Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PERSALINAN LAMA

Di susun Oleh :
SOFIA SUSANTI
NIM :

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TANJUNGPINANG
2019/2020
Preseptor akademik Tanda Tangan
Yusnaini Siagian,S.Kep.Ns,M.Kep
LAPORAN PENDAHULUAN
PERSALINAN LAMA
A. Definisi
Menurut Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH (1998), pengertian dari partus lama

adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primigravida dan lebih dari 18

jam pada multigravida. Dilatasi serviks di kanan garis waspada persalinan fase aktif.

Persalinan kasep (partus kasep) adalah persalinan lama yang disertai komplikasi ibu

maupun janin (Manuaba, 1998).

Menurut Saifuddin (2001) persalinan lama adalah persalin yang berlangsung 12 jam atau

lebih, bayi belum lahir.

Ahli lain berpendapat bahwa persalinan lama merupakan persalinan yang berlangsung lebih

dari 24 jam, biasanya kala I lebih lama, fase aktif dan laten menjadi lebih lama dan terjadi

kegagalan dilatasi serviks dalam waktu yang dapat diterima (Hamilton, 1995).

B. Anatomi dan Fisiologi


a. Alat Reproduksi Bagian Luar atau Eksternal.

1.1. Alat Reproduksi External wanita

Alat reproduksi bagian luar atau external terdiri dari Mons Veneris, labia mayora,
labia minora, klitoris, vestibulum. Mons veneris merupakan bagian yang menonjol

didalam simpisis terdiri dari jaringan lemak dan sedikit jaringan ikat. Labia mayora

merupakan kelanjutan dari mons veneris, berbentuk lonjong kedua bibir ini dibagian

bawah bertemu membentuk perineum, permukaan terdiri dari bagian luar tertutup

rambut yang merupakan kelanjutan dari rambut pada mons veneris. Bagian dalam :

tanpa rambut merupakan selaput yang mengandung kelenjar sebase lemak. Labia minora

merupakan lipatan bagian dalam bibir, tanpa rambut dari bagian atas klitoris. Klitoris

merupakan bagian alat reproduksi luar yang bersifat erektik mengandung banyak

pembuluh darah dan serta saraf sensorif sehingga sangat sensitif. Sedangkan vestibulum

merupakan sebuah rongga disetiap isi yang dibatasi oleh lipatan labia dan bersambung

dengan vagina dan terdapat muara-muara diantaranya : Interatus vagina adalah liang

senggama, kelenjar bartolini, himen (selaput darah), uretra.

a. Alat Reproduksi Bagian Dalam atau Internal.

1.2. Alat Reproduksi bagian dalam pada wanita

Alat reproduksi bagian dalam atau internal terdiri dari vagina,

uterus, tuba falopi, ovarium. Vagina yaitu organ yang mempunyai banyak

pembuluh darah dan selaput syaraf, tidak ada kelenjar tetapi tetap basah
oleh sekret dari serviks Vagina juga merupakan saluran merculus

membranaus yang menghubungkan rahim dan vulva. Vulva terletak antara

kandung kemih dan rectum. Pada dinding vagina terdapat lipat melintang

disebut rugae terutama bagian bawah sel dinding vagina mengandung

glikogen yang menghasilkan asam susu dari pH 4,5 untuk memberikan

proteksi terhadap infeksi. Uterus merupakan jaringan otot yang kuat terletak

antara dipelvis minor diantara kandung kemih dan rectum.

Bentuk uterus seperti bola lampu (buah pear) dan gepeng ukuran

uterus tergantung pada usia, anak-anak 2-3 cm multipara 6- 8 cm, uterus

memiliki fungsi antara lain : mempersiapkan tempat untuk ovum yang telah

mengalami vertilisasi, memberikan makan ovum yang telah dibuahi selama

masa kehamilan untuk mengeluarkan hasil konsepsi setelah cukup umur

untuk mengadakan involusi setelah kelahiran bayi.

Tuba falopi terdapat ditepi atas ligamentum latum, tuba falopi

merupakan tuba muskuler dengan panjang ± 12 jam dan diameternya 8

sampai 9 cm, tuba falopi berfungsi untuk menyalurkan telur dan hasil

konsepsi. Yang terakhir adalah ovarium yaitu kelenjar berbentuk biji kenari

yang terletak dikanan dan kiri uterus dibawah uteri dan terikat disebelah

belakang oleh ligamentum uteri, fungsinya antara lain : untuk memproduksi

ovum, memproduksi estrogen dan memproduksi progesteron.


Ovulasi terjadi antara usia 11 sampai 16 tahun ketika terdapat cukup

banyak folikel yang sudah terangsang untuk menjadi mature maka efek

estrogen tampak jelas dan folikel- folikel menjadi matang sepenuhnya.

C. KLASIFIKASI
Harry Oxorn dan Willian R. Forte (1996) mengklasifikasikan partus lama menjadi
beberapa fase, yaitu :
1. Fase laten yang memanjang
Fase laten yang melampaui waktu 20 jam pada primigravida atau waktu 14 jam pada
multipara merupakan keadaan abnormal. Sebab-sebab fase laten yang panjang mencakup :
a. Serviks belum matang pada awal persalinan
b. Posisi janin abnormal
c. Disproporsi fetopelvik
d. Persalinan disfungsional
e. Pemberian sedatif yang berlebihan
Serviks yang belum matang hanya memperpanjang fase laten, dan kebanyakan
serviks akan membuka secara normal begitu terjadi pendataran. Sekalipun fase laten
berlangsung lebih dari 20 jam, banyak pasien mencapai dilatasi serviks yang normal ketika
fase aktif mulai. Meskipun fase laten itu menjemukan, tapi fase ini tidak berbahaya bagi ibu
atau pun anak.
2. Fase aktif yang memanjang pada primigravida
Para primigravida, fase aktif yang lebih panjang dari 12 jam merupakan keadaan
abnormal, yang lebih penting daripada panjangnya fase ini adalah kecepatan dilatasi serviks.
Pemanjangan fase aktif menyertai :
a. Malposisi janin
b. Disproporsi fetopelvik
c. Penggunaan sedatif dan analgesik secara sembrono
d. Ketuban pecah sebelum dimulainya persalinan
Keadaan ini diikuti oleh peningkatan kelahiran dengan forceps tengah, secsio
caesarea dan cedera atau kematian janin. Periode aktif yang memanjang dapat dibagi
menjadi dua kelompok klinis yang utama, yaitu kelompok yang masih menunjukkan
kemajuan persalinan sekalipun dilatasi servik berlangsung lambat dan kelompok yang
benar-benar mengalami penghentian dilatasi serviks
3. Fase aktif yang memanjang pada multiparas
Fase aktif pada multipara yang berlangsung lebih dari 6 jam (rata-rata 2,5 jam) dan
laju dilatasi serviks yang kurang dari 1,5 cm per jam merupakan keadaan abnormal.
Meskipun partus lama pada multipara lebih jarang dijumpai dibandingkan dengan
primigravida, namum karena ketidakacuhan dan perasaan aman yang palsu, keadaan
tersebut bisa mengakibatkan malapetaka.
Kelahiran normal yang terjadi di waktu lampau tidak berarti bahwa kelahiran
berikutnya pasti normal kembali. Pengamatan yang cermat, upaya menghindari kelahiran
pervaginam yang traumatik dan pertimbangan secsio caesarea merupakan tindakan penting
dalam penatalaksanaan permasalahan ini. Berikut ini ciri-ciri partus lama pada multipara :
a. Insedensinya kurang dari 1%
b. Mortalitas perinatalnya lebih tinggi dibandingkan pada primigravida dengan partus lama
c. Jumlah bayi besar bermakna
d. Malpresentasi menimbulkan permasalahan
e. Prolapsus funiculi merupakan komplikasi
f. Perdarahan postpartum berbahaya
g. Rupture uteri terjadi pada grande multipara
h. Sebagian besar kelahirannya berlangsung spontan pervaginam
i. Ekstraksi forceps tengah lebih sering dilakukan
Angka secsio caesarea tinggi, sekitar 25%

D. Manifestasi Klinik
Menurut Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH (1998) gejala klinik partus lama terjadi pada
ibu dan juga pada janin.
1. Pada ibu
Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernapasan cepat dan
meteorismus. Di daerah lokal sering dijumpai: Ring v/d Bandle, oedema serviks,
cairan ketuban berbau, terdapat mekonium.

2. Pada janin :
a. Denyut jantung janin cepat atau hebat atau tidak teratur bahkan negarif
b. air ketuban terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan, berbau.
c. Kaput succedaneum yang besar
d. Moulage kepala yang hebat
e. Kematian Janin Dalam Kandungan (KJDK)
f. Kematian Janin Intra Parental (KJIP)
Menurut Prof. dr. Ida Bagus Gde Manuaba, DSOG (1998), gejala utama yang perlu
diperhatikan pada partus lama antara lain :
1. Dehidrasi
2. Tanda infeksi : temperatur tinggi, nadi dan pernapasan, abdomen meteorismus
3. Pemeriksaan abdomen : meteorismus, lingkaran bandle tinggi, nyeri segmen bawah
rahim
4. Pemeriksaan lokal vulva vagina : edema vulva, cairan ketuban berbau, cairan
ketuban bercampur mekonium
5. Pemeriksaan dalam : edema servikalis, bagian terendah sulit di dorong ke atas,
terdapat kaput pada bagian terendah
6. Keadaan janin dalam rahim : asfiksia sampai terjadi kematian
7. Akhir dari persalinan lama : ruptura uteri imminens sampai ruptura uteri, kematian
karena perdarahan atau infeksi.

E. Patofisiologi
Partus lama partus yang berlangsung lebih dari 18 jam, partus

berlangsung lebih dari 24 jam atau kala I 20 jam atau kala II 2 jam. Pada partus

lama pada umumnya ibu dalam keadaan lelah, demikian juga keadaan janin dan

uterus. Bila partus lama dibiarkan tanpa pertolongan aktif, tidak dapat

diharapkan persalinan akan berakhir sendiri tanpa membahayakan jiwa ibu

maupun janin. Kadang – kadang sulit memastikan partus lama dari segi waktu

karena kesulitan menentukan saat mulai inpartu. Untuk ini perlu diperhatikan

adanya tanda – tanda partus lama :


1). Keadaan umum lemah kelelahan

2). Nadi cepat, RR cepat

3). Dehidrasi

4). Perut kembung

E. Pathway/WOC (Web of Caution)

1.3. Pathway Persalinan Lama


F. Bahaya patus lama
Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH (1998), menjelaskan mengenai bahaya partus lama bagi
ibu dan janin, yaitu :
1. Bahaya bagi ibu
Partus lama menimbulkan efek berbahaya baik terhadap ibu maupun anak. Beratnya
cedera meningkat dengan semakin lamanya proses persalinan, resiko tersebut naik dengan
cepat setelah waktu 24 jam. Terdapat kenaikan pada insidensi atonia uteri, laserasi,
perdarahan, infeksi, kelelahan ibu dan shock. Angka kelahiran dengan tindakan yang tinggi
semakin memperburuk bahaya bagi ibu.
2. Bahaya bagi janin
Semakin lama persalinan, semakin tinggi morbiditas serta mortalitas janin dan
semakin sering terjadi keadaan berikut ini :
a. Asfiksia akibat partus lama itu sendiri
b. Trauma cerebri yang disebabkan oleh penekanan pada kepala janin
c. Cedera akibat tindakan ekstraksi dan rotasi dengan forceps yang sulit
d. Pecahnya ketuban lama sebelum kelahiran. Keadaan ini mengakibatkan terinfeksinya
cairan ketuban dan selanjutnya dapat membawa infeksi paru-paru serta infeksi sistemik
pada janin.
Sekalipun tidak terdapat kerusakan yang nyata, bayi-bayi pada partus lama
memerlukan perawatan khusus. Sementara pertus lama tipe apapun membawa akibat yang
buruk bayi anak, bahaya tersebut lebih besar lagi apalagi kemajuan persalinan pernah
berhenti. Sebagian dokter beranggapan sekalipun partus lama meningkatkan resiko pada
anak selama persalinan, namun pengaruhnya terhadap perkembangan bayi selanjutnya hanya
sedikit. Sebagian lagi menyatakan bahwa bayi yang dilahirkan melalui proses persalinan
yang panjang ternyata mengalami defisiensi intelektual sehingga berbeda jelas dengan bayi-
bayi yang lahir setelah persalinan normal.

G. Pemeriksaan Penunjang / Diagnostik


1. Bila tanggal HPHT di catat dan diketahui wanita hamil, diagnosis tidak sukar
2. Bila wanita tidak tahu, lupa atau tidak ingat, atau sejak melahirkan yang lalu tidak
dapat haid dan kemudian menjadi hamil, hal ini akan sukar memastikannya.
Hanyalah dengan pemeriksaan antenatal yang teratur dapat diikuti tinggi dan naiknya
fundus uteri, mulainya gerakan janin dan besarnya janin dapat membantu diagnosis.
3. Pemeriksaan berat badan diikuti, kapan menjadi berkurang, begitu pula lingkaran
perut dan jumlah air ketuban apakah berkurang.
4. Pemeriksaan rontgenologik, dapat dijumpai pusat-pusat penulangan pada bagian
distal femur, bagian proksimal tibia, tulang kuboid, diameter bipariental 9,8 cm atau
lebih.
5. USG : ukuran diameter bipariental, gerakan janin dan jumlah air ketuban
6. Pemeriksaan sitologik air ketuban : air ketuban diambil dengan amniosentesis, baik
transvaginal maupun transabdominal. Air ketuban akan bercampur lemak dari sel-sel
kulit yang dilepas janin setelah kehamilan mencapai lebih dari 36 minggu. Air
ketuban yang diperoleh dipulas dengan sulfat biru nil maka sel-sel yang mengandung
lemak akan berwarna jingga. Bila : Melebihi 10% : kehamilan di atas 36 minggu
Melebihi 50% : kehamilan di atas 39 mingguAmnioskopi : melihat derajat kekeruhan
air ketuban, menurut warnanya karena dikeruhi mekonium.
7. Kardiotografi : mengawasi dan membaca DJJ, karena insufiensi plasenta
8. Uji Oksitosin (stress test) : yaitu dengan infus tetes oksitosin dan diawasi reaksi janin
terhadap kontraksi uterus. Jika ternyata reaksi janin kurang baik, hal ini mungkin
janin akan
9. Pemeriksaan kadar estriol dalam urin
10. Pemeriksaan PH darah kepala janin
11. Pemeriksaan sitologi vagina (Menurut Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri Jilid I,
1998)
12. Pengaruh terhadap ibu dan janin Terhadap ibu : partus lama, kesalahan letak, insersia
uteri, perdarahan postpartum.Terhadap janin : jumlah kematian janin/bayi pada
kehamilan 43 minggu 3 kali lebih besar dari kehamilan 40 minggu, karena
postmaturitas akan menambah bahaya pada janin. Pengaruh post maturitas pada janin
bervariasi : berat badan janin dapat bertambah besar, tetp, dan ada yang berkurang,
sesudah kehamilan 42 minggu. Ada pula yang bisa terjadi kematian janin dalam
kandungan. Bayi besar dapat menyebabkan disproporsi sefalopelvik.
Oligohidramnion dapat menyebabkan kompresi tali pusat, gawat janin sampai bayi
meninggal. Keluarnya mekoneum yang dapat menyebabkan aspirasi mekoneum.
(Menurut Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri Jilid I, 1998)
I. Penatalaksanaan dan terapi
Menurut Harry Oxorn dan Willian R. Forte (1996), penatalaksanaan partus lama
antara lain :
1. Pencegahan
a. Persiapan kelahiran bayi dan perawatan prenatal yang baik akan mengurangi insidensi
partus lama.
b. Persalinan tidak boleh diinduksi atau dipaksakan kalau serviks belum matang. Servik
yang matang adalah servik yang panjangnya kurang dari 1,27 cm (0,5 inci), sudah
mengalami pendataran, terbuka sehingga bisa dimasuki sedikitnya satu jari dan lunak
serta bisa dilebarkan.

2. Tindakan suportif
a. Selama persalinan, semangat pasien harus didukung. Kita harus membesarkan hatinya
dengan menghindari kata-kata yang dapat menimbulkan kekhawatiran dalam diri pasien.
b. Intake cairan sedikitnya 2500 ml per hari. Pada semua partus lama, intake cairan
sebanyak ini di pertahankan melalui pemberian infus larutan glukosa. Dehidrasi, dengan
tanda adanya acetone dalam urine, harus dicegah
c. Makanan yang dimakan dalam proses persalinan tidak akan tercerna dengan baik.
Makanan ini akan tertinggal dalam lambung sehingga menimbulkan bahaya muntah dan
aspirasi. Karena waktu itu, pada persalinan yang berlangsung lama di pasang infus untuk
pemberian kalori.
d. Pengosongan kandung kemih dan usus harus memadai. Kandung kemih dan rectum yang
penuh tidak saja menimbulkan perasaan lebih mudah cidera dibanding dalam keadaan
kosong.
e. Meskipun wanita yang berada dalam proses persalinan, harus diistirahatkan dengan
pemberian sedatif dan rasa nyerinya diredakan dengan pemberian analgetik, namun
semua preparat ini harus digunakan dengan bijaksana. Narcosis dalam jumlah yang
berlebihan dapat mengganggu kontraksi dan membahayakan bayinya.
f. Pemeriksaan rectal atau vaginal harus dikerjakan dengan frekuensi sekecil mungkin.
Pemeriksaan ini menyakiti pasien dan meningkatkan resiko infeksi. Setiap pemeriksaan
harus dilakukan dengan maksud yang jelas.
g. Apabila hasil-hasil pemeriksaan menunjukkan adanya kemajuan dan kelahiran
diperkirakan terjadi dalam jangka waktu yang layak serta tidak terdapat gawat janin
ataupun ibu, tetapi suportif diberikan dan persalinan dibiarkan berlangsung secara
spontan.
3. Perawatan pendahuluan
Penatalaksanaan penderita dengan partus lama adalah sebagai berikut :
a. Suntikan Cortone acetate 100-200 mg intramuskular
b. Penisilin prokain : 1 juta IU intramuskular
c. Streptomisin 1 gr intramuskular
d. Infus cairan :
1) Larutan garam fisiologis
2) Larutan glukose 5-100% pada janin pertama : 1 liter/jam
e. Istirahat 1 jam untuk observasi, kecuali bila keadaan mengharuskan untuk segera
bertindak
4. Pertolongan
Dapat dilakukan partus spontan, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, manual aid pada letak
sungsang, embriotomi bila janin meninggal, seksio sesarea dan lain-lain.

J. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kehamilan yang
teratur, minimal 4 kali selama kehamilan, 1 kali pada trimester pertama (sebelum 12
minggu), 1 kali pada trimester ke dua (antara 13 minggu sampai 28 minggu) dan 2 kali
trimester ketiga (di atas 28 minggu). Bila keadaan memungkinkan, pemeriksaan
kehamilan dilakukan 1 bulan sekali sampai usia 7 bulan, 2 minggu sekali pada
kehamilan 7 – 8 bulan dan seminggu sekali pada bulan terakhir. Hal ini akan menjamin
ibu dan dokter mengetahui dengan benar usia kehamilan, dan mencegah terjadinya
kehamilan serotinus yang berbahaya.
Perhitungan dengan satuan minggu seperti yang digunakan para dokter kandungan
merupakan perhitungan yang lebih tepat.. Untuk itu perlu diketahui dengan tepat tanggal
hari pertama haid terakhir seorang (calon) ibu itu. Perhitungannya, jumlah hari sejak hari
pertama haid terakhir hingga saat itu dibagi 7 (jumlah hari dalam seminggu). Misalnya,
hari pertama haid terakhir Bu A jatuh pada 2 Januari 2011. Saat ini tanggal 4 Maret
2011. Jumlah hari sejak hari pertama haid terakhir adalah 61. Setelah angka itu dibagi 7
diperoleh angka 8,7. Jadi, usia kehamilannya saat ini 9 minggu.
K. Komplikasi
a) Setelah usia kehamilan > 40-42 minggu yang penting adalah monitoring janin sebaik-
baiknya.
b) Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiense plasenta, persalinan spontan dapat ditunggu
dengan pengawasan ketat
c) Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks, kalau sudah matang
boleh dilakukan induksi persalinan dengan atau tanpa amniotomi.
d) Riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam rahim
e) Terdapat hipertensi, pre-eklampsia
f) Kehamilan ini adalah anak pertama karena infertilitas
g) Pada kehamilan > 40-42 minggu Maka ibu dirawat di rumah sakit
h) Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada
 Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang
 Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi gawat janin, atau
 Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pre-eklampsia, hipertensi
menahun, anak berharga (infertilitas) dan kesalahan letak janin
 Pada persalinan pervaginam harus diperhatikan bahwa partus lama akan sangat
merugikan bayi, janin postmatur kadang-kadang besar; dan kemungkinan diproporsi
sefalo-pelvik dan distosia janin perlu dipertimbangkan. Selain itu janin postmatur lebih
peka terhadap sedatif dan narsoka, jadi pakailah anestesi konduksi.
(Menurut Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri Jilid I, 1998)
L. Asuhan Keperawatan dengan kehamilan lewat waktu
a. Pengkajian
Data Subjektif:
1) Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin,pekerjaan, status kewarganegaraan, suku bangsa,
pendidikan, alamat.
2) Keluhan utama
Menurut Prof. Dr. Ida Bagus Gde Manuaba dalam bukunya Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan & Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan (1998; hal 225)
 Kehamilan belum lahir setelah melewati 42 minggu.
 Gerak janin makin berkurang dan kadang-kadang berhenti sama sekali.
 Berat badan ibu mendatar atau menurun.
 Air ketuban terasa berkurang.
 Gerak janin menurun.
3) Riwayat Menstruasi
Diagnosis kehamilan postterm tidak sulit

4) Riwayat Obstetri
Mengkaji riwayat obstetri dahulu meliputikehamilan, persalinan, nifas, anak serta KB
yang pernah digaunakan. Termasuk didalanya riwayat TT, serta penyulit yang dialami.
5) Riwayat kehamilan sekarang
Mengkaji keluhan yang yang dirsakan pasien selama kehamilan ini. Digunakan
sebagai identifikasi masalah pasien. Banyaknya pemeriksaan antenatal yang
dilakukan.
6) Riwayat kesehatan
Penyakit kronis yang dapat mempengaruhi terjadinya Postterm.

7) Riwayat kesehatan keluarga


Mendeteksi masalah yang berkaitan dengan factor genetic, sebagai indikasi penyakit
yang diturunkan oleh orang tua.
8) Pola kehidupan sehari-hari
Meliputi kebiasaan sehari-hari yang dilakukan pasien.

Data Objektif:
1) Pemeriksaan umum
Secara umum ditemukan gambaran kesadaran umum, dimana kesadaran pasien sangat
penting dinilai dengan melakukan anamnesa. Selain itu pasien sadar akan menunjukkan
tidak adanya kelainan psikologis dan kesadaran umum juga mencakup pemeriksaan tanda-
tanda vital, berat badan, tinggi badan , lingkar lengan atas yang bertujuan untuk
mengetahui keadaan gizi pasien.
2. Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Mata : Periksa konjungtiva dan sklera untuk menentukan apakah ibu anemia atau
tidak,
Muka : edema atau tidak
Leher : apakah terdapat pembesaran kelenjar baik kelenjar tiroid maupun limfe
Dada : bagaimana keadaan putting susu, ada tidaknya teraba massa atau tumor,
tanda-tanda kehamilan (cloasma gravidarum, aerola mamae, calostrum),
Abdomen : dilihat pembesaran perut yang sesuai dengan usia kehamilan, luka bekas
operasi,
Genitalia : Dilihat genetalia bagian luar oedem atau tidak serta pengeluaran
pervaginam
Ekstremitas :Atas maupun bawah tidak oedem
 Palpasi
Abdomen : Gerak janin makin berkurang dan kadang-kadang berhenti sama sekali
(Menurut Prof. Dr. Ida Bagus Gde Manuaba (1998; hal 225).
Dengan menggunakan cara Leopold:

Leopold I :
Untuk menentukan TFU dan apa yang terdapat dibagian fundus (TFU dalam
cm) dan kemungkinan teraba kepala atau bokong lainnya, normal pada fundus teraba
bulat, tidak melenting, lunak yang kemungkinan adalah bokong janin
Leopold II:
Untuk menentukan dimana letaknya punggung janin dan bagian-bagian
kecilnya. Pada dinding perut klien sebelah kiri maupun kanan kemungkinan teraba,
punggung, anggota gerak, bokong atau kepala.
Leopold III:
Untuk menentukan apa yang yang terdapat dibagian bawah perut ibu dan
apakah BTJ sudah terpegang oleh PAP, dan normalnya pada bagian bawah perut ibu
adalah kepala. Leopold IV:
Untuk menentukan seberapa jauh masuknya BTJ ke dalam rongga panggul dan
dilakukan perlimaan untuk menentukan seberapa masuknya ke PAP.
 Auskultasi
Untuk mendengar DJJ dengan frekuensi normal 120-160 kali/menit, irama teratur atau
tidak, intensitas kuat, sedang atau lemah. Apabila persalinan disertai gawat janin, maka
DJJ bisa kurang dari 110 kali/menit atau lebih dari 160 kali/menit dengan irama tidak
teratur.

 Perkusi
Pemeriksaan reflek patella kiri dan kanan yang berkaitan dengan kekurangan vitamin
B atau penyakit saraf, intoksikasi magnesium sulfat.

2) Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mansjoer, Arif.. 2001; hal 275
a) USG untuk menilai usia kehamilan, oligohidramnion, derajat maturitas plasenta.
b) KTG untuk menilai ada tidaknya gawat janin
c) Penilaian warna air ketuban dengan amnioskopi atau amniotomi (tes tanpa tekanan,
dinilai apakah reaktif atau tidak dan tes tekanan oksitosin )
d) Pemeriksaan sitologi vagina dengan indeks kariopiknotik > 20%

a. Diagnosa keperawatan
1) Dx. Post matur kehamilan
 Ansietas b/d proses kelahiran lama
 Nyeri b/d operasi sectio caesarea
2) Dx. Bayi Post matur
 Kerusakan integritas kulit b/d maserasi
N Diagnosa NOC NIC
o Keperawat
an
1 Kecemasan NOC : NIC :
berhubungan - Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan
dengan - Koping kecemasan)
Faktor Setelah dilakukan asuhan selama  Gunakan pendekatan yang
keturunan, ……………klien kecemasan menenangkan
Krisis teratasi dgn kriteria hasil:  Nyatakan dengan jelas harapan
situasional,  Klien mampu terhadap pelaku pasien
Stress, mengidentifikasi dan  Jelaskan semua prosedur dan
perubahan mengungkapkan gejala cemas apa yang dirasakan selama
status  Mengidentifikasi, prosedur
kesehatan,  Temani pasien untuk
ancaman memberikan
kematian,
perubahan mengungkapkan keamanan dan mengurangi
konsep takut
dan menunjukkan tehnik
 Berikan informasi faktual
diri, kurang untuk mengontol cemas
mengenai diagnosis, tindakan
pengetahuan  Vital sign dalam batas
prognosis
dan normal
 Libatkan keluarga
hospitalisasi  Postur tubuh, ekspresi
untuk mendampingi klien
wajah, bahasa tubuh dan
 Instruksikan pada pasien
DO/DS: tingkat aktivitas
untuk menggunakan tehnik
- Insomnia menunjukkan berkurangnya
relaksasi
- Kontak kecemasan
 Dengarkan dengan penuh
mata kurang
perhatian
- Kuran
 Identifikasi tingkat kecemasan
g
 Bantu pasien mengenal
istirah
situasi yang menimbulkan
at
kecemasan
- Berfokus
 Dorong pasien
pada diri
sendiri untuk mengungkapkan

- Iritabilitas perasaan, ketakutan, persepsi

- Takut  Kelola pemberian obat anti

- Nyeri perut cemas:........

- Penurunan
TD dan
denyut nadi
- Diare, mual,
kelelahan
- Ganggu
an tidur
- Gemetar
- Anoreksia
, mulut
kering
- Peningkatan
TD,
denyut nadi,
RR
- Kesulit
an
bernafa
s
- Bingung
- Bloking
dalam
pembicaraa
n
- Sulit
berkonsentr
asi
2 Nyeri NOC : NIC :
 Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara
akut
 pain control, komprehensif termasuk lokasi,
berhubungan
 comfort level karakteristik, durasi, frekuensi,
dengan:
Setelah dilakukan tinfakan kualitas dan faktor presipitasi
Agen
keperawatan selama …. Pasien  Observasi reaksi nonverbal dari
injuri
tidak mengalami nyeri, dengan ketidaknyamanan
(biologi,
kriteria hasil:  Bantu pasien dan keluarga untuk

kimia, fisik,  Mampu mengontrol nyeri mencari dan menemukan

psikologis), (tahu penyebab nyeri, dukungan

kerusakan mampu menggunakan  Kontrol lingkungan yang dapat

jaringan tehnik nonfarmakologi untuk mempengaruhi nyeri seperti suhu


mengurangi nyeri, mencari ruangan, pencahayaan dan

DS: bantuan) kebisingan

- Laporan  Melaporkan bahwa nyeri  Kurangi faktor presipitasi nyeri


secara berkurang dengan  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
verbal menggunakan manajemen menentukan intervensi

DO: nyeri  Ajarkan tentang teknik non

- Posisi  Mampu mengenali nyeri farmakologi: napas dala,

untuk (skala, intensitas, frekuensi relaksasi, distraksi, kompres

menahan dan tanda nyeri) hangat/ dingin

nyeri  Berikan analgetik untuk


- Tingkah mengurangi
laku berhati-
hati
- Gangguan
tidur
(mata
sayu,  Menyatakan rasa nyaman nyeri: ……...
setelah nyeri berkurang  Tingkatkan istirahat
tampak
 Tanda vital dalam rentang  Berikan informasi tentang nyeri
capek,
normal seperti penyebab nyeri, berapa
sulit
 Tidak mengalami gangguan lama nyeri akan berkurang dan
atau
tidur. antisipasi ketidaknyamanan dari

gerakan prosedur

kacau, Monitor vital sign sebelum dan

menyeringai sesudah pemberian analgesik

) pertama kali.

- Terfokus
pada diri
sendiri
- Fokus
menyempit
(penurunan
persepsi
waktu,
kerusakan
proses
berpikir,
penurunan
interaksi
dengan
orang dan
lingkungan)
- Tingkah
laku
distraksi,
contoh :
jalan- jalan,
menemui
orang
lain dan/atau
aktivitas,
aktivitas
berulang-
ulang)
- Respon
autonom
(seperti
diaphoresis,
perubahan
tekanan
darah,
perubahan
nafas, nadi
dan dilatasi
pupil)
- Perubahan
autonomic
dalam
tonus otot
(mungkin
dalam
rentang dari
lemah ke
kaku)
- Tingkah
laku
ekspresif
(contoh
: gelisah,
merintih,
menangis,
waspada,
iritabel,
nafas
panjang/ber
kel
uh kesah)
- Perubahan
dalam

nafsu
makan

dan minum
3. Kurang NOC: NIC :
Pengetahuan  Kowlwdge : disease process  Kaji tingkat pengetahuan
Berhubungan  Kowledge : health Behavior pasien dan keluarga
dengan : Setelah dilakukan  Jelaskan patofisiologi dari
keterbatasan tindakan keperawatan penyakit dan bagaimana hal ini
kognitif, selama …. pasien berhubungan dengan anatomi
interpretasi menunjukkan pengetahuan dan fisiologi, dengan cara yang
terhadap tentang proses penyakit dengan tepat.
informasi kriteria hasil:  Gambarkan tanda dan gejala
yang salah,  Pasien dan keluarga yang biasa muncul pada
kurangnya menyatakan pemahaman penyakit, dengan cara yang
keinginan tentang penyakit, kondisi, tepat
untuk mencari prognosis dan program  Gambarkan proses penyakit,
informasi, pengobatan dengan cara yang tepat
tidak  Pasien dan keluarga mampu  Identifikasi kemungkinan
mengetahui melaksanakan prosedur penyebab, dengan cara yang
sumber- yang dijelaskan secara tepat
sumber benar  Sediakan informasi pada
informasi. Pasien dan keluarga mampu pasien tentang kondisi, dengan
menjelaskan kembali apa yang cara yang tepat
dijelaskan perawat/tim
 Sediakan bagi keluarga
DS: kesehatan lainnya
informasi tentang kemajuan
Menyatakan
pasien dengan cara yang tepat
secara verbal
 Diskusikan pilihan terapi atau
adanya
penanganan
masalah DO:
 Dukung pasien
ketidakaku
untuk mengeksplorasi atau
ra tan
mendapatkan second opinion
mengikuti
dengan cara yang tepat atau
instruksi, diindikasikan
perilaku  Eksplorasi kemungkinan
tidak sumber atau dukungan, dengan
sesuai cara yang tepat
4. Kerusakan NOC : NIC : Pressure Management
integritas Tissue Integrity : Skin and  Anjurkan pasien untuk
Mucous Membranes menggunakan pakaian yang
kulit
Wound Healing : primer dan longgar
berhubungan
sekunder  Hindari kerutan pada tempat
dengan :
Setelah dilakukan tindakan tidur
Eksternal :
keperawatan selama…..  Jaga kebersihan kulit agar
- Hiperterm
kerusakan integritas kulit tetap bersih dan kering
ia atau
pasien teratasi dengan kriteria  Mobilisasi pasien (ubah
hipotermi
hasil: posisi pasien) setiap dua jam
a
 Integritas kulit yang baik sekali
- Substan
bisa dipertahankan  Monitor kulit akan adanya
si kimia
(sensasi, elastisitas, kemerahan
- Kelembaban
temperatur, hidrasi,  Oleskan lotion atau
- Faktor
pigmentasi) minyak/baby oil pada derah
mekanik
 Tidak ada luka/lesi pada yang tertekan
(misalnya
kulit  Monitor aktivitas
: alat
 Perfusi jaringan baik dan mobilisasi pasien
yang dapat
 Menunjukkan  Monitor status nutrisi pasien
menimbulk
pemahaman dalam proses  Memandikan pasien dengan
an luka,
perbaikan kulit dan sabun dan air hangat
tekanan,
mencegah terjadinya  Kaji lingkungan dan
restraint)
sedera berulang peralatan yang menyebabkan
- Immobilit
 Mampu melindungi kulit tekanan
as fisik
dan mempertahankan  Observasi luka : lokasi,
- Radiasi
kelembaban kulit dan dimensi, kedalaman luka,
- Usia yang
perawatan alami karakteristik,warna cairan,
Menunjukkan terjadinya proses granulasi, jaringan nekrotik,
tanda-tanda infeksi lokal,
formasi traktus
ekstrim penyembuhan luka  Ajarkan pada keluarga
- Kelembab tentang luka dan perawatan luka
an kulit  Kolaburasi ahli gizi
- Obat- pemberian diae TKTP, vitamin
obatan  Cegah kontaminasi feses dan
Internal : urin
- Perubah  Lakukan
an status tehnik perawatan
metaboli luka dengan steril
k  Berikan posisi
- Tonjol yang mengurangi tekanan
an pada luka
tulang
- Defisit
imunolo
gi
- Berhubung
an dengan
dengan
perkemban
ga n
- Perubah
an
sensasi
- Perubahan
status
nutrisi
(obesitas,
kekurusan)
Daftar Pustaka

Mansjoer, Arif., dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.

Maryuni, Anik. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan dalam Kebidanan. Jakarta: EGC.

NANDA Internasional Inc. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017,


Ed.10. Jakarta: EGC.

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Saifuddin, Abdul Bari., dkk. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sastrawinata, Sulaiman.,dkk. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi, E/2.


Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai