Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PRAKTIKUM

MANAJEMEN TERNAK POTONG DAN KERJA

(Desa Tanaq Beak Dusun Lekong Siwak Kecamatan Narmada, Lombok Barat)

OLEH :

KELOMPOK 3 ( TIGA)
ANGGOTA DWI PUJI ASTUTI (B1D016065)
EMI SUTRIANI (B1DO16075)
ALWI AGIL (B1D016022)
AKBAR (B1D0160 )
ADI FIRMANSYAH (B1D016011)
BAGUS PURWANTO (B1D016038)
DEVI RISKA ARIANTY (B1D016052)
FAHMI ASDIN (B1D016085)
GUSTI MALAY MAHMOHD (B1D016098)

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2018
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya kepada kita, sehingga penulisan laporan “MANAJEMEN TERNAK
POTONG DAN KERJA” yang praktikumnya bertempat di Desa Tanaq Beak
Dusun Lekong Siwak Kecamatan Narmada, Lombok Barat ini dapat diselesaikan
tepat pada waktunya.

Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing,
yang telah membimbing kami baik dalam pelaksanaan praktikum maupun dalam
penyusunan laporan, sehingga laporan ini dapat di selesaikan tepat pada waktunya.

Kami juga menyadari, bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu, kami berharap kritik dan saran baik dari Dosen Pembimbing, maupun dari
teman-teman yang bersifat membangun.

Mataram, Januari 2018

PENULIS
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ternak merupakan salah satu sumber protein hewani yang sangat dibutuhkan
oleh manusia untuk pertumbuhannya.Salah satu ternak besar yang sekarang
sedang berkembang dan menjadi prospek usaha yang sangat bagus kedepannya
adalah sapi. Sapi merupakan ternak sebagai penghasil daging yang cukup bagus
disamping bisa diperah untuk dimanfaatkan susunya.
Pemeliharaan sapi potong di Nusa Tenggara Barat, di lakukan secara
ekstensif,semi intensif,dan intensif,Pada umumnya sapi-sapi yang dipelihara
secara intensif hampir sepanjang hari berada dalam kandang dan diberikan pakan
sebanyak dan sebaik mungkin sehingga cepat gemuk, sedangkan secara ekstensif
sapi-sapi tersebut dilepas dipadang pengem-balaan dan digembalakan sepanjang
hari.
Kebutuhan daging sapi sebagai salah satu sumber protein hewani semakin
meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap
pentingnya gizi yang seimbang, pertambahan penduduk dan meningkatnya daya
beli masyarakat. Salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan daging tersebut
yaitu dengan meningkatkan populasi, produksi dan produktivitas sapi potong.
Untuk itu bibit sapi potong merupakan salah satu faktor produksi yang
menentukan dan mempunyai nilai strategis dalam upaya mendukung terpenuhinya
kebutuhan daging, sehingga diperlukan upaya pengembangan pembibitan dan
penggemukan sapi potong secara berkelanjutan.
Usaha ternak sapi potong dapat dikatakan berhasil bila telah memberikan
kontribusi pendapatan dan dapat memenuhi kebutuhan hidup peternak sehari-hari,
Agar usaha ternak sapi potong menghasilkan sapi berkualitas, peternak harus
meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka dalam beternak sapi potong,
antara lain memilih bibit/bakalan yang baik, sistem pemeliharaan, pemberian
pakan yang baik, dan pengawasan terhadap kesehatan ternak. Hal inilah yang
melatar belakangi diadakannya praktek lapang produksi ternak potong  mengenai
Tatalaksana Pemeliharaan Sapi Potong.

1.2 Tujuan dan Kegunaan Praktikum


1.2.1 Tujuan Praktikum
Adapun Tujuan dari praktikum ini adalah:
1. Mempelajari bagaimana cara tatalaksana pemeliharaan sapi
2. Mempelajari bagaimana system beternak masyarat dalam
pemeliharaan ternaknya
3. Mempelajari bagaimana cara sistem perkawinan pada ternak dan sapi
yang mengalami birahi serta pada saat ternak mengalami
kebuntingan.
4. Untuk mengetahui jumlah teranak yang dipelihara oleh masyarakat di
desa lekong siwak.
5. Menganalisa masalah – masalah atau hambatan masyarakat atau
peternak terhadap ternaknya
6. Mengetahui berapa penghasilan peternak dari jumlah ternak yang
dipelihara
7. Mempelajari bagaimana cara mengukur bagian tubuh ternak seperti
panjang badan,lingkar dada,berat badan pita ukur.
1.2.2 Kegunaan praktikum
Adapun kegunaan dari praktikum ini adalah:
1. Agar dapat mengetahui bagaimana cara tatalaksana pemeliharaan sapi
2. Agar dapat mengetahui system beternak masyarat dalam
pemeliharaan ternaknya
3. Agar dapat mengetahui bagaiman cara sistem perkawinan pada ternak
dan sapi yang mengalami birahi serta pada saat ternak mengalami
kebuntingan.
4. Agar dapat mengetahui jumlah teranak yang dipelihara oleh
masyarakat di desa lekong siwak.
5. Agar dapat Menganalisa masalah – masalah atau hambatan
masyarakat atau peternak terhadap ternaknya
6. Agar dapat mengetahui berapa penghasilan peternak dari jumlah
ternak yang dipelihara
7. Agar dapat mengetahui bagaimana cara mengukur bagian tubuh
ternak seperti panjang badan,lingkar dada,berat badan pita ukur.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Sapi Potong

Sapi potong adalah sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan


karena karakteristik yang dimilikinya seperti tingkat pertumbuhannya cepat
dan kualitas daging cukup baik. Sapi-sapi inilah yang umumnya dijadikan
sebagai sapi bakalan, yang dipelihara secara intensif selama beberapa bulan,
sehingga diperoleh pertambahan berat badan yang ideal untuk dipotong
(Abidin, 2002).

Sapi Bali dikenal dengan nama Balinese cow yang kadang-kadang


disebut juga dengan nama Bibos javanicus. Berdasarkan hubungan silsilah
famili Bovidae, kedudukan sapi Bali diklasifikasikan ke dalam subgenus
Bibovine tetapi masih termasuk genus bos. Sapi Bali ini diduga berasal dari
pulau Bali, pulau ini sekarang merupakan pusat penyebaran/distribusi sapi
untuk Indonesia, karena itu dinamakan sapi bali yang didomestikasi sejak
zaman rasejarah 3500 SM (Williamson dan Payne, 1973).

2.2 Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong

1. Perkandangan
Pembangunan kandang harus memberikan kemudahan perawatan sapi,
mencegah sapi supaya tidak berkeliaran, dan menjaga kebersihan lingkungan.
Dengan adanya kandang, pengamanan terhadap pencuri sapi akan lebih
terjaga (Siregar, 2008).
a. Syarat Kandang
Kandang  merupakan salah satu unsur penting dalam suatu usaha
peternakan, terutama dalam penggemukan ternak potong. Bangunan
kandang yang baik harus bisa memberikan jaminan hidup yang sehat dan
nyaman. Bangunan kandang diupayakan pertama-tama untuk melindungi
sapi terhadap gangguan dari luar yang merugikan, baik dari sengatan
matahari, kedinginan, kehujanan dan tiupan angin kencang.
b. Kontruksi Kandang
Konstruksi kandang harus kuat serta terbuat dari bahan- yang
ekonomis dan mudah diperoleh. Di dalam kandang harus ada drainase dan
saluran pembuangan Iimbah yang mudah dibersihkan. Tiang kandang
sebaiknya dibuat dari kayu berbentuk bulat agar Iebih tahan lama
dibandingkan dengan kayu berbentuk kotak. Selain itu, kayu bulat tidak
akan melukai tubuh sapi, berbeda dengan kayu kotak yang memiliki sudut
tajam,(Wello, 2011).
Dalam perkandangan yang perlu diperhatikan adalah :
 Atap kandang
 Tinggi kandang
  Kerangka kandang
 Dinding kandang
 Lantai kandang
 Tempat pakan dan air minum
 Selokan

c. Model Kandang
Menurut Tomatala (2008), ada 2 model kandang sapi, yakni kandang
bebas (loose housing) dan kandang konvensional (conventional/stanchion
barn).
 Kandang Bebas
Kandang bebas merupakan barak atau areal yang cukup luas
dengan atap diatasnya. Kandang ini ditempati populasi sapi tanpa
adanya batasan sedikit pun.
 Kandang konvensional
Posisi ternak yang dipelihara di dalam kandang dibuat sejajar,
lazim disebut sistem stall. Susunan stall ada tiga macam
yaitu stall tunggal, stall ganda tail to tail, danstall face to face.
d. Peralatan Kandang
Dalam kegiatan pemeliharraan ternak, dibutuhkan peralatan untuk
keperluan di dalam kandang. Peralatan hendaknya selalu dalam keadaan
bersih, adapun peralatan kandang yang diperlukan antara lain sbegai
berikut:
 Ember
 Sikat
 Sekop
 Sapu
 Gerobak

2. Pemilihan Bibit
Pemilihan bibit akan menentukan majunya peternakan yang akan
dikembangkan. Bangsa-bangsa tertentu cocok apabila keadaan iklim dan
pakan sesuai sehingga mampu memberikan keuntungan tertentu
dibandingakan bangsa lainnya. Pemilihan suatu bangsa sapi tergantung pada
kesukaan peternak, keadaan lingkungan, kemampuan adaptasi, pertambahan
berat badan. (Blakely dan Blade, 1996)

3. Pakan
Pakan yang diberikan untuk sapi potong harus cukup, baik mengenai
mutu maupun jumlahnya. Pakan bagi ternak berfungsi untuk kebutuhan hidup
pokok dan pertumbuhan. Pakan yang kurang akan menghambat pertumbuhan.
Hal yang terpenting adalah pakan dapat memenuhi kebutuhan protein,
karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral bagi ternak.
Pakan ternak digolongkan menjadi 3 yaitu :
 Pakan Hijauan
Pakan hijauan ialah semua bahan pakan yang berasal dari
tanaman ataupun tumbuhan, misalnya bangsa rumput
(Gramineae), legum dan tumbuh-tumbuhan lain. Pakan hijauan
ini dapat diberikan dalam dua macam bentuk, yaitu dalam bentuk
hijauan segar (diberikan dalam keadaan masih segar ataupun
berupa “silase”) dan dalam bentuk kering, bisa berupa “hay”
(hijauan yang sengaja dikeringkan) atau jerami kering (sisa hasil
ikutan pertanian yang dikeringkan). Pakan hijauan ini banyak
mengandung serat kasar. Seekor ternak sapi diberi hijauan
tergantung dari berat badannya, sekitar ± 10% dari berat badan.
 Pakan Konsentrat (Penguat)
Pakan konsentrat adalah campuran bahan-bahan makanan yang
dicampur sedemikian rupa sehingga menjadi suatu bahan
makanan yang berfungsi untuk melengkapi kekurangan gizi dari
bahan makanan lainnya (hijauan). Pakan konsentrat mempunyai
kandungan serat kasar rendah dan mudah dicerna. Pemberian
pakan konsentrat per ekor per hari ± 1% dari berat badan.
Contoh bahan pakan konsentrat adalah dedak, katul, bungkil
kelapa, tetes, jagung dan berbagai ubi.
 Pakan Tambahan
Pakan tambahan dapat berupa vitamin, mineral dan urea. Pakan
tambahan ini dibutuhkan oleh sapi yang dipelihara secara
intensif, yang hidupnya berada di dalam kandang terus menerus.
Vitamin yang dibutuhkan ternak sapi adalah vitamin A (karotina)
dan vitamin D. Mineral dibutuhkan oleh sapi untuk berproduksi.
Mineral yang dibutuhkan oleh sapi terutama adalah Ca dan P. Ca
dan P ini dapat diperoleh dari tepung tulang (mengandung 23-
33% Ca dan 10-18% P). Urea hanya dapat diberikan kepada sapi
dalam jumlah yang sangat terbatas, yaitu 2% dari seluruh ransum
yang diberikan.

4. Penanganan Limbah
Limbah peternakan dapat mendatangkan keuntungan yang berpotensi
apabila dikelola dengan baik. Kotoran cair dan padat dari ternak pada
umumnya digunakan sebagai pupuk organik bagi tanaman pertanian ataupun
lahan hiajuan makanan ternak (Daryanto, 2007).

5. Reproduksi
a. Pelaksanaan Perkawinan
Berdasarkan standart Departemen Pertanian (2006), sapi pejantan yang
digunakan sebagai pemacek harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
umur 3 – 4 tahun, kesehatan organ reproduksi secara umum baik, libido
tinggi, tidak cacat dan bobot badan diatas 300 kg.
b. Pemeriksaan Kebuntingan
Salah satu cara untuk cara untuk memeriksa kebuntingan pada ternak
yaitu palpasi rektal. Palpasi rektal pada sapi dilakukan dengan meraba
uterus melalui rektum rectal untuk mengetahui perkembangan fetus bila
terjadi kebutingan. Metode ini dilakukan pada masa awal kebuntingan
hasilnya, cukup akurat dan dapat diketahui segera (Hafez, 1993).
c. Tahap-tahap Kelahiran
Kelahiran ternak terdiri dari tiga tahap yaitu : 1) adanya kontraksi aktif
serabut-serabut urat daging longitudinal, sirkuler pada dinding uterus dan
dilatasi cervix. 2) pemasukan fetus kedalam saluran kelahiran yang
berdilatasi, rupture kantung allantois, kontraksi abdominal atau perejanan
dan pengeluaran fetus melalui vulva. 3) pengeluaran selaput fetus dan
involusi uterus, sesudah pengeluaran fetus uterus tetap berkontraksi secara
kuat selama 48 jam dan melemah (Gillitte dan Holm, 1963).
d. Penanganan Kelahiran
Menurut Ebert (2006) pedet yang baru lahir tidak memiliki antibodi
untuk memproteksi dirinya dari penyakit. Sesaat setelah dilahirkan induk
memberikan antibodi pasif melalui pemberian kolostrum, kolostrum
mengandung antibodi dalam bentuk immunoglobulin (Ig) yang dapat
melindungi pedet dari serangan penyakit.
e. Recording dan Identifikasi Pada Pedet
Penandaan pada ternak, sangat penting untuk recording yang akurat
untuk tiap ternak, dalam program pemuliaan ternak adanya tanda pada
ternak akan mempermudah untuk mengetahui silsilah dari tiap ternak.
Selain itu adanya tanda pada ternak yang didukung oleh recording yang
akurat dapat memberikan gambaran produksi dari ternak tersebut (Ebert,
2006).

2.3 Penggemukan Sapi

Penggemukan sapi adalah usaha memacu pertumbuhan sapi untk


mencapai peningkatan bobot badan pada fase pertumbuhan yang tepat. Sistem
penggemukan terdiri dari tiga macam, yaitu dry lot fattening, pasture
fattening, dan kombinasi antara keduanya (Siregar, 2008).

Penggemukan dry lot fattening diperuntukkan bagi sapi berumur 1


tahun dan lamanya penggemukan sekitar 4-6 bulan dengan pemberian biji-
bijian atau kacang-kacangan. Penggemukan pasture fattening yaitu sapi yang
digembalakan di padang penggembalaan. Kombinasi pasture – dry lot
fattening dilakukan di daerah tropis dengan cara pada saat musim penghujan
ternak dilepas di padang penggembalaan dan pada saat musim kemarau ternak
dikandangkan dan diberi makanan biji-bijian dan hay. Hasil akhir ternak sapi
potong adalah sapi yang gemuk dan dapat menghasilkan karkas sebesar 59%
dari bobot tubuh dan recahan sebanyak 46,5%. Waktu yang dibutuhkan untuk
pembesaran sapi tergantung target akhir dari bobot sapi yang ditentukan dan
bakalan sapi yang dibesarkan.

2.4 Usaha Ternak Potong


Gunardi (1998) dalam mengemukakan bahwa usaha untuk mencapai
tujuan pengembangan ternak sapi dapat dilakukan dengan tiga pendekatan,
yaitu (1) pendekatan teknis dengan meningkatkan kelahiran ternak,
menurunkan kematian, mengontrol pemotongan ternak dan perbaikan genetic
ternak; (2) pendekatan terpadu yang merupakan teknologi produksi,
manajemen ekonomi, pertimbagan social budaya yang tercakup dalam sapta
usaha peternakan serta pembentukan kelompok peternak yang bekerjasama
dengan instansi-ianstansi terkait dan (3) pendekatan agribisnis dengan tujuan
mempercepat pengembangan peternakan melalui integarsi dari keempat aspek
(lahan, pakan,plasma nutfah dan sumberdaya manusia), proses
produksi,pengolahan hasil dan pemasaran.
Pola pengembangan ternak sapi potong rakyat pada prinsipnya
terdapat dua model, yakni (1) pola swadaya dan (2) pola kemitraan. Pola
swadaya merupakan pola pengembangan peternakan rakyat yang
mengandalkan swadaya dan swadana peternak baik secara individu maupun
kelompok. Sedangkan pola kemitraan (PIR-NAK) merupakan kerjasama
antara perusahaan inti dengan peternak rakyat sebagai plasma dimana dalam
kerjasama atau kemitraan ini, seluruh kegiatan pra-produksi, produksi
BAB III
MATERI DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Manajemen Ternak Potong dan Kerja ini dilaksanakan Hari
Minggu- sabtu, tanggal Maret 2018 bertempat di kelompok ternak Briuk maju
dusu Lekong siwak, Desa Tanaq Beak, Kecamatan Narmada, Kabupaten
Lombok Barat.

3.2 Materi Praktikum


3.2.1 Alat Praktikum
Adapun alat yang digunakan dalam Praktikum Manajemen Ternak
Potong dan Kerja ini adalah :
1. Pita Ukur
2. Tongkat Ukur
3. Stopwatch
4. Timbangan pakan
3.2.2 Bahan Praktikum
Adapun bahan yang digunakan dalam Praktikum Manajemen Ternak
Potong dan Kerja ini adalah :
1. Sapi Peternak
2. Rumput(pakan)

3.3 Metode Praktikum


3.3.1 Cara Kerja
1. Tahap I : Mengunjungi lokasi tempat praktikum sekaligus perkenalan kepada
peternak.
2. Tahap II : Wawancara terhadap peternak selaku responden sekaligus
pengamatan terhadap ternak yang meliputi pengamatan : panjang badan,
lingkar dada, kondisi tubuh, kehalusan bulu, kondisi mata, pengukuran luas
kandang dan pengukuran tempat makan dan minum.
3. Tahap III : Pengamatan umur ternak melalui pengamatan berapa jumlah gigi
seri yang tumbuh.
4. Tahap IV : Melakukan pengukuran dan perhitungan pada ternak meliputi :
lingkar dada ternak, panjang ternak, dan bobot badan ternak menggunakan
pita ukur dan tongkat ukur, serta berdasarkan perhitungan menggunakan
rumus.
5. Tahap V : Pembersihan tempat pakan kemudian penimbangan pakan yang
diberikan, dan sisa pakan selama 24 jam sebanyak 3 kali penimbangan
sehingga akan mendapatkan konsumsi sapi yang di amati.
6. Tahap VI : Pengamatan kesehatan ternak, dan analisa ekonomi usaha ternak.
7. Tahap VII : Pemberian hadiah pada peternak dan ucapan terima kasih kepada
peternak.
3.3.2 Variabel Yang Diamati
Adapun variabel yang diamati dalam Praktikum Manajemen Ternak Potong
dan Kerja ini adalah :
1. Pendidikan peternak : pengetahuan tentang beternak, pengalaman beternak.
2. Manajemen pemeliharaan : sistem yang digunakan, teknik pemberian pakan
dan konsumsi pakan per hari, tatalaksana perkembangbiakan, penjualan,
perkandangan dan kesehatannya.
3. Struktur populasi : jumlah ternak yang dimiliki peternak, ternak di jual,
ternak lahir, ternak mati dan di afkir.
4. Produktifitas ternak : mengamati produksi dan reproduksi ternak.
5. Ukuran-ukuran tubuh ternak seperti lingkar dada, panjang badan, dan tinggi
gumba, berat badan berdasarkan pita ukur,dan rumus.
6. Analisa ekonomi peternak : menghitung pendapatan bersih dan pendapatan
peternak.
3.3.3 Definisi Operasional
Adapun definisi operasional dalam praktikum Manajemen Ternak Potong dan
Kerja ini yaitu sebagai berikut :
1. Struktur Populasi adalah :Proporsi anak, muda dan dewasa pada masing-
masing jenis kelamin ternak yang ada saat pengamatan. Yakni; dengan
mencatat jumlah sapi yang dikatagorikan sebagai anak, muda dan dewasa
yang dipelihara oleh responden kemudian diidentifikasi menurut jenis
kelamin.
2. Populasi Dasar adalah : Total populasi ternak yang ada pada tahun
pengamatan ,yakni; total dari ternak yang dimiliki saat pengamatan, ternak
mati, ternak keluar (dijual, dipotong pengembalian kadasan,
disumbangkan dll) dikurangi ternak yang dibeli pada tahun tersebut.
3. Service per Conception (S/C) adalah : Jumlah perkawinan untuk satu
kebuntingan/berapa kali ternak dikawinkan alam/(IB) untuk menghasilkan
kebuntingan.
4. Angka Kelahiran (Calf Crop/Calving Rate) adalah :Jumlah anak yang
lahir pertahun dibagi dengan jumlah betina dewasa atau populasi dikali
100%.
5. Panen Pedetadalah : Dihitung dari jumlah anak yang lahir hidup dalam
setahun dibagi dengan jumlah betina dewasa atau populasi dikali 100%.
6. Umur Produktifadalah : Umur mulai digunakan dalam pembiakan sampai
dijual atau afkir.
7. Lama digunakan dalam Pembiakanadalah : Lama waktu sejak pertama kali
kawin(anak I) sampai di afkir Jumlah anak yang dapat dilahirkan selama
hidup dikurangi satu dikalikan jangka beranak dikurangi umur kawin I.
8. Angka Kemajiranadalah : Jumlah sapi jantan (kebiri) dan betina yang
tidak mampu menghasilkan keturunan.
9. Umur Afkiradalah : Dihitung berdasarkan jumlah anak yang dapat
dilahirkan induk selama hidup dikurangi satu dikalikan jangka beranak
dan ditambah dengan umur kawin I. Dapat juga diketahui berdasarkan
rata-rata umur ternak dijual/ dipotong.
10. Angka Kematianadalah : Persentase ternak yang mati dalam satu tahun
dari populasi dan atau betina dewasa.
11. Pertumbuhan Alami / Natural Increase (NI)adalah : Selisih antara angka
kelahiran dengan angka kematian.
12. Net Replacement Rate (NRR)adalah : Jumlah anak betina yang lahir dan
dapat hidup sampai pada umur tertentu dibagi dengan jumlah kebutuhan
ternak betina pengganti setiap tahun dikalikan 100%.
13. Service Period ( Days Open/ Heat Period) adalah : Waktu yang
dibutuhkan sejak melahirkan sampai pada perkawinan kembali.
14. Non Return Rateadalah : Sapi betina yang dikawinkan kembali setelah
perkawinan pertama dan tidak bunting (dinamakan juga kawin ulang).

3.3.4 Analisis Data


Analisis data di yang di gunakan berdasarkan hasil pengamatan dan
wawancara dengan peternak Kelompok Tani Ternak Lekong Siwak Briuk Maju,
Dusun Lekong Siwak, Desa Tanaq Beak, Kecamatan Narmada yang meliputi
jumlah pemberian pakan, tinggi badan, berat badan berdasarkan pita ukur, dan
hitungan serta kemudian data atau hasil di tabulasi menurut jenis perhitungannya
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara bersama peternak di dusun
Lekong Siwak desa Tanaq Beak, Kecamatan Narmada, Kab. Lombok
Barat( kelompok ternak “Beriuk Maju” Narmada ) di dapatkan hasil sebagai
berikut :

4.1.1. PETERNAK : SAPI / KERBAU *)

A. Identitas Peternak

Tabel 1.1. Identitas peternak

No Variabel X-SD

1 Umur peternak (tahun)


 20 – 30 tahun 12,11 ± 10,89
 30 – 40 tahun 131,11± 10,89

 40 – 50 tahun 87,11 ± 10,89

 50 – 60 tahun 98,11 ± 10,89


Rata – rata 41,33 ± 10,89
2 Pendidikan
 TSD 1 (11%)
 SD 3 (33%)

 SLTP 2 (22%)

 SLTA 3 (33%)
0 (0%)
 PT
Rata – rata 20% ± 100%
3 Tanggungan keluarga
 1 orang
 2 orang
 3 orang 16,36 ± 1,46

 4 orang 2,36 ± 1,46

 5 orang
4,36 ± 1,46
 6 orang
5,36 ± 1,46
 7 orang
Rata – rata 3,88 ± 1,46
4 Pekerjaan pokok
 Peternak 3 (33%)
 Petani 5 (56%)

 Pegawai negeti/TNI 0 (0%)

 Pegawai swasta 0 (0%)


0 (0%)
 Pedagang/pengusaha
1(11%)
 Buruh/pertukangan
0 (0%)
 Lainnya
Rata – rata 33% ± 100%
5 Pekerjaan sampingan
 Peternak 4 (50%)
 Petani 1 (13%)

 Pegawai negeti/TNI 0 (0%)

 Pegawai swasta 0 (0%)


0 (0%)
 Pedagang/pengusaha
2 (25%)
 Buruh/pertukangan
1 (13%)
 Lainnya
Rata – rata 25% ± 100%
6 Pemilikan lahan
 Lahan pekarangan (are) 7,21 ± 0,79
 Lahan sawah (are) 15,32 ± 86,68

 Kebun (are) 23,33 ± 2,67


Rata – rata
7 Kursus berternak yang pernah diikuti
 Pernah 1 (11%)
 Tidak pernah 8 (89%)
Rata – rata 50% ± 100%
8 Pengalaman beternak
 1 tahun 1 (14%)
 2 tahun 0 (0%)

 3 tahun 1 (14%)

 4 tahun 0 (0%)
0 (0%)
 5 tahun
0 (0%)
 6 tahun
3 (43%)
 7 tahun
0 (0%)
 8 tahun
1 (14%)
 9 tahun
1 (14%)
 10 tahun
Rata – rata 20% ± 100%

B. Pemilikan Ternak

Tabel 2.1. Pemilikan Ternak


No Variabel X – SD
1 Jumlah ternak yang dimiliki
 Sapi 9 (100%)
 Kerbau 0 (0%)

 Kambing 0 (0%)

 Domba 0 (0%)
0 (0%)
 Kuda
0 (0%)
 Babi
Rata – rata 100%
2 Bangsa ternak yang dimilki
 Sapi bali 6 (67%)
 Sapi simental 0 (0%)

 Sapi simbal 0 (0%)

 Silangan 3 (33%)
Rata – rata 50% ± 100%
3 Ciri khas sapi
Sapi jantan
 Bulu
 Tanduk
 Warna
Sapi betina
 Bulu
 Tanduk
 Warna
Anak sapi
 Bulu
 Tanduk
 Warna
4 Asal usul ternak
 Keturunan sendiri 2,29 ± 0,71
 Membeli Dipasar hewan
 Membeli dari perorangan 4,59 ± 1,41

 Bagi hasil atau pemberian


 Warisan orang tua
10,48 ± 0,52
 Kadasan dari pemerintah
 Kadasan tetangga atau swasta

Tabel 2.2. Struktur populasi ternak responden

Umur Fisiologis Jantan (ekor) Betina (ekor) Jumlah (ekor) Ciri/warna


Anak menyusui 1 2 3
Anak sapihan 4 1 5
Muda :*) 1 1
I0 1 1
I1 - - -
Dewasa*) 3 3
I2 1 1 2
I3 2 2
I4 1 4 5
Terasah
Jumlah : ekor 8 14 22
Keterangan : *) : pengamatan gigigeligi

Tabel 2.3. Rata-rata ukuran tubuh dan berat sapi / kerbau responden

Sex Umur Warna Panjang Lingkar Tinggi


Badan Dada Badan
Betina Menyusui 95 51 65
Jantan Sapihan 99.00 135.00 102.00
Jantan Muda 89.67 115.00 87.67
Betina Muda 87 119 115
Betina I0 100 134 98
Betina I2 121 155 109.5
Betina I3 118.67 146.33 97.00
Jantan I4 102 155 106
Betina I4 120.71 146.43 119.14

C. Tatalaksana Pemeliharaan Ternak

Tabel 3.1.Tatalaksana pemeliharaan ternak

No Variabel Nilai / Satuan

1 Cara pemeliharaan ternak


 Dikandangkan
 Ya 9 (100%)
 Tidak 0 (0%)
 Diikat terus menerus (tanpa memiliki kandang) 0 (0%)

 Diikat dan dikandangkan 9 (100%)

 Dilepas begitu saja 0 (0%)


0 (0%)
 Dilepas dan pada saat tertntu di kandangkan
0 (0%)
 Dipelihara pada padang penggembalaan
2 Kandang yang digunakan :
 Kelompok 9 (100%)
 Sendiri 0 (0%)
3 Kondisi kandang tersebut adalah :
 Rata – rata luas kandang 5 x 5 meter
 Model kandang
 Monitor -
 Semi monitor -
 Gable 9 (100%)
 Shade -

 Bahan bangunan kandang


 Dinding
- Tanpa dinding -
- Bambu 6 (60%)
- Papan (kayu) 3 (30%)
- Pagar hidup -
- Permanen 1 (10%)

 Atap
- Tanpa atap -
- Alang-alang -
- Rumbia -
- Jerami -
- Seng 1(11%)
- Genteng -
- Asbes 8(89%)

 Lantai
- Tanah dipadatkan -
- Bata ditimbun tanah -
- Bata disemen 9 (100%)
- PC -

4 Tempat makan dari


 Kayu 9(100%)
 Bambu
Rata – rata ukuran tempat pakan 2 x 19 meter
5 Tempat minum
 Permanen
 Ember 9 (100%)

 Lainnya
6 Rata – rata perkiraan biaya kandang Rp. 2,841,667
7 Umur tekhnis kandang 5 tahun
8 Frekuensi pemberian pakan di kandang setiap hari:
 1 kali 2 (22%)
 2 kali 4 (44%)

 3 kali 3 (33%)

 4 kali -
-
 Tidak tentu
9 Apakah bapak biasa menyediakan air minum pada ternaknya ?
 Ya, tiap hari 6 (67%)
 Ya, sewaktu-waktu 3 (33%)

 Tidak pernah -

10 Apakah bapak biasa menyediakan garam pada ternaknya ?


 Ya, tiap hari 1 (11%)
 Ya, sewaktu-waktu 5 (56%)

 Tidak pernah 3 (33%)

11 Apakah bapak biasa memandikan / mengubangkan ternaknya ?


 Ya, tiap hari 2 (22%)
 Ya, sewaktu-waktu 6 (67%)

 Tidak pernah (alasan) 1 (11%)

12 Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam beternak


 Anggota keluarga sendiri 9 (100%)
 Tenaga dari luar (orang lain) -

 Anggota keluarga + orang lain -


13 Hamabatan dalam pemeliharaan:
 Tidak ada hambatan 2 (56%)
 Ada hambatan 7 (22%)
14 Hambatan utama dirasakan dalam segi :
 Mencari pakan 8 (62%)
 Kurangnya padang penggembalaan 3 (23%)
 Kesulitan tenaga kerja -
 Penyakit 1 (8%)

 Keamanan / nonteknis 1 (8%)

 Lainnya -

Tabel 3.2. Pemberian pakan di kandang dan jumlah konsumsi

Jumlah Pakan (Kg/Ekor/Hari) Asal


Bahan Pakan
Anak Muda Dewasa Beli Tanam Cari
Rumput
lapangan
Rumput unggul
1.
2.
Legume
Limbah
1.
2.
Konsentrat
1.
2.
Pakan penguat
1.
2.
4.1.2. PRODUKTIVITAS TERNAK

A. Perkawinan Ternak Betina

Tabel 4.1. Pemilikan Ternak

No Variabel Nilai / Satuan

1 Perkawinan ternak biasanya terjadi :


 Sepanjang tahun 4 (50%)
 Hanya pada saat/musim tertentu saja 4 (50%)

 Musim hujan pada bulan


 Musim kemarau pada bulan
 Tidak pernah tahu
2 Cara mengawinkan ternak :
 Kawin alam 4 (40%)
 Kawin suntik 6 (60%)
3 Tempat terjadinya perkawinan ternak biasanya terjadi di :
 Padang penggembalaan
 Kandang 9 (100%)

 Dibawa ketempat pejantan


 Tidak pernah tahu
4 Apakah bapak menyewa pejantan untuk mengawini ternak ?
 Ya 5 ( 63%)
 Tidak 3 (38%)
5 Apakah peternak mengetahui gejala birahi ternaknya :
 Ya 9 (100%)
 Siang
 Malam
 Tidak
6 Bila ya, apakah bapak segera berusaha mengawinkan
ternaknya ? 9 (100%)
 Ya -
 Tidak
7 Kapan biasanya timbul birahi pertama setelah beranak
 1-2 bulan 1 (14%)
 2-3 bulan 4 (57%)

 3-4 bulan 0 (0%)

 4-5 bulan 1 (14%)


1 (14%)
 > 5 bulan
8 Umur ternak sapi sebaiknya mulai dikawinkan pertama kali
 Sapi betina
 Umur (tahun) ± 2 tahun
 Sapi jantan
 Umur (tahun) ± 2,5 tahun
9 Sapi sehabis beranak dikawinkan kembali pada waktu
 1-3 bulan 1 (14%)
 3-5 bulan 4 (57%)

 5-7 bulan 2 (29%)

 7-9 bulan 0 (0%)


0 (0%)
 > 9 bulan
10 Mengapa peternak tidak segera mengawinkan ternak yang
memperlihatkan birahi pertama tersebut ?
11 Jumlah kali dikawinkan induk tersebut menjadi bunting
 Satu kali 4 (57%)
 Dua kali 2 (29%)
 Tiga kali 0 (0%)
 Lebih dari tiga kali 1 (14%)
12 Sapi betina yang tidak pernah beranak sampai berumur diatas
8 tahun
 Ada 0 (0%)
 Tidak 9 (100%)

13 Apakah ada ternak yang dikebiri


 Ada 0 (0%)
 Tidak 9 (100%)
14 Apakah dirasakan kekurangan pejantan di desa bapak
 Ya 6 (68%)
 Tidak 1 (14%)

B. Data Kelahiran Anak

Tabel 5.1. Data kelahiran anak

No Variabel Nilai / Satuan

1 Umur pubertas
 Jantan (bulan) ± 2 bulan
 Betina (bulan) ± 1,5 bulan
2 Induk ternak biasanya beranak untuk pertama kali pada umur
 2,0 – 2,5 th 2 (40%)
 2,5 – 3,0 th 2 (40%)

 3,0 – 3,5 th 1 (20%)

 3,5 - 4,0 th 0 (0%)


0(0%)
 > 4,0 th
3 Ternak beranak biasanya terjadi
 Sepanjang tahun 6 (75%)
 Hanya saat tertentu 2 (25%)

 Tidak pernah tahu 0 (0%)


4 Rata-rata lama kebuntingan ± 9 bulan 10 hari
5 Jumlah induk ternak yang telah beranak dalam tahun ini
 Anak yang dilahirkan
 Jantan 1 (14%)
 Betina 6 (86%)
6 Jangka beranak (induk dapat beranak kembali sesudah)
 11-13 bln 7 (100%)
 14-16 bln -

 17-19 bln -

 20-24 bln -
-
 > 25 bulan
7 Apakah bapak melakukan penyapihan terhadap anak sapinya
 Ya (pada umur) 7 (88%)
 Tidak 1 (13%)
8 Jumlah anak yang dapat disapih selama 2 tahun terakhir ini
 1 ekor 3(50%)
 2 ekor 2(33%)

 3 ekor 1(17%)
9 Pemberian pakan khusus untuk reproduksi dan penggemukan
a. Tidak ada 9 (100%)
b. Ada pemberian pada sapi :
 Dara -
 Flushing -

 Betina bunting -

 Betina menyusui -
-
 Calon pejantan
 Pejantan -
 Lainnya -

C. Penjualan, Pemotongan dan Pembelian Ternak

Tabel 6.1. Penjualan, pemotongan dan pembelian ternak

No Variabel Nilai / Satuan

1 Ternak induk ternak dijual/dipotong setelah


 Beranak (kali) ± 2 kali
 Umur (tahun) ± 3,5 tahun
2 Ternak jantan umumnya dijual/dipotong pada umur (tahun) ± 2 tahun
3 Lama penggunaan dalam pembiakan… (tahun) ± 4 tahun
4 Tujuan/alasan menjual ternak
 Dijual sebagai ternak pootong
 Dijual sebagai ternak bibit
 Dijual karena sakit
 Membutuhkan biaya/uang 9 (100%)

 Dijual karena terlalu banyak memelihara


 Dijual karena kesulitan pakan
5 Pada musim apa harga sapi paling tinggi
 Musim panen padi
 Musim panen palawija
 Musim haji 9(100%)

 Musim panas
 Musim hujan
6 Pada musim apa harga sapi paling murah
 Musim panen padi -
 Musim panen palawija -

 Musim haji -
 Musim panas 1(11%)
 Musim hujan -

 Lainnya 8(89%)
7 Dimana biasanya bapak menjual ternak ?
 Dipasar hewan 1 (11%)
 Antar peternak -

 Pedagang perantara -

 Di kandang 8 (89%)
-
 Tidak tentu
8 Harga sapi saat ini = ± Rp 12,000,000 per kg
 Anak jantan ±Rp 5,000,000
 Anak betina ±Rp 4,000,000

 Muda jantan ±Rp 8,000,000

 Muda betina ±Rp 7,250,000


±Rp
 Dewasa jantan
13,500,000
 Dewasa betina
±Rp
11,500,000
9 Bagaimana biasanya bapak membawa ternak ke pembeli
 Dengan jalan kaki 2 (33%)
 Dengan kendaraan darat 1 (17%)

 Menggunakan angkutan air -

 Lainnya 3 (50%)
10 Berapa biaya angkutan sapi ke pembeli per ekor ?
 Dengan jalan kaki (Rp) -
 Dengan kendaraan darat (Rp) ± RP 50,000

 Menguunakan angkutan air (Rp) -

11 Kapan bapak menjual ternak ?


 Sewaktu – waktu / tidak tentu 8 ( 89%)
 Sekali dalam enam bulan -
 Sekali setahun 1 (11%)
 Lainnya -
12 Tujuan peternak menyembelih ternak -

Tabel 6.2. Jumlah ternak yang dijual, disembelih dan pengembalian kadasan dalam
setahun

Dijual Disembelih Pengembalian


Umur
jantan betina jantan betina jantan Betina
1. anak - 3 - - - -
2. muda 1 1 - - - -
3. dewasa 1 5 - - - -
4. jumlah 2 9 - - - -

Tabel 6.3. Jumlah ternak yang dibeli setahun ini

Umur Jantan Betina Jumlah


Anak - - -
Muda - 1 -
Dewasa - 2 -
Jumlah - 3 -

D. Kesehatan Ternak

Tabel 7.1. Kesehatan ternak

No Variabel Nilai / Satuan

1 Kondisi mata Sehat,hitam


bersinar
2 Warna hidung
 Hitam 9(100%)
 Putih
3 Pernapasan (kali/menit)
 Jantan 30 kali/menit
 Betina 35 kali/menit
4 Kehalusan bulu, kulit
 Bulu
 Halus 8 (89%)
 Kasar 1 (11%)
 Kulit
 Halus 8 (89%)
 Kasar 1 (11%)
5 Konsistensi feces
 Halus 8 (89%)
 Kasar 1 (11%)
6 Kondisi tubuh
 Gemuk 1 (11%)
 Sedang 8 (89%)

 Kurus -
7 Vaksinasi yang pernah diberikan -

Tabel 7.2. Riwayat kesehatan ternak

Umur Jenis penyakit Gejala Pengobatan Jumlah


Anak Mencret Feses cair Suntik 1
Muda - - - -
Dewasa - - - -

Tabel 7.3. Jumlah ternak yang mati selama setahun ini

Umur ternak Jantan Betina Jumlah Sebab


kematian
Anak 1 - 1 Sakit
menyusui
Anak sapih - - - -
Muda - - - -
Dewasa - - - -

E. Usaha Penggemukan

Tabel 8.1.Usaha penggemukan

No Variabel Nilai / Satuan

1 Lama penggemukan
 4 bulan 1 (11%)
 5 bulan
 6 bulan
 7 bulan
2 Sistem penggemukan
 Intensif
 Semi intensif 1 (11%)

 Ekstensif
3 Strategi penggemukan yang digunakan

4 Umur bakalan yang di gunakan


 6 – 7 bulan 1 (11%)
 8 – 9 bulan
 10 – 11 bulan
 12 – 13 bulan
5 Berat bakalan yang digunakan
 60 – 80 kg
 80 – 100 kg 1(11%)

 100 – 120 kg
 120 – 140 kg
6 Berat saat ini
 80 – 100 kg -
 100 – 120 kg -

 120 – 140 kg -

 140 – 150 kg 1 (11%)


7 Sumber bakalan
 Ternak keturunan sendiri 5 (100%)
 Membeli -

 Lainnya -
8 Ciri bakalan yang baik Bulu halus,
tinggi dan
besar
9 Sistem penjualan
 Ke pasar hewan 1 (14%)
 Antar peternak -

 Pedagang perantara -

 Di kandang 6 (86%)
-
 Tidak tentu

F. Analisa Ekonomi Usaha Ternak

Tabel 9.1. Analisa ekonomi usaha ternak

No Uraian Pemberian Biaya Jumlah Total/tahun


Pakan
1 Rumput lapangan
2 Rumput unggul
3 Legum
4 Konsentrat
Dedak
Bungkil
Ampas tahu
Jumlah
1 Obat-obatan
2 vitamin
3 Tenaga kerja
JUMLAH

Tabel 9.2. Biaya produksi dan pendapatan dalam beternak

Unit/vol
Komponen Harga satuan (Rp) Jumlah (Rp)
(satuan)
A. Penerimaan
Penjualan ternak 3 Rp 13,000,000 Rp 39,000,000
Penjualan kotoran
Ternak akhir perhitungan
Ternak dipotong
Pengembalian ternak
Ternak kerja
Jumlah penerimaan Rp 39,000,000
B. Pengeluaran (biaya
variable)
Bakalan/bibit 1 Rp 6,000,000 Rp 6000,000
Pakan 300 kg Rp 100,000 Rp 600,000
Obat-obatan
Tenaga kerja
Bunga variable
Perkawinan ternak 8 Rp 50,000 Rp 400,000
Pertolongan beranak 1 Rp 50,000 Rp 50,000
Lain-lainnya
Jumlah pengeluaran/variable Rp 7,050,000
C. Gross margin (A-B) Rp 31,950,000
D. Biaya tetap
Penyusutan kandang 2 Rp 412,500 Rp 825,000
Penyusutan alat
Lainnya
Jumlah biaya tetap Rp 825,000
E. Total biaya (B+D) Rp 7,875,000
PENDAPATAN BERSIH (A- Rp 31,125,000
E)

4.2 Pembahasan

Dalam pelaksanaan praktikum yang dilakukan pada tanggal 25-30


Maret2018yang bertempat di Desa Tanaq Beak Kecamatan Narmada Lombok
Barat. Dilakukan wawancara peternak dari umur peternak, pendidikan
terakhir, tanggungan keluarga, pekerjaan pokok, pekerjaan sampingan,
pemilikan laha, kursus berternak, serta kepemilikan ternak. Kepemilikan
ternak sebagian besar berasal dari ternaknya sendiri dalam skala kecil dari 1-4
ekor. Kepemilikan ternak ini masih terbilang kurang dalam hal ternak dan
materi.

Selain itu pendidikan peternak dari responden masih di bilang sangat


minim dengan rata-rata 20 % tidak sekolah, 11% tamat SD 33%, SLTP 22%
dan 33% SLTPA . Karena pendidikan dan pengalaman ternak masih produktif
maka teknologi sangat sulit untuk masuk dan berkembang di kelompok
peternak ini. Selain itu luas pekarangan ternak masih dikatakan cukup karena
luas rata-rata 10,5are
Cara/system pemeliharaan ternk sapi dibagi menjadi tiga, yaitu
intensif, ekstensif, dan semi intensif. Pemeliharaan ternak secara intensif
adalah system pemeliharaan ternak sapi dengan cara dikandangkan secara
terus-menerus dengan system pemberian pakan secara cut and carry.
Pemeliharaan secara ekstensif adalah pemeliharaan ternak di padang
penggembalaan, sapi perlu dimandikan secara rutin untuk menjaga kebersihan
tubuh dan mencegah munculnya sarang penyakit pada tubuh sapi sedangkan
pemeliharaan secara semi intensif yaitu pemeliharaan ternk didalam dan diluar
kandang.
Dari hasil pengamatan/praktikum yang kami lakukan bahwa peternak
melakukan pemeliharaan didalam kandang (intensif), serta pemberian
pakanpun dilakukan di dalam kandang dan adapula hambatan dari peternak
yang lebih keluhkan yaitu kurangnya sumber pakan yang mencapai 62%.
Kandang berfungsi sebagai tempat berlindung sapi gangguan cuaca,
tempat sapi beristirahat, dan mempermudah dalam pelaksanaan pemeliharaan
pada sapi. Tipe kandang berdasarkan bentuknya ada 2, yaitu kandang tunggal
dan kandang ganda. Kandng tunggal terdiri atas satu baris kandang yang
dilengkapi dengan lorong jalan dan selokan atau parit. Kandang ganda ada
dua macam yaitu, sapi saling berhadapan (head to head) dan saling bertolak
belakang (tail to tail) yang dilengkapi dengan lorong untuk memudahkan
pemberian pakan dan pengontrolan ternak.
Pada hasil pengamatan praktikum yang dilakukan kandang yang
digunakan 50% milik kelompok dan 50% milik sendiri . Sedangkan kondsi
ternak kering dan bersih, karena peternak disana rajin sehingga setiap hari
kandang dibersihkan., bahan bangunan kandang terbuat dari
semen,bamboo,kayu dan permanen, atap menggunakan seng dan asbes lantai
juga terbuat dari bata yang disemen.
Kesehatan ternak harus diperhatikan dengan baik, kesehatan pada
ternak merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam pemeliharaan ternak.
Ternak yang sakit tidak mampu memberikan hasil yang maksimal dan
produktivitas ternak. Kegiatan yang dilakukan untuk mencegah penyakit dan
pengendalian penyakit pada ternak diantaranya yaitu, dengan sanitasi yang
teratur seperti pembersihan kandang, tempat pakan, tempat minum, dan ternak
itu sendiri. Kesehatan ternak yang ada dikelompok ternak Briuk Maju cukup
baik, hal itu disebabkan oleh pemeliharaan yang baik dan tekun sehingga
ternak terhindar dari penyakit.
Pakan merupakan salah satu faktor terpenting bagi produktivitas
ternak karena biaya yang digunakan dapat mencapai 70% dari total biaya
produksi, sehimgga diperlukan manajemen yang tepat dan efisien agar tidak
rugi. Pakai dibagi menjadi dua yaitu, pakang hijauan dan pakan konsentrat.
Bahan pakan yang diberikan pada ternak sapi dikandang ternak ternak potong
diantaranya harus tercukupi nutrisinya.
Pakan sapi potong merupakan salah satu unsure yang sangat penting
untuk menunjang produktivitas ternak. Bahan pakn ternak dapat
dikelompokkan menjadi dua jeni yaitu, hijauan dan konsentrat.
Peternak responden memberikan pakan ternak biasanya 2-3 kali sehari,
karena tidak memiliki lahan tempat menanam pakan, pakan yang biasa
diberikan adalah rumput lapangan. Ternak tidak pernah digembalakan karena
tidak ada lahan.
Air minum disediakan oleh peternak dalam jumlah yang terbatas
disediakan 1-2 kali dalam sehari, pemberian air minum didalam kandang
menggunakan ember karena di dalam kandang tidak memiliki tempat khusus
sebagai tempat penampungan air minum.
Dari hasil penimbangan dan perhitungan didapatkan hasil bahwa rata-
rata rumput lapangan yang diberikan untuk sapi muda sekitar 17 kg dan untuk
sapi dewasa sekitar 37kg Sedangkan anak sapi yang msih belum pubertas atau
masih menyusui belum dikasih makan karena masih belum di ikat dan masih
mencari sendiri di dekat-dekatkandang. Rata-rata rumput unggul yang di
berikan pada anak sapi 10kg , sapi muda 23kg, sapi dewasa 29kg, dan
pemberian pakan limbah pada anak sapi 6kg, sapi muda 12kg dan sapi dewasa
28kg.
Berdasarkan hasil wawancara bersama peternak setempat, ternak
biasanya timbul birahi pertama setelah beranak 2- 4 bulan. Birahi pada hewan
betina merupakan suatu proses yang kompleks dan dapat terganggu pada
berbagai stadiun sebelum dan sesudah permulaansiklus reproduksi. Siklus
birahi dimulai dengan masa pubertas atau dewasa kelamin yang di tandai
dengan berfungsinya organ organ reproduksi betin, kira-kira 1,5- 2 tahun.
Kemudian musim kawin ditandai dengan siklus birahi, kuoulasi, adanya
kelahiran setelah kebuntingandan anak disapih. Maka ternak betina akan
kembali ke masasiklusbirahi dan seterusnya.
Perkawinan pada ternak sapi yang di pelihara pada kelompok ini
sebagian terjadi sepanjang tahun, dimana dapat dilakukan dengan dua cara
yaiyu kawin alam dan Inseminasi Buatan (IB) atau peternak biasanya disebut
kawin suntik. Inseminasi Buatan (IB) biasanya menghasilkan keturunan yang
lebih unggul dari pada kawin alam, karena perkawinan dengan IB menggunak
sperma pejantan unggul. Supaya terjadi kebuntingan , perkawinan hrus
dilakukan pada saat sapi betina sedang birahi ( minta kawin).
Biasanya peternak dalam kelompok ini mengawinkan ternaknya
dengan dua cara yaitu kawin alam dan kawin suntik. Persentase yang
menggunakan kawin alam yaitu 40% dan ada sebagian ternak yang
menggunakan IB sekitar 60%. Apabila sapi betinanya birahi peternak
membawa sapinya ke pejantan dan biasanya membutuhkan biaya Rp.20.000 –
30.000. Adapun kebuntingan dapat diamati 21 hari setelah perkawinan.Kalau
tidak ada tanda- tanda birahi muncul lagi maka kebuntingan telah terjadi,
namun apabila tanda – tanda birahi muncul lagi, maka ternak tidak terjadi
kebuntingan dan perlu diulang perkawinan. Siklus birahi pada sapi
berlansungselama 21 hari. Rata – rata birahi berlansung selama 18 jam dan
ovulasi dimulai 11 jam kemudian.

Dari hasil biaya produksi dan biaya beternak, dapat dilihat bahwa
pendapatan bersih peternak selama 1 tahun adalah Rp 31,125,000 rupiah
dengan pendapatan perbulan sebesar Rp 2.593.750 hal ini menunjukkan
usaha peternakan yang dijalankan oleh peternak tersebut cukup menjanjikan
meskipun pendapatan yang diperoleh bisa dikatakan pas-pasan. Pendapat
tersebut didapatkan dengan menggunakan sistem peternakan yang se-adanya,
tanpa ada lahan untuk menanam pakan, dan tanpa sentuhan teknologi modern.
Peternakan yang dijalankan dengan penerapan kandang koloni, responden
aktif sebagai anggota kelompok peternakan. Meskipun biaya kandang
ditanggung oleh peternak, namun ada beberapa biaya yang tidak dikeluarkan
oleh peternak seperti biaya air, listrik, sewa lahan perkandangan, obat-obatan,
tenaga kerja, perkawinan ternak, dan biaya pertolongan beranak.
Penerapan peternakan yang masih sangat tradisional, dengan
pengetahuan yang minim menjadikan peternakan yang sangat unik, karena
selama beternak, peternak belum pernah membeli obat-obatan untuk
ternaknya, tidak pernah memberikan vaksin, tidak menggunakan jasa dokter
hewan untuk pertolongan perkawinan dan pertolongan beranak. Hal-hal
tersebut seharusnya masuk sebagai biaya produksi, akan tetapi menjadi tidak
ada karena faktor-faktor di atas.

Salah satu hambatan yang dirasakan oleh peternak responden selama


beternak yaitu kekurangan tenaga kerja. Peternak mengurus sendiri dua ekor
ternak, mencari pakan, membersihkan kandang dan sebagainya. Responden
mengatakan bahwa anggota keluarganya tidak pernah terlibat untuk mencari
pakan dan lainnya kecuali pada saat peternak sakit. Sehingga ini merupakan
kendala yang bisa dikatakan cukup serius karena peternak akan jarang
istirahat dikarenakan harus mencari pakan setiap hari disamping mengurus
kepentingan-kepentingan lainnya.
Sakitnya peternak merupakan ancaman bagi kelangsungan usaha
peternakan. Ketika peternak sakit, maka bisa dipastikan ternak akan
kekurangan pakan, sanitasi kandang tidak akan terjamin kebersihannya
karena kurangnya tenaga. Disamping itu, pakan juga merupakan salah satu
hambatan yang dirasakan oleh peternak. Karena tidak adanya lahan sebagai
tempat menanam, membuat peternak harus keliling mencari pakan di kebun-
kebun dan di sawah-sawah.
Pada musim hujan biasanya ketersediaan rumput sebagai pakan ternak
sangat melimpah, namun pada musim kemarau ketersediaannya sangat
terbatas. Hal ini membuat ternak mendapat pakan dengan jumlah banyak
ketika musim hujan dan kekurangan pada musim kemarau. Salah satu
permasalahan lain yaitu ketika musim panen tanaman pangan di sawah
seperti padi, jagung, dan kacang tanah. Limbah dari tanaman tersebut tidak
bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh peternak, sebagian besar
dibuang/dibakar (terutama jerami padi) karena tidak tidak habis digunakan
sebagai pakan ternak. Peternak perlu diberikan pelatihan khusus agar mempu
memanfaatkan pakan dan limbah secara optimal, mengolah menjadi silase,
hay, dan sebagainya.
Optimalisasi peran akademisi seperti mahasiswa dan dosen dalam hal
ini sangat dibutuhkan dalam rangka memberi penyuluhan kepada masyarakat
terkait dengan pemecahan masalah-masalah tersebut. Disamping itu, peran
pemerintah juga sangat dibutuhkan terutama Dinas Peternakan terkait yang
senantiasa melakukan pelatihan-pelatihan kepada peternak, mengingat
hambatan terbesar dalam usaha peternakan rakyat selama ini adalah
pendidikan peternak yang masih minim.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pelaksanaan praktikum


Manajemen Ternak Potong dan Kerja ini adalah :
1. Pengetahuan peternak tentang ilmu peternakan sangat minim sehingga
manajemen pemeliharaan (pakan dan kesehatan) tidak sesuai dengan teori
yang ada.
2. Peternak belum mampu mengelola dan memberikan pakan kepada
ternaknya secara optimal, pakan diberikan banyak kepada ternaknya ketika
ketersediannya melimpah dan kekurangan saat ketersediaannya terbatas.
3. Dalam penanganannya, peternak mengandalkan rumput liar/rumput
lapangan dan legume sebagai pakan ternak.
4. Hambatan utama yang dihadapai peternaka adalah :
a. Pengetahuan tentang ilmu peternakan yang sangat terbatas
b. Tidak mampu mengelola atau memanajemen pakan dengan baik
c. Penaganan penyakit kurang
5. Cara beternak atau sistem pemeliharaannya masih bersifat tradisional yakni
menganut sistem pemeliharaan secara intensif

5.2 Saran

Adapun saran yang diberikan untuk praktikum kali ini adalah:

1. Sebaiknya dalam praktikum ini dibutuhkan Co.asst untuk membimbing


praktikan agar praktikum yang telah dilaksanakn bisa berjalan dengan lancar.
2. Sebaiknya praktikan harus datang ke tempat praktikum tepat waktu agar
praktikum bisa berjalan efektif.

Abidin, Z dan H. Soeprapto. 2006. Cara Tepat penggemukan Sapi Potong.


Agromedia Pustaka : Jakarta

Bassit Wello. 2011.  Teknik pemeliharaan Sapi potong. Gajah Mada


University Press:. Yogyakarta.

Blakely, J and Blade, D.H. 1998. Ilmu Peternakan. Edisi keempat. University
Gadjah Mada Press : Yogyakarta.
Daryanto 2007. Peningkatan Daya Saing Industri Peternakan. Permata
Wacana Lestari: Jakarta
Departemen Pertanian. 2006. Petunjuk Teknis Penelitian dan Pengkajian
Nasional Peternakan dan Perkebunan. Sistem Integrasi Padi Ternak : Jakarta.
Hafez, E.S.E. 1993. Reproduction In Farm Animal : Philadelpia.
Ebert. 2006. Animal Feed Resources Information Sistem.
Siregar, B.S. 2008. Penggemukan Sapi.Penebar Swadaya : Jakarta.
2008. Kompetensi dan Keberdayaan Peternak dalam Pengembangan Usaha
Sapi Potong.Kasus Kabupaten Seram bagian Barat Propinsi Maluku.
Disertasi. Institut Pertanian Bogor : Bogor.

Tomatala, 2008. Kompetensi dan Keberdayaan Peternak dalam


Pengembangan Usaha  Sapi Potong.Kasus Kabupaten Seram bagian Barat
Propinsi Maluku. Disertasi.   Institut Pertanian Bogor : Bogor.
Williamson, G dan Payne, W.J.A. 1973. Pengantar Peternakan Di Daerah
Tropis.  Gadjah Mada University Press : Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai