Anda di halaman 1dari 16

I.

KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN ARTRITIS REUMATOID
Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti
sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang
sendi. Sedangkan Reumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana
persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi
pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam
sendi. Engram mengatakan bahwa, Reumatoid arthritis adalah penyakit jaringan
penyambung sistemik dan kronis dikarakteristikkan oleh inflamasi dari membran
sinovial dari sendi diartroidial.
Reumatoid Artritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang
manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan tetapi penyakit ini juga
melibatkan seluruh organ tubuh

B. KLASIFIKASI ARTRITIS REUMATOID


Buffer (2010) mengklasifikasikan reumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
1. Reumatoid arthritis klasik, pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
2. Reumatoid arthritis defisit, pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
3. Probable Reumatoid arthritis, pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
4. Possible Reumatoid arthritis, pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.
a. Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :
Stadium sinovitis, pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial
yang ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun
istirahat, bengkak dan kekakuan.
b. Stadium destruksi, pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial
terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
c. Stadium deformitas, pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan
berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.

C. ETIOLOGI ARTRITIS REUMATOID


Hingga kini penyebab Remotoid Artritis (RA) tidak diketahui, tetapi beberapa
hipotesa menunjukan bahwa RA dipengaruhi oleh faktor-faktor :
1. Mekanisme IMUN ( Antigen-Antibody) seperti interaksi antara IGc dan faktor
Reumatoid
2. Gangguan Metabolisme
3. Genetik
4. Faktor lain : nutrisi dan faktor lingkungan (pekerjaan dan psikososial)
Penyebab penyakit Reumatoid arthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor
predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi), faktor metabolik, dan
infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008).
Adapun Faktor risiko yang akan meningkatkan risiko terkena nya artritis
reumatoid adalah;
1. Jenis Kelamin.
Perempuan lebih mudah terkena AR daripada laki-laki. Perbandingannya adalah 2-3:1.
2. Umur.
Artritis reumatoid biasanya timbul antara umur 40 sampai 60 tahun. Namun penyakit
ini juga dapat terjadi pada dewasa tua dan anak-anak (artritis reumatoid juvenil)
3. Riwayat Keluarga.
Jika terdapat anggota keluarga yang terkena RA, maka resiko terjadinya penyakit ini
lebih tinggi.
4. Merokok.
Merokok dapat meningkatkan risiko terkena artritis reumatoid.

D. PATOFISIOLOGI ARTRITIS REUMATOID


Pada Reumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan sebelumnya) terutama
terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam
sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema,
proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan
menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah
menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut
terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan
menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot.
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti
vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular.  Peradangan yang berkelanjutan, sinovial
menjadi menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi.  Pada persendian
ini granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago.  Pannus
masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang
menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis. 
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi.  Bila
kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena
jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis).  Kerusakan kartilago dan tulang
menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau
dislokasi dari persendian.  Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan
osteoporosis setempat.
Lamanya Reumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan adanya
masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari
serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Namun pada sebagian kecil
individu terjadi progresif yang cepat ditandai dengan kerusakan sendi yang terus
menerus dan terjadi vaskulitis yang difus
E. Pathway Artritis Reumatoid

F. TANDA DAN GEJALA ARTRITIS REUMATOID


Pasien-pasien dengan RA akan menunjukan tanda dan gejala seperti :
1. Nyeri persendian
2. Bengkak (Reumatoid nodule)
3. Kekakuan pada sendi terutama setelah bangun tidur pada pagi hari
4. Terbatasnya pergerakan
5. Sendi-sendi terasa panas
6. Demam (pireksia)
7. Anemia
8. Berat badan menurun
9. Kekuatan berkurang
10. Tampak warna kemerahan di sekitar sendi
11. Perubahan ukuran pada sendi dari ukuran normal
12. Pasien tampak anemik
Pada tahap yang lanjut akan ditemukan tanda dan gejala seperti :
1. Gerakan menjadi terbatas
2. Adanya nyeri tekan
3. Deformitas bertambah pembengkakan
4. Kelemahan
5. Depresi
Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita artritis
reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan
oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi.
a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan
demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.
b. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan,
namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal. Hampir semua sendi
diartrodial dapat terserang.
c. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam: dapat bersifat generalisata tatapi
terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada
osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu
kurang dari 1 jam.
d. Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan
sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang dan ini dapat dilihat pada
radiogram.
e. Deformitas: kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan perjalanan
penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal,
deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering
dijumpai pada penderita. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang
timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi besar juga dapat terserang dan
mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerak
ekstensi.
f. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar
sepertiga orang dewasa penderita arthritis Reumatoid. Lokasi yang paling sering dari
deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku ) atau di sepanjang permukaan
ekstensor dari lengan; walaupun demikian nodula-nodula ini dapat juga timbul pada
tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan suatu petunjuk
suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
Adapun tanda dan gejala yang umum ditemukan atau sangat serius terjadi pada
lanjut usia menurut Buffer (2010), yaitu: sendi terasa kaku pada pagi hari, bermula
sakit dan kekakuan pada daerah lutut, bahu, siku, pergelangan tangan dan kaki, juga
pada jari-jari, mulai terlihat bengkak setelah beberapa bulan, bila diraba akan terasa
hangat, terjadi kemerahan dan terasa sakit/nyeri, bila sudah tidak tertahan dapat
menyebabkan demam, dapat terjadi berulang

G. KOMPLIKASI ARTRITIS REUMATOID


1. Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya prosesgranulasi di
bawah kulit yang disebut subcutan nodule.
2. Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot.
3. Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli.
4. Tromboemboli adalah adanya sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan oleh
adanya darah yang membeku.
5. Terjadi splenomegali.
6. Slenomegali merupakan pembesaran limfa,jika limfa membesar kemampuannya
untuk menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah putih dan trombosit dalam
sirkulasi menangkap dan menyimpan sel-sel darah akan meningkat.
7. Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik
yang merupakan komlikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid
(OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying antirhematoid
drugs, DMARD ) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama
pada arthritis reumatoid.
8. Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar dibedakan
antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan
mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat
vaskulitis.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG ARTRITIS REUMATOID
1. Tes serologi : Sedimentasi eritrosit meningkat, Darah bisa terjadi anemia dan
leukositosis, Reumatoid faktor, terjadi 50-90% penderita
2. Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak,
erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan ( perubahan awal )
berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio.
Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
3. Scan radionuklida :mengidentifikasi peradangan sinovium
4. Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/
degenerasi tulang pada sendi
5. Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari
normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning ( respon inflamasi, produk-produk
pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit, penurunan viskositas dan
komplemen ( C3 dan C4 ).
6. Biopsi membran sinovial: menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan
panas.
7. Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle Aspiration) atau
atroskopi; cairan sendi terlihat keruh karena mengandung banyak leukosit dan kurang
kental dibanding cairan sendi yang normal.
Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang simetris
yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap sekurang-
kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi
peri-artikuler pada foto rontgen
Beberapa faktor yang turut dalam memeberikan kontribusi pada penegakan
diagnosis Reumatoid arthritis, yaitu nodul Reumatoid, inflamasi sendi yang ditemukan
pada saat palpasi dan hasil-hasil pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaaan
laboratorium menunjukkan peninggian laju endap darah dan factor Reumatoid yang
positif sekitar 70%; pada awal penyakit faktor ini negatif. Jumlah sel darah merah dan
komplemen C4 menurun. Pemeriksaan C- reaktifprotein (CRP) dan antibody
antinukleus (ANA) dapat menunjukan hasil yang positif. Artrosentesis akan
memperlihatkan cairan sinovial yang keruh, berwarna mirip susu atau kuning gelap
dan mengandung banyak sel inflamasi, seperti leukosit dan komplemen (Smeltzer &
Bare, 2010). Pemeriksaan sinar-X dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis
dan memantau perjalanan penyakitnya. Foto rongen akan memperlihatkan erosi tulang
yang khas dan penyempitan rongga sendi yang terjadi dalam perjalanan penyakit
tersebut (Smeltzer & Bare, 2010).

I. PENATALAKSANAAN ARTRITIS REUMATOID


Program terapi dasar terdiri dari lima komponen dibawah ini yang merupakan
sarana pembantu untuk mecapai tujuan-tujuan tersebut yaitu:
1. Istirahat
2. Latihan fisik
3. Panas
4. Pengobatan
a. Aspirin (anti nyeri)dosis antara 8 s.d 25 tablet perhari, kadar salisilat serum yang
diharapakan adalah 20-25 mg per 100 ml
b. Natrium meningkatkan toleransi saluran cerna terhadap terapikolin dan
asetamenofen obat
c. Obat mengatasianti malaria (hidroksiklorokuin, klorokuin) dosis 200 – 600
mg/hari keluhan sendi, memiliki efek steroid sparing sehingga menurunkan
kebutuhan steroid yang diperlukan.
d. Garam emas
e. Kortikosteroid

II. KONSEP KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN ARTRITIS REUMATOID
1. Identitas Klien
2. Keluhan
3. Riwayat Keluhan
4. Pemeriksaan Fisik

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN ARTRITIS REUMATOID


1. Nyeri berhubungan dengan agen pencedera, distensi jaringan oleh akumulasi
cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri,
penurunan, kekuatan otot.
3. Gangguan Citra Tubuh / Perubahan Penampilan Peran berhubungan dengan
perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan
penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal, penurunan
kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
5. Kebutuhan pembelajaran mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat, kesalahan
interpretasi informasi.
C. PERENCANAAN ARTRITIS REUMATOID
DIAGNOSA KEPERAWATAN T U J U A N I N T E R V E N S I R A S I O N A L
Nyeri berhubungan dengan agen pencedera, distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak ada Keluhan nyeri, dengan kriteria :     Kaji keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal     Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program
  Menunjukkan nyeri     Berikan matras/ kasur keras, bantal     Matras yang lembut/ empuk, bantal
hilang/ terkontrol kecil,. Tinggikan linen tempat tidur yang besar akan mencegah pemeliharaan
  Terlihat rileks, dapat sesuai kebutuhan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan
tidur/beristirahat dan     Tempatkan/ pantau penggunaan stress pada sendi yang sakit. Peninggian
berpartisipasi dalam bantl, karung pasir, gulungan linen tempat tidur menurunkan tekanan
aktivitas sesuai trokhanter, bebat, brace. pada sendi yang terinflamasi/nyeri
kemampuan.      Dorong untuk sering mengubah     Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit
  Mengikuti program posisi,. Bantu untuk bergerak di tempat dan mempertahankan posisi netral.
farmakologis yang tidur, sokong sendi yang sakit di atas Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri
diresepkan dan bawah, hindari gerakan yang dan dapat mengurangi kerusakan pada
  Menggabungkan menyentak. sendi
keterampilan relaksasi     Anjurkan pasien untuk mandi air     Mencegah terjadinya kelelahan umum
dan aktivitas hiburan hangat atau mandi pancuran pada dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi,
ke dalam program waktu bangun dan/atau pada waktu mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi
kontrol nyeri. tidur. Sediakan waslap hangat untuk     Panas meningkatkan relaksasi otot, dan
mengompres sendi-sendi yang sakit mobilitas, menurunkan rasa sakit dan
beberapa kali sehari. Pantau suhu air melepaskan kekakuan di pagi hari.
kompres, air mandi, dan sebagainya. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan
     Berikan masase yang lembut dan luka dermal dapat disembuhkan
     Ajarkan teknik non farmakologi     Meningkatkan relaksasi/ mengurangi
(relaksasi, distraksi, relaksasi progresif) nyeri
     Beri obat sebelum aktivitas/ latihan     Meningkatkan realaksasi, mengurangi
yang direncanakan sesuai petunjuk. tegangan otot/ spasme, memudahkan untuk
     Kolaborasi: Berikan obat-obatan ikut serta dalam terapi
sesuai petunjuk (mis:asetil salisilat)      Sebagai anti inflamasi dan efek
     Berikan kompres dingin jika analgesik ringan dalam mengurangi
dibutuhkan kekakuan dan meningkatkan mobilitas.
     Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri
dan bengkak selama periode akut
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri, penurunan, kekuatan otot. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan mobilitas fisik baik dengan kriteria :      Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi     Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi dari peoses inflamasi
  Mempertahankan     Pertahankan istirahat tirah baring/     Istirahat sistemik dianjurkan selama
fungsi posisi dengan duduk jika diperlukan jadwal aktivitas eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit
tidak hadirnya/ untuk memberikan periode istirahat yang penting untuk mencegah kelelahan
pembatasan yang terus menerus dan tidur malam mempertahankan kekuatan
kontraktur. hari yang tidak terganmggu.      Mempertahankan/ meningkatkan fungsi
  Mempertahankan     Bantu dengan rentang gerak sendi, kekuatan otot dan stamina umum.
ataupun aktif/pasif, demikiqan juga latihan Catatan : latihan tidak adekuat
meningkatkan resistif dan isometris jika menimbulkan kekakuan sendi, karenanya
kekuatan dan fungsi memungkinkan aktivitas yang berlebihan dapat merusak
dari dan/ atau     Ubah posisi dengan sering dengan sendi
kompensasi bagian jumlah personel cukup.     Menghilangkan tekanan pada jaringan
tubuh Demonstrasikan/ bantu tehnik dan meningkatkan sirkulasi.
  Mendemonstrasikan pemindahan dan penggunaan bantuan     Mempermudah perawatan diri dan
tehnik/ perilaku yang mobilitas, mis, trapeze kemandirian pasien. Tehnik pemindahan
memungkinkan      Posisikan dengan bantal, kantung yang tepat dapat mencegah robekan abrasi
melakukan aktivitas pasir, gulungan trokanter, bebat, brace kulit
     Gunakan bantal kecil/tipis di bawah     Meningkatkan stabilitas ( mengurangi
leher. resiko cidera ) dan memerptahankan posisi
     Dorong pasien mempertahankan sendi yang diperlukan dan kesejajaran
postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, tubuh, mengurangi kontraktor
dan berjalan      Mencegah fleksi leher
     Berikan lingkungan yang aman,     Memaksimalkan fungsi sendi dan
misalnya menaikkan kursi, mempertahankan mobilitas
menggunakan pegangan tangga pada     Menghindari cidera akibat kecelakaan/
toilet, penggunaan kursi roda. jatuh
     Kolaborasi: konsul dengan     Berguna dalam memformulasikan
fisoterapi. program latihan/ aktivitas yang
     Kolaborasi: Berikan matras busa/ berdasarkan pada kebutuhan individual dan
pengubah tekanan. dalam mengidentifikasikan alat
     Kolaborasi: berikan obat-obatan     Menurunkan tekanan pada jaringan
sesuai indikasi (steroid). yang mudah pecah untuk mengurangi
risiko imobilitas
     Mungkin dibutuhkan untuk menekan
sistem inflamasi akut
Gang uan Citra Tubuh / Perubahan Penampilan Peran berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan gang uan citra tubuh berkurang dengan criteria:      Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit, harapan masa depan.     Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/ kesalahan konsep dan menghadapinya secara langsung
peningkatan peng una n energi, ketidakseimbangan mobil tas.   Mengungkapkan     Diskusikan arti dari kehilangan/      Mengidentifikasi bagaimana penyakit
peningkatan rasa perubahan pada pasien/orang terdekat. mempengaruhi persepsi diri dan interaksi
percaya diri dalam Memastikan bagaimana pandangaqn dengan orang lain akan menentukan
kemampuan untuk pribadi pasien dalam memfungsikan kebutuhan terhadap intervensi/ konseling
menghadapi penyakit, gaya hidup sehari-hari, termasuk aspek- lebih lanjut
perubahan pada gaya aspek seksual.       Isyarat verbal/non verbal orang terdekat
hidup, dan     Diskusikan persepsi pasienmengenai dapat mempunyai pengaruh mayor pada
kemungkinan bagaimana orang terdekat menerima bagaimana pasien memandang dirinya
keterbatasan keterbatasan. sendiri
  Menyusun rencana     Akui dan terima perasaan berduka,      Nyeri konstan akan melelahkan, dan
realistis untuk masa bermusuhan, ketergantungan. perasaan marah dan bermusuhan umum
depan.      Perhatikan perilaku menarik diri, terjadi
penggunaan menyangkal atau terlalu      Dapat menunjukkan emosional ataupun
memperhatikan perubahan metode koping maladaptive, membutuhkan
     Susun batasan pada perilaku mal intervensi lebih lanjut
adaptif. Bantu pasien untuk      Membantu pasien untuk
mengidentifikasi perilaku positif yang mempertahankan kontrol diri, yang dapat
dapat membantu koping meningkatkan perasaan harga diri
     Ikut sertakan pasien dalam      Meningkatkan perasaan harga diri,
merencanakan perawatan dan membuat mendorong kemandirian, dan mendorong
jadwal aktivitas berpartisipasi dalam terapi
     Bantu dalam kebutuhan perawatan      Mempertahankan penampilan yang
yang diperlukan dapat meningkatkan citra diri
     Berikan bantuan positif bila perlu.       Memungkinkan pasien untuk merasa
     Kolaborasi: Rujuk pada konseling senang terhadap dirinya sendiri.
psikiatri, mis: perawat spesialis Menguatkan perilaku positif.
psikiatri, psikolog. Meningkatkan rasa percaya diri
     Kolaborasi: Berikan obat-obatan      Pasien/orang terdekat mungkin
sesuai petunjuk, mis; anti ansietas dan membutuhkan dukungan selama
obat-obatan peningkat alam perasaan. berhadapan dengan proses jangka panjang/
ketidakmampuan
      Mungkin dibutuhkan pada sat
munculnya depresi hebat sampai pasien
mengembangkan kemapuan koping yang
lebih efektif
Defis t perawatan dir berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien dapat mengatur kegiatan sehari-hari, dengan criteria hasil:      Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4) sebelum timbul awitan/ eksaserbasi penyakit dan potensial perubahan yang sekarang diantisipasi  
.   Mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat ini
  Melaksanakan     Pertahankan mobilitas, kontrol     Mendukung kemandirian
aktivitas perawatan terhadap nyeri dan program latihan. fisik/emosional
diri pada tingkat yang     Kaji hambatan terhadap partisipasi     Menyiapkan untuk meningkatkan
konsisten dengan dalam perawatan diri. Identifikasi kemandirian, yang akan meningkatkan
kemampuan /rencana untuk modifikasi lingkungan harga diri
individual      Kolaborasi: Konsul dengan ahli     Berguna untuk menentukan alat bantu
  Mendemonstrasikan terapi okupasi. untuk memenuhi kebutuhan individual.
perubahan teknik/     Kolaborasi: Atur evaluasi kesehatan Mis; memasang kancing, menggunakan
gaya hidup untuk di rumah sebelum pemulangan dengan alat bantu memakai sepatu,
memenuhi kebutuhan evaluasi setelahnya. menggantungkan pegangan untuk mandi
perawatan diri.      Kolaborasi : atur konsul dengan pancuran
  Mengidentifikasi lembaga lainnya, mis: pelayanan     Mengidentifikasi masalah-masalah yang
sumber-sumber perawatan rumah, ahli nutrisi. mungkin dihadapi karena tingkat
pribadi/ komunitas kemampuan actual
yang dapat memenuhi      Mungkin membutuhkan berbagai
kebutuhan perawatan bantuan tambahan untuk persiapan situasi
diri. di rumah
DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Arthur C., Hall, John E., 2017. BUKU AJAR FISIOLOGI KEDOKTERAN Edisi 11.
Alih bahasa : Irawati, et al. Jakarta : EGC
Harris ED Jr., 2015, Etiology and Pathogenesis of Reumatoid Arthritis. Dalam: Textbook of
Rheumatology.Philadhelpia:Saunders Co
Hirmawan, Sutisna., 2014. PATOLOGI. Jakarta : Bagian Patologi Anatomik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, pp : 437, 1
Hollmann DB. Arthritis & musculoskeletal disorders. In: Tierney LM, McPhee, Papadakis
MA (Eds): Current Medical Diagnosis & Treatment, 34 th ed., Appleton & Lange,
International Edition, Connecticut 2015, 729-32.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC. 2016.
Kumar, V., Cotran, R. S., Robbins, S. L., 2017. BUKU AJAR PATOLOGI Edisi 7. Jakarta :
EGC
Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, Wahyu I., Setiowulan, W., 2015. KAPITA SELEKTA
KEDOKTERAN Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta : Media Aesculapius
Nasution..2014.Aspek Genetik Penyakit Reumatik dalam Noer S (Editor) Buku Ajar Penyakit
Dalam Jilid I. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
Price, SA. Dan Wilson LM., 2013, Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit bag 2.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai