Anda di halaman 1dari 10

BAB 2

PEMBAHASAN
DENGAN GANGGUAN PERNAFASAN EDEMA PARU

2.1 Definisi
a) Edema paru adalah penumpukan abnormal cairan didalam paru-paru baik dalam spasium
interstitial atau dalam alveoli. (Diane C. Baughman,Joann C Hackley.2000)
b) Edema paru merupakan penyebab utama timbulnya gagal pernafasan. Edema pulmo awalnya
akibat dari perubahan fisiologis tekanan dalam paru-paru dan jantung. (Charlene J Reeves, dkk.
2001)
c) Edema Paru merupakan suatu keaadaan terkumpulnya cairan patologi di ekstravaskuler dalam
paru.(Muttaqin, Arif,2008)
Akumulasi cairan yang luas diinterstitium paru dapat terjadi karena ada gangguan keseimbangan
antara tekanan hidrostatik dan onkotik dalam kapiler paru dan jaringan sekitarnya. Tekanan
hidrostatik menggerakkan cairan dari pembuluh darah ke interstitium, sedangkan tekanan
onkotik yang ditentukan oleh konsentrasi protein didalam darah, menggerakkan cairan kedalam
pembuluh darah. Tekanan yang seimbang dipertahankan oleh tekanan hidrostatik intrakapiler
antara 8-12 mmHg dan tekanan onkotik protein plasma sebesar 25 mmHg.
Edema paru terjadi ketika hidrostatik kapiler paru meningkat melebihi tekanan onkotik, terjadi
peningkatan aliran cairan dan koloid dari pembuluh darah ke ruang interstitial dan alveoli. Cairan
yang terbentuk pada proses filtrasi dari kapiler ke ruang interstitial akan di drainase oleh sistim
limfatik. Pada peningkatan tekanan atrium yg kronik, terjadi hipertropi sistem limfatik, yang
melindungi paru dari edema,sehingga pada gagal jantung kronik, edema paru baru terjadi bila
tekanan kapiler paru > 25 mmHg karena adanya peningkatan kapasitas sistem limfatik. Pada
gagal jantung akut, edema paru dapat terjadi pada tekanan kapiler lebih rendah, sekitar 18
mmHg.

Perbedaan Edema Paru Kardiogenik dan Edema Paru Non Kardiogenik


A. Edema Paru Kardiogenik
Adanya gangguan sirkulasi pada jantung akan menyebabkan peningkatan tekana vena
pulmonalis, tekanan hidrostatik meningkat melebihi tekanan onkotik, terjadi rembesan cairan ke
jaringan interstitial dan pada kasus yang lebih berat terjadi edema alveolar. Pada tahap lanjut
dapat terjadi pembentukan pleural effusion yang akan lebih mengganggu fungsi respirasi. Tanda
awal edema paru adalah Dipsnoe d’effort dan ortopnoe. Pada rontgen foto thorax menunjukkan
penebalan peribronkhial, apikalisasi corakan pembuluh darah, dan garis kirley B. Lines. Pada
edema paru yang lebih buruk, alveoli terisi cairan. Gambaran rontgen foto thorax menunjukkan
infiltrat diffuse pada alveola. Ditemukan rhonchi dan wheezing yang disebabkan oleh
paningkatan edema jalan nafas kronik.
B. Edema Paru Non Kardiogenik
Pada edema paru non kardiogenik tekanan hidrostatik normal, peningkatan cairan paru terjadi
karena kerusakan lapisan kapiler paru dengan kebocoran protein dan makromolekul kedalam
jaringan. Cairan berpindah dari pembuluh darah ke jaringan paru sekitarnya. Proses ini dikaitkan
dengan disfungsi lapisan surfaktan pada alveoli dan kecenderungan kolapsnya alveoli pada
volume paru yang rendah. Klinis bisa ditemukan dispnoe ringan sampai dengan gagal nafas.
Auskultasi paru relatif normal meskipun rontgen foto thorax menunjukkan infiltrat alveolar
difus.
2.2 Etiologi
Penyebab ALO (Acute Lung Odem)dibagi menjadi 2,yaitu sebagai berikut :
 Etiologi Edema Paru Kardiogenik :
1. Gagal jantung
2. Hipertensi
3. Kardiomiopati
4. Gagal ginjal
 Etiologi Edema Paru Non Kardoigenik :
1. Trauma thorax
2. Contusio paru
3. Aspirasi
4. Emboli paru
5. Sepsis
6. Keadaan tenggelam

2.3 Manifestasi Klinis


1. Serangan khas terjadi pada malam hari setelah berbaring selama beberapa jam dan biasanya
didahului
dengan rasa gelisah, ansietas, dan tidak dapat tidur.
2. Awitan sesak nafas mendadak dan rasa asfiksia (seperti kehabisan nafas), tangan menjadi
dingin dan basah, bantalan kuku menjadi sianotik, dan warna kulit menjadi abu-abu.
3. Nadi cepat dan lemah, vena leher distensi
4. Batuk hebat menyebabkan peningkatan jumlah sputum mukoid.
5. Dengan makin berkembangnya edema paru, ansietas berkembang menjadi mendekati panic,
pasien mulai bingung, kemudian stupor.
6. Napas menjadi bising dan basah, dapat mengalami asfiksia oleh cairan bersemu darah dan
berbusa (dapat tenggelam oleh cairan sendiri).
7. Manifestasi klinis edem paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium :
a. Stadium 1
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki pertukaran
gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini
mungkin hanya berupa adanya sesak nafas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas
menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inpsirasi karena terbukanya
saluran nafas yang tertutup saat inspirasi.
b. Stadium 2
Pada stadium ini terjadi edem paru interstisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur,
demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis kerley B).
Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor interstisial, akan lebih memperkecil saluran nafas
kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks
bronkhokonstriksi. Sering terdengar takipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan
fungsi ventrikel kiri, tetapi takipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga
penumpukan cairan interstisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit
perubahan saja.
c. Stadium 3
Pada stadium ini terjadi edem alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi hipoksemia dan
hipokapsia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan
volume paru yang lain turun dengan nyata.

2.4 Pemeriksaan Penunjang


1. Analisis gas darah
2 Foto rontgen thoraks
3 Pulse oksimetri
4 Elektrokardiografi

2.5 Patofisiologi

2.6 Penatalaksanaan
Sasaran penatalaksanaan medical adalah untuk mengurangi volume total yang bersirkulasi dan
untuk memperbaiki pertukaran pernafasan.
A. Oksigenasi:
1. Diberikan dalam konsentrasi yang adekuat untuk menghilangkan hipoksia dan dipsnea.
2. Oksigen dengan tekanan intermiten atau tekanan positif kontinu, jika tanda-tanda hipoksia
menatap.
3. Intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik, jikaterjadi gagal napas.
4. Tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP)
5. Gas darah arteri (GDA).

B. Farmakoterapi :
1. Morfin : IV dalam dosis kecil untuk mengurangi ansietas dan dispnea, merupakan kontra
indikasi pada cedera faskuler serebral, penyakit pulmonal kronis, atau syok kardiogenik. Siapkan
selalu nalokson hidroklorida (narcan) untuk depresi pernafasan luas.
2. Diuretik : furosemid (lasix) IV untuk membuat evek diuretik cepat.
3. Digitalis : untuk memperbaiki kekuatan kontraksi jantung, di berikan dengan kewaspadaan
tinggi pada pasien dengan MI akut.
4. Aminivilin : untuk mengi dan bronkospasme, drip IV kontinu dalam dosis sesuai berat badan

C. Perawatan sportif :
1. Baringkan pasien tegak, dengan tungkai dan kaki di bawah, lebih baik bila kaki terjuntai di
samping tempat tidur, untuk membantu arus balik vena ke jantung.
2. Yakinkan pasien, gunakan sentuhan untuk memberikan kesan realitas yang konkrit
3. Maksimalkan waktu kegiatan di tempat tidur
4. Berikan informasi yang sering, sederhana, jelas tentang apa yang sedang di lakukan untuk
mengatasi kondisi dan apa makna respon terhadap pengobatan

2.7 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada edema paru,meliputi :
1. Gagal nafas
2. Asidosis respiratorik
3. Henti jantung

2.8 Pencegahan
1. Kenali tahap dini kapan tanda2 dan gejala2 yang ditunjukkan merupakan tanda dan gejala
kongesti pulmonal yaitu auskultasi bidang paru paru pasien dengan penyakit jantung
2. Hilangkan stress emosional dan terlalu letih untuk mengurangi kelebihan beban ventrikel
kanan.
3. Berikan morfin untuk mengurangi ansietas, dipsneu dan preload.
4. Lakukan tindakan mencegah gagal jantung kongestif dan penyuluhan pasien.
5. Nasihatkan untuk tidur dengan bagian kepala tempat tidur ditinggikan 25cm.
6. Tindakan bedah untuk menghilangkan atau meminimalkan defek valvular yang membatasi
aliran darah ke dalam dan keluar ventrikel kanan

BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN GANGGUAN PERNAFASAN EDEMA PARU
3.1 PENGKAJIAN
A. Data Subjektif
a. Identitas Klien
Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, agama,
suku / bangsa, alamat, tanggal dan jam masuk rumah sakit, diagnosa medik.

b. Keluhan utama
Klien biasanya mengeluh sesak nafas, badan lemas

c. Riwayat penyakit sekarang


Adanya sesak nafas dan kelemahan,sianosis

d. Riwayat penyakit dahulu


pada pengkajian riwayat kesehatan terdahulu sering kali klien mengeluh merasakan nyeri dada
hebat dan pasien pernah mengalami hipertensi, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital
bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien

e. Riwayat penyakit keluarga


Penyakit keturunan yang pernah dialami keluarga seperti DM, hepatitis,dan hipertensi

B. Pola Fungsional Gordon


a. Pola persepsi kesehatan
b. Pola Nutrisi
c. Pola Eliminasi
d. Pola Aktivitas- latihan
e. Pola Istirhat-Tidur
f. Pola Kognitif perseptual
g. Pola Konsep diri
h. Pola Peran Hubungan
i. Pola seksualitas-produksi
j. Pola Koping-toleransi stress
k. Pola nilai kepercayaan

PEMERIKSAAN FISIK
A.Data Objektif
a. Keadaan umum : k/u lemah
b. Kesadaran : Composmentis
c. TB : -
d. BB : -
e. TTV :
TD : >120/80 mmHg
N : >80x/mnt
RR : > 20x/mnt
S : >37,5oC

PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOE


1. Kepala
Inspeksi : Warna rambut, kebersihan rambur,rontok/tidak, bentukwajah.
Palpasi : ada benjolan atau tidak
2. Mata
Inspeksi : Bentuk mata, warna sklera dan konjungtiva, akomodasi mata
3. Hidung
Inspeksi : Ada benjolan atau tidak, bentuk hidung
4. Telinga
Inspeksi : Bentuk, kebersihan telinga, terdapatsedikit cilia
Palpasi :Teksturpina, helix kenyal.
5. Mulut
Inspeksi : bentuk bibir, ada stomatitis atau tidak, warna bibir.
6. Leher
Inspeksi : Simetris atau tidak
Palpasi : Kelenjar limfe tidak teraba, kelenjar tiroid tidak membesar.
7. Paru
Inspeksi : Bentuk dada asimetris
Palpasi : Vokal fremitus kanan kiri tidak sama
Perkusi : pekak
Auskultasi : terdengar ronki basah setengah lapangan paru atau lebih dan terdapat wheezing.
Terdapat takipnea, ortopnea (menifestasi lanjutan). Takikardia, hipotensi atau teknan darah bisa
meningkat. Pasien biasanya dalam posisi duduk agar dapat mempergunakan otot-otot bantu nafas
dengan lebih baik saat respirasi atau sedikit membungkuk ke depan, akan terlihat retraksi
inspirasi pada sela interkostal dan fossa supraklavikula yang menunjukan tekanan negatif
intrapleural yang besar dibutuhkan pada saat inpsirasi, batuk dengan sputuk yang berwarna
kemerahan serta JVP meningkat. Pada pemeriksaan paru akan terdengar ronki basah setengah
lapangan paru atau lebih dan terdapat wheezing. Pemeriksaan jantung dapat ditemukan
ditemukan gallop, bunyi jantung 3 dan 4. Terdapat juga edem perifer, akral dingin dengan
sianosis . Dan pada edem paru non kardiogenik didapatkan Pada pemeriksaan fisik, pada perkusi
terdengar keredupan dan pada pemeriksaan auskultasi di dapat ronki basah dan bergelembung
pada bagian bawah dada.
8. Jantung
Inspeksi : Ictus kordis terlihat
Palpasi : PMI teraba
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Terdengar Murmur
9. Abdomen
Inspeksi : simetris
Auskultasi : Hitung bising usus
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Timpani
10. Ekstremitas
Inspeksi : Atas /bawah simetris atau tidak, hitung jumlah jari
11. Integumen
Inspeksi : Terlihat sianosis pada kuku
Palpasi : Akral dingin
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium 
Pemeriksaan laboratorim yang diperlukan untuk mengkaji etiologi edema paru. Pemeriksaan
tersebut diantaranya pemeriksaan hematologi/ darah rutin, fungsi ginjal, elektrolit, kadar protein,
urinalisa gas darah.
2. Radiologi 
Pada foto thorax untuk menunjukan jantung membesar, hilus yang melebar, pedikel vaskuler dan
vena azygos yang melebar serta sebagai tambahan adanya garis kerley A, B dan C akibat edema.
Gambar foto thorax dapat dipakai untuk membedakan edem paru kardiogenik dan edem paru non
krdiogenik. Walaupun tetap ada keterbatasan yaitu antara lain bahwa edem tidak akan tampak
secara radiologi sampai jumlah air di paru meningkat 30%. Beberapa masalah teknik juga dapat
mengurangi sensitivitas dan spesifitas rontgen paru, seperti rotasi, inspirasi, ventilator, posisi
pasien.
3. Elektrokardiogram (EKG) 
Pemeriksaan EKG biasa normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda iskemik atau infark
miokard akut dengan edema paru.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan akumulasi protein dan cairan dalam
interstitial/area alveolar
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan secret
c. Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan intubasi endotrakeal
d. Gangguan pola nafas yang berhubungan menurunnya ekspensi paru skunder terhadap
penumpukan cairan dalam alveoli
e. Menurunnya Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidak seimbangan suplai
nutrisi dan kebutuhan oksigen

3.3 RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa  Tujuan  Intervensi Rasional


Dx: Gangguan Ventilasi dan
pertukaran gas oksigenasi adekuat
berhubungan setelah dilakukan 1. BHSP pada pasien 1. Dengan BHSP dapat
dengan akumulasi pemasangan atau keluarga pasien memperoleh
protein dan cairan endotrakeal 2. Observasi TTV pemberian tindakan
dalam interstitial/ 3. Berikan oksigen 2. peningkatan RR dan
area alveolar kriteria hasil: yang dilembabkan Takikardia
dengan humidifier merupakan indikasi
 sesak napas 4. Berkolaborasi adanya penurunan
berkurang, dengan dokter dalam fungsi paru
tidak pemberian terapi 3. sehingga jalan napas
sianosis 5. Motivasi pasien buatan meniadakan
untuk nafas dalam mekanisme
dan panjang pertahanan tubuh
untuk pelembapan
dan penghangatan
4. pengobatan yang
diberikan berdasar
indikasi sangat
membantu dalam
proses terapi
5. nafas dalam dapat
membantu
membebaskan jalan
napas

Dx: Bersihan jalan napas


ketidakefektifan efektif setelah dilakukan
bersihan jalan fisioterapi napas dan 1. BHSP pada pasien 1. Dengan BHSP
nafas penghisapan sekret dan keluarga dapat
berhubungan pasien mempermudah
dengan Kriteria Hasil 2. Lakukan fisioterapi pemberian
penumpukan napas dan tindakan
2. Sehingga dengan
fisioterapi napas
akan melepaskan
penghisapan sekret sekret dari
secara kontinu dinding alveoli
3. Berikan oksigenasi sehingga
sekret
sebelum dilakukan memudahkan
penghisapan sekret untuk dialkukan
4. Kaji dan catat penghisapan
 Hilangnya
karakteristik 3. Sehingga
dispnea
sputum menambah
 Bunyi napas
5. Berkolaborasi cadangan oksigen
bersih/tidak ada
dengan dokter sehingga pada
ronkhi
dalam pemberian saat dilakukan
 Mengeluarkan
terapi seperti penghisapan
sekret tanpa
Morfin, furosemid, sekret klien tidak
kesulitan
aminofilin. mengalami
kekurangan
oksigen karena
dengan
menghisap sekret
oksigen juga ikut
terhisap
4. Untuk
mengidentifikasi
sputum
5. Pengobatan yang
diberikan
berdasar indikasi
sangat membantu
dalam proses
terapi
keperawatan

3.4 IMPLEMENTASI
Merupakan tindakan yang dilaksanakan untuk mengatasi keluhan pasien berdasarkan intervensi
yang telah dibuat.

3.5 EVALUASI
S : Berisi keluhan pasien, berasal dari pasien sendiri
O : Data yang diambil dari hasil observasi
A : Pernyataan masalah sudah teratasi atau sebagian atau belum teratasi
P : Rencana tindakan untuk mengatasi keluhan pasien

BAB 3
PENUTUP

Edema paru biasa dibagi menjadi kardiogenik dan non kardiogenik. Edema paru non kardiogenik
terjadi akibat dari transudasi cairan dari pembuluh-pembuluh kapiler paru-paru ke dalam ruang
interstisial dan alveolus paru-paru yang diakibatkan selain kelainan pada jantung. Kelainan
tersebut bisa diakibatkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan tekanan onkotik
(osmotik) antara kapiler paru dan alveoli, dan terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler paru
yang bisa disebabkan berbagai macam penyakit. Sedangkan pada kardiogenik atau edem paru
hidrostatik atau edem hemodinamikkarenainfark miokars, hipertensi, penyakit jantung katup,
eksaserbasi gagal jantung sistolik/ diastolik dan lainnya. Pengobatan edema paru ditujukan
kepada penyakit primer yang menyebabkan terjadinya edema paru tersebut disertai pengobatan
suportif terutama mempertahankan oksigenasi yang adekuat (dengan pemberian oksigen dengan
teknik-teknik ventilator) dan optimalisasi hemodinamik (retriksi cairan, penggunaan diuretik dan
obat vasodilator pulmonal). 

DAFTAR PUSTAKA

1. J.Reeves, Charlene dkk.2001.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta: Salemba Medika 


2. C.Baughman, Diane, C Hackley JoAnn.1996.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC 
3. Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta:Salemba Medika 
4. Gleadle Jonathan 2006 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga 

Anda mungkin juga menyukai