Anda di halaman 1dari 14

STUDI KASUS “THE PLATINUM POINTE LAND DEAL”

Dosen Pengampu :
Dr. Tries Ellia Sandari, MM,CMA

Disusun Oleh :
1. Erni Rohmatin/1221700022
2. Eka Qoiriatus. S/1221700045
3. Andreas Dwi. W/1221700085
4. Kurniawati/1221700147
5. Wardatul Hasanah/1221700162
6. Apriliyani Dwi. P/1221700169

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA

2020
TEORI

PENGENDALIAN TINDAKAN, PERSONEL, DAN BUDAYA

Pengendalian hasil bukan hanya satu satu nya bentuk pengendalian. Perusahaan dapat
menambah atau mengganti pengendalian hasil dengan bentuk pengendalian lainnya dengan
tujuan untuk membuat karyawan bertindak sesuai dengan yang di harapkan perusahaan. Macam
– macam pengendalian adalah pengendalian tindakan, personel, dan budaya.

a.      Pengendalian tindakan

Pengendalian tindakan adalah bentuk paling langsung dari pengendalian manajemen


karena meliputi pengambilan langkah-langkah tertentu untuk memastikan karyawan bertindak
sesuai dengan keinginan perusahaan dengan membuat tindakan karyawan sendiri sebagai fokus
pengendalian.

Pengendalian tindakan mempunyai 4 macam, yaitu :

·         Pembatasan perilaku

merupakan bentuk pengendalian tindakan yang bersifat “negatif” atau “memaksa”. Pembatasan
dapat dilakukan secara fisik atau administratif.

Pembatasan fisik, termasuk mengunci meja, memasang kata sandi dalam komputer, membatasi
akses karyawan ke daerah tertentu dan lain-lain. Pembatasan ini lebih diperlukan dalam kegiatan
sehari-hari seperti pada penjualan eceran.Pembatasan administratif mencakup pembatasan
otoritas dalam pengambilan keputusan. Manajer senior biasanya melakukan ini untuk
meminimalkan risiko sumber daya yang akan ditanggung oleh karyawan yang tidak dapat
melakukan pekerjaan secara efektif. Bentuk umum lain dalam pembatasan administratif merujuk
pada pemisahan tugas. Hal ini meliputi pemisahan tugas untuk menyelesaikan pekerjaan yang
perlu penanganan khusus.

Terkadang pembatasan fisik dan administratif dapat dikombinasikan dengan istilah poka-yokes
yang dirancang menjadi foolproof. Poka-yoke adalah tahapan yang dibagun ke dalam sebuah
proses untuk mencegah terjadinya penyimpangan dari urutan tahapan yang benar.
·         Penilaian Pratindakan

Penilaian pratindakan mencakup adanya penyelidikan kritis terhadap rencana tindakan dari para
karyawan yang dikendalikan. Bentuk umum dari penilaian ini berlangsung selama proses
perencanaan dan penganggaran yang ditandai oleh berbagai level penilaian terhadap tindakan
dan anggaran pada level organisasi yang lebih tinggi.

·         Akuntabilitas tindakan

Akuntabilitas tindakan adalah meminta karyawan untuk bertanggungjawab atas tindakan yang
mereka lakukan. Hal-hal yang perlu dilakukan adalah:

 Mendefinisikan tindakan yang dapat diterima maupun tidak diterima

 Mengomunikasikan definisi kepada karyawan

 Observasi terhadap apa yang terjadi

 Memberikan imbalan kepada tindakan yang baik Tindakan yang menuntut


pertanggungjawaban karyawan dapat dikomunikasikan baik secara administratif maupun sosial.
Komunikasi administratif mencakup penetapan aturan kerja, kebijakan dan prosedur, provisi
kontrak dan kode etik perusahaan. Akuntabilitas tindakan biasanya diterapkan dengan penguatan
negatif, tindakan yang diidentikan dengan hukuman dibandingkan imbalan.

·         Redundasi

Redudansi meliputi penugasan lebih banyak karyawan untuk melakukan sesuatu tugas
dibandingkan jumlah yang sesungguhnya dibutuhkan atau menyediakan karyawan cadangan
untuk meningkatkan terselesaikannya tugas dengan memuaskan. Redudansi biasa terjadi di
fasilitas komputer, fungsi keamanan dan operasi penting lainnya. Redudansi jarang dipakai
karena biayanya mahal.

Pengendalian dapat berjalan baik karenna sama halnya dengan tipe pengendalian lainnya.
Pengendalian tindakan berhubungan dengan satu atau lebih dari tiga masalah dasar pengendalian.
Tabel di bawah menunjukan tipe-tipe masalah yang di akibatkan oleh masing masing
pengedalian tindakan.
masalah pengedalian
jenis pengendalian
kurangnya masalah pembatasan
tindakan
pengarahan motivasi perorangan
pembatasan perilaku X
penilaian pratindakan X X X
akuntabilitas tindakan X X X
Redundansi X X

Pengendalian di klasifikasikan untuk tujuan mencegah atau mendeteksi perilaku yang tidak
diinginkan, perbedaan ini sangat penting jika pengendalian berjalan dengan efektif. Pengendalian
ini dapat mencegah biaya dan kerusakan akibat perilaku yang tidak diinginkan.

Deteksi secara dini terhadap tindakan yang merugikan itu sendiri bersifat Preventif (mencegah),
sehingga bias menyurutkan niat untuk sengaja melibatkan diri dalam perilaku yang tidak
diinginkan.

Pengendalian akuntabilitas tidak digunakan  untuk memotivasi karyawan agar beperilaku dengan


pantas, tapitidak bias dipastikah apakah terus dilakukan hingga bukti dari tindakan itu terkumpul.
Pengendalian akuntabilitas tidak dapat mendekati keadaan yang tidak diinginkan tersebut sesuai
dengan yang diharapkandapat dicegah.

Pengendalian tindakan tidak dapat digunakan dengan efektif pada setiap situasi. Pengendalian
tindakan efektif ketika dalam kondisi berikut.

1.      Organisasi/perusahaan mengetahui tindakan apa yang di inginkan.

Pemahaman mengenai perilaku yang di inginkan dapat di pelajari dengan dua cara :

a.Menganalisis pola tindakan dalam situasi khusus atau situasi yang mirip sepanjang waktu
untuk mengetahui tindakan apa yang memberikan hasil yang baik

b.Dengan mendapatkan informasi dari orang lain, khususnya dalam pengambilan keputusan
strategis.

2.Kemampuan untuk memastikan bahwa tindakan yang di inginkan sudah di lakukan.


3.Kemampuan mempengaruhi hasil (hasil dapat dikendalikan dengan meningkatkan kinerja
karyawan)

4.Kemampuan mengukur hasil yang dapat dikendalikan secara efektif. Kriteria kunci dalam
menilai pengukuran hasil telah efektif adalah kemampuan dari pengukuran untuk mengubah
perilaku ke arah yang tepat.

Kriteria yang di pakai untuk menilai apakah pelacakan tindakan sudah berlangsung efektif ialah:

1.  Tepat; hasil yang diukur dapat dikendalikan.

2.  Objektif; bebas dari prasangka.

3.Tepat waktu; kerja pegawai dinilai dalam jangka waktu yang tidak terlalu panjang.

b.    Pengendalian personel

Pengendalian personel membangun kecenderungan alami karyawan untuk mengendalikan atau


memotivasi diri mereka sendiri. Pengendalian personel memiliki tiga tujuan. Pertama, beberapa
pengendalian personel membantu mengklarifikasikan harapan. Pengendalian ini membantu
memastikan bahwa tiap karyawan memahami apa yang diinginkan perusahaan. Kedua, beberapa
pengendalian personel membantu memastikan bahwa tiap karyawan mampu

melakukan pekerjaan dengan baik; bahwa mereka mempunyai kemampuan (seperti pengalaman,
kepandaian) dan sumber daya (seperti informasi dan waktu) yang dibutuhkan untuk melakukan
pekerjaan. Ketiga, beberapa pengendalian personel meningkatkan kemungkinan bahwa tiap
karyawan akan terlibat dalam self-monitoring. Self-monitoring terbilang efektif sebab
kebanyakan orang memiliki hati nurani yang membimbing mereka untuk melakukan hal yang
baik dan mampu melahirkan perasaan positif akan rasa hormat kepada diri sendiri (self-respect)
dan kepuasan saat mereka melakukan pekerjaan dengan baik serta menyaksikan keberhasilan
perusahaan. Self-monitoring telah didiskusikan dalam literatur manajemen dengan berbagai
label, termasuk motivasi intrinsik dan loyalitas.

Pengendalian personel dapat diimplementasikan melalui 3 hal, yaitu

1.      Seleksi dan penempatan


Menemukan orang yang tepat untuk melakukan tugas tertentu dan memberikan mereka baik
lingkungan kerja yang bagus dan sumberdaya-sumberdaya yang penting dapat dengan jelas
meningkatkan peluang sebuah pekerjaan akan dilakukan dengan semestinya. Perusahaan
mencurahkan waktu dan usaha untuk pemilihan dan penempatan karyawan, dan sebuah literatur
yang besar mendeskripsikan bagaimana tugas-tugas ini seharusnya dilakukan dengan baik.

2.      Pelatihan

Pelatihan adalah cara umum lainnya untuk meningkatkan kemungkinan karyawan melakukan
pekerjaan dengan baik. Pelatihan dapat memberikan informasi yang bermanfaat mengenai
tindakan atau hasil seperti apa yang diharapkan oleh perusahaan dan cara terbaik untuk
melaksanakan suatu tugas. Pelatihan dapat juga memberi dampak motivasional yang positif
sebab karyawan dapat diberikan rasa profesionalisme yang lebih besar, dan mereka sering kali
lebih terpancing untuk melakukan pekerjaan dengan baik jika pekerjaan tersebut mereka pahami.

3.      Desain pekerjaan dan persediaan sumber daya yang di butuhkan

Cara lain untuk membantu karyawan bertindak tepat ialah memastikanbahwa pekerjaannya
dirancang untuk memungkinkan karyawan yang termotivasi dan berkualitas untuk meraih
sukses. Beberapa perusahaan tidak memberikan kesempatan kepada semua karyawan untuk
berhasil. Beberapa pekerjaan terlalu kompleks. Tenaga penjualan mungkin diberikan banyak
tugas untuk ditangani dengan efektif. Karyawan juga memerlukan adanya seperangkat sumber
daya khusus untuk mereka agar dapat melakukan pekerjaan dengan baik. Tujuan pelatihan dan
cara pemberian pelatihan juga turut menyertakan dan memfasilitasi ditransfernya pengetahuan,
pengalaman, dan praktik terbaik.

c.      Pengendalian budaya

Pengendalian budaya didesain untuk mendorong pengawasan bersama, sebuah bentuk tekanan
kelompok yang kuat pada individu-individu yang menyimpang dari nilai dan norma kelompok.

Pengendalian budaya yang kuat dihasilkan oleh proses pengawasan bersama yang juga  ada
dalam satu-satu organisasi. Tekanan-tekanan dapat diciptakan di antara sesama pekerja di mana
para pekerja yang tidak mampu menyesuaikan diri sering kali ditekan untuk menerima norma-
norma kelompok. Tekanan-tekanan sosial yang kuat juga dapat diciptakan dalam sebuah arah
bawah ke atas, seperti seorang atasan merasa tertekan untuk memenuhi harapan-harapan
bawahan mengenai peranan mereka.

Budaya perusahaan dapat dibentuk dalam banyak cara, baik lewat kata maupun contoh, meliputi:

1.      Kode Etik

Kebanyakan perusahaan dengan ukuran di atas minimal berupaya untuk membentuk budaya
perusahaan mereka melalui kode tingkah laku, kode etik, kredo perusahaan, atau pernyataan
misi, visi, ataupun filosofi manajemen. Dokumen tertulis yang formal tersebut memberikan
pernyataan umum akan nilai perusahaan, komitmen kepada pemegang kepentingan, dan
keinginan pihak manajemen mengenai bagaimana seharusnya perusahaan berfungsi.

Kode di desain untuk membantu karyawan memahami perilaku apa yang diharapkan meski tidak
ada peraturan spesifik; itupun kodenya lebih didasarkan pada prinsip dibandingkan hanya
didasarkan pada peraturan.

2.      Imbalan Kelompok

Penyediaan imbalan atau insentif yang didasarkan pada pencapaian kolektif juga mendukung
pengendalian budaya. Rencana insentif yang berdasar pada pencapaian kolektif tersebut bias
berwujud dalam berbagai bentuk. Contoh umumnya ialah bonus, pembagian laba (profit-sharing)
atau pembagian keuntungan (gain-sharing) yanf memberikan kompensasi berdasarkan pada
kinerja perusahaan atau entitas secara keseluruhan (alih-alih secara individu) berkenaan dengan,
keuntungan atau reduksi biaya (cost reductions).

3.      Pendekatan Lain untuk Membentuk Budaya Perusahaan

Pendekatan umum lain untuk membentuk budaya perusahaan meliputi

-          transfer antar perusahaan,

Membantu menyebarkan budaya dengan memperbaiki sosialisasi karyawan dalam perusahaan,


dan menghambat terciptanya tujuan dan pandangan yang saling bertentangan. Transfer juga
berpotensi untuk memitigasi penipuan karyawan dengan mencegah karyawan “terlalufamiliar”
dengan entitas, aktivitas, teman kerja, dan atau tarnsaksitertentu.

-          pengaturan fisik dan sosial


Pengaturan fisik berupa rencana kantor, arsitektur, dan dekor interior, serta pengaturan sosial
seperti penggunaan baju, kebiasaan yang dilembagakan, perilaku, dan kosa kata, dapat pula
membantu membentuk budaya perusahaan.

-          tone at the top

Dengan mengatur tone at the top yang tepat, manajemen dapat membentuk budaya. Pernyataan
bahwa mereka harus konsisten dengan tipe budaya yang sedang mereka coba untuk ciptakan, dan
yang penting, tindakan dan perilaku mereka harus konsisten dengan pernyataan mereka.

Secara bersamaan, pengendalian personel/budaya mampu menangani semua masalah


pengendalian meskipun, tidak semua tipe pengendalian dalam kategori ini bisa bekerja efektif
untuk menangani tiap tipe masalah. Masalah akan kurangnya pengarahan dapat diminimalkan,
sebagai contoh, dengan merekrut orangyang sudah berpengalaman, dengan menyediakan
program pelatihan, maupun dengan menugaskan orang baru untuk bekerja dalam kelompok yang
akan memberikan pengarahan yang baik. Masalah motivasional, yang mungkin terhitung sedikit
dalam perusahaan dengan budaya yang kuat, dapat diminimalkan di perusahaan lain dengan
mempekerjakan orang-orang yang bermotivasi tinggi atau dengan menugaskan orang untuk
bekerja dalam kelompok yang akan cenderung membuat mereka menyesuaikan diri dengan
norma kelompok. Pembatasan perorangan dapat pula dikurangi melalui satu atau lebih tipe
pengendalian personel, khususnya seleksi, pelatihan,dan penyesuiaan sumber daya yang
dibutuhkan.

Efektivitas pengendalian personal budaya yaitu merupakan suatu unsur pokok untuk tercapainya
tujuan atau sasaran dalam mengendalikan suatu organisasi atau kelompok tertentu secara tepat
sesuai yang ditentukan yang telah di tentukan sebelumnya. Ini berarti bahwa apabila suatu
pekerjaan dapat terselesaikan sesuai dengan perencanaan, baik secara waktu, biaya maupun
mutunya.

Pengendalian hasil akan maksimal apabila 3 kondisi berikut terpenuhi :

1.         Organisasi tahu hasil yang diinginkan.

2.         Kemampuan mempengaruhi hasil (hasil dapat dikendalikan dengan meningkatkan kinerja


karyawan).
3.         Kemampuan mengukur hasil yang dapat dikendalikan secara efektif.

Kriteria kunci dalam menilai pengukuran hasil telah efektif adalah kemampuan dari pengukuran
untuk mengubah perilaku ke arah yang tepat.

Agar efektif pengukuran hasil haruslah :

1.         Tepat; hasil yang diukur dapat dikendalikan.

2.         Objektif; bebas dari prasangka.

3.         Tepat waktu; kerja pegawai dinilai dalam jangka waktu yang tidak terlalu panjang.

4.         Dapat dipahami; pegawai paham apa yang dinilai dari mereka dan pegawai paham apa
yang harus dilakukan untuk mendapat penilaian yang baik.

STUDI KASUS “THE PLATINUM POINTE LAND DEAL”


Robinson brothers home (RBH) adalah perusahaan tingkat menengah yang bergerak
dibidang konstruksi rumah. Perusahaan membangun rumah untuk keluarga tunggal dan
perumahan dengan kepadatan tinggi seperti : townhouse dan kondominium. Pada tahun 2006 rata
- rata harga jual untuk sebuah rumah buatan RBH sedikit lebih dari $400.000. Saham RBH telah
dijual kepada publik sejak tahun 1995. Perusahaan telah mendapatkan keuntungan yang tinggi
selama satu dekade terakhir, tetapi keuangan diduga akan menjadi lebih ketat pada tahun 2007
karena melambatnya pengonstruksian rumah sejak awal 2006 dan Harry Hepburn tetap ingin
menjaga keutuhan timnya. 

Terdapat satu proyek yang menjanjikan bernama platinum pointe land deal. Ini
merupakan sebuah proyek besar yang menjanjikan pendapatan sebesar lebih dari $100 juta dan
keuntungan mendekati $14 juta pada tahun 2008 dalam 11 periode waktu. Akan tetapi, proyeksi
keuangan mengerjakan proyek ini tidak bisa memberikan pengembalian modal yang dibutuhkan
perusahaan untuk proyek ini tidak bisa memberikan pengembalian modal yang dibutuhkan
perusahaan untuk proyek dengan tingkat resiko sebesar ini

Akuisisi lahan adalah fungsi utama dalam bisnis konstruksi rumah. Personel akuisisi di
RBH harus menemukan lahan yang dapat perusahaan memanfaatkan untuk membangun rumah
dan dapat dijual dengan keuntungan yang baik. Perbedaan antara waktu akuisisi lahan dan
penjualan rumah yang terakhir dibangun biasanya antara 3-5tahun. Sebagian bagian standar dari
proses akuisisi, personel akuisisi di RBH diwajibkan untuk mempersiapkan proposal akuisisi
lahan yang terperinci.

Proposal menyediakan informasi detail, seperti :


 Lokasi
 Hak
 Infrastruktur
 Desain produk
Jaringan Platinum Pointe ditentukan oleh Michael Borland, wakil direktur dari akuisisi lahan
untuk divisi Southern California. Jaringan Platinum Pointe terletak di Emerald Estates master
plannd community yang dikembangkan oleh Jackson Development Company. Michael menulis
proposal secara detail untuk membangun 195 rumah dalam 2 format, yaitu
Trip lex townhouse dan six-plex cluster home. Divisi lain dalam RBH telah menghasilkan rumah
yang hampir mirip, tapi formatnya tidak ditawarkan di Southern California sebelumnya, dan
beberapa modifikasi dibuat agar rumah-rumah ini mampu menarik pembeli di California. Ukuran
rumah-rumah ini berkisar dari 1.628 kaki persegi(1 kaki persegi = 0,093 m2) sampai 2.673 kaki
persegi dengan harga $445.000 sampai$705.000. Michael kecewa setelah ia meliat proyeksi IRR
untuk proyek ini yang hanya sebesar 21% dibawah angka minimum yang diperlukan untuk
proyek degan tingkat risiko24,5%. Ia memutuskan untuk mendiskusikan masalah ini dengan Hari
Hepburn untuk mencari solusinya.

ANALISA KASUS
Presiden direktur direktur Southern California Division dari Robinson BrothersHome
(RBH), Harry Hepburn, ingin menjalankan sebuah proyek bernama Platinum Pointe. Proyek ini
diperkirakan akan menghasilkan keuntungan $14 juta pada tahun 2008 dalam 11 periode waktu.
Namun, menurut analisis keuangan proyek ini tidak dapat memberikan pengembalian modal
yang dibutuhkan perusahaan karena memiliki tingkat resiko yang besar. Harry berpikir
menyiapkan proyeksi yang lebih optimis agar proyek ini disetujui. Namun, Michael yang
merupakan wakil direktur akuisisi lahan menunjukkan proporsi IRR untuk proyek ini hanya 21%
dibawah angka minimum yang diisyaratkan n24,5%.
Lalu Harry memodifikasi IRR agar pihak perusahaan menyetujui proyek
ini. Harry bekerja sama dengan Michael untuk menampilkan proporsal yang bagus. Hal ini
merupakan bentuk kecurangan yang dapat merugikan pihak perusahaan karena
besarnya biaya yang tidak dapat ditutupi oleh perusahaan. Harry tidak mempedulikan
resiko yang mungkin terjadi, padahal belum tentu proyek tersebut menguntungkan. Harry tidak
paham betul mengenai masalah etis, sehingga dia tetap mementingkan kepentingannya sendiri.
Harry Hepburn
Presiden Direktur

Gary Steibel Gayle Penrod John Johnson Michael Borland Becky Lankey
Wakil Presiden Wakil Direktur Penjualan Wakil Direktur Wakil Direktur Manajer Akuntansi
Direktur Operasional & Pemasaran Pengembangan Lahan Akuisisi Lahan

Akuntan dan
Pengawas Spesialis Pengawas
Manajer Pemasaran Manajer Proyek
Konstruksi Umum Akuisisi Lahan Akuntansi

Pengawas
Komunitas
Pengurus
Direktur Pelayanan Manajer Penjualan Administrasi
Pelanggan Kontrak

Direktur Pembelian
PEMBAHASAN

Untuk mengatasi hal ini manajer memerlukan keterampilan perseptif pertimbangan etis.
Manajer senior harus menjadi teladan moral atau model peran dalam organisasi tersebut.
Manajer yang tidak memahami etika akan membuat kesalahan yang dapat menyebabkan
kerugian pada pihak-pihak tertentu . alasan penolakan proyek tersebut bukan hanya karena IRR
saja tetapi ada faktor resiko. Resiko lainnya antara lain : politisi/hak dan pengenmbangan resiko
pasar.

Anda mungkin juga menyukai