Perluasan. Kapasitas produksi tambahan pada lini produk yang sudah ada
didefinisikan sebagai perluasan. Contohnya adalah usulan untuk menambah
lebih banyak lagi mesin dari jenis yang sekarang dipakai atau pembukaan
cabang baru pada sebuah rantai toko makanan. Investasi perluasan seringkali
diidentikkan dengan keputusan penggantian. Untuk menggambarkannya,
sebuah mesin tua yang sudah tidak efisien diganti dengan mesin baru yang
lebih besar kapasitas produksinya dan lebih efisien. Suatu tingkat kepastian –
adakalanya sangat tinggi – jelas terlibat dalam perluasan, tetapi perusahaan
paling sedikit mempunyai manfaat dengan menelaah pengalaman produksi
dan penjualan masa lalu dengan mesin yang serupa.
Pertumbuhan. Lini produk baru atau pasar geografis baru, seperti investasi
ke luar negeri, adalah contoh dari investasi pertumbuhan. Tingkat pengalaman
yang dimiliki untuk mendasari keputusan mungkin bervariasi menurut tingkat
keterkaitan bidang baru tersebut. Seringkali keputusan-keputusan
pertumbuhan sangat tergantung pada pertimbangan dan pandangan heroic
sebab segalanya kadang tidak dapat dikuantifikasi.
Dengan demikan jangka pengembalian untuk empat proyek adalah sebagai berikut:
Proyek A, jangka pengembalian = 2 tahun
Proyek B, jangka pengembalian = 4 tahun
Proyek C, jangka pengembalian = 4 tahun
Proyek D, jangka pengembalian = 3 tahun
Berdasarkan definisi Metode Jangka Pengembalian maka yang berhak dipilih adalah
Proyek A sebab merupakan proyek yang paling cepat mengembalikan modal.
Kesulitan Metode Jangka Pengembalian adalah bahwa metode tersebut tidak
mempertimbangkan seluruh arus kas dan tidak memperhitungkan arus kas setelah
arus kas kembalinya modal. Dengan tidak mempertimbangkan seluruh arus kas,
berarti mengabaikan sejumlah besar arus kas negatif yang terjadi pada tahun setelah
kembalinya investasi awal. Contoh mengenai hal ini terjadi pada proyek A di atas
dimana metode pengembalian modal tidak mempertimbangkan arus kas negatip pada
tahun ke-4 dan ke-5. Kelemahan metode ini dapat digambarkan sebagai berikut,
TABEL 3. Arus Kas (Cash Flow) Proyek A dan B
Tahun A B
0 Rp – 1 m Rp – 1 m
1 100 jt 900 jt
2 900 jt 100 jt
Dengan demikan jangka pengembalian untuk empat proyek adalah sebagai berikut:
Proyek A, jangka pengembalian tidak cukup menutup investasi awal.
Proyek B, jangka pengembalian = 5 tahun
Proyek C, jangka pengembalian = 5 tahun
Proyek D, jangka pengembalian = 4 tahun
ARR tidak memperhitungkan nilai waktu dari uang. Juga, ARR membesar
dengan bertambahnya umur aktiva bahkan juga jika besar NI tetap, karena nilai
investasi setelah disusutkan menurun.
Definisi lain dari ARR menghitung hasil pengembalian dengan merata-rata
arus kas yang diharapkan atas lamanya suatu proyek dan kemudian membagi arus kas
tahunan rata-rata dengan pengeluaran investasi awal. Sebagai contoh, ARR untuk
Proyek D ini dalam Tabel 5. dihitung sebagai berikut ini :
n
ARR =
(∑
t=0
Laba bersih sesudah pajak /n÷I 0
)
Dimana :
I0 = Pengeluaran kas awal = Rp 1,5 m
n = Umur proyek = 5 tahun
ARR =
( Rp 0+Rp 150+Rp 450+Rp
5
450+ Rp 600
)÷Rp1 .500
1650
Rp ÷Rp 1.500
= 5
Rp330
= Rp 1.500 = 22%
ARR untuk ke empat proyek tersebut adalah: Proyek A, -12,2%, Proyek B, 26%;
Proyek C, 25%; Proyek D, 22%. Berdasarkan kriteria ARR, maka Proyek B adalah
yang terbaik. Masalah pokok yang dihadapi ARR adalah tidak dipertimbangkannya
pengaruh waktu terhadap nilai uang.
NPV =
[ +
( 1+k )1 ( 1+k )2
+. ..+
]
( 1+k )n
−I 0
(Persamaan I)
n
CF
∑ ( 1+kt ) -I0
= t=1
CF1, CF2 dan seterusnya adalah arus kas bersih (Net Cash Flow); k adalah biaya
modal perusahaan; I0 adalah investasi awal proyek ; dan n adalah umur proyek yang
ditetapkan. Untuk mempermudah pembahasan diambil Proyek C berdasarkan data
Tabel 5 (Proyek C) dengan asumsi skala investasi, umur dan modal proyek adalah
sama. Selanjutnya untuk menghitung Nilai Sekarang Bersih Proyek C dihitung
dengan mengalikan setiap arus kas dengan faktor diskonto (PVIF) yang sesuai,
dengan asumsi biaya modal, k adalah 10 persen. Prosedurnya digambarkan dalam
1
Jika pengeluaran investasi terjadi dalam beberapa tahun, maka nilai sekarang dari pengeluaran modal
harus juga dipertimbangkan. Misalnya perusahaan membeli tanah tahun 1987, membangun gedung
tahun 1979, memasang mesin tahun 1980 dan mulai berproduksi tahun 1981. Dengan menggunakan
1978 sebagai tahun dasar, maka harus dibandingkan nilai sekarang dari pengeluaran investasi tahun
1978 dengan nilai sekarang dan arus pendapatan pada tahun dasar yang sama.
∑
t=1
2
Persamaan kedua merupakan penyederhanaan penulisan, dimana sigma () adalah “jumlah semua”
atau menambahkan nilai sekarang arus kas hingga n kali. Jika t = 1, maka CFt = CF1 dan 1/(1 + k)t = 1/
(1+k)t, jika t = 2, maka CFt = CF2 dan 1/(1 + k)t = 1(1 + k)t; dan seterusnya hingga t = n, tahun
∑
terakhir proyek menghasilkan arus kas. Simbol t=1 , artinya “teruskan proses berikut”: Ambillah t
= 1 dan temukan PV dari CF t. Kemudian ambil t = 2 dan temukan PV dari CF2. Lanjutkan hingga PV
untuk setiap arus kas diketemukan dan tambahkan semua PV arus kas untuk memperoleh PV suatu
harta.
tabel berikut,
Nilai Sekarang Bersih dari semua proyek yang diperlihatkan pada Tabel 1 di atas
dapat dihitung dan dijabarkan sebagai berikut,
Proyek A, NPV = Rp -610,95.
Proyek B, NPV = Rp 766,05.
Proyek C, NPV = Rp 796,28.
Proyek D, NPV = Rp 778,80.
Jika keempat proyek tersebut bersifat indepeden (saling eksklusif), maka Proyek A
akan ditolak dan yang diterima adalah Proyek B, C dan D. Mengapa demikian?
Karena usulan proyek yang diterima adalah proyek yang menghasilkan NPV yang
positip. Jika proyek-proyek bersifat saling eksklusif, maka yang dipilih adalah proyek
dengan NPV terbesar. Dengan demikian usulan proyek yang diterima adalah Proyek
C. NPV proyek sama dengan meningkatnya kekayaan pemegang saham yang telah
didiskonto atau dinilai sekarangkan. Oleh karena itu metode NPV ini merupakan
pengambilan keputusan yang tepat dalam konteks penganggaran modal, Metode NPV
memperhitungkan semua arus kas. Semua arus kas tersebut didiskonto pada biaya
modal yang ditentukan oleh pasar.
Nilai sekarang bersih (NPV) dari suatu proyek adalah tepat sama dengan
kenaikan kekayaan pemegang saham. Mengapa demikian, perhatikan saja mulai
dengan mengasumsikan suatu proyek yang memiliki nilai sekarang bersih sama
dengan nol. Pada kasus ini, proyek cukup menghasilkan arus kas untuk memenuhi
tiga hal:
1. Membayar lunas seluruh bunga kepada pemberi pinjaman yang telah menyediakan
dana untuk membiayai proyek,
2. Membayar semua imbalan yang diharapkan (dividen dan kenaikan nilai modal)
kepada pemegang saham yang telah menanamkan modalnya pada proyek,
3. Membayar kembali pokok investasi, 1o, yang ditanamkan pada proyek.
Jadi, proyek dengan NPV nol adalah proyek yang menghasilkan pengembalian yang
cukup untuk menutup semua kewajiban ke pemegang obligasi dan pemegang saham,
masing-masing sesuai dengan pengembalian yang mereka harapkan atas risiko yang
mereka ambil. Suatu proyek dengan NPV positif menghasilkan lebih daripada tingkat
hasil pengembalian yang diperlukan, dan pemodal (equity holders) akan menerima
semua kelebihan arus kas karena pemberi pinjaman (debt holders) hanya berhak
menuntut suatu jumlah yang tetap. Akibatnya, kekayaan pemodal meningkat sama
dengan nilai sekarang bersih yang dihasilkan.
Disini yang sudah diketahui adalah I0 dan juga nilai-nilai CF1, CF2, ….CFn, tetapi
tingkat hasil pengembalian intern (IRR) harus dicari yang bisa dengan cara coba-coba
(trial and error). Prosedurnya sebagai berikut pertama, hitunglah nilai sekarang arus
kas dari suatu investasi dengan menggunakan suku bunga yang wajar, misalkan saja
10%. Kemudian bandingkan nilai sekarang (present value) yang didapat dengan
investasi awal. Jika nilai sekarang lebih besar daripada biaya investasi, maka dicoba
lagi dengan suku bunga yang lebih tinggi dan seterusnya. Sebaliknya, jika nilai
sekarang dari arus kas lebih kecil dari investasi awal, gunakan suku bunga yang lebih
rendah dan proses demikian diulang lagi. Proses coba-coba tersebut diulang hingga
nilai sekarang arus kas dari investasi sama dengan besar investasi awal. Suku bunga
yang menyamakan nilai sekarang arus kas dengan investasi awal disebut sebagai
tingkat hasil pengembalian intern(IRR). 3
3
∑
t=1 Untuk mengurangi banyaknya coba-coba dalam mencari tingkat pengembalian intern, maka
yang penting adalah meminimumkan besarnya penyimpanan pada setiap perhitungan. Suatu
pendekatan yang baik adalah berusaha mencoba pada suku bunga yang wajar, kemudian bergeser pada
suku bunga yang cukup berbeda jauh. Dalam prakteknya, jika banyak proyek yang harus dinilai, dan
umur proyek cukup panjang, proses perhitungan IRR cukup dilakukan dengan kalkulator yang relatif
murah
Tabel 7. menunjukkan perhitungan tingkat hasil pengembalian intern (IRR)
untuk Proyek D. Dari Tabel 7 dan Gambar 1 di atas diperagakan hubungan antara
tingkat diskonto dengan NPV proyek.
Pada Gambar 1. NPV arus kas Proyek D menurun begitu tingkat diskonto
menaik. Diantara kedua ekstrem tersebut terdapat satu tingkat diskonto yang
menjadikan NPV sama dengan nol. Pada Gambar 1. dapat dilihat bahwa IRR untuk
Proyek D adalah 25,4 persen. IRR untuk ke empat proyek dari Tabel 7. masing-
masing adalah sebagai berikut:
∎ Proyek A, IRR = -200%.
∎ Proyek B, IRR = 20,9%.
∎ Proyek C, IRR = 22,8%.
∎ Proyek D, IRR = 25,4%.
Jika digunakan kriteria IRR untuk menilai proyek-proyek yang independen, maka
yang dipilih adalah proyek dengan IRR yang lebih besar daripada biaya kesempatan
atas modal (opportunity cost of capital) yang besarnya adalah 10%. Dengan demikian
yang diterima adalah Proyek B, C dan D. Akan tetapi karena proyek-proyek ini
bersifat saling eksklusif (mutually exclusive), maka dengan kriteria IRR, yang
diterima adalah Proyek D sebagai pilihan terbaik karena menghasilkan IRR terbesar.
Suatu proyek yang menghasilkan PI > 1 maka proyek tersebut layak diterima. Hal ini
dikarenakan suatu proyek yang memiliki PI > 1 berarti proyek tersebut mampu
menutup investasi awal dan masih menghasilkan keuntungan. Sedangkan suatu
proyek yang menghasilkan PI = 1 berarti proyek tersebut hanya mampu
menghasilkan arus kas yang hanya mampu menutup investasi awalnya saja. Dan
suatu proyek yang menghasilkan PI < 1 berarti arus kas proyek tersebut tidak dapat
menutup investasi awalnya atau dapat dikatakan proyek tersebut merugi.
Proyek D di atas layak diterima sebab Proyek D mempunyai PI >1 yang berarti arus
kas yang didiskonto mampu menutup investasi awal yang dikeluarkan untuk proyek
tersebut dan juga masih menghasilkan keuntungan. Pada proyek D di atas
menunjukkan bahwa Proyek D tersebut mampu menghasilkan keuntungan sebesar
51,92% karena PI = 1,5192.
Metode PI identik dengan metode NPV. Ketika NPV positip maka PI akan
menunjukkan angka lebih besar dari 1. Demikian pula sebaliknya apabila NPV
menghasilkan hasil negatip maka PI akan lebih kecil dari 1. Dan ketika NPV sama
dengan nol maka PI persisi sama dengan 1.
Latihan Soal,
Bapak X sedang mempertimbangkan usual investasi sebagai berikut. Modal investasi
kedua proyek sama-sama Rp 3 m. Umur proyek 5 tahun. Biaya modal perusahaan
ditetapkan 10%.
Tahun Arus Kas Proyek Arus Kas Proyek
X Y
0 Rp – 3 m Rp -3 m
1 0,7 m 1,1 m
2 1,1 m 2,5 m
3 1,3 m 0,8 m
4 1,6 m -0,3 m
5 2,3 m -0,8 m