Anda di halaman 1dari 22

TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

ASUHAN KEPERAWATAN GWAT DARURAT PADA PASIEN RUPTUR AORTA

OLEH :
KELOMPOK 2 / B12-C

NAMA : NIM:
1. I .G. Made Amerta Yasa 193223179
1. Ni Ketut Merta Ash 193223185
2. Putu Wahyu Puspa Wandini 193223203

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA BALI 2020
KATA PENGANTAR

OM SAWASTYASTU

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa karena atas
berkat dan rahmat –Nya kami dapat menyelesaikan” Makalah Asuhan Keperawatan Gawat
Darurat dengan Ruptur Aorta sebagai tugas dari mata kuliah KEPERAWATAN GAWAT
DARURAT tepat pada waktunya
Kami mengucapkan banyak terima kasih pada semua pihak yang telah memberikan
saran,petunjuk,dan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung,sehingga makalah
ini dapat terselesaikan.
Demikianlah makalah ini di buat dan untuk kesempurnaan makalah ini kami sangat
mengharapkan kritik dan sarannya.

OM SANTI SANTHI SANTI OM

Gianyar, 2 April 2020

penyusun kelompok VIII

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................................................. 2


DAFTAR ISI ............................................................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................................................... 4
1.2 RUMUSAN MASALAH .............................................................................................................................. 5
1.3 TUJUAN ....................................................................................................................................................... 5
BAB II ....................................................................................................................................................................... 7
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN .................................................................................................................. 7
2.1 PENGERTIAN .............................................................................................................................................. 7
2.2. ETHIOLOGI ................................................................................................................................................ 7
2.3. INSIDEN ....................................................................................................................................................... 8
2.4. KLASIFIKASI ............................................................................................................................................. 8
2.5. WOC/PATWAY ........................................................................................................................................... 9
2.6. MANIFESTASI KLINIS ........................................................................................................................... 10
2.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG .............................................................................................................. 10
2.8. PENATALAKSANAAN ............................................................................................................................ 11
2.9. KOMPLIKASI ........................................................................................................................................... 11
BAB III ................................................................................................................................................................... 12
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS .............................................................................................................. 12
3.1. PENGKAJIAN ........................................................................................................................................... 12
3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN ............................................................................................................... 13
3.3. INTERVENSI KEPERAWATAN ............................................................................................................ 13
BAB IV ................................................................................................................................................................... 16
P E N U T U P......................................................................................................................................................... 16
4.1. KESIMPULAN........................................................................................................................................... 16
4.2. SARAN ........................................................................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................................. 18

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Aneurisma adalah pelebaran atau menggelembungnya dinding pembuluh darah, yang
didasarkan atas hilangnya dua lapisan dinding pembuluh darah, yaitu tunika media dan
tunika intima, sehingga menyerupai tonjolan/ balon. Dinding pembuluh darah pada
aneurisma ini biasanya menjadi lebih tipis dan mudah pecah. Sebenarnya aneurisma dapat
terjadi di pembuluh darah mana saja di tubuh kita. Apabila aneurisma terjadi pada pembuluh
darah di dada, beberapa gejalanya adalah rasa sakit di dada, batuk yang menetap, dan
kesulitan untuk menelan. Pada perokok sering terjadi aneurisma pada pembuluh darah di
lutut, yang menimbulkan gejala seperti tertusuk-tusuk di belakang lutut. Apabila aneurisma
ini terjadi pada pembuluh darah otak, gejalanya dapat berupa sakit kepala yang hebat,
bersifat berdenyut, dapat disertai atau tidak disertai dengan muntah. Komplikasi dari
aneurisma dapat menyebabkan terjadinya pecahnya pembuluh darah di otak, yang juga
dikenal dengan stroke. Sayangnya, kasus ini belum banyak diketahui di Indonesia dan data
tentang penyakit ini masih sangat sedikit.
Pelebaran ini dapat pula menekan dan mengikis jaringan di dekatnya. Bila aneurisma
itu berada dekat tulang, tulang tersebut akan menipis. Bila berdekatan dengan tenggorokan,
maka bagian akan tertekan dan saluran napas tersumbat. Di dalam rongga aneurisma, mudah
terbentuk gumpalan darah yang disebut trombus. Trombus ini sangat rapuh dan mudah
menyerpih. Serpihan ini menimbulkan sumbatan pembuluh darah di berbagai tempat.
Normalnya, pembuluh darah mempunyai tiga lapisan utama yaitu:
1. Lapisan pertama disebut lapisan intima yang terdiri dari satu lapis endotel.
2. Lapisan kedua adalah lapisan media yang terdiri dari lapisan otot yang elastis.
3. Lapisan ketiga adalah lapisan adventisia yang terdiri dari jaringan ikat longgar dan
lemak.
Delapan puluh lima sampai sembilan puluh persen aneurisma berasal dari bagian
depan atau pembuluh darah karotis, dan sisanya berasal dari bagian belakang atau pembuluh
vertebralis. Aneurisma dikatakan hampir tidak pemah menimbulkan gejala kecuali terjadi
pembesaran dan menekan salah satu saraf otak sehingga memberikan gejala sebagai
kelainan saraf otak yang tertekan seperti pada trigeminal neuralgia.
Aneurisma intrakranial sering ditemukan ketika terjadi ruptur yang dapat
menyebabkan perdarahan dalam otak atau pada ruang subarahnoid, sehingga menyebabkan

4
perdarahan subarahnoid. Perdarahan subarahnoid dari suatu ruptur atau aneurisma otak
dapat menyebabkan terjadinya stroke hemoragik, kerusakan dan kematian otak.
Orang yang menderita aneurisma di otak, tidak diperbolehkan berolahraga berat
seperti angkat besi. Bahaya perdarahan otak mudah terjadi dan bisa berakibat fatal.
Aneurisma sering baru diketahui setelah dilakukan foto rontgen angiografi untuk keperluan
lain. Penyebab aneurisma ini bisa karena infeksi, aterosklerosis, rudapaksa, atau kelemahan
bawaan pada dinding pembuluh darah.
Di banyak negara, prevalensi penyakit ini tergolong tinggi. Di Amerika Serikat,
misalnya, aneurisma mencapai rata-rata lima per 100.000 kasus, tergolong paling tinggi
dibandingkan dengan gangguan atau kelainan otak lainnya. Kasus ini di banyak negara
ditemui pada pasien berusia 3 - 50 tahun.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Adapun rumusan masalah pada makalah ini meliputi :
1. Apakah pengertian dari aneurisma intrakranial ?
2. Apa saja ethiologi dari aneurisma intrakranial ?
3. Bagaimana insiden terjadinya aneurisma intrakranial ?
4. Apa klasifikasi dari aneurisma intrakranial ?
5. Bagaimana WOC dari aneurisma intrakranial ?
6. Bagaimana manifestasi klinis dari aneurisma intrakranial ?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dilakukan untuk penyakit aneurisma
intrakranial ?
8. Bagaimana penatalaksanaan untuk penyakit aneurisma intrakranial ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan teori dari aneurisma intrakranial ?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari aneurisma intrakranial.
2. Untuk mengetahui ethiologi dari aneurisma intrakranial.
3. Untuk mengetahui insiden dari aneurisma intrakranial.
4. Untuk mengetahui klasifikasi dari aneurisma intrakranial.
5. Untuk mengetahui WOC dari aneurisma intrakranial.
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari aneurisma intrakranial.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic yang dilakukan untuk penyakit aneurisma
intrakranial

8. Untuk mengetahui penatalaksanaan untuk penyakit aneurisma intrakranial


5
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan teori dari aneurisma intrakranial

6
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 PENGERTIAN
Aneurisma intrakranial/serebral adalah pelebaran atau menggelembungnya dinding
pembuluh darah, yang didasarkan atas rusaknya dua lapisan dinding pembuluh darah, yaitu
tunika media dan tunika intima, yang menjadi elastis mengakibatkan kelemahan pada
pembuluh darah di daerah tersebut sehingga membentuk tonjolan akibat tekanan pembuluh
darah.
Aneurisma intracranial (serebral) adalah dilatasi dinding arteri serebral yang
berkembang sebagai hasil dari kelemahan dinding arteri (Brunner & Suddarth, 2001).
Aneurisma serebral (aneurisma otak) adalah kelainan di mana terjadi kelemahan pada
dinding pembuluh darah otak, baik pembuluh darah nadi maupun pembuluh darah balik
(tunika media dan tunika intima dari arteri maupun vena) yang menyebabkan
penggelembungan pembuluh darah otak tersebut secara terlokalisir. Pelebaran ini dapat
pula menekan dan mengikis jaringan di dekatnya. Di dalam rongga aneurisma, mudah
terbentuk gumpalan darah yang disebut trombus. Trombus ini sangat rapuh dan mudah
menyerpih. Serpihan ini menimbulkan sumbatan pembuluh darah di berbagai tempat.

2.2. ETHIOLOGI
Aneurisma dapat disebabkan oleh berbagai faktor yaitu :
 Melemahnya struktur dinding pembuluh darah arteri. Merupakan kasus yang paling
sering terjadi. Kelemahan pada dinding pembuluh darah ini menyebabkan bagian
pembuluh yang tipis tidak mampu menahan tekanan darah yang relatif tinggi sehingga
akan menggelembung.
 Hipertensi (tekanan darah tinggi)
 Aterosklerosis (penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah arteri) dapat juga
menyebabkan pertumbuhan dan pecahnya aneurisma.
 Beberapa infeksi dalam darah
 Bersifat genetic
 Tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Gelembung semula kecil, dengan bertambahnya
usia dan penurunan kekuatan pembuluh, dapat menjadi semakin besar hingga akhirnya
pecah.

7
 Cedera kepala merupakan penyebab yang paling sering ditemukan pada penderita
perdarahan intrakranial yang berusia dibawah 50 tahun.
Penyebab lainnya adalah malformasi arteriovenosa, yaitu kelainan anatomis di dalam
arteri atau vena di dalam atau di sekitar otak. Malformasi arteriovenosa merupakan
kelainan bawaan, tetapi baru diketahui keberadaannya jika telah menimbulkan gejala.
Perdarahan dari malformasi arteriovenosa bisa secara tiba-tiba menyebabkan pingsan dan
kematian, dan cenderung menyerang remaja dan dewasa muda. Kadang dinding pembuluh
darah menjadi lemah dan menonjol, yang disebut dengan aneurisma. Dinding aneurisma
yang tipis bisa pecah dan menyebabkan perdarahan.

2.3. INSIDEN
Di banyak negara, prevalensi penyakit ini tergolong tinggi. Di Amerika Serikat,
misalnya, aneurisma mencapai rata-rata lima per 100.000 kasus, tergolong paling tinggi
dibandingkan dengan gangguan atau kelainan otak lainnya. Kasus ini di banyak negara
ditemui pada pasien berusia lebih dari 50 tahun.
Insiden dari aneurisma baik yang pecah maupun yang utuh pada otopsi ditemukan
sebesar 5 % dari populasi umum. Insiden pada wanita ditemukan lebih banyak
dibandingkan pria, yaitu: 2 - 3, dan aneurisma multiple atau lebih dari satu didapatkan antara
15 - 31% (Vale dan Hadley).

2.4. KLASIFIKASI
Berdasarkan bentuknya, aneurisma dapat dibedakan:
 Aneurisma tipe fusiform (5–9%)
Penderita aneurisma ini mengalami kelemahan dinding melingkari pembuluh darah
setempat sehingga menyerupai badan botol.
 Aneurisma tipe sakuler atau aneurisma kantong (90–95%)
Pada aneurisma ini, kelemahan hanya pada satu permukaan pembuluh darah sehingga
dapat berbentuk seperti kantong dan mempunyai tangkai atau leher. Dari seluruh
aneurisma dasar tengkorak, kurang lebih 90% merupakan aneurisma sakuler.
Berdasarkan diametemya aneurisma sakuler dapat dibedakan atas:
Aneurisma sakuler kecil dengan diameter < 1 cm.
Aneurisma sakuler besar dengan diameter antara 1- 2.5 cm
Aneurisma sakuler raksasa dengan diameter > 2.5 cm
Aneurisma tipe disekting ( < 1% ).
8
2.5. WOC/PATWAY
Faktor Resiko :
Ethiologi : Usia > 50 thn, Wanita, Perokok,
Genetik, Ateroskelrosis, Infeksi dlm Alkoholik, Kokain
darah, Hipertensi, Idiopatik

Kelainan lapisan pembuluh


darah

Pembuluh darah mnjd elastic & lemah


KOMPLIKASI :
Stroke Hemoragic
Perdarahan intra serebral Tonjolan
Perdarahan subarachnoid
Aneurisma Pelebaran Defisit Pengetahuan

Tipis dan mudah pecah


pembuluh darah IK Ansietas
Trjd Ruptur
Penekanan jaringan sekitar

Perdarahan IK Perubahan syaraf kranial Nervus Optikus

TIK Nervus vagus G3. Persepsi sensori


pengelihatan
Celfagia
Resti cidera
Respon mual-muntah
G3. Nyaman Nyeri
Anorexia

Pemenuhan nutrisi kurang dr


kebutuhan

Perdarahan Cerebral Kebutuhan O Meningkat


2

Perubahan perfusi Sesak nafas


cerebral
G3. Pola Nafas

9
2.6. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang timbul tergantung dari lokasi dan ukuran aneurisma tersebut. Beberapa
gejala yang dapat timbul adalah sakit kepala, penglihatan kabur/ganda, mual, kaku leher
dan kesulitan berjalan. Tetapi beberapa gejala dapat menjadi peringatan (warning sign)
adanya aneurisma, yaitu: kelumpuhan sebelah anggota gerak kaki dan tangan, gangguan
penglihatan, kelopak mata tidak bisa membuka secara tiba-tiba, nyeri pada daerah wajah,
nyeri kepala sebelah ataupun gejala menyerupai gejala stroke. Denyut jantung dan laju
pernafasan sering naik turun, kadang disertai dengan kejang, koma, sampai kematian.
Pertanda awal bisa terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa minggu sebelum
aneurisma pecah.
Gambaran klinik pecahnya aneurisma dibagi dalam 5 tingkat ialah:
 Tingkat I : Sefalgia ringan dan sedikit tanda perangsangan selaput otak atau tanpa
gejala.
 Tingkat II : Sefalgia agak hebat atau ditambah kelumpuhan saraf otak.
 Tingkat III : Kesadaran somnolent, bingung atau adanya kelainan neurologik fokal
sedikit.
 Tingkat IV : Stupor, hemiparese sampai berat, mungkin adanya permulaan deserebrasi
dan gangguan sistim saraf otonom.
 Tingkat V : Koma dalam, tanda rigiditas desebrasi dan stadium paralisis cerebral
vasomotor.

2.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. CT scan
Menunjukkan lokasi aneurisma, menunjukkan pecahnya aneurisma, bila aneurisma
belum pecah, bila cukup besar, dapat dilihat sebagai nodul bulat dalam ruang
subarachnoid basal, kadang-kadang dengan dinding berkapur.
2. Angiography
Bertujuan mengenali aneurisma, lokasi yang tepat, dan ukuran aneurisma. Untuk
mencapai tujuan ini prosedur yang ideal adalah angiografi rotasi dengan rekonstruksi
tiga dimensi. Hal ini berguna jika prosedur occlusive endovascular direncanakan.
3. MRI
Berguna hanya dalam aneurisma besar dan raksasa untuk lebih mengevaluasi komponen
thrombosis dan hubungan dengan struktur saraf yang berdekatan.
10
2.8. PENATALAKSANAAN
 Untuk aneurisma yang belum pecah, terapi ditujukan untuk mencegah agar aneurisma
tidak pecah, dan juga agar tidak terjadi penggelembungan lebih lanjut dari aneurisma
tersebut.
 Untuk aneurisma yang sudah pecah, tujuan terapi adalah untuk mencegah perdarahan
lebih lanjut dan untuk mencegah atau membatasi terjadinya vasospasme. Penderita
harus segera dirawat dan tidak boleh melakukan aktivitas berat. Obat pereda nyeri
diberikan untuk mengatasi sakit kepala hebat. Kadang dipasang selang drainase di
dalam otak untuk mengurangi tekanan.
 Terapi pembedahan
Aneurisma biasanya diatasi dengan operasi kraniotomi terbuka, yang dilakukan dengan
membedah otak, memasang klip logam kecil di dasar aneurisma, sehingga bagian dari
pembuluh darah yang menggelembung itu tertutup dan tidak bisa dilalui oleh darah.
Terapi lain adalah dengan operasi endovaskuler, yaitu memasukkan kateter dari
pembuluh darah arteri di kaki, dimasukkan terus sampai ke pembuluh darah di otak yang
terkena aneurisma, dan dengan bantuan sinar X, dipasang koil logam di tempat
aneurisma pembuluh darah otak tersebut. Setelah itu dialirkan arus listrik ke koil logam
tersebut, dan diharapkan darah di tempat aneurisma itu akan membeku dan menutupi
seluruh aneurisma tersebut.

2.9. KOMPLIKASI
Aneurisma yang pecah dapat mengakibatkan :
1. Stroke hemoragik
2. Perdarahan subarachnoid saja.
3. Perdarahan subarachnoid dan perdarahan intra serebral (60%).
4. Infark serebri (50%).
5. Perdarahan subarachnoid dan subdural.
6. Perdarahan subarachnoid dan hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi
hidrosephalus normotensif (30%).
7. Aneurisma arteri carotis interna dapat menjadi fistula caroticocavernosum.
8. Masuk ke sinus sphenoid bisa timbul epistaksis.
9. Perdarahan subdural saja
11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

3.1. PENGKAJIAN
a. Identitas Pasien
yaitu: mencakup nama, umur, agama, alamat, jenis kelamin, pendidikan, perkerjaan,
suku, tanggal masuk, no. MR, identitas keluarga, dll.
b. Keluhan Utama
Biasanya klien mengalami sakit kepala yang mendadak
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien mengeluh sakit kepala berdenyut yang mendadak dan berat, mual dan
muntah, gangguan penglihatan (pandangan kabur/ganda, kelopak mata tidak membuka),
kaku leher, nyeri daerah wajah, kelumpuhan sebelah anggota gerak kaki dan tangan,
denyut jantung dan laju pernapasan naik turun, hilang kesadaran (kejang, koma,
kematian).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Kemungkinan klien sering mengkonsumsi makanan yangberlemak tinggi, kolesterol
tinggi, klien mempunyai riwayat hipertensi, penyakit DM, klien suka mengkonsumsi
garam meja berlebihan, klien mempunyai kebiasaan merokok, pengguna kokain, klien
pernah mengalami trauma kepala.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya keluarga memiliki penyakit keturunan seperti DM, hipertensi, stroke, atau
penyakit lainnya.
f. Riwayat Psiko-Sosial
Pada klien dengan aneurisma intracranial biasanya klien akan camas dengan prognosis
penyakitnya, klien akan tidak bisa atau sulit untuk beraktifitas, maka klien akan merasa
tidak berharga, Produktifitas klien akan menurun.
g. Pemeriksaan Fisik
 B1 ( Breathing )
Biasanya klien mengalami sesak napas, bentuk dada simetris, ekspansi dada
meningkat
 B2 ( Blood )
Biasanya klien mengalami peningkatan pada tekanan darah
 B3(Brain)
12
Biasanya klien mengalami kejang, nyeri kepala, kesadaran menurun
 B4 (Bladder)
Biasanya klien pada penyakit ini tidak mengalami gangguan pada sistem
perkemihan
 B5(Bowel)
Biasanya mengalami mual muntah, penurunan nutrisi, anoreksia, penurunan BB
 B6 (Bone)
Biasanya terjadi kelemahan otot, gangguan mobilitas fisik, melemahnya otot-otot
bicara

3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan pendarahan serebral
2. Gangguan pola napas berhubungan dengan sesak napas
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK
4. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
5. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan syaraf optikus
6. Resti cidera berhubungan dengan gangguan penglihatan
7. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit dan pengobatan.

3.3. INTERVENSI KEPERAWATAN


1. Diagnosa 1
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perfusi serebral kembali
normal
Kriteria hasil : pasien mampu mempertahankan tingkat kesadaran/tingkat kesadaran
membaik, TTV dalam batas normal, tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK.
Intervensi :
1. Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan penurunan perfusi jaringan
serebral
R/ : untuk menentukan intervensi selanjutnya
2. Observasi status neurologi secara teratur
R/ : mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial
peningkatan TIK
3. Observasi TTV (tekanan darah, nadi, RR)

13
R/ : peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti penurunan tekanan darah
diastolic merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, napas yang tidak teratur
menentukan lokasi adanya gangguan serebral, demam menentukan letak kerusakan
pada hipotalamus.
4. Observasi perubahan pada penglihatan, misalnya penglihatan kabur atau ganda
R/: untuk menentukan intervensi
5. Catat adanya refleks-refleks tertentu seperti reflex menelan, batuk,dsb
R/: penurunan refleks menandakan adanya kerusakan pada otak tengah atau betang
otak
6. Pertahankan kepala pada posisi tengah atau pada posisi netral
R/ : kepala yang miring akan meningkatkan TIK
2. Diagnosa 2
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pola napas menjadi efektif
Kriteria Hasil : pola napas normal, sesak berkurang atau hilang.
Intervensi :
1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan
R/ : perubahan pola napas dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal
2. Angkat kepala tempat tidur sesuai indikasi
R/ : untuk memudahkan ekspansi paru
3. Anjurkan pasien untuk napas dalam yang efektif
R/ : mencegah atelektasis
4. Kolaborasi pemberian oksigen
R/ : membantu dalam mencegah hipoksia
3. Diagnosa 3
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang
atau hilang
Kriteria hasil : nyeri berkurang/hilang, pasien tampak rileks
Intervensi :
1. Observasi karateristik nyeri
R/: untuk menetukan intervensi selanjutnya
2. Berikan lingkungan yang tenang
R/ : meningkatkan relaksasi
3. Tingkatkan tirah baring, bantu dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri
R/ : menurunkan gerakan yang dpat meningkatkan nyeri

14
4. Posisikan yang nyaman sesuai indikasi
R/ : untuk mengurangi nyeri
5. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
R/ : agar nyeri dapat berkurang
6. Kolaborasi pemberian analgetik
R/: untuk menghilangkan rasa nyeri.

15
BAB IV
PENUTUP

4.1. KESIMPULAN
Aneurisma adalah pelebaran atau menggelembungnya dinding pembuluh darah, yang
didasarkan atas hilangnya dua lapisan dinding pembuluh darah, yaitu tunika media dan
tunika intima, sehingga menyerupai tonjolan/ balon. Dinding pembuluh darah pada
aneurisma ini biasanya menjadi lebih tipis dan mudah pecah. Sebenarnya aneurisma dapat
terjadi di pembuluh darah mana saja di tubuh kita. Apabila aneurisma terjadi pada
pembuluh darah di dada, beberapa gejalanya adalah rasa sakit di dada, batuk yang menetap,
dan kesulitan untuk menelan. Pada perokok sering terjadi aneurisma pada pembuluh darah
di lutut, yang menimbulkan gejala seperti tertusuk-tusuk di belakang lutut. Apabila
aneurisma ini terjadi pada pembuluh darah otak, gejalanya dapat berupa sakit kepala yang
hebat, bersifat berdenyut, dapat disertai atau tidak disertai dengan muntah. Komplikasi dari
aneurisma dapat menyebabkan terjadinya pecahnya pembuluh darah di otak, yang juga
dikenal dengan stroke. Sayangnya, kasus ini belum banyak diketahui di Indonesia dan data
tentang penyakit ini masih sangat sedikit.
Pelebaran ini dapat pula menekan dan mengikis jaringan di dekatnya. Bila aneurisma
itu berada dekat tulang, tulang tersebut akan menipis. Bila berdekatan dengan tenggorokan,
maka bagian akan tertekan dan saluran napas tersumbat. Di dalam rongga aneurisma,
mudah terbentuk gumpalan darah yang disebut trombus. Trombus ini sangat rapuh dan
mudah menyerpih. Serpihan ini menimbulkan sumbatan pembuluh darah di berbagai
tempat.
Prognosis pada aneurisma bergantung pada jenis aneurisma (rupture atau unruptur),
bentuk aneurisma, lokasi, waktu penanganan dan kondisi pasien saat dilakukan pengobatan
(usia, gejala klinis, kesadaran dan adanya penyakit lain). Prinsipnya semakin cepat
ditemukan aneurisma mempunyai kemungkinan kesembuhan yang baik, oleh karena itu
pemeriksaan medis rutin sangat dianjurkan.

4.2. SARAN
Aneurisma Otak = Bom Waktu di Kepala, yang sewaktu-waktu pasti akan pecah.
Dan apabila pecah akan menimbulkan berbagai macam tanda dan gejala yang sangat

16
mengancam jiwa. Anuerisma intra cranial sangat potensial untuk mendapatkan penyakit
stroke.
Maka dari itu jagalah kesehatan kita, Setiap kita pasti mempunyai risiko untuk
mendapatkan aneurisma intracranial, siapa tau??? Marilah kita hindari terlalu banyak
makanan yang berlemak, kolesterol tinggi, konsumsi berlebihan konsumsi garam
meja/dapur, hindari emosi, olah raga teratur dan pastinya pola hidup sehat.
Dan dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa keperawatan dapat
memahami bagaimana tentang penyakit aneurisama intracranial ini, dapat membuat
laporan kasus nantinya dan dapat menerapkan asuhan keperawatan yang efektif dan efisien
bagi klien aneurisma intracranial.

17
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah.


EGC: Jakarta
Chang, Ester. 2009. Patofisiologi Aplikasi Pada Praktek Keperawatan. EGC: Jakarta
R. Sjamsuhidajat. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta
Soeparman & Sarwono waspadji. 1999 . Ilmu Penyakit dalam. Gaya Baru.
Jakarta .

18
19
2
3
4

Anda mungkin juga menyukai