Anda di halaman 1dari 2

Ponorogo, 19Februari 2020

Kepada :
Yth. Bapak Kepala Kantor Pertanahan
Ponorogo

Perihal: Pengaduan Masyarakat

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Menanggapi Surat himbauan dari Kepala Kantor Pertanahan Ponorogo Bpk. ARYA
ISMANA, S.Sos., SH., M.Si NIP. 19690406 199503 1 001 yang dilayangkan pada tanggal 7
Februari 2020 namun saya terima surat tersebut pada tanggal 12 Februari 2020. Sepulang
kerja dari Madiun yang mana surat tersebut menghimbau agar saya segera melakukan
pengembalian batas sesuai hasil mediasi yang dibuat oleh Kantor Pertanahan Ponorogo pada
tanggal 18 April 2018. Disini perlu diketahui, bahwa surat tersebut diatas sudah saya tolak
melalui surat pengaduan yang kedua yang saya layangkan pada tanggal 23 April 2018 dan di
terima oleh Bapak Geris. Ini saya lampirkan fotocopiannya surat penolakan hasil mediasi dari
Kantor Pertanahan Ponorogo. Sebab saya sudah mulai mengerti dan mempelajari bagaimana
prosedur hukumnya jika konflik tanah yang bersertifikat vs tanah non sertifikat. Pertama
Mekanisme Mediasi. Bahwa instansi yang berwenang menerima pengaduan Konflik tanah
dalam menyelesaikan melalui mediasi diatas dalam peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional (BPN) Nomor 11 tahun 2016 merupakan dasar yang menjadi wewenang
memfasilitasi sebagai mediator tnapa harus menggunakan cara memutus apa lagi
memaksakan kehendak. Setelah hasil mediasi dicapai maka dituangkan dalam kesepakatan
Perjanjian dan ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan dan mediator. Setelah
surat Perjanjian Perdamaian terbentuk yang selanjutnya didaftarkan ke Panitera Pengadilan
Negeri setempat untuk memperoleh kekuatan hukum mengikat. Namun disini yang perlu
dicatat hasil mediasi dianggap batal apabila diundang sebanyak tiga kali secara patut salah
satu pihak yang berselisih tidak hadir maka pihak yang berselisih dipersilahkan
menyelesaikannya sendiri menurut ketentuan Undang-Undang jadi yang memutuskan hasil
mediasi mempunyai kekuatan hukum adalah Pengadilan Negeri setempat, tentunya didasari
Undang-Undang yang berlaku bukan kantor (BPN) atau Kantor Kelurahan setempat.
Lalu sekarang masalah tersebut sudah sekian tahun tiba-tiba Kantor Pertanahan
Ponorogo melayangkan surat Undangan yang intinya untuk melakukan pengajuan sesuai isi
surat mediasi pada tanggal 18 April 2018 menurut saya sudah kadaluarsa walaupun di
undang berkali-kalipun saya tidak mungkin hadir. Kecuali mendatangi sekaligus melihat
keadaan yang sebenarnya pintu saya terbuka lebar bagi siapapun yang mau datang ke rumah
saya. Namun yang perlu diketahui bahwa kasus tersebut sudah sampai ke lembaga
Ombudsman RI. Sebab semua instansi terkait sudah saya lapori tidak ada yang berani
bertindak tegas dan bijaksana sesuai Undang-Undang. Sekarang tanah sudah bersertifikat
lebih dari 20 tahun dan sekarang dalam keadaan sengketa, kok disuruh mengajukan
pengukuran lagi. Tolong tunjukkan ada di Undang-Undang yang mana dan pasal berapa?
Bahkan Lembaga Ombudsman RI juga begitu akhirnya saya pasrah pada Alloh SWT sang
Maha Adil yang Maha Mengetahui mana yang salah dan mana yang benar. Apa lagi saat ini
saya sudah baikan sama yang bersangkutan tetap bersilaturohim seperti biasa. Jadi tolong
jangan ada yang mengungkit-ungkin kasus tersebut “ada pepatah jawa” ojo ngubek-ubek
banyu kang wening mengko mundak butek. Ojo nggugah macan turu mengko mundah
dibadok maksudnya kasus tersebut sudah saya pendam dalam-dalam dan saya suydah
berusaha melupakan. Jadi tolong jangan ada yang mengungkit-ungkit dan berusaha
mengingatkan peristiwa yang sangat menjengkelkan kalau ini terjadi lagi, jangan dikira saya
tidak tahu kemana saya harus mengadu lagi. Camkan baik-baik.
Saya rasa cukup jelas pendapat dari saya, bila ada tutur kata yang kurang berkenan di
hati Bapak. Saya sebagai manusia biasa yang tak luput dari kekilafan mohon maaf yang
sebesar-besarnya akhir kata, Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Hormat Kami

( PRANOTO )

Anda mungkin juga menyukai