Anda di halaman 1dari 16

Asuhan Kebidanan Pada Bayi Dengan Hidrosefalus

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hidrosefalus masih merupakan masalah yang sangat penting dalam dunia kesehatan,
terutama bila dikaitkan terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak karena terjadinya
gangguan pertumbuhan otak, sehingga otomatis bila tidak ditangani secara cepat dan tepat
akan menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan yang lebih parah
lagi, bahkan menjadi kasus yang berat dan berakibat fatal, (Darsono : 2005)
Hidrosefalus itu sendiri adalah penimbunan cairan serebrospinal yang berlebihan di
dalam otak. Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intracranial yang
meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono 2005). Pelebaran ventrikuler ini
akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Adanya
kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran
sutura-sutura dan ubun-ubun ( DeVito et al, 2007 ).
Hidrosefalus itu sendiri adalah penimbunan cairan serebrospinal yang berlebihan di
dalam otak. Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intracranial yang
meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono 2005). Pelebaran ventrikuler ini
akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Adanya
kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran
sutura-sutura dan ubun-ubun ( DeVito et al, 2007 ).
Hydrocephalus itu sendiri adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikel
serebral, ruang subaracnoid, ruang subdural (Suriadi dan Yuliani, 2001).

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan kebidanan secara komprehensif dengan 7
langkah varney
1.2.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu
1. Melakukan pengkajian asuhan kebidanan pada bayi
2. Melakukan interprestasi data dasar pada bayi
3. Mengidentifikasi diagnosa dan masalah pada bayi
4. Mengidentifikasi kebutuhan segera pada bayi
5. Melakukan intervensi pada bayi
6. Melakukan implementasi sesuai intervensi
7. Mengevaluasi hasil implementasi sesuai intervensi

1.3 Metode Pengumpulan Data


1. Wawancara
Mengadakan tanya jawab pada klien/keluarga guna mengetahui keadaan klien, sehingga
dapat memberikan intervensi yang dapat dan benar sesuai dengan masah yang timbul
2. Observasi
Melakukan pengamatan langsung pada klien
3. Studi Dokumentasi
Membaca dan mempelajari sumber buku, status pasien, catatan medis dan catatan yang
mendukung terlaksananya asuhan dan dapat membandingkan antara teori dan praktik
4. Studi Pustaka
Membaca sumber buku sebagai pedoman dalam memberikan asuhan kebidanan

1.4 Sistematika Penulisan


BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
BAB III : TINJAUAN KASUS
BAB IV : PEBUTUP
DAFTAR PUSTAKA

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan
serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga
terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209).
Hidrocefalus adalah keadaan patologik otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan
cerebrospinal dan adanya tekanan intrakranial (TIK) yang meninggi sehingga terdapat
pelebaran ruangan tempat mengeluarkan likuor (Depkes RI, 1989).
Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi
cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau
kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar
serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun (DeVito EE et al, 2007:328).
Hydrocephalus berkembang jika aliran serebro spinal terhambat pada tempat
sepanjang perjalanannya, timbulnya hydrocephalus akibat produksi berlebihan cairan
serebrospinal dianggap sebagai proses yang intermitten setelah suatu infeksi atau trauma.
Ini dapat terjadi kelainan yang progresif pada anak – anak yang disebabkan oleh papyloma
pleksus dapat diatasi dengan operasi (Mumenthaler, 1995). Pembagiaan hydrocephalus
pada anak dan bayiHydrocephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dibagi menjadi 2
yaitu :
a. Kongenital
Merupakan hydrocphalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan sehingga pada
saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil, terdesak oleh banyaknya cairan dalam
kepala dan tingginya tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak
terganggu.
b. Non Kongenital
Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar dengan penyebabnya yaitu
penyakit – penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana
pengobatannya tidak tuntas.Pada hydrocephalus didapat pertumbuhan otak sudah
sempurna, tetapi kemudian teganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan
intrakranial sehingga perbedaan antara hydrocephalus kongenital dan
hydrocephalus non kongenital terletak pad pembentukan otak dan kemungkinan
prognosanya.
Berdasarkan letak obstruksi CSF hydrocephalus pada bayi dan anak ini juga dalam 2
bagian, terbagi yaitu;
a. Hydrocephalus Komunikan (kommunucating hydrocephalus)
Pada hydrocephalus Komunikan obstruksinya terdapat pada rongga subarachnoid,
sehingga terdapat aliran bebas CSF dalam sistem ventrikel sampai ke tempat
sumbatan.
b. Hydricephalus Non komunukan (nonkommunican hydrocephalus)
Pada hydrocephalus nonkomunikan obstruksinya terdapat dalam system ventrikel
sehingga menghambat aliran bebas dari CSF. Biasanya gangguan yang terjadi pada
hydrocephalus kongenital adalah pada sistem ventikel sehingga terjadi bentuk
hydrocephalus nonkomunikan.

2.2 Epidemiologi
Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi hidrosefalus kongenital
adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-43% disebabkan oleh stenosis aqueductus
serebri. Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal
perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan dewasa lebih
sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% adalah akibat
abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis,
dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior (Darsono, 2005:211).
2.3 Etiologi
Etiologi Hidrosefalus menurut L.Djoko Listiono (1998 );
1. Sebab-sebab Prenatal
Sebab prenatal merupakan faktor yang bertanggung jawab atas terjadinya hidrosefalus
kongenital yang timbul in- utero ataupun setelah lahir. Seabb-sebab ini mencakup
malformasi ( anomali perkembangan sporadis ), infeksi atau kelainan vaskuler. Pada
sebagian besar pasien banyak yang etiologi tidak dapat diketahui dan untuk ini
diistilahkan sebagai hidrosefalus idiopatik.
2. Sebab-sebab Postnatal
a) Lesi masa menyebabkan peningkatan resistensi aliran liquor serebrospinal dan
kebanyakan tumor berlokasi di fosa posterior.Tumor lain yang menyebabkan
hidrosefalus adalah tumor di daerah mesencephalon. Kista arachnoid dan kista
neuroepitalial merupakn kelompok lesi masa yang menyebabkan aliran gangguan liquor
berlokasi di daerah supraselar atau sekitar foramen magmum.
b) Perdarahan yang disebabkan oleh berbagai kejadian seperti prematur, cedera
kepala, ruptura malformasi vaskuler.
c) Meningitis. Semua meningitis bakterialis dapat menyebabkan hidrosefalus akibat
dari fibrosis leptomeningeal. Hidrosefalus yang terjadi biasanya multi okulasi, hal ini
disebabkan karena keikutsertaan adanya kerusakan jaringan otak
d) Gangguan aliran vena. Biasanya terjadi akibat sumbatan antomis dan fungsional
seperti akhondroplasia dimana terjadi gangguan drainase vena pada basis krani,
trombosis jugularis.
Penyebab sumbatan aliran CSF, Penyebab sumbatan aliran CSF yang sering terdapat pada
bayi dan anak – anak. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi
adalah:
1. Kelainan bawaan
a. Stenosis Aquaductus sylvi
Merupakan penyebab yang paling sering pada bayi/anak (60-90%) Aquaductus dapat
berubah saluran yang buntu sama sekali atau abnormal ialah lebih sempit dari biasanya.
Umumnya gejala Hidrocefalus terlihat sejak lahir/progresif dengan cepat pada bulan-
bulan pertama setelah lahir.

b. Spina bifida dan cranium bifida


Biasanya berhubungan dengan sindrom Arnold-Chiari akibat tertariknya medula spinalis
dengan medula oblongata dan cerebelum, letaknya lebih rendah dan menutupi foramen
magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian/total.
c. Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia congenital foramen luscha dan mengendie dengan akibat
Hidrocefalus obstruktif dengan pelebran sistem ventrikel terutama ventrikel IV sehingga
merupakan krista yang besar di daerah losa posterior.
d. Kista Arachnoid
Dapat terjadi conginetal membai etiologi menurut usia
e. Anomali Pembuluh Darah
2. Infeksi
Infeksi mengakibatkan perlekatan meningen (selaput otak) sehingga terjadi obliterasi
ruang subarakhnoid,misalnya meningitis.
3) Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS.
Pengobatannya dalam hal ini di tujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor tidak di
angkat, maka dapat di lakukan tindakan paliatif dengan mengalihkan CSS melalui saluran
buatan atau pirau. Pada anak, penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii biasanya
suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III
disebabkan kraniofaringioma.
4) Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis
leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi
akibat organisasi dari darah itu sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360).
5. Degeneratif.
Histositosis incontentia pigmenti dan penyakit krabbe.
6. Gangguan Vaskuler
 Dilatasi sinus dural
 Thrombosis sinus venosus
 Malformasi V. Galeni
 Ekstaksi A. Basilaris
 Arterio venosusmalformasi

2.4 Klasifikasi
Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya, berdasarkan :
 Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan hidrosefalus
tersembunyi (occult hydrocephalus).
 Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita.
 Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.
 Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans.
Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus eksternal
menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks.
Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran likuor.
Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik.
Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan dimana faktor-faktor yang menyebabkan
dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah
sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya
terdapat pada orang tua. (Darsono, 2005)
Hidrosephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua:
1. Kongenital
Merupakan Hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan, sehingga:
a. Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil.
b. Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya tekanan intrakranial
sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.
2. Didapat
Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan penyebabnya adalah
penyakit-penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana
pengobatannya tidak tuntas.
Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi kemudian
terganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial.Sehingga perbedaan
hidrosefalus kongenital dengan di dapat terletak pada pembentukan otak dan
pembentukan otak dan kemungkinan prognosanya. Berdasarkan letak obstruksi CSS
( Cairan Serbrospinal ) hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga terbagi dalam tiga bagian
yaitu :
1. Hydrocephalus komunikan
Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga terdapat aliran
bebas CSS dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan. Jenis ini tidak terdapat
obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSS terdapat
dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang
dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah
sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan
gejala – gejala peningkatan ICP).
Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk
mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional.
Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya
villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien
memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP)
2. Hydrocephalus non komunikan
Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel sehingga
menghambat aliran bebas dari CSS. Biasanya gangguan yang terjadi pada hidrosefalus
kongenital adalah pada sistem vertikal sehingga terjadi bentuk hidrosefalus non
komunikan. Biasanya diakibatkan obstruksi dalam sistem ventrikuler yang mencegah
bersikulasinya CSS. Kondisi tersebut sering dijumpai pada orang lanjut usia yang
berhubungan dengan malformasi congenital pada system saraf pusat atau diperoleh
dari lesi (space occuping lesion) ataupun bekas luka. Pada klien dewasa dapat terjadi
sebagai akibat dari obstruksi lesi pada sistem ventricular atau bentukan jaringan
adhesi atau bekas luka didalam system di dalam system ventricular. Pada klien
dengan garis sutura yang berfungsi atau pada anak–anak dibawah usia 12–18 bulan
dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai ekstrim, tanda–tanda dan gejala–
gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak-anak yang garis suturanya tidak
bergabung terdapat pemisahan / separasi garis sutura dan pembesaran kepala.
3. Hidrocephalus Bertekan Normal ( Normal Pressure Hidrocephalus )
Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan kompresi jaringan
serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya normal, gejala –
gejala dan tanda – tanda lainnya meliputi ; dimentia, ataxic gait, incontinentia urine.
Kelainan ini berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage serebral atau
thrombosis, mengitis; pada beberapa kasus (Kelompok umur 60 – 70 tahun) ada
kemingkinan ditemukan hubungan tersebut.

2.5 Patofisiologis dan Pathogenesis


Dikarenakan kondisi CSS yang tidak normal hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai
akibat dari tiga mekanisme yaitu :
1. Produksi likuor yang berlebihan
2. Peningkatan resistensi aliran likuor
3. Peningkatan tekanan sinus venosa
Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial(TIK) sebagai
upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi
ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan
hidrosefalus.
Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :
1. Kompresi sistem serebrovaskuler.
2. Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler
3. Perubahan mekanis dari otak.
4. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis
5. Hilangnya jaringan otak.
6. Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial.
Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan aliran
likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang
disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam
upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang. Peningkatan tekanan sinus vena
mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan vena kortikal sehingga
menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan
intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap
tekanan sinus vena yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung
dari komplians tengkorak. (Darsono, 2005:212)

2.6 Manifestasi Klinis


Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada derajat ketidakseimbangan kapasitas
produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005). Gejala-gejala yang menonjol merupakan refleksi
adanya hipertensi intrakranial.
Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :
1. Hidrosefalus terjadi pada masa neonatus
Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan
pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan
pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan.
Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak
dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka
bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi samping kepala
tampak melebar dan berkelok. (Peter Paul Rickham, 2003).

2. Hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak


Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi
intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan penglihatan ganda
(diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum gejala yang paling umum
terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran
abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah
satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran
normal.
Makrokrania biasanya disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:
1. Fontanel anterior yang sangat tegang.
2. Sutura kranium tampak atau teraba melebar.
3. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol.
4. Fenomena ‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon).
Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar dibandingkan
dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan kesadaran, gangguan
okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala gangguan batang otak akibat
herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi). (Darsono, 2005:213).
Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan menjadi
besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi ventrikel
lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran wajah dan bandan bayi. Puncak
orbital tertekan ke bawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan penonjolan
putih mata yang tidak biasanya. Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala
menjadi tipis serta rapuh.Uji radiologis : terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan
sutura yang terpisah – pisah dan pelebaran vontanela. Ventirkulogram menunjukkan
pembesaran pada sistim ventrikel . CT scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler
dengan penebalan jaringan dan adnya massa pada ruangan Occuptional. Pada bayi terlihat
lemah dan diam tanpa aktivitas normal. Proses ini pada tipe communicating dapat tertahan
secara spontan atau dapat terus dengan menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas,
konvulsi, malnutrisi dan kematian, jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan
fisik.
a. Bayi :
 Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
 Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi tegang,
keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain :
 Muntah
 Gelisah
 Menangis dengan suara ringgi
 Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan pernafasan dan
tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.
 Peningkatan tonus otot ekstrimitas
 Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh-pembuluh darah terlihat jelas.
 Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah-olah di atas Iris
 Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”
 Strabismus, nystagmus, atropi optic
 Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.
b. Anak yang telah menutup suturanya :
Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial :
 Nyeri kepala
 Muntah
 Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
 Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun
 Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
 Strabismus
 Perubahan pupil

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan fisik dan
psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
penunjang yaitu :
1. Rontgen foto kepala
Dengan prosedur ini dapat diketahui:
1. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran sutura,
tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio digitate dan
erosi prosessus klionidalis posterior.
2.Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto
rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial
2. Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini dilakukan
dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat yang
dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar
halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
3. Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar kepala
melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm)
dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal
ini disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara
fungsional.
Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka penutupan
sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.
4. Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras lainnya dengan alat
tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke dalam ventrikel.
Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras P mengisi ruang
ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk
memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau
oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah
sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.
5. Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG diharapkan dapat
menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan pemeriksaan
USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan
keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat
menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan
CT Scan.
6. CT Scan kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari
ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari
occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya
penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS. Pada
hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua
sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.
7. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan menggunakan
teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh.

2.8 Penatalaksaaan
a. Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live sustaining” yang berarti
penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya.
Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip pengobatan
hidrocefalus harus dipenuhi yakni:
1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis dengan
tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid (diamox) yang
menghambat pembentukan cairan serebrospinal.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan tempat
absorbsi yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid
3. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
a. Drainase ventrikule-peritoneal
b. Drainase Lombo-Peritoneal
c. Drainase ventrikulo-Pleural
d. Drainase ventrikule-Uretrostomi
e. Drainase ke dalam anterium mastoid
f. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui
kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan pengaliran
cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang dianggap terbaik
namun, kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus
diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis.
4. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah diagnosis
lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah kepala dan dilakukan
pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang pintasan dipasang. Disusul
kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang
pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubiungakan dengan selang yang
ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar.
5. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan jenis
silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus.
Ada 2 macam terapi pintas/ “ shunting “:
1. Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya sementara. Misalnya:
pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan normal.
2. Internal
a. CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain :
 Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-Kjeldsen)
 Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior
 Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus.
 Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum
 Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum.
b. “Lumbo Peritoneal Shunt”
CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum dengan operasi
terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan.
Teknik Shunting:
1. Sebuah kateter ventrikular dimasukkan melalui kornu oksipitalis atau kornu
frontalis, ujungnya ditempatkan setinggi foramen Monroe.
2. Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS untuk dilakukan analisis.
3. Sebuah katup yang terdapat dalam sistem Shunting ini, baik yang terletak
proksimal dengan tipe bola atau diafragma (Hakim, Pudenz, Pitz, Holter) maupun
yang terletak di distal dengan katup berbentuk celah (Pudenz). Katup akan
membuka pada tekanan yang berkisar antara 5-150 mm, H2O.
4. Ventriculo-Atrial Shunt. Ujung distal kateter dimasukkan ke dalam atrium kanan
jantung melalui v. jugularis interna (dengan thorax x-ray ® ujung distal setinggi
6/7).
Ventriculo-Peritneal Shunt
a. Slang silastik ditanam dalam lapisan subkutan
b. Ujung distal kateter ditempatkan dalam ruang peritoneum.
Pada anak-anak dengan kumparan silang yang banyak, memungkinkan tidak
diperlukan adanya revisi walaupun badan anak tumbuh memanjang.
Komplikasi yang sering terjadi pada shunting: infeksi, hematom subdural, obstruksi,
keadaan CSS yang rendah, ascites akibat CSS, kraniosinostosis.
b. Farmakologis
Acetazolamide (ACZ) dan furosemid (FUR) mengobati hidrosefalus posthemorrhagic
pada neonatus. Keduanya adalah diuretik untuk mengurangi sekresi dari CSF pada
tingkat koroid pleksus. ACZ dapat digunakan sendiri atau bersama dengan FUR.
Kombinasi ini meningkatkan efektivitas ACZ dalam menurunkan sekresi CSF oleh koroid
pleksus.
Jika ACZ digunakan sendiri, tampaknya menurunkan risiko nefrokalsinosis secara
signifikan. Obat untuk pengobatan hidrosefalus adalah kontroversial. Terapi tersebut
harus digunakan hanya sebagai tindakan sementara untuk hidrosefalus
posthemorrhagic pada neonatus.
Karbonat anhidrase inhibitor
Obat ini untuk menghambat enzim yang ditemukan dalam banyak jaringan tubuh yang
mengkatalisis reaksi reversibel di mana karbon dioksida menjadi terhidrasi dan asam
karbonat dehidrasi. Perubahan ini dapat mengakibatkan penurunan produksi CSF oleh
koroid pleksus.
 Acetazolamide (Diamox)
Kompetitif reversibel penghambat karbonat anhidrase enzim, yang mengkatalisis reaksi
antara air dan karbon dioksida, sehingga proton dan karbonat. Hal ini memberikan
kontribusi untuk penurunan sekresi CSF oleh koroid pleksus. Mengurangi volume cairan
serebrospinalis: Acetazolamide 25 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 3 dosis. Dosis dapat
dinaikkan 25 mg/KgBB/hari (Maksimal 100 mg/KgBB/hari)
 Diuretik loop
Obat ini untuk meningkatkan ekskresi air dengan mengganggu sistem cotransport
klorida-mengikat, yang hasil dari penghambatan reabsorpsi natrium dan klorida di
ascending loop dari Henle tubulus ginjal dan distal.
 Furosemide (Lasix)
Mekanisme yang diusulkan untuk menurunkan ICP meliputi turunnya penyerapan
natrium otak, mempengaruhi transportasi air ke dalam sel astroglial oleh pompa
menghambat selular kation-klorida membran, dan penurunan produksi CSF oleh
anhydrase karbonat menghambat. Digunakan sebagai terapi tambahan dengan ACZ
dalam pengobatan hidrosefalus sementara posthemorrhagic pada neonatus.
Furosemide 1 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 3-4 dosis Lakukan pemeriksaan serum
elektrolit secara berkala untuk mencegah terjadinya efek samping.
 Tindakan bedah
Pembedahan merupakan pilihan terapi yang lebih disukai. Ulangi pungsi lumbal
dapat dilakukan untuk kasus hidrosefalus setelah perdarahan intraventricular, karena
kondisi ini bisa menghilang secara spontan. Jika reabsorpsi tidak dilanjutkan bila
kandungan protein cairan serebrospinal (CSF) kurang dari 100 mg / dL, resorpsi
spontan tidak mungkin terjadi. Lumbal punsi dapat dilakukan hanya dalam kasus-kasus
hidrosefalus berkomunikasi.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk menangani hidrosefalus antara lain :
1. Menggunakan teknologi pintasan seperti silicon
Hal ini penting karena selang pintasan itu ditanam di jaringan otak, kulit dan rongga
perut dalam waktu yang lama bahkan seumur hidup penderita, sehingga perlu
dihindarkan efek reaksi penolakan oleh tubuh. Tindakan bedah pemasangan selang
pintasan dilakukan setelah diagnosis dilengkapi dan indikasi serta syarat dipenuhi.
Tindakan dilakukan terhadap penderita yang dibius otak ada sayatan kecil di daerah
kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak yang selanjutnya
selang pintasan ventrikel dipasang, disusul kemudian dibuat sayatan kecil didaerah
perut antara kedua ujung selang tersebut dihubungkan, dengan sebuah selang pintasan
rongga perut antara kedua ujung selang tersebut dihubungkan, dengan sebuah selang
pintasan yang ditanam di bawah kulit sehingga tidak terlihat dari luar.
2. Teknik neuroendoskopi
Endoskopi dapat digunakan sebagai alat diagnosa dan sekaligus tindakan bedah. VRIES
pada tahun 1978 mengembangkan endoskopi yang canggih, yakni sebuah selang fiber
optik yang dilengkapi dengan peralatan bedah mikro dan sinar laser. Dengan demikian
melalui sebuah lubang di kepala, selang dipadu dengan layar televisi, dioperasikan alat
bedah untuk membuka tumor yang menyumbat rongga ventrikel.

2.9 Komplikasi
Komplikasi sering terjadi karena pemasangan VP shunt adalah infeksi dan malfungsi.
Malfungsi disebakan oleh obstruksi mekanik atau perpindahan didalam ventrikel dari
bahan – bahan khusus ( jaringan /eksudat ) atau ujung distal dari thrombosis sebagai
akibat dari pertumbuhan. Obstruksi VP shunt sering menunjukan kegawatan dengan
manifestasi klinis peningkatan TIK yang lebih sering diikuti dengan status neurologis buruk.
Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt. Infeksi umumnya akibat dari infeksi
pada saat pemasangan VP shunt. Infeksi itu meliputi septik, Endokarditis bacterial, infeksi
luka, Nefritis shunt, meningitis, dan ventrikulitis. Komplikasi VP shunt yang serius lainnya
adalah subdural hematoma yang di sebabkan oleh reduksi yang cepat pada tekanan
ntrakranial dan ukurannya. Komplikasi yang dapat terjadi adalah peritonitis abses
abdominal, perforasi organ-organ abdomen oleh kateter atau trokar (pada saat
pemasangan), fistula hernia, dan ilius.

2.10 Prognosis
Keberhasilan tindakan operatif serta prognosis hidrosefalus ditentukan ada atau tidaknya
anomali yang menyertai, mempunyai prognosis lebih baik dari hidrosefalus yang bersama
dengan malformasi lain (hidrosefalus komplikata). Prognosis hidrosefalus infatil
mengalami perbaikan bermakna namun tidak dramatis dengan temuan operasi pisau. Jika
tidak dioperasi 50-60% bayi akan meniggal karena hidrosefalus sendiri ataupun penyakit
penyerta. Skitar 40% bayi yang bertahan memiliki kecerdasan hampir normal. Dengan
bedah saraf dan penatalaksanaan medis yang baik, sekitar 70% diharap dapat melampaui
masa bayi, sekitar 40% dengan intelek normal, dan sektar 60% dengan cacat intelek dan
motorik bermakna. Prognosis bayi hidrosefalus dengan meningomilokel lebih buruk.
Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan neurologis serta
kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan meninggal karena
penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh karena aspirasi pneumonia.
Namun bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus) sekitar 40% anak akan mencapai
kecerdasan yang normal (Allan H. Ropper, 2005). Pada kelompok yang dioperasi, angka
kematian adalah 7%. Setelah operasi sekitar 51% kasus mencapai fungsi normal dan
sekitar 16% mengalami retardasi mental ringan. Adalah penting sekali anak hidrosefalus
mendapat tindak lanjut jangka panjang dengan kelompok multidisipliner. (Darsono, 2005)
BAB III
ASKEB PADA BAYI DENGAN HIDROSEFALUS NON KOMUNIKAN

Tanggal : 17 Agustus 2014 Jam : 16.00 WIB

Identitas
Nama bayi : Bayi Ny “N”
Umur : 4 bulan
Tgl/Jam/Lahir : 11-06-2012/14.50 WIB/Sptn B
Jenis Kelamin : Perempuan
Berat Badan : 2750 gr
Panjang badan : 46 cm
Nama Ibu : Ny ”I” Nama Ayah : Tn. “D”
Umur : 23 Th Umur : 23 Th
Suku/Kebangsaan : Jawa/Indonesia Suku/Kebangsaan : Jawa/Indonesia
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMK
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Alamat rumah : Senden, Peterongan Jombang
S : bayi N jenis kelamin perempuan dengan usia 4 bulan dangan berat badan 8,6 kg, ibu
mengatakan kepala bayi membesar sejak 2 bulan yang lalu dengan bentuk berbenjol-benjol
pada bagian atas dan dahi kepala. Membesar diawali dibagian dahi dan diikuti dibagian lain.
Saat ini bayi tidak bisa memiringkan tubuhnya, hanya bisa berbaring terlentang dan responya
pasif.
O : KU : Buruk , KES : CM, PB : 65 cm, BB : 8,6 Kg, Lingkep : 6,7 cm, kepala : tampak membesar,
Asimetris, berbenjol pada bagian pariental dan frontal, UUB : Menonjol, Terbuka
Sutura melebar, pada benjolan teraba fluktuasi.
Mata : kearah bawah/ sunset fenomena, konjungtiva : pusat,
Telinga : secret (-), hidung : secret (-)
Pemeriksaan CT Scan Kepala : tampak pelebaran berat, fentrikel kanan,
fentrikel kiri, tampak massa di fentrikel IV dengan pelebaran vosa posterior
A : Bayi N 4 bulan dengan Hidrosefalus non komunikan
P :
 Beritahu ibu hasil pemeriksaan.
Evaluasi Ibu mengetahui hasil pemeriksaan
 Beri terapi ceftriaxone 1 x 250 mg.
Evaluasi sudah diberikan terapi ceptriaxon.
 Anjurkan ibu untuk memperhatikan gizi dan makanan bayi.
Evaluasi Ibu mengerti dan mau memperhatikan gizi dan makanan bayinya.
 Anjurkan kepada ibu untuk konsul khusus pada dokter special bedah syaraf agar
bayinya mendapatkan tindakan operatif dalams bentuk pemasangan Vp SHUNT.
Evaluasi Ibu mengerti dan mau membawa bayinya untuk ke dokter spesialis bedah
syaraf
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Jumlah cairan serebrospinal (CSF) dalam rongga serebrospinal yang berlebihan
dapat meningkatkan tekanan sehingga dapat merusak jaringan saraf. Keadaan ini
disebut hydrocephalus yang berarti “kelebihan air dalam kubah tengkorak”. Jadi,
hydrocephalus dapat diakibatkan oleh pembentukan cairan berlebihan oleh pleksus
koroideus, absorpsi yang inadekuat, atau obstruksi aliran keluar pada salah satu
ventrikel atau lebih.
Ada dua jenis hydrocephalus : nonkomunikans, yaitu aliran cairan dari sistem
ventrikel ke ruang subarachnoid mengalami sumbatan dan komunikans yaitu tidak
ada sumbatan. Sindroma klinis yang berhhubungan dengan dilatasi yang progresif
pada sistem ventrikuler serebral dan kompresi gabungan dari jaringan – jaringan
serebral selama produksi. CSF yang ada menigkatkan kecepatan absorpsi oleh vilii
arachnoid. Akibat berkelebihannya cairan serebrospinal dan meningkatnya tekanan
intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang – ruang tempat mengalirnya
cairan. Penyebab penyumbatan aliran CSF yang sering terjadi pada bayi dan anak
adalah kelainan bawaan (kongenital), infeksi, neoplasma, dan perdarahan.

4.2 Saran
Tindakan alternatif selain oprasi di terapkan khususnya bagi kasus – kasus yang
mengalami sumbatan di dalam system ventrikel. Dalam hal ini maka tindakan
terapeutik semacam ini perlu. Dalam pembuatan makalah ini , masih banyak
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, sangat diperlukan kritik dan saran yang
membangun agar dalam pembuatan makalah selanjutnya lebih baik lagi. Selain itu,
makalah ini disarankan pula untuk dijadikan tolak ukur dalam pembuatan makalah-
makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges M.E, ( 1999), Rencana Asuhan keperawtan : pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta

Fauziah, Afroh dan Sudarti. 2012. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita. Yogyakarta :
Nuha Medika

Hidayat, Alimul, A. Aziz (2006). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta : EGC.

http://www.hydroassoc.org/, diambil pada tanggal 29 Juli 2008 pukul 20.30 Wib.

Lynda Juall Carpenito, ( 2000) Buku Saku : Diagnosa Keperawatan, Ed.8, EGC, Jakarta

Robert M. Kliegman, Ann M.Arvin. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Volume I. Edisi 15. Jakarta : EGC.

Supartini, Yupi. ( 2004 ). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.

Tucker, Martin Susan (1998). Patien Care Standars :Nursing Process, Diagnosis, and Outcome (Yasmin,
penerjemah). Mosby (sumber asli diterbitkan 1992).

Anda mungkin juga menyukai