A. DEFINISI
Syok merupakan salah satu kondisi yang dapat mengancam jiwa
seseorang. Hal ini terjadi apabila seseorang mengalami syok namun tidak
diberikan penanganan. Syok merupakan kondisi di mana perfusi yang tidak
memadai untuk memberikan pasukan oksigen serta nutrisi bagi organ-organ tubuh
dan fungsi seluler. Pemberian aliran darah yang cukup bagi jaringan serta sel-sel
memerlukan pompa jantung yang adekuat, pembuluh darah dalam kondisi baik,
serta volume darah yang memadai (Smeltzer, Bare, Hinkle, dan Cheever, 2010).
Apabila ketiga kondisi tersebut mengalami gangguan, perfusi ke jaringan
akan berkurang. Jika ini berlangsung secara terus menerus dan tanpa diberikan
penanganan, akan memberikan dampak seperti kurangnya asupan oksigen dan
nutrisi bagi sel, akhirnya akan menyebabkan kematian sel dan jaringan.
Menurut Porth dan Matfin (2009), kondisi syok merupakan kegagalan akut
pada sistem peredaran darah untuk mensuplai darah adekuat ke jaringan perifer
dan organ tubuh. Kondisi syok dapat terlihat dalam tanda-tanda vital rentang
normal. hal ini terjadi karena kondisi syok bukan sebagai penyakit, melainkan
sebagai tanda atau sindrom dalam perjalanan suatu penyakit. Menurut Timby dan
Smith (2010), syok terjadi ketika aliran darah yang mensuplai oksigen ke jaringan
dan ke sel-sel tubuh tidak memadai. Dampak yang diakibatkan oleh syok di
antaranya penurunan volume darah, jantung memompa secara tidak efektif, dan
dilatasi pembuluh darah perifer.
Syok memiliki beberapa tahap dalam perkembangannya. Tahapan syok
bergantung pada tanda dan gejala serta keparahan dari fungsi organ. Ada beberapa
tahapan fisiologis tubuh saat mengalami syok. Menurut Smeltzer, Bare, Hinkle,
dan Cheever (2010), tahapannya fisiologis tubuh diantaranya tahap kompensasi,
tahap progresif, serta tahap irreversible.
1. Tahap kompensasi
Pada tahap kompensasi, tekanan darah dalam batas normal. Selain
itu, stimulus pada sistem saraf simpatis dan pelepasan katekolamin,
menyebabkan pembuluh darah menjadi vasokontriksi, peningkatan
denyut jantung, peningkatan kontraktilitas jantung untuk
mempertahankan curah jantung. Respon fisiologis tubuh lain terhadap
syok diantaranya hipoperfusi jaringan, hipermetabolisme, serta respon
inflamasi. Respon fisiologis pada syok dengan mengaktifkan sistem
saraf simpatis untuk merespon sistem metabolik dan mengaktifkan
proses inflamasi.
2. Tahap progresif
Pada tahap ini, tekanan darah tidak terlihat normal. hal ini karena
mekanisme pengaturan tekanan darah tidak dapat mengimbangi, serta
tekanan rata-rata arteri menurun. Pada pasien, dapat mengalami
hipotensi, ketika tekanan darah sistoliknya berada kurang dari 90
mmHg.
3. Tahap irreversible
Pada tahap ini, organ tubuh mengalami kerusakan yang parah.
Dibuktikan dengan hipotensi masih berlangsung, ginjal dan hati
mengalami kegagalan, terjadi asidosis metabolik, serta sistem
pernapasan mengalami gangguan sehingga gangguan pada pertukaran
oksigen-karbondioksida.
Kondisi syok dapat disebabkan oleh beberapa kondisi seperti perubahan
dalam fungsi jantung (syok kardiogenik), penurunan volume darah (syok
hipovelemik), vasodilatasi pembuluh darah yang berlebihan dengan distribusi
aliran darah yang menurun (syok distributif), dan terdapat obstruksi aliran darah
yang melalui sistem sirkulasi (syok obstruktif) (Poth dan Matfin, 2009).
Syok hipovolemik ditandai dengan penurunan volume intravaskular.
Cairan tubuh terdiri atas cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler. Jumlah cairan
intraseluler sekitar dua pertiga dari total cairan tubuh. Pada cairan ekstaseluler
jumlahnya satu pertiga yang terdiri atas cairan di dalam pembuluh darah dan
cairan interstisial.
Jumlah cairan interstisial sekitar 3 sampai 4 kali lipat dari jumlah cairan
intravaskular. Syok hipovolemik terjadi ketika cairan intravaskular mengalami
penurunan sekitar 15% - 30% (750-1500 mL) darah (American Collage of
Surgeons dalam Smeltzer, Bare, Hinkle, dan Cheever, 2010). Syok Hipovolemik
terjadi ditandai dengan berkuranganya volume darah didalam pembuluh darah.
Penurunan volume darah karena perdarahan, luka bakar, dehidrasi, diare, dan
muntah (Porth dan Matfin, 2010).
B. ETIOLOGI
Menurut Sudoyo et al. (2009), penyebab syok hipovolemik, antara lain:
1. Kehilangan darah
2. Hematom subkapsular hati
3. Aneurisma aorta pecah
4. Perdarahan gastrointestinal
5. Trauma
6. Kehilangan plasma
7. Luka bakar luas
8. Pankreatitis
9. Deskuamasi kulit
10. Sindrom Dumping
11. Kehilangan cairan ekstraselular
12. Muntah (vomitus)
13. Dehidrasi
14. Diare
15. Terapi diuretik yang agresif
16. Diabetes insipidus
17. Insufisiensi adrenal
C. PATOFISIOLOGI
Respon dini terhadap kehilangan darah adalah mekanisme kompensasi
tubuh yang berupa vasokonstriksi di kulit, otot, dan sirkulasi viseral untuk
menjaga aliran darah yang cukup ke ginjal, jantung, dan otak. Respon terhadap
berkurangnya volume sirkulasi akut yang berkaitan dengan trauma adalah
peningkatan detak jantung sebagai usaha untuk menjaga cardiac output. Dalam
banyak kasus, takikardi adalah tanda syok paling awal yang dapat diukur
(American College of Surgeons Committee on Trauma, 2009).
Pelepasan katekolamin endogen akan meningkatkan tahanan vaskular
perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah diastolik dan menurunkan
tekanan nadi tetapi hanya sedikit meningkatkan perfusi organ. Hormon-hormon
lainnya yang bersifat vasoaktif dilepaskan ke sirkulasi selama kondisi syok,
termasuk histamin, bradikinin, dan sejumlah prostanoid dan sitokin-sitokin
lainnya. Substansi-substansi ini mempunyai pengaruh besar terhadap
mikrosirkulasi dan permeabilitas vaskular (American College of Surgeons
Committee on Trauma, 2009).
Pada syok perdarahan yang dini, mekanisme pengembalian darah vena
dilakukan dengan mekanisme kompensasi dari kontraksi volume darah dalam
sistem vena yang tidak berperan dalam pengaturan tekanan vena sistemik. Namun
kompensasi mekanisme ini terbatas. Metode yang paling efektif dalam
mengembalikan cardiac output dan perfusi end-organ adalah dengan menambah
volume cairan tubuh/darah (American College of Surgeons Committee on
Trauma, 2009).
Pada tingkat selular, sel-sel dengan perfusi dan oksigenasi yang tidak
memadai mengalami kekurangan substrat esensial yang diperlukan untuk proses
metabolisme aerobik normal dan produksi energi. Pada tahap awal, terjadi
kompensasi dengan proses pergantian menjadi metabolisme anaerobik yang
mengakibatkan pembentukan asam laktat dan berkembang menjadi asidosis
metabolik. Bila syok berkepanjangan dan pengaliran substrat esensial untuk
pembentukan ATP tidak memadai, maka membran sel akan kehilangan
kemampuan untuk mempertahankan kekuatannya dan gradien elektrik normal pun
akan hilang (American College of Surgeons Committee on Trauma, 2009).
Pembengkakan retikulum endoplasma adalah tanda struktural pertama dari
hipoksia seluler, menyusul segera kerusakan mitokondria, robeknya lisosom, dan
lepasnya enzim-enzim yang mencerna elemen-elemen struktur intraseluler
lainnya. Natrium dan air masuk ke dalam sel dan terjadilah pembengkakan sel.
Penumpukan kalium intraseluler juga terjadi.
Bila proses ini tidak membaik, maka akan terjadi kerusakan seluler yang
progresif, penambahan pembengkakan jaringan, dan kematian sel. Proses ini
meningkatkan dampak kehilangan darah dan hipoperfusi jaringan (American
College of Surgeons Committee on Trauma, 2009).
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan tanda yang disebabkan oleh syok hipovolemik akibat non-
perdarahan serta perdarahan adalah sama meskipun ada sedikit perbedaan dalam
kecepatan timbulnya syok. Gejala klinis pada suatu perdarahan bisa belum terlihat
jika kekurangan darah kurang dari 10% dari total volume darah karena pada saat
ini masih dapat dikompensasi oleh tubuh (Baren et al., 2009).
Bila perdarahan terus berlangsung maka tubuh tidak mampu lagi
mengkompensasinya dan menimbulkan gejala-gejala klinis. Secara umum, syok
hipovolemik menimbulkan gejala peningkatan frekuensi jantung dan nadi
(takikardi), pengisian nadi yang lemah, kulit dingin dengan turgor yang jelek,
ujung-ujung ekstremitas dingin, dan pengisian kapiler lambat (Hardisman, 2013).
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium awal yang mungkin ditemukan pada keadaan
syok hipovolemik, antara lain (Schub dan March, 2014):
1. Complete Blood Count (CBC), mungkin terjadi penurunan
hemoglobin, hematokrit dan platelet.
2. Blood Urea Nitrogen (BUN), mungkin meningkat menandakan
adanya disfungsi ginjal.
3. Kadar elektrolit dalam serum mungkin menunjukkan abnormalitas.
4. Produksi urin, mungkin <400 ml/hari atau tidak ada sama sekali.
5. Pulse oximetry, mungkin menunjukkan penurunan saturasi oksigen.
6. AGDA, mungkin mengidentifikasi adanya asidosis metabolik.
7. Tes koagulasi, mungkin menunjukkan pemanjangan PT dan APTT.
Untuk pemeriksaan penunjang, dapat dilakukan pemeriksaan berikut,
antara lain (Kolecki dan Menckhoff, 2014):
1. Ultrasonografi, jika dicurigai terjadi aneurisma aorta abdominalis.
2. Endoskopi dan gastric lavage, jika dicuriga adanya perdarahan
gastrointestinal.
3. Pemeriksaan FAST, jika dicurigai terjadi cedera abdomen.
4. Pemeriksaan radiologi, jika dicuriga terjadi fraktur.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan awal pada syok hipovolemik meliputi penilaian ABC,
yaitu pada airway dan breathing, pastikan jalan napas paten dengan ventilasi dan
oksigenasi yang adekuat. Pemberian oksigen tambahan dapat diberikan untuk
mempertahankan saturasi oksigen di atas 95%. Pada circulation, hal utama yang
perlu diperhatikan adalah kontrol perdarahan yang terlihat, lakukan akses
intravena, dan nilai perfusi jaringan (American College of Surgeons Committee
on Trauma, 2009).
Akses intravena dilakukan dengan memasang 2 kateter intravena ukuran
besar (minimal nomor 16) pada vena perifer. Lokasi terbaik untuk intravena
perifer pada orang dewasa adalah vena di lengan bawah atau kubiti. Namun, bila
keadaan tidak memungkinkan pada pembuluh darah perifer, maka dapat
digunakan pembuluh darah sentral. Bila kaketer intravena sudah terpasang, contoh
darah diambil untuk pemeriksaan golongan darah dan crossmatch, pemeriksaan
laboratorium yang sesuai, dan tes kehamilan pada semua wanita usia subur.
(American College of Surgeons Committee on Trauma, 2009).
Setelah akses intravena terpasang, selanjutnya dilakukan resusitasi cairan.
Tujuan resusitasi cairan adalah untuk mengganti volume darah yang hilang dan
mengembalikan perfusi organ (Kelley, 2005). Tahap awal terapi dilakukan dengan
memberikan bolus cairan secepatnya. Dosis umumnya 1-2 liter untuk dewasa.
Cairan resusitasi yang digunakan adalah cairan isotonik NaCl 0,9% atau Ringer
Laktat. Pemberian cairan terus dilanjutkan bersamaan dengan pemantauan tanda
vital dan hemodinamik (Hardisman, 2013).
Jumlah darah dan cairan yang diperlukan untuk resusitasi sulit diprediksi
dalam evaluasi awal pasien. Namun, Tabel 2.2 dapat menjadi panduan untuk
menentukan kehilangan volume darah yang harus digantikan. Adalah sangat
penting untuk menilai respon pasien terhadap resusitasi cairan dengan adanya
bukti perfusi dan oksigenasi yang adekuat, yaitu produksi urin, tingkat kesadaran,
dan perfusi perifer serta kembalinya tekanan darah yang normal (American
College of Surgeons Committee on Trauma, 2009).
Jika setelah pemberian cairan tidak terjadi perbaikan tanda-tanda
hemodinamik, maka dapat dipersiapkan untuk memberi transfusi darah
(Harisman, 2013). Tujuan utama transfusi darah adalah untuk mengembalikan
kapasitas angkut oksigen di dalam intravaskular (American College of Surgeons
Committee on Trauma, 2009).
Untuk melakukan transfusi, harus didasari dengan jumlah kehilangan
perdarahan, kemampuan kompensasi pasien, dan ketersediaan darah. Jika pasien
sampai di IGD dengan derajat syok yang berat dan golongan darah spesifik tidak
tersedia, maka dapat diberikan tranfusi darah dengan golongan O. Golongan darah
spesifik biasanya dapat tersedia dalam waktu 10-15 menit (Kelley, 2005).
Evaluasi harus dilakukan untuk melihat perbaikan pasien syok
hipovolemik. Jumlah produksi urin merupakan indikator yang cukup sensitif dari
perfusi ginjal karena menandakan aliran darah ke ginjal yang adekuat. Jumlah
produksi urin yang normal sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa
(American College of Surgeons Committee on Trauma, 2009). Defisit basa juga
dapat digunakan untuk evaluasi resusitasi, prediksi morbiditas serta mortalitas
pada pasien syok hipovolemik (Privette dan Dicker, 2013).
H. KOMPLIKASI
Komplikasi dari syok hipovolemik meliputi sepsis, sindrom gawat napas
akut, koagulasi intravaskular diseminata, kegagalan multiorgan, hingga kematian
(Greenberg, 2015).
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Data Umum Klien, berisi data-data umum tentang pasien misalnya nama,
umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, tanggal masuk RS
b. Pengkajian Primer
1) Airway, kaji kepatenan jalan nafas klien, adanya sumbatan atau
obstruksi, serta kaji bunyi nafas tambahan
2) Breathing, kaji pola nafas klien, frekuensi pernafasan, pergerakan
dada klien, bentuk dada, atau adanya bantuan pernafasan
3) Circulation, kaji tanda-tanda vital klien, adanya akral dingin dan kaji
Capillary Refill Time (CRT)
4) Disability, kaji adanya penurunan tingkat kesadaran, adanya
ganggun verbal, motorik dan sesorik serta refleks pupil.
c. Pengkajian Sekunder (13 Domain NANDA)
1) Kaji kesehatan umum klien, alasan masuk rumah sakit, dan riwayat
keluhan utama klien, riwayat penyakit masa lalu, riwayat pengobatan
masa lalu, kemampuan mengontrol kesehatan, faktor sosial ekonomi
yang berpengaruh terhadap kesehatan, riwayat pengobatan sekarang.
2) Nutrisi, melakukan pengkajian antropometri (Tinggi badan, berat
badan, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar lengan atas,Indeks
Massa Tubuh), Biochemical (data laboratorium yang abnormal),
Clinical (tanda-tanda klinis integumen, anemia), Diet (meliputi jenis,
frekuensi, nafsu terhadap makanan yang diberikan selama di RS),
Energi (kemampuan beraktivitas selama dirawat), Factor (penyebab
masalah), Penilaian Status Gizi, pola asupan cairan, jumlah intake
dan output, penilaian status cairan (balance cairan), pemeriksaan
abdomen.
3) Eliminasi, mengkaji pola pembuangan urine, riwayat kandung
kemih, pola urine, distensi kandung kemih, sistem gastrointestinal
(konstipasi dan faktor penyebab, pola eliminasi)
4) Aktivitas dan Istirahat, mengkaji kebutuhan istirahat/tidur, aktivitas,
respons jantung, pulmonary respon, sirkulasi, riwayat hipertensi,
kelainan katup, bedah jantung, endokarditis, anemia, septik syok,
bengkak pada kaki, asites, takikardi, disritmia, atrial fibrilasi,
prematur ventricular contraction, bunyi S3 gallop, adanya bunyi CA,
adanya sistolik atau diastolik, murmur, peningkatan JVP, adanya
nyeri dada, sianosis, pucat,ronchi, hepatomegali
5) Persepsi dan Kognisi, mengkaji orientasi klien, sensasi dan persepsi,
kemampuan komunikasi
6) Persepsi diri
7) Peranan Hubungan (Role Relationship) mengkaji pola interaksi
dengan orang lain atau kedekatan dengan anggota keluarga atau
orang terdekat
8) Seksualitas, mengkaji masalah identitas seksual, masalah atau
disfungsi seksual
9) Mekanisme Koping/ Toleransi Stress
10) Nilai-Nilai Kepercayaan
11) Keamanan, mengkaji adanya alergi, penyakit autoimmune, tanda-
tanda infeksi, gangguan termoregulasi, gangguan/ komplikasi (akibat
tirah baring, proses perawatan, jatuh, obat-obat, penatalaksanaan)
12) Kenyamanan, mengkaji adanya nyeri yang diarasakan (PQRST), rasa
tidak nyaman lainnya serta gejala-gejala yang menyertai
13) Pertumbuhan dan Perkembangan
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan
perfusi-ventilasi
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume
cairan secara aktif
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan menunrunya volume
intravaskuler
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kongesti
sistemik, kerusakan transpor oksigen, hipervolemia, hipoventilasi,
gangguan aliran arteri, gangguan aliran vena
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Rencana keperawatan
Keperawatan/ Masalah
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Kolaborasi
Hasil
FKUI.(2009). “Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II”. Jakarta : Balai Pustaka
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., Cheever, K. H. (2010). Brunner &
suddarth’s: Textbook of medical-surgical nursing, 12th edition. China:
Wolters Kluwer Health, Lippincott Williams & Wilkins
https://www.academia.edu/28597083/ASKEP_SEMINAR_GADAR_KEL
diakses tanggal 07 mei 2019