Anda di halaman 1dari 5

PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN HIV/AIDS

OLEH:
Kelompok 5
Kelas: A Ners A 2017

Rahma Maulidia C051171310


Sahruni Raja C051171314
Trie Saputri Tuna C051171040
Nur Dzal Qarnaeni C051171515
Fachril Ismail C051171501
Aprilia Kartini C051171025
Rosnani Ampo C051171301
Fadli Tanjum C051171510

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
Pengertian HIV/AIDS
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menjangkit sel-sel
sistem kekebalan tubuh manusia dan menghancurkan atau menggaggu fungsinya. Adapun
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi yang
timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV [ CITATION
Kem18 \l 1033 ].

Epidemiologi HIV/AIDS [ CITATION Inf17 \l 1033 ]


Menurut data dari UNAIDS pada tahun 2014, sebanyak 35 juta orang di dunia hidup
dengan HIV dan 19 juta orang tidak mengetahui status HIV positif mereka. Pada tahun 2012,
di Asia Pasifik diperkirakan terdapat 350.000 orang yang baru terinfeksi HIV dan sekitar
64% dari orang yang terinfeksi HIV adalah laki-laki.
Menurut data kemenkes 2013, Indonesia merupakan negara urutan ke-5 paling
berisiko HIV/AIDS di Asia. Laporan kasus baru HIV meningkat setiap tahunnya. Lonjakan
peningkatan paling banyak adalah pada tahun 2016 dibandingkan dengan tahun 2015, yaitu
sebanyak 10.315 kasus.
Berdasarkan data laporan Sistem Informasi HIV/AIDS dan IMS (SIHA) 2017 terdapat
5 provinsi di Indonesia dengan jumlah infeksi HIV terbesar, diantaranya Provinsi Jawa Timur
(8.204 kasus), DKI Jakarta (6.626 kasus), Jawa Barat (5.819 kasus), Jawa Tengah (5.425
kasus), dan Papua (4.358 kasus). Adapun provinsi dengan kasus AIDS terbanyak diantaranya
Provinsi Jawa Tengah (1.719 kasus), Jawa Barat (1.251 kasus), Papua (804 kasus), Jawa
Timur (741 kasus), dan Bali (736 kasus).

Transmisi/Penularan HIV/AIDS [ CITATION Suh09 \l 1033 ]


Transmisi HIV secara umum dapat terjadi melalui empat jalur, yaitu :
a. Kontak seksual
HIV terdapat pada cairan mani dan sekret vagina yang akan ditularkan virus ke sel, baik
pada pasangan homoseksual atau heteroseksual. Kerusakan pada mukosa genitalia akibat
penyakit menular seksual seperti sifilis dan chancroid akan memudahkan terjadinya
infeksi HIV.
b. Tranfusi
HIV ditularkan melalui tranfusi darah baik itu tranfusi whole blood, plasma, trombosit,
atau fraksi sel darah lainnya.
c. Jarum yang terkontaminasi
Transmisi dapat terjadi karena tusukan jarum yang terinfeksi atau bertukar pakai jarum di
antara sesama pengguna obat-obatan psikotropika.
d. Transmisi vertikal (perinatal)
Wanita yang teinfeksi HIV sebanyak 15-40% berkemungkinan akan menularkan infeksi
kepada bayi yang baru dilahirkannya melalui plasenta atau saat proses persalinan atau
melalui air susu ibu.

Pencegahan HIV/AIDS
Pengelompokan upaya pencegahan merujuk pada teori “A B C D E” (Abstinence, Be
faitfull, Condom, Don’t use drugs). Kriteria upaya pencegahan HIV/AIDS dibagi menjadi dua
kategori, yaitu baik dan tidak baik. Kategori baik meliputi melakukan minimal 3 upaya
pencegahan dari 5 teori upaya pencegahan menurut Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia yang dikenal dengan sebutan “Teori upaya pencegahan ABCDE” yakni:
A= Abstinence, tidak melakukan hubungan seksual di luar pernikahan
B= Be faithful, tetap setia pada satu pasangan seksual dan tidak berganti-ganti pasangan
seksual
C= Condom, menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual
D= Don’t use drugs, tidak mengkonsumsi NAPZA, khususnya yang menggunakan suntikan
dan menggunakan alat suntik secara bergantian
E= Education, pernah mendapatkan pendidikan yang benar tentang HIV/AIDS sehingga
mendapatkan pemahaman yang benar.
Kategori tidak baik yaitu melakukan kurang dari 3 upaya pencegahan dari 5 teori upaya
pencegahan menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia yang dikenal dengan sebutan
“Teori upaya pencegahan ABCDE” [ CITATION Her19 \l 1033 ]

Pengobatan HIV/AIDS [ CITATION Kar17 \l 1033 ]


Pengobatan antiretroviral (ARV) kombinasi merupakan terapi terbaik bagi pasien
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) hingga saat ini. Tujuan utama pemberian
ARV adalah untuk menekan jumlah virus (viral load), sehingga akan meningkatkan status
imun pasien HIV dan mengurangi kematian akibat infeksi oportunistik.
Saat ini ARV itu sendiri terbagi dalam dua lini. Lini ke-1 atau lini pertama terdiri dari
paduan nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NRTI) yang meliputi Zidovudin (AZT)
atau Tenofovir (TDF) dengan Lamivudin (3TC) atau Emtricitabin (FTC), serta non-
nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NNRTI) meliputi Nevirapin (NVP) atau
Efavirenz (EFV). Sementara itu, paduan lini 2 terdiri dari NRTI, serta ritonavir-boosted
protease inhibitor (PI) yaitu Lopinavir/Ritonavir. Lini 1 itu sendiri terdiri dari kombinasi 2
NRTI dan 1 NNRTI, sedangkan lini 2 terdiri dari kombinasi 2 NRTI dan 1 PI.
Keberhasilan pengobatan pada pasien HIV dinilai dari tiga hal, yaitu keberhasilan
klinis, keberhasilan imunologis, dan keberhasilan virologis. Keberhasilan klinis adalah
terjadinya perubahan klinis pasien HIV seperti peningkatan berat badan atau perbaikan
infeksi oportunistik setelah pemberian ARV. Keberhasilan imunologis adalah terjadinya
perubahan jumlah limfosit CD4 menuju perbaikan, yaitu naik lebih tinggi dibandingkan awal
pengobatan setelah pemberian ARV. Sementara itu, keberhasilan virologis adalah
menurunnya jumlah virus dalam darah setelah pemberian ARV. Target yang ingin dicapai
dalam keberhasilan virologis adalah tercapainya jumlah virus serendah mungkin atau di
bawah batas deteksi yang dikenal sebagai jumlah virus tak terdeteksi (undetectable viral
load)
Ketidakberhasilan mencapai target disebut sebagai kegagalan. Kegagalan virologis
merupakan pertanda awal dari kegagalan pengobatan satu kombinasi obat ARV. Setelah
terjadi kegagalan virologis, dengan berjalannya waktu akan diikuti oleh kegagalan
imunologis dan akhirnya akan timbul kegagalan klinis. Pada keadaan gagal klinis biasanya
ditandai oleh timbulnya kembali infeksi oportunistik. Hal ini disebabkan oleh rendahnya
jumlah limfosit CD4 akibat terjadinya resistensi virus terhadap ARV yang sedang digunakan.
Kegagalan virologis muncul lebih dini daripada kegagalan imunologis dan klinis. Oleh
karena itu pemeriksaan viral load akan mendeteksi lebih dini dan akurat kegagalan
pengobatan. Pemeriksaan viral load juga digunakan untuk menduga risiko transmisi kepada
orang lain, terutama pada ibu hamil dengan HIV dan pada tingkat populasi. Pasien HIV yang
dinyatakan gagal pada pengobatan lini pertama, harus menggunakan pengobatan ARV lini
kedua supaya dapat mencapai tujuan pengobatan ARV.
Kepatuhan (adherence) merupakan faktor utama dalam mencapai keberhasilan
pengobatan infeksi virus HIV. Kepatuhan (adherence) adalah minum obat sesuai dosis, tidak
pernah lupa, tepat waktu, dan tidak pernah putus. Kepatuhan dalam meminum ARV
merupakan faktor terpenting dalam menekan jumlah virus HIV dalam tubuh manusia.
Penekanan jumlah virus yang lama dan stabil bertujuan agar sistem imun tubuh tetap terjaga
tinggi. Dengan demikian, orang yang terinfeksi virus HIV akan mendapatkan kualitas hidup
yang baik dan juga mencegah terjadinya kesakitan dan kematian.
Daftar Pustaka

Herbawani, C. K., & Erwandi, D. (2019). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku
Pencegahan Penularan Human Immunodeficiency Virus (HIV) Oleh Ibu Rumah
Tangga di Nganjuk, Jawa Timur. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 10(2), 89-98.

Infodatin Kemenkes RI. (2017). Situasi Umum HIV/AIDS dan Tes HIV. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.

Karyadi, T. H. (2017). Keberhasilan Pengobatan Antiretroviral (ARV). Jurnal Penyakit


Dalam Indonesia, 4(1), 1-3.

Kemenkes RI. (2018, Oktober 15). Stop HIV/AIDS. Retrieved April 8, 2020, from
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia: yankes.kemkes.go.id/read-stop-hiv--aids-
5512.html

Suhaimi, D., Savira, M., & Krisnandi, S. R. (2009). Pencegahan dan Penatalaksanaan Infeksi
HIV/AIDS pada Kehamilan. Majalah Kedokteran Bandung, 41(2), 1-7.

Anda mungkin juga menyukai