurat
seperti kotak P3K, pemadam kebakaran, botol cuci mata dan lain-lain.
3. Gunakan perlengkapan keamanan bila sedang melakukan eksperimen.
4. Sebelum mulai bekerja kenalilah dulu kemungkinan bahaya yang akan
terjadi   dan ambil tindakan untuk mengurangi bahaya tersebut.
5. Berikan tanda peringatan pada setiap perlengkapan, reaksi atau keadaan
tertentu.
6. Eksperimen yang tanpa izin harus dilarang dan bekerja sendirian di
laboratorium  juga perlu dicegah.
7. Gunakan tempat sampah yang sesuai untuk sisa pelarut, pecahan gelas, kertas
dan lain-lain.
8. Semua percikan dan kebocoran harus segera dibersihkan.

(Fathimahhayati, 2015)

Melalui kerja dengan berbagai bahan kimia korosif dan bahan dengan zat
warna, maka pengetahuan mengenai metode perlindungan pribadi dalam hal ini
sangatlah penting (Ramli, 2012). Sedangkan tujuan utama adalah untuk mencegah
kecelakaan, penting untuk menggunakan perlengkapan keselamatan pribadi
sebagai perlindungan untuk mencegah luka jika terjadi kecelakaan. Kajian
penerapan K3 dalam proses mengajar dilaboratorium harus dilakukan dengan
baik. Dimana fungsi dari keselamatan kerja dan medis yaitu antisipasi, identifikasi
dan  evaluasi kondisi dari praktek berbahaya (Indriyani, 2014).

Beberapa perlengkapan pribadi yang biasa digunakan adalah:

1. Jas laboratorium (jaslab) untuk mencegah kotornya pakaian. Pakaian


pelindung harus nyaman dipakai dan mudah untuk dilepaskan bila terjadi
kecelakaan atau pengotoran oleh bahan kimia.
2. Pelindung lengan, tangan, dan jari. Sarung  tangan   yang   mudah   
dikenakan   dan dilepas merupakan prasyarat perlindungan tangan dan jari
dari panas, bahan kimia, dan bahaya lain. Sarung tangan karet diperlukan
untuk menangani bahan-bahan korosif seperti asam dan alkali. Sarung tangan
kulit digunakan untuk melindungi tangan dan jari dari benda-benda tajam
seperti pada saat bekerja di bengkel. Sarung tangan asbes diperlukan untuk
menangani bahan-bahan   Sarung   tangan   karet   perlu   disimpan   dengan  
baik   dan perlu ditaburi talk agar tidak lengket saat disimpan.
3. Pelindung Kaca  mata pelindung   digunakan   untuk   mencegah   mata
dari percikan bahan kimia dan di laboratorium perlu disediakan   paling
sedikit sepasang. Ideal setiap siswa memilikinya. Kacamata pelindung harus
nyaman dipakai dan cukup ringan. Kacamata pelindung perlu dipakai bila
bekerja dengan asam, bromin, amonia atau bila bekerja dibengkel seperti  
memotong logam natrium, menumbuk, menggergaji, menggerinda dan
pekerjaan sejenis yang memungkinkan terjadinya percikan ke mata.
4. Respirator dan lemari uap. Respirator sebagai pelindung terhadapap gas,
uap dan debu yang dapat mengganggu saluran pernafasan. Bila bekerja
dengan gas-gas beracun walaupun dengan jumlah sedikit, seperti khlorin,
bromine dan nitrogen dioksida maka perlu dilakukan dilemari uap dan pelu
ventilasi yang baik untuk melindungi dari keracunan. Kecelakaan sering
terjadi karena meninggalkan kran gas dalam keadaan terbuka. Kran
pengeluaran gas di dalam lemari uap harus selalu ditutup bila tidak
digunakan.
5. Sepatu pengaman. Sepatu khusus dengan bagian atas yang kuat dan solnya
yang padat harus dipakai saat bekerja dilaboratorium atau bengkel. Jangan
menggunakan sandal untuk menghindari luka dari pecahan kaca dan
tertimpanya kaki oleh benda-benda berat.
6. Layar pelindung. Digunakan jika kita ragu akan terjadinya ledakan dari
bahan kimia dan alat-alat hampa udara.

Adapun langkah nyata yang dapat dilakukan untuk mengurangi limbah di


laboratorium:

1. Penggunaan kembali limbah laboratorium berupa bahan kimia yang telah


digunakan, setelah melalui prosedur daur ulang yang sesuai. Sebagai contoh:
(hal ini paling sesuai untuk pelarut yang telah digunakan) Pelarut organik
seperti etanol, aseton, kloroform dan dietil eter dikumpulkan di dalam
laboratorium secara terpisah dan dilakukan di
2. Sebelum melakukan reaksi kimia, dilakukan perhitungan mol reaktan-
reaktan yang bereaksi secara tepat sehingga tidak menimbulkan residu berupa
sisa bahan kimia. Selain menghemat bahan yang ada, hal ini juga akan
mengurangi limbah yang dihasilkan.
3. Pembuangan langsung dari laboratorium. Metode pembuangan langsung
ini dapat diterapkan untuk bahan-bahan kimia yang dapat larut dalam air.
Bahan-bahan kimia yang dapat larut dalam air dibuang langsung melalui bak
pembuangan limbah laboratorium. Untuk bahan kimia sisa yang mengandung
asam atau basa harus dilakukan penetralan, selanjutnya baru bisa dibuang.
Untuk bahan kimia sisa yang mengandung logam-logam berat dan beracun
seperti Pb, Hg, Cd dan sebagainya, endapannya harus dipisahkan terlebih
dahulu. Kemudian cairannya dinetralkan dan dibuang.
4. Dengan pembakaran terbuka. Metoda pembakaran terbuka dapat
diterapkan untuk bahan-bahan organik yang kadar racunnya rendah dan tidak
terlalu berbahaya. Bahan-bahan organik tersebut dibakar ditempat yang aman
dan jauh dari pemukiman penduduk.
5. Pembakaran dalam Metoda pembakaran dalam insenerator dapat
diterapkan untuk bahan-bahan toksik yang jika dibakar ditempat terbuka akan
menghasilkan senyawa-senyawa yang bersifat toksik.
6. Dikubur didalam tanah dengan perlindungan tertentu agar tidak merembes
ke badan air. Metode ini dapat diterapkan untuk zat-zat padat yang reaktif dan
beracun

Pertolongan pertama pada kecelakaan kerja (FIRST AID) adalah usaha


pertolongan atau perawatan darurat pendahuluan di tempat kerja yg diberikan
kepada seseorang yg mengalami sakit atau kecelakaan yg mendadak. Tujuan dari
pertolongan pertama ini adalah menyelamatkan jiwa korban, menciptakan
lingkungan yang aman, mencegah terluka atauu sakit menjadi lebih buruk,
mencegah kecacatan, mempercepat kesembuhan atau perwatan penderita setelah
dirujuk ke rumah sakit, melindungi korban yang tidak sadar, menenangkan
penderita atau korban yang terluka, mencarikan pertolongan lebih lanjut.
Pertolongan pertama pada kecelakaan kerja di laboratorium biasanya sangat
diperlukan pada saat terjadinya kecelakaan kerja ( keracunan, luka, percikan zat,
tumpahnya zat, dan kebakaran). Selain itu upaya-upaya preventif sangat
diperlukan untuk mengurangi terjadinya kecelakaan kerja agar korban yang
ditimbulkan tidak meluas.

Keselamatan dalam bekerja di laboratorium merupakan hal yang penting yang


harus diperhatikan. Karena sedikit saja kita bekerja tanpa memperhatikan segala
aturan yang telah ditetapkan di laboratorium, itu dapat berakibat fatal pada diri
sendiri maupun bagi orang lain yang berada di sekitar kita sehingga mulai hal-hal
kecil yang merupakan persyaratan bekerja dilaboratorium sampai hal-hal yang
besar menyangkut keselamatan bekerja di laboratorium, harus diketahui dan
ditaati oleh semua orang yang bekerja di laboratorium. Kecerobohan seseorang
yang tidak mematuhi aturan yang telah di tentukan dalam bekerja di laboratorium,
dapat mencelakakan orang tersebut, bahkan dapat mematikan. Kesehatan dan
keselamatan kerja telah di atur dalamUndang Undang nomor 23 tahun 1992
tentang kesehatan pasal 23 menyatakan bahwa upaya keselamatan dan kesehatan
kerja harus diselenggarakan disemua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang
mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit atau mempunyai karyawan
paling sedikit 10 orang.

Berikut ini adalah tips cara penanganan awal sebagai pertolongan pertama
(P3K) pada kecelakaan kerjadan medis di laboratorium:

1.    Keracunan

Keracunan sebagai akibat penyerapan bahan-bahan kimia beracun atau toksik,


seperti ammonia, karbon monoksida, benzene, kloroform, dan sebagainya.
Keracunan dapat berakibat fatal ataupun gangguan kesehatan. Yang terakhir
adalah yang lebih sering terjadi baik yang dapat diketahui dalam jangka pendek
maupun jangka panjang. Pengaruh jangka panjang seperti pada penyakit hati,
kanker, dan asbestois, adalah akibat akumulasi penyerapan bahan kimia toxic
dalam jumlah kecil tetapi terus-menerus.

Pertolongan pertama pada kecelakaan keracunan bahan kimia sebaiknya


dilakukan jika dokter belum juga tiba di lokasi keracunan tersebut. Adapun cara
mengatasi keracunan bahan kimia sebagai awal adalah pencegahan kontak bahan
kimia dengan tubuh secepat mungkin. Langkah-langkah untuk melakukannya
adalah sebagai berikut:

 Cucilah bahan kimia yang masih kontak dengan tubuh (kulit, mata dan
organ tubuh lainnya)
 Usahakan penderita keracunan tidak kedinginan.
 Jangan memberikan minuman beralkohol kepada penderita karena akan
mempercepat penyerapan racun di dalam tubuh
 Jika sukar bernafas, bantu dengan pernafasan dari mulut ke mulut
 Segera bawa ke rumah sakit

Cara mengatasi keracunan bahan kimia juga dapat dilakukan dengan beberapa
langkah lain jika bahan kimia racun tersebut masuk melalui mulut, kulit atau
keracunan akibat adanya gas yang beracum beredar di sekeliling kita.
Cara mengatasi keracunan bahan kimia jika bahan racun masuk melalui mulut :

 Berilah minum berupa air atau susu 2 hingga 4 gelas.


 Jika korban keracunan sedang dalam keadaan pingsan, jangan
memasukkan sesuatu (berupa makanan/minuman) melalui mulutnya
 Masukkan jari telunjuk ke dalam mulut korban sambil menggerak-
gerakkan jari di bagian pangkal lidah dengan tujuan agar si korban muntah
 Jangan melakukan poin di atas jika korban keracunan minyak tanah,
bensin, alkali atau asam
 Berilah 1 sendok antidote dan segelas air hangat kepada korban Antidote
itu dalam keadaan serbuk dan terbuat dari 2 bagian arang aktif, 1 bagian
magnesium oksida dan 1 bagian asam tannat.

Cara mengatasi keracunan bahan kimia jika bahan racun melalui kulit :

 Cucilah bagian tubuh yang terkena dengan air bersih sedikitnya selama 15
menit.
 Lepaskan pakaian yang terkena bahan kimia
 Jangan mengoleskan minyak, mentega atau pasta natrium bikarbonat, kecuali
untuk keracunan yang lebih tinggi/tertentu lainnya

Cara mengatasi keracunan bahan kimia jika bahan racun berupa gas :

Untuk keracunan bahan kimia berupa gas maka sebaiknya memberikan udara
segar sebaik-baiknya. Dan untuk pencegahan keracunan bahan kimia berupa gas
sebaiknya sejak awal menggunakan masker. Sebab gas berupa klorin, hidrogen
sulfida, fosgen, hidrogen sianida adalah bahan kimia gas yang sangat beracun.

Jadi, sebelum bekerja dengan bahan kimia, sebaiknya harus mengetahu lebih
dahulu cara mengatasi keracunan bahan kimia tersebut untuk mengantisipasi hal-
hal yang tidak diinginkan.

2.    Luka Bakar

Kebakaran dan luka bakar sebagai akibat kurang hati-hati dalam menangani
pelarut-pelarut organik yang mudah terbakar seperti eter, aseton, alkohol, dan
sebagainya. Hal yang sama dapat diakibatkan oleh peledakan bahan-bahan reaktif
seperti peroksida dan perklorat.

Pertolongan Pertama pada Luka Bakar adalah :


Bila memungkinkan segera bawa korban ke rumah sakit, apabila tidak mungkin,
lakukan perendaman bagian tubuh yg terbakar dalam wadah berisi air dingin.
Apabila luka bakar luas, lakukan tindakan:
 Jangan tarik/menarik pakaian yang melekat di luka.
 Jangan memberi minyak gosok, pelumas, odol atau antiseptic.
 Jangan memecah lepuh
 Jangan menolong sendiri, kirim ke rumah sakit
 Bila korban sadar berikan minum larutan garam (1/4 sendok teh tiap gelas
200cc), berikan satu gelas tiap jam.

a. Luka bakar akibat zat kimia :

Terkena larutan asam


1. kulit segera dihapuskan dengan kapas atau lap halus 
2. dicuci dengan air mengalir sebanyak-banyaknya 
3. Selanjutnya cuci dengan 1% Na2CO3
4. kemudian cuci lagi dengan air 
5. Keringkan dan olesi dengan salep levertran.

Terkena logam natrium atau kalium

1. Logam yang menempel segera diambil 


2. Kulit dicuci dengan air mengalir kira-kira selama 15-20 menit 
3. Netralkan dengan larutan 1% asam asetat 
4. Dikeringkan dan olesi dengan salep levertran atau luka ditutup dengan
kapas steril atau kapas yang telah dibasahi asam pikrat.

Terkena bromin

1. Segera dicuci dengan larutan amonia encer 


2.  Luka tersebut ditutup dengan pasta Na2CO3.  

Terkena phospor  

1. Kulit yang terkena segera dicuci dengan air sebanyak-banyaknya 


2. Kemudian cuci dengan larutan 3% CuSO4.

Luka bakar akibat benda panas

1. Diolesi dengan salep minyak ikan atau levertran 


2. Mencelupkan ke dalam air es secepat mungkin atau dikompres sampai rasa
nyeri agak berkurang.

3.   Luka Kulit

Luka kulit sebagai akibat bekerja dengan gelas atau kaca ataupun karena
tertusuk benda tajam luka sering terjadi padatangan atau mata karena pecahan
kaca.

   Pertolongan Pertama pada Luka Karena Tertusuk Benda Tajam


 Cabut benda tersebut dengan hati-hati
 Dekontaminasi luka
 Desinfeksi luka
 Beri obat pada luka
 Beri pembalut pada luka agar tidak terkontaminasi
 Laporkan pada petugas
 Jika luka terlalu parah cari pertolongan medis

4.    Kebakaran

Kebakaran dapat terjadi apabila suatu rekasi kimia antara bahan dengan
oksigen yang menghasilkan energi berupa panas dan cahaya (api). Panas akan
merambat ke sekelilingnya yang selanjutnya akan mempercepat pula kebakaran.

Berikut ini jenis-jenis kebakaran berdasarkan cara penanganannya :


a. Jenis A merupakan jenis kebakaran yang melibatkan bahan-bahan “biasa”
yang mudah terbakar seperti kayu, kertas, karet dan plastik (mengandung
karbon). Untuk mengatasinya digunakan alat pemadam kebakaran air, serbuk
kering atau selimut api. Jangan menggunakan air jika resiko bahaya listrik.
b. Jenis B merupakan jenis kebakaran yang melibatkan bahan yang mudah
terbakar, meliputi cairan, seperti minyak tanah, bensin, alkohol. Untuk
mengatasinya gunakan pemadam kebakaran jenis busa, cairan yang mudah
menguap, karbon dioksida, serbuk kering, selimut api atau pasir. Jangan
menggunakan busa bila ada kemungkinan resiko bahaya listrik, dan jangan
sekali-sekali menggunakan air.
c. Jenis C bahan yang terbakar meliputi gas, misalnya metana, propana, acetilen,
dan butana.Untuk mengatasinya menutup zat yang dapat menimbulkan gas
yang mudah terbakar tersebut, dan dapat menggunakan pemadam kebakaran
jenis BCF.
d. Jenis D kebakaran berasal dari logam (metal) yang mudah terbakar seperti
natrium, kalium, dan magnesium. Untuk cara mengatasinya dengan
menggunakan pasir atau selimut api.

5.    Sengatan listrik

Terkena sengatan listrik atau kesetrum sangat berbahaya dan dapat menyebabkan
kematian seketika. Arus listrik yang melewati tubuh akan merusakkan jaringan
tubuh seperti saraf, otot, serta dapat mengacaukan kerja jantung. Pada korban
tersengat (kesetrum) listrik korban sering kali jatuh pingsan, mengalami henti
napas, denyut jantung tak teratur atau bisa jadi malah berhenti sama sekali, dan
mengalami luka bakar yang luas.
Berikut ini yang harus anda lakukan untuk menangani korban yang tersengat
listrik adalah :
 Lihat keadaan sekitar dan kondisi korban
Perhatikan terlebih dahulu kondisi si korban dan sekitarnya. Lihat apakah
korban masih terhubung dengan aliran listrik atau tidak. Jangan terburu-buru
langsung menyentuh atau memegang si korban. Jika korban masih terhubung
dengan listrik, bisa jadi kita akan ikut kesetrum, walhasil kita jadi ikut
menjadi korban.
 Matikan sumber lisrik
Cari sumber listriknya dan matikan. Jika tidak bisa, singkirkan sumber listrik
dari tubuh korban menggunakan benda yang tidak mengantarkan listrik,
semisal kayu, plastik, atau karet.
 Pindahkan korban
Jika lokasi kejadian tidak aman, pindahkan korban ke tempat lain, lalu segera
bawa korban ke pusat layanan medis terdekat. Bisa juga dengan menghubungi
nomor darurat agar si korban dijemput.
 Lakukan perawatan
Sambil menuju atau menunggu bantuan medis datang, baringkan korban
dalam posisi telentang. Posisi kaki diatur agar lebih tinggi dari kepala untuk
mencegah terjadinya shock. Periksa pula pernapasan dan denyut jantungnya.
Jika jantung atau napas korban terhenti, Anda bisa melakukan tindakan cardio
pulmonal resuscitation (CPR), dengan catatan Anda menguasai teknik ini.

GLOSARIUM

MSDS (Material Safety Data Sheet): memuat informasi mengenai sifat-sifat zat
kimia, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengunaan zat kimia, pertolongan
apabila terjadi kecelakaan, penanganan zat yang berbahaya.

APD (Alat Pelindung Diri): Kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja
sesuai bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan
orang di sekelilingnya.
Respirator: perangkat yang dirancang untuk melindungi pemakainya dari
menghirup berbahaya debu , asap, uap, atau gas.

Antidote: sebuah substansi yang dapat melawan reaksi peracunan. Secara jauh

Dekontaminasi: upaya mengurangi dan atau menghilangkan kontaminasi oleh


mikroorganisme pada orang, peralatan, bahan, dan ruang melalui disinfeksi dan
sterilisasi dengan cara fisik dan kimiawi.

Desinfeksi: upaya untuk mengurangi/menghilangkan jumlah mikro-organisme


patogen penyebab penyakit (tidak termasuk spora) dengan cara fisik dan kimiawi.

DAFTAR PUSTAKA

Himatekkim. 2016. Pengantar Kecelakaan Kerja di Laboratorium.


http://himatekkim.ulm.ac.id/id/kesehatan-dan-keselamatan-kerja-pengantar-
kecelakaan-kerja-di-laboratorium/
Diakses Pada Tanggal 16 November 2018 Pukul 21.18 WIB

Ma’ruf, Amal. 2015. P3K di Laboratorium dan P3K Luka Bakar.


http://apd-rumahsakit.blogspot.com/2015/11/p3k-di-laboratorium.html
Diakses Pada Tanggal 16 November 2018 Pukul 21. 16 WIB

Anda mungkin juga menyukai