Anda di halaman 1dari 9

Potensi Limbah Menjadi Berkah: “Melahirkan BaBE (Bahan

Bakar Etanol) di Desa Gumelar Kabupaten Banyumas Jawa


Tengah”
Oleh: Febiyanto, Izzuddin Robbani, dan Mohammad Afif

Kondisi Terkini dan Kebijakan Pemerintah terhadap Bahan Bakar Fosil di


Indonesia
Ketersediaan bahan bakar fosil semakin hari semakin menipis. Hal ini
karena perkembangan peradaban umat manusia telah memicu peningkatan
konsumsi penggunaan energi sepanjang waktu. Lainnya, bahan bakar fosil
mendominasi pemakaian bahan bakar oleh umat manusia di seluruh dunia dan
ketergantungan masyarakat dunia pun semakin besar terhadap sumber energi ini
(Akhadi, 2009). Tentunya hal ini pun tidak berbeda jauh di setiap pelosok wilayah
di Indonesia, tak terkecuali di Desa Gumelar Kabupaten Banyumas Jawa Tengah
yang sebagai besar masyarakatnya masih tergantung dengan bahan bakar fosil.
Oleh karena itu, energi alternatif menjadi perhatian yang mendalam untuk
mengurangi penggunaan bahan bakar fosil.
Melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 tahun 2006 tentang
Kebijakan Energi Nasional, Pemerintah telah menetapkan bauran energi nasional
tahun 2025 dimana peran minyak bumi sebagai energi akan dikurangi dari 52%
saat ini hingga kurang dari 20% pada tahun 2025. Pada tahun 2025 itu pula, energi
alternatif diharapkan mulai mengambil peran yang lebih penting dengan
menyuplai 17% terhadap bauran energi nasional (Legowo, 2007). Sehingga
penggunaan energi alternatif menjadi salah satu bentuk solusi yang terbaik dan
penting mengingat sumber bahan bakar dari fosil semakin menipis dan tidak dapat
diperbaharui.

Limbah Tapioka di Desa Gumelar Kabupaten Banyumas Jawa Tengah


Kecamatan Gumelar merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten
Banyumas yang berbatasan dengan Kabupaten Bumiayu di Provinsi Jawa Tengah.
Kecamatan Gumelar terdiri dari sepuluh desa dan beberapa diantaranya tersebar
beberapa industri tapioka guna menopang kegiatan ekonomi di Kecamatan
Gumelar. Berdasarakan data dari Kantor Kecamatan Gumelar Kabupaten
Banyumas (Gambar 1), sebaran industri tapioka terbanyak yakni sebesar 44% atau
sebanyak 18 industri tapioka berada di Desa Gumelar. Industri tapioka sangat
cocok dijalanakan di wilayah Gumelar, selain bahan baku mudah didapatkan, juga
karena tersedianya cukup air sebagi komponen utama pembuatan tepung tapioka
sehingga tidak membutuhkan biaya tambahan.
Proses produksi tepung tapioka pada industri tapioka berasal dari
pengolahan pati dalam umbi kayu atau ketela. Menurut Kementerian Lingkungan
Hidup, proses ekstraksi pati dari umbi berawal dari pencucian dan pengupasan
umbi. Tahap selanjutnya adalah pembuatan bubur dari umbi melalui proses
pemarutan. Suspensi pati hasil penyaringan dan pencucian akan terbawa oleh air
ini, sedangkan buburnya diparut untuk kedua kali. Proses ini dalam sebuah indutri
tapioka di Desa Gumelar Kabupaten Banyumas tidak hanya menghasilkan tepung
tapioka sebagai produk bernilai ekonomi namun juga hasil samping berupa limbah
yaitu limbah cair dan limbah padat (onggok) tapioka. Limbah cair salah satunya
sebagai agen pencemar. Menurut warga Desa Gumelar yang dukutip dalam
BanyumasNews.com (2009), mengatakan bahwa pencemaran air
sungai diakibatkan oleh aktivitas sebuah industri tepung tapioka yang berada di
sejumlah desa di Kecamatan Gumelar yakni Desa Gumelar.

Studi Kasus Pemanfaatan Limbah Tapioka di Desa Gumelar Kabupaten


Banyumas Menjadi BaBE
Mengambil momen penting pada tahun 2025 sesuai dengan kebijakan
pemerintah, maka diperlukan sumber energi alternatif yang lebih ramah
lingkungan terlebih dari bahan-bahan yang selama ini tidak termanfaatkan atau
menjadi limbah. Limbah adalah hasil buangan industri atau rumah tangga yang
dapat mencemari lingkungan. Oleh karena itu, perlu mengurangi dampak yang
terjadi dengan dimanfaatkan atau diolah (Utama dkk., 2013). Salah satunya adalah
limbah tapioka yang berada di Desa Gumelar Kec. Gumelar Kab. Banyumas yang
memilki produksi yang tinggi (Gambar 2). Limbah tapioka ini dihasilkan dari
industri tapioka. Limbah cair tapioka apabila dibuang begitu saja sangat
merugikan karena dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Hal serupa terjadi
jika limbah padatan tapioka dibuang ke sungai atau aliran air akan mencemari
lingkungan. Dampak ini akan terus menerus berlangsung karena industri tapioka
yang beroperasi hampir setiap harinya. Sehingga tak ayal dampak pencemaran
pun dapat dipastikan akan terus ada dan semakin bertambah parah dengan sistem
pengolahan atau pemanfaatan limbah yang tidak ada.
Limbah tapioka di Desa Gumelar memilki potensi sebagai bahan bakar
alternatif yang bernilai lebih sehingga tentunya tidak lagi menjadi sebuah masalah
namun menjadi berkah tersendiri jika dimanfaatkan secara optimal. Menurut
Utama dkk. (2013), limbah cair tapioka perlu dimanfaatkan karena masih
mengandung nutrisi yang berpotensi sebagai sumber energi. Nutrisi ini adalah
karbohidrat. Sedangkan menurut Balai Penelitian dan Pengembangan Industri
Semarang (1997), kandungan karbohidrat umbi kayu pada limbah padatan atau
onggok masih cukup tinggi, yaitu mencapai 67,93-68,30%. Kandungan
karbohidrat dalam kedua jenis limbah ini menjadi berkah tersendiri untuk
dimanfaatkan menjadi BaBE (Bahan Bakar Etanol).
Etanol dapat dihasilkan secara fermentatif oleh mikroba dari bahan-bahan
organik yakni karbohidrat dari limbah padat dan cair tapioka. Menurut
Tjokroadikoesoemo (1993), dengan menggunakan enzim-enzim hidrolase, maka
bahan pati atau karbohidrat dapat dihidrolisis menjadi gula sederhana yang siap
difermentasikan menjadi etanol. Salah satunya dengan bantuan fungi A. niger
yang menghasilkan enzim α-amilase dan enzim glukoamilase (Crueger and
Crueger, 1984). Alfa-amilase akan memotong ikatan α-1,4-glikosidik (Gambar 3)
pada molekul pati sehingga terbentuk molekul-molekul karbohidrat yang lebih
pendek. Salah satu hasil dari pemotongan dengan enzim ini adalah glukosa.
Sedangkan enzim glukoamilase selain memutus ikatan α-1,4-glikosida, juga
memutus ikatan α-1,6-glikosida yang mampu memecah pati menjadi glukosa.
Menurut Bastian (2012), rekasi fermentasi yang berlangsung ditunjukkan pada
gambar 4.
Etanol hasil ferementasi dapat digunakan sebagai bahan bakar. Etanol yang
digunakan sebagai bahan bakar yaitu etanol 10% dimana campuran etanol-bensin
sebagai bahan bakar kendaraan bermotor dengan perbandingan etanol: bensin
yakni sebesar 10%:90% disebut gasohol. Terlebih lagi untuk mengurangi bahan
bakar bensin yang mulai menipis, konsentrasi etanol dapat ditingkatkan sampai
dengan 85% (E85). Etanol sebagai bahan bakar kendaraan mempunyai beberapa
keuntungan, antara lain: etanol diproduksi dari sumber daya yang dapat
diperbaharui, terutama dari produk pertanian atau dari sampah pertanian,
pembakaran etanol lebih bersih daripada bahan bakar fosil, dan etanol dapat
mengurangi efek rumah kaca (Wang, 2002). Sehingga dengan penggunaan etanol
hasil fermentasi dapat menjadi alternatif sumber energi yang ramah lingkungan,
mengurangi konsumsi bahan bakar fosil khusunya di Desa Gumelar Kabupaten
Banyumas serta menyumbang penurunan penggunaan bahan bakar di tahun 2025.

Berkah BaBE di Desa Gumelar Kabupaten Banyumas Jawa Tengah


Etanol dapat dihasilkan dari limbah padat dan cair tapioka di Desa Gumelar
yang memilki industri pengolahan umbi kayu atau ketela menjadi tapioka. Hal ini
menjadi suatu keunikan tersendiri bagi daerah tersebut karena mampu mengolah
limbah menjadi bahan bakar alternatif. Sehingga tak ayal akan menjadi daerah
percontohan bagi daerah atau wilayah lainnya yang memiliki kondisi yang serupa
karena mampu memajukan daerahnya menjadi daerah yang mandiri dengan
mengolah limbah cari dan padat atau onggok yang tidak bermanfaat menjadi
BaBE (Bahan Bakar Etanol) sebagai penunjang kebutuhan bahan bakar sehari-
hari. Tak hanya itu saja, dengan menggunakan BaBE dari limbah, menjadi
indikator sebuah daerah yang memilki rasa kecintaan yang tinggi terhadap
lingkungan dan berbagai berkah lainnya yang dapat diambil dan dijadikan contoh
melalui penerapan BaBE sebagai bahan bakar alternatif untuk mengurangi
penggunaan bahan bakar fosil yang ada saat ini.
Daftar Pustaka
Akhadi, M., 2009, Ekologi Energi Mengenali Dampak Lingkungan dalam
Pemanfaatan Sumber – sumber Energi, Penerbit Graha Ilmu Yogyakarta.
Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Semarang, 1997, Laporan teknologi
Pengolahan Air Buangan Industri Tapioka, Balai Penelitian dan
Pengembangan Industri, Semarang.
Bastian, F., 2012, Notes of Live, diunduh dari
www.februadi.com/lecture/index.php/component/content/article/34-pati/47-
hidrolisa-pati (online), diakses tanggal 31 Januari 2014.
Crueger, W. and A. Crueger, 1984, Organic Feedstrocks Produced by
Fermentation. In Thomas, D.B (ed.) Biotechnology: A Texbook of Industrial
Microbiology, Madison: Sinauer Associates Inc.
Legowo E.H, 2007, Pengembangan Bioenergi di Indonesia, dalam Hambali E,
Mujdalipah S, Tambunan A.H, Pattiwiri A.W dan Hendroko R, 2008,
Teknologi Bioenergi, Agromedia Pustaka, Jakarta.
Prayitno, H.T., 2008, Pemisahan Padatan Tersuspensi Limbah Cair Tapioka
Dengan Teknologi Membran Sebagai Upaya Pemanfaatan dan
Pengendalian Pencemaran Lingkungan [Tesis], Universitas Diponegoro,
Semarang.
Tjokroadikoesoemo, P.S., 1993, HFS dan Indutri Ubi Kayu Lainnya, PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Utama, A.W., dkk., 2013, Produksi Alkohol, Nilai pH, dan Produksi Gas Pada
Bioetanol dari Susu Rusak dengan Campuran Limbah Cair Tapioka, Jurnal
Aplikasi Teknologi Pangan, Vol. 2 No. 2.
Wang, dkk., 2002, Fuel-Cycle Fossil Energy Use and Greenhause Gas Emisions
of Fuel Ethanol Produced from U.S.M Corn. www.ejpau.media.pl/series/art-
04.html.
_____, 2009, Sungai Gumelar Tercemar Limbah Tapioka, Pemerintah Tutup
Mata, diunduh dari http://banyumasnews.com/1498/sungai-gumelar-
tercemar-limbah-tapiokapemerintah-tutup-mata/ (online), diaskses tanggal
5 Februari 2014.
Lampiran 1: Gambar

Gambar 1: Data dari Sumber Kantor Kecamatan Gumelar, Kabupaten Banyumas

Grafik 1 Jumlah Industri Tapioka Per Desa

Kedung Urang
Kedung Urang
2% Cihonje
Cihonje
7%
Cilangkap
Cilangkap
12%
Gumelar Tlaga
44% Tlaga
10%
Samudra Kulon

Samudra Kulon Samudra


Samudra 20%
5%
Gambar 2: : Data dari Sumber Kantor Kecamatan
Gumelar Gumelar, Kabupaten Banyumas

Grafik 3 Kapasitas Produksi dan Volume Air


Limbah
Kapasitas produksi (ratusan
1200 kg/hari)
1030
Volume air limbah (m3/hari)
1000

800

600
450
400 309

200 135
80 85
3 1 18 4.5 24 25.5 40 12
0
Gambar 3: Pemotongan ikatan α-1,4-glikosida karbohidrat oleh enzim alfa
amilase (-amilase)

Gambar 4 : Reaksi pengubahan karbohidrat menjadi etanol (Bastian, 2012)


Lampiran 2 Identitas Penulis

a) Ketua

Nama : Febiyanto

NIM : H1A011050

Jurusan / Fakultas : MIPA (Kimia) / Fakultas Sains dan Teknik

Tempat, tanggal lahir : Cirebon, 1 Februari 1993

Universitas : Universitas Jenderal Soedirman

HP : 089651010741

Alamat : Jalan Pangeran Antasari RT: 14 RW: 05 Desa


Plumbon Kabupaten Cirebon 45155

Email : alchemistry11@gmail.com

b) Anggota

Nama : Izzuddin Robbani

NIM : H1B013040

Jurusan / Fakultas : MIPA (Matematika) / Fakultas Sains dan Teknik

Tempat, tanggal lahir : Banyumas, 26 Juni 1995

Universitas : Universitas Jenderal Soedirman

HP : 085747497917

Alamat : Jl. TKR No. 31 Rt 01 Rw 07 Ledug Kembaran


Purwokerto

Email : izzuddinrobbani.ir@gmail.com

Nama : Mohammad Afif


NIM : H1A013041

Jurusan / Fakultas : MIPA (Kimia) / Fakultas Sains dan Teknik

Tempat, tanggal lahir : Pati, 19 Juli 1994

Universitas : Universitas Jenderal Soedirman

HP : 085747222950

Alamat : Rusun Cinta Kasih Cengkareng Timur Jakarta


Barat

Email : alif1228@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai