Anda di halaman 1dari 12

TUGAS IV

Nama : Latifah Mei Arumsari

NIM : P07124519027

1. Seorang perempuan umur 25 tahun, bekerja sebagai PSK, mengharuskan


pelanggannyamenggunakan kondom. Dia sangat memperhatikan
kesehatannya dan sudah dua kalimelakukan papsmear dinyatakan normal dan
telah mendapat imunisasi cancer cervik.Tiap bulan mendapatkan penyuluhan
dari pihak puskesmas diantaranya penyakit menularseksual.Apakah tingkat
pencegahan yang dilakukan oleh PSK pada pelanggannya tersebut?

Jawaban dan teori : Menurut WHO(2017), ada dua buah tindakan yang dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya kanker serviks, yaitu :
1) Tindakan pencegahan primer (utama)
Pencegahan primer untuk mencegah terjadinya kanker serviks
adalah melalui vaksinasi HPV. Vaksinasi HPV membuat tubuh membentuk
antibodi terhadap virus HPV, sehingga virus yang masuk akan mati dan
tidak sampai menimbulkan kanker serviks.
Vaksin HPV dapat melindungi dari HPV tipe 6,11,16,18. HPV tipe
16 dan 18 penyebab 70% kanker serviks di seluruh dunia. HPV tipe 6 dan
11 menyebabkan kutil kelamin (genital warts). Vaksinasi HPV membuat
tubuh membentuk antibodi terhadap virus HPV sehingga virus yang
masuk akan mati dan tidak sampai menimbulkan kanker serviks serta kutil
kelamin.
Organisasi kesehatan internasional terkemuka di seluruh dunia
termasuk World Health Organization (WHO), US Centers for Disease
Control and Prevention (CDC), Health Canada, European Medicines
Agency (EMEA), Australia Therapeutic Goods Administration (TGA) dan
yang lainnya juga terus merekomendasikan penggunaan Vaksin HPV.
WHO GACVS telah mengumpulkan data surveilans pasca-
pemasaran dari Amerika Serikat, Australia, Jepang, dan dari perusahaan
manufaktur. Data tersebut dikumpulkan dari tahun 2006 sejak pertama
kali diluncurkannya vaksin HPV sampai tahun 2014. GACVS menyatakan
tidak menemukan isu keamanan yang dapat merubah rekomendasi
vaksinasi HPV. US CDC juga telah menyatakan bahwa pemantauan
keamanan pasca-lisensi dari Juni 2006 hingga Maret 2013 menunjukkan
bahwa tidak ada masalah keamanan baru terhadap vaksin HPV.

2) Tindakan pencegahan sekunder


Pencegahan sekunder dilakukan melalui deteksi dini dengan Tes Pap
Smear dan IVA.
Deteksi dini melalui Pap smear sebaiknya dilakukan seawal mungkin bagi
para perempuan yang sudah pernah berhubungan seksual.
Untuk meningkatkan akurasi bisa juga dilakukan pemeriksaan lain seperti
IVA dan kolposkopi.2 Skrining dengan IVA merupakan skrining yang
murah, mudah, dan dapat diaplikasikan di seluruh Indonesia. Skrining
dengan pap smear dapat dilakukan di tempat yang mempunyai fasilitas
pemeriksaan sitologi

Sumber :
The American Cancer Society. Guidelines for the Prevention and Early
Detection of Cervical Cancer 2016. Available at
https://www.cancer.org/cancer/cervical-cancer/prevention-and-early-
detection/cervical-cancer-screening-guidelines.htmlAccessed on July 25th,
2017
WHO Position Paper 2017. Available at
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/255353/1/WER9219.pdf?
uaAccessed on July 25th, 2017
2. Seorang perempuan umur 29 tahun datang ke BPM dengan keluhan kontrol
AKBK. Hasil anamnesis P1A0 post pemasangan AKBK 1 minggu yang lalu.
Klien mengatakan tidak mengalami keluhan yang berarti dan merasa cocok.
Hasil pemeriksaan KU baik, TD110/70mmHg, N 84kali/menit, S 36, P
16kali/menit, BB 54kg. Bagaimanakah mekanisme mencegah konsepsi
pemakaian konsepsi dari kasus tersebut.

Jawaban : mekanisme pencegahan kontrasepsi AKBK yaitu dengan


mencegah ovulasi atau pematangan sel telur dengan cara mekanisme umpan
balik ke kelenjar hipofisis, dan tidak terjadi ovulasi. Sehingga ketika ada
sperma yang masuk tidak akan bertemu dengan ovum dan tidak terjadi
pembuahan. Selain itu hormon yang terkandung pada AKBK juga
mengentalkan lendir leher rahim sehingga membuat sperma menjadi sulit
melaluinya.

Landasan teori :
AKBK/implan adalah kontrasepsi berupa kapsul kecil dari silikon yang
mengandung hormon progesteron. Cara kerjanya adalah yaitu AKBK yang
dimasukkan ke bawah kulit akan melepaskan hormon progestin dengan kadar
rendah, kemudian hormon tersebut akan mencegah ovulasi (pelepasan sel
telur), maka klien ini tidak akan berovulasi (tidak mengeluarkan ovum
matang) sehingga ketika ada sperma yang masuk tidak akan terjadi
pembuahan , karena sel telur tidak ada. Progestin yang dilepaskan AKBK
juga menebalkan lendir disekitar serviks yang akan mencegah sperma
memasuki rahim. Progestin juga akan menipiskan lapisan dinding rahim
sehingga jika ada sperma yang berhasil membuahi sel telur (sel telur yang
gagal dicegah ovulasinya), telur tersebut akan sulit menempel (implantasi)
pada dinding rahim untuk memulai kehamilan (Marmi, 2015)

Sumber :
1) Marmi. 2015. “Buku Ajar Pelayanan KB.” Yogyakarta : Pustaka Belajar
3. Seorang perempuan, umur 40 tahun datang ke BPM dengan keluhan haid
lebih banyakdari biasanya. Hasil anamnesis: P5 A1, akseptor KB Tubektomi
1 tahun, haid teraturtetapi jumlah haid lebih banyak dari biasanya dan disertai
stolsel saat menstruasi.Penderita DM tipe 2. Hasil pemeriksaan: KU sedang,
TD 110/70 mmHg, N 84x/mnt, S36,2 o C, P 16x/mnt, TB 159 cm, BB 56 Kg.
HB 9,5 gr/dl.
Kondisi apakah yang menjadi pemicu keluhan pada kasus tersebut?

Jawaban : Pemicu terjadinya menoraghia pada pasien tersebut merupakan


efek samping dari tubektomi yang ibu lakukan.

Landasan teori :
Wanita dengan tubektomi memiliki lebih banyak ketidakteraturan
menstruasi daripada mereka yang tidak memiliki tubektomi (24,3 vs 10%, P =
0,002). Wanita dengan tubektomi memiliki lebih banyak polimenore (9,3 vs
1,4%, P = 0,006), hipmenmenore (12,1 vs 2,1%, P = 0,002), menorrhagia
(62,9 vs 22,1%, P <0,0001) dan menometrorrhagia (15,7 vs 3,6 %, P = 0,001)
dibandingkan yang tanpa tubektomi. Ada perbedaan yang signifikan dalam
skor PBLAC antara wanita dengan dan tanpa tubektomi (P <0,0001).
Menurut regresi logistik, rasio odds usia [(OR = 1,08, interval kepercayaan
(CI): 1,07-1,17, P = 0,03)], tubektomi (OR = 5,95, CI: 3,45-10,26, P <0,0001)
dan operasi caesar ( ATAU = 2,72, CI: 1,49-4,97, P = 0,001) secara bermakna
dikaitkan dengan menoragia.
Hal ini dijelaskan dengan hipotesis bahwa gangguan menstruasi
disebabkan oleh efek merusak pada tubektomi pada fungsi ovarium melalui
peningkatan tekanan dalam sirkulasi arteri utero-ovarium atau gangguan
pasokan darah ovarium, akan tetapi beberapa peneliti belum mengamati
perubahan dalam fungsi ovarium. Selain itu, penelitian laboratorium yang
membandingkan wanita sebelum dan sesudah tubektomi tidak menemukan
kelainan konstan pada fungsi ovarium, menunjukkan tidak ada perbedaan
dalam hormon luteinizing (LH), hormon perangsang folikel (FSH) dan kadar
estradiol (E2) pada wanita yang menjalani tubektomi ketika dibandingkan
dengan kelompok non-tubektomi.
Sedangkan, penelitian lain mengatakan siklus menstruasi yang panjang
bisa menjadi faktor risiko untuk pengembangan diabetes tipe 2, terutama pada
perempuan dengan obesitas. Frekuensi oligomenorea sebelum diagnosis
diabetes hampir dua kali lipat lebih tinggi pada wanita dengan diabetes tipe 2
daripada pada kelompok kontrol (16,1% vs 8,5%, P = 0,03). Oligomenore
dikaitkan dengan diabetes tipe 2 setelah disesuaikan dengan usia, IMT,
tekanan darah sistolik, trigliserida, dan kolesterol lipoprotein densitas tinggi
(rasio odds, 3,89; interval kepercayaan 95%, 1,37 hingga 11,04). Di antara
wanita dengan oligomenorea sebelum diagnosis diabetes, frekuensi diabetes
tipe 2 secara signifikan lebih tinggi pada subyek obesitas daripada pada rekan
non-obesitas mereka (90,9% vs 30,0%, P = 0,03).

Sumber :
1) Jahanian Sadatmahalleh Sh, Ziaei S, Kazemnejad A, Mohamadi E.
Menstrual pattern following tubal ligation: a historical cohort study. Int J
Fertil Steril. 2016; 9(4): 477-482.
2) Shim, Unjin et all. Long Menstrual Cycle Is Associated with Type 2
Diabetes Mellitus in Korean Women. Diabetes and Metabolism Journal.
2011;35:384-389.

4. Seorang bidan Puskesmas melakukan kegiatan edukasi ke lokalisasi PSK


daerahbinaanya. Bidan bertemu dengan salah seorang PSK yang masih belia.
Dari hasilpengkajian diperoleh bahwa PSK tersebut menjadi PSK karena
faktor ekonomi.Jika menggunakan teori ABC manakah pernyataan
consequence yang paling tepatberdasarkan kasus di atas?

Jawaban :
Pada kasus tersebut terdapat seorang wanita yang masih belia terpaksa
bekerja sebagai PSK karena faktor ekonomi. Apabila dikaitkan dengan teori
ABC maka atas dasar untuk memenuhi kebutuhan ekonomi ia bekerja
(perilaku positif) akan tetapi cara gadis ini bekerja sebagai PSK merupakan
consequence yang melemahkan. Sehingga sebenarnya pada diri PSK tersebut
terdapat kebingungan atau kebimbangan. Disisi lain harus mencukupi
kebutuhan ekonomi untuk bertahan hidup akan tetapi pekerjaan yang
dilakukan merupakan suatu hal yang memiliki risiko besar terhadap kondisi
kesehatan PSK tersebut terutama pada kesehtan reproduksi. Hal ini maka
tergolong pada kategori perilaku positif-consequnce tidak menyenangkan
yang bisa melemahkan -perilaku baru. Oleh karena itu peran bidan disini
sebagai konselor sekaligus pendamping PSK tersebut supaya dapat merubah
mindset dan secara bersama-sama dapat membantu permasalahan yang
dihadapi PSK tersebut.
Bidan dapat memberikan konseling terkait risiko pekerjaan yang ditekuni
wanita tersebut. Apabila hal ini terus berlanjut maka tidak menutup
kemungkinan wanita ini dapat terkena penyakit/infeksi menular seksual,
kanker, HIV/AIDS karena sering bergonta-ganti pasangan yang tentunya
dapat berisiko pada nyawanya. Oleh karena itu sebagai awal menginisiasi
merubah perilaku wanita tersebut maka bisa diedukasi dengan memberikan
syarat kepada pelanggan supaya bisa menggunakan kondom saat
berhubungan seksual sembari memotivasi dan mendukung wanita tersebut
untuk mencari pekerjaan lain yang lebih aman untuk kondisi kesehatannya.
Akan tetapi, apabila wanita tersebut setelah diberikan konseling bisa sadar
akan kondisinya maka bisa di motivasi untuk mencari pekerjaan lain yang
kiranya pekerjaan tersebut mampu dan dimiliki keterampilannya oleh wanita
tersebut. Oleh karena itu, goals dari klasifikasi consequences ini yakni untuk
dapat merubah perilaku wanita tersebut ke perilaku yang baru.

Landasan Teori :
Perilaku merupakan fungsi dari lingkungan sekitar. Kejadian yang
terjadi di lingkungan sekitar dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu
kejadian yang mendahului suatu perilaku dan kejadian yang mengikuti suatu
perilaku. Kejadian yang muncul sebelum suatu perilaku disebut anteseden
sedangkan kejadian yang mengikuti suatu perilaku disebut konsekuensi
(McSween, 2003). Perilaku memiliki prinsip dasar dapat dipelajari dan
diubah dengan mengidentifikasi dan memanipulasi keadaan lingkungan atau
stimulus yang mendahului dan mengkuti suatu perilaku (Geller,2001)
Elemen inti dari modifikasi perilaku adalah model ABC dari perilaku.
Menurut model ABC, perilaku dipicu oleh beberapa rangkaian peristiwa
anteseden (sesuatu yang mendahului sebuah perilakau dan secara kausal
terhubung dengan perilaku itu sendiri) dan diikuti oleh konsekuensi (hasil
nyata dari perilaku bagi individu) yang dapat meningkatkan atau menurunkan
kemungkinan perilaku tersebut akan terulang kembali. Analisis ABC
membantu dalam mengidentifikasi cara-carauntuk mengubah perilaku dengan
memastikan keberadaan anteseden yang tepat dan konsekuensi yang
mendukung perilaku yang diharapkan (Fleming, M. & R. Lardner. 2002).
Anteseden yang juga disebut sebagai activator dapat memunculkan
suatu perilaku untuk mendapatkan konsekuensi yang diharapkan (reward)
atau menghindari konsekuensi yang tidak diharapkan (penalty). Dengan
demikian, anteseden mengarahkan suatu perilaku dan konsekuensi
menentukan apakah perilaku tersebut akan muncul kembali (Geller,2001a).
Hubungan antara anteseden, perilaku, dan konsekuensi dapat dilihat
pada gambar. Panah dua arah di antara perilaku dan konsekuensi menegaskan
bahwa konsekuensi mempengaruhi kemungkinan perilaku tersebut akan
muncul kembali. Konsekuensi dapat menguatkan atau melemahkan perilaku
sehingga dapat meningkatkan atau mengrangi frekuensi kemunculan perilaku
tersebut. Dengan kata lain, konsekuensi dapat meningkatkan atau
menurunkan kemungkinan kemungkinan perilaku akan muncul kembali
dalam kondisi yang serupa (McSween, 2003). Anteseden adalah penting
namun tidak cukup berpengaruh untuk menghasilkan perilaku. Konsekuensi
Consequences
menjelaskan mengapa orang mengadopsi perilaku tertentu (Fleming, M. & R.
Lardner.2002).

Antesenden Behaviour Consequences

Model ABC dapat digunakan untuk mempromosikan perilaku sehat


dan selamat. Sebagai contoh, analisis ABC dapat digunakan untuk
menyelidiki mengapa pekerja tidak menggunakan alat pelindung telinga pada
lingkungan yang bising dan mengidentifikasi bagaimana cara untuk
mempromosikan penggunaan Alat Pelindung
Telinga(APT)sehinggadapatmengurangikehilanganpendengaran(Fleming,M.
& R. Lardner. 2002)
1) Anteseden(Antecedents)
Anteseden adalah peristiwa lingkungan yang membentuk tahap atau
pemicu perilaku. Anteseden yang secara reliable mengisyaratkan waktu
untuk menjalankan sebuah perilaku dapat meningkatkan kecenderungan
terjadinya suatu perilaku pada saat dan tempat yang tepat. Anteseden
dapat bersifat alamiah (dipicu oleh peristiwa- peristiwa lingkungan) dan
terencana (dipicu oleh pesan/peringatan yang dibuat oleh komunikator)
(Graeff dkk.,1996).
Contoh anteseden yaitu peraturan dan prosedur, peralatan dan
perlengkapan yang sesuai, informasi, rambu-rambu, keterampilan dan
pengetahuan, serta pelatihan (Fleming, M. & R. Lardner. 2002). Menurut
Anne R. French seperti yang dikutip Roughton (2002), anteseden dapat
berupa safety meetings, penetapan tujuan, peraturan, perjanjian kontrak,
kebijakan dan prosedur, penambahan dan pengurangan
insentif,intruksi,penempatanrambuataulabelkeselamatan,pelatihan,pemod
elan.
Meskipun anteseden diperlukan untuk memicu perilaku, namun
kehadirannya tidak menjamin kemunculan suatu perilaku. Sebagai
contoh, adanya peraturan dan prosedur keselamatan belum tentu
memunculkan perilaku aman. Bagaimanapun adanya anteseden yang
memiliki efek jangka panjang seperti pengetahuan sangat penting untuk
menciptakan perilaku aman. Anteseden adalah penting untuk
memunculkan perilaku, tetapi pengaruhnya tidak cukup untuk membuat
perilaku tersebut bertahan selamanya. Untuk memelihara perilaku dalam
jangka panjang dibutuhkan konsekuensi yang signifikan bagi individu
(Fleming, M. & R. Lardner. 2002).
2) Behaviour
Behaviour (perilaku) merupakan segala apa yang kita lihat pada saat
kita mengamati seseorang melakukan aktivitas/pekerjaan (Ayers dalam
Issaac, 2000). Suatu pinpoint adalah deskripsi khusus dari kinerja yang
mengacu pada tindakan (proses) dari seseorang atau outcome yang
dihasilkan (Daniels dalam Issaac, 2000). Jadi jika sebuah organisasi tidak
merumuskan pinpoint ini dengan jelas maka tidak mungkin bisa
menetapkan ukuran kinerja secara obyektif dan melakukan perubahan
perilaku secara tepat.
Teori motivasi menjelaskan bagaiamana individu-individu dapat
dipengaruhi untuk bisa menyesuaikan diri pada perilaku yang baru.
Sebagian besar strategi organisasi adalah mensyaratkan terjadinya
perubahan perilaku di tempat kerja. Dalam hal ini sebenarnya yang
terjadi adalah proses penyesuaian diri pada perilaku baru yang akan
dibentuk tersebut oleh individu dan organisasi. Dalam hal ini akan terjadi
proses pembelajaran baik bagi individu maupun organisasi tentang
perilaku mana yang sukses dan mana yang gagal. Jadi, model
pengukuran kinerja diharapkan mampu menjadikan entitas menjadi
sebuah organisasi pembelajaran (learning organisation).
3) Consequences
Konsekuensi adalah perstiwa lingkungan yang mengikuti sebuah
perilaku, yang juga menguatkan, melemahkan atau menghentikan suatu
perilaku. Secara umum, orang cenderung mengulangi perilaku-perilaku
yang membawa hasil-hasil positif dan menghindari perilaku-perilaku
yang memberikan hasil-hasil negatif (Graeff dkk,1996). Konsekuensi
didefinisikan sebagai hasil nyata dari perilaku individu yang
mempengaruhi kemungkinan perilaku tersebut akan muncul kembali.
Dengan demikian, frekuensi suatu perilaku dapat meningkat atau
menurundengan menetapkan konsekuensi yang mengikuti perilaku
tersebut (Fleming, M. & R. Lardner.2002).
Konsekuensi dapat berupa pembuktian diri, penerimaan atau
penolakan dari rekan kerja, sanksi, umpan balik, cedera atau cacat,
penghargaan, kenyamanan atau
ketidaknyamanan,rasaterimakasih,danpenghematanwaktu(Roughton,200
2). Ada tiga macam konsekuensi yang mempengaruhi perilaku, yaitu
penguatan positif, penguatan negatif, dan hukuman. Penguatan positif
dan penguatan negatif memperbesar kemungkinan suatu perilaku untuk
muncul kembali sedangkan
hukumanmemperkecilkemungkinansuatuperilakuuntukmunculkembali(Fl
eming, M. & R. Lardner. 2002).
Penguatan positif dapat berupa mendapatkan sesuatu yang
diinginkan seperti umpan balik positif terhadap pencapaian, dikenal oleh
atasan, pjian dari rekan kerja, dan penghargaan. Penguatan negatif dapat
berupa terhindar dai sesuatu yang tidak diinginkan seperti terhindar dari
pengucilan oleh rekan kerja, terhindar dari rasa sakit, terhindar dari
kehilangan insentif, dan terhindar dari denda. Hukuman dapat berupa
mendapatkan sesuatu yang tidak diinginkan atau kehilangan sesuatu yang
dimiliki atau diinginkan seperti kehilangan keuntungan,
aksipendisiplinan, rasa sakit/cedera, dan perasaan bersalah (Fleming, M.
& R. Lardner.2002).

Sumber :
1) Fleming, M. & R. Lardner. 2002. Strategies to Promote Safe Behavior
As Part of A Health and Safety Management System. Norwich, Health
and
safetyExecutive.www.hse.gov.uk/research/crr_pdf/2002/crr02430.pdf
diaksestanggal 25/03/20 pkl 12.46WIB
2) McSween, Terry E. 2003. The Values-Based Safety Process:
Improving YourSafety CulturewithBehavior-
BasedSafety.2ndEdition.NewJersey,JohnWiley& SonsInc.
3) Roughton, James E. & James J. Mercurio. 2002. Developing an
Effective Safety Culture: a Leadership Approach. USA, Butterworth
Heinemann.

5. Di sebuah Puskesmas telah mengembangkan layanan klinik IMS. Layanan


yangdiberikan berupa konsultasi, pemeriksaan dan pengobatan penyakit IMS.
Layanan inidimaksudkan agar masyarakat mempunyai kemudahan akses dan
untuk mengurangiangka IMS.Termasuk dalam faktor apakah kasus di atas
berdasarkan model teori Precede-Procede(L. Green)?
Jawaban :
Kasus di atas termasuk dalam faktor mediasi yang membantu sebuah
lingkungan positif atau perilaku positif. Faktor ini dikelompokkan ke dalam 3
kategori : Faktor predisposisi, faktor pemungkin, faktor penguat.

Landasan Teori:
Berdasarkan model teori precede-proceede Lauren Green, faktor mediasi
yang membantu sebuah lingkungan positif atau perilaku positif. Faktor ini
dikelompokkan ke dalam 3 kategori : Faktor predisposisi, faktor pemungkin,
faktor penguat. Faktor predisposisi adalah yang dapat mendukung atau
mengurangi untuk memotivasi perubahan seperti sikap dan pengetahuan.
Faktor pemungkin adalah yang dapat mendukung atau mengurangi dari
perubahan seperti sumber daya dan keahlian. Faktor penguat yang dapat
membantu melanjutkan motivasi dan merubah dengan memberikan umpan
balik. Faktor-faktor ini dipilih untuk disajikan sebagai dasar pengembangan
program. Hal ini sesuai dengan kasus di atas yang mana puskesmas tersebut
telah mengembangkan layanan klinis IMS. Layanan yang diberikan yang
diberikan berupa konsultasi, pemeriksaan dan pengobatan penyakit IMS.
Sumber :
1. Sulaeman, Endang Sulistina, dkk. 2015. Aplikasi Model Precede-Proceed
Pada Perencanaan Program Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan
Berbasis Penilaian Kebutuhan Kesehatan Masyarakat. Jurnal Kedokteran
Yasri

Anda mungkin juga menyukai