Untuk melaksanakan program Rehabilitasi & Rekonstruksi dengan 5 (lima) sektor yang menjadi
kewenangan, bidang RR menggunakan metode Pengkajian Kebutuhan Pasca Bencana/ Jitupasna
yang tercantum pada Perka BNPB Nomor 15 Tahun 2011. Jitupasna merupakan suatu rangkaian
kegiatan pengkajian dan penilaian akibat, analisis dampak dan perkiraan kebutuhan yang
menjadi dasar bagi penyusunan Renaksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi. Pengkajian dan penilaian
meliputi identifikasi dan perhitungan kerusakan dan kerugian fisik dan non fisik yang
menyangkut aspek pembangunan manusia, perumahan atau pemukiman, infrastruktur, ekonomi,
sosial dan lintas sektor. Analisis dampak melibatkan tinjauan keterkaitan dan nilai agregat dari
akibat bencana dan impilkasi umumnya terhadap aspek – aspek fisik dan lingkungan,
perekonomian, psikososial, budaya, politik dan tata pemerintahan.
Guna mendukung program/ kegiatan yang dilaksanakan Bidang Rehabilitasi & Rekonstruksi
diperlukan sumber dana yang cukup. Merujuk pada PP nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan
dan Pengelolaan Bantuan Bencana, Pelaksanakan Program Rehabilitasi & Rekonstruksi
bersumber pada :
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat
sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk
normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat
pada wilayah pasca bencana.
Dalam penentuan kebijakan rehabilitasi prinsip dasar yang digunakan adalah sebagai berikut :
Menempatkan masyarakat tidak saja sebagai korban bencana, namun juga sebagai pelaku
aktif dalam kegiatan rehabilitasi.
Kegiatan rehabilitasi merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dan terintegrasi dengan
kegiatan prabencana, tanggap darurat dan pemulihan dini serta kegiatan rekonstruksi.
“Early recovery” dilakukan oleh “Rapid Assessment Team” segera setelah terjadi
bencana.
Program rehabilitasi dimulai segera setelah masa tanggap darurat (sesuai dengan Perpres
tentang Penetapan Status dan Tingkatan Bencana) dan diakhiri setelah tujuan utama
rehabilitasi tercapai.
Perbaikan lingkungan fisik meliputi kegiatan : perbaikan lingkungan fisik untuk kawasan
pemukiman, kawasan industri, kawasan usaha dan kawasan gedung.
Indikator yang harus dicapai pada perbaikan lingkungan adalah kondisi lingkungan yang
memenuhi persyaratan teknis, sosial, ekonomi, dan budaya serta ekosistem
Prasarana dan sarana umum adalah jaringan infrastruktur dan fasilitas fisik yang menunjang
kegiatan kehidupan sosial dan perekonomian masyarakat. Prasarana umum atau jaringan
infrastruktur fisik disini mencakup : jaringan jalan/ perhubungan, jaringan air bersih, jaringan
listrik, jaringan komunikasi, jaringan sanitasi dan limbah, dan jaringan irigasi/ pertanian.
Sarana umum atau fasilitas sosial dan umum mencakup : fasilitas kesehatan, fasilitas
perekonomian, fasilitas pendidikan, fasilitas perkantoran pemerintah, dan fasilitas peribadatan.
Yang menjadi target pemberian bantuan adalah masyarakat korban bencana yang rumah/
lingkungannya mengalami kerusakan struktural hingga tingkat sedang akibat bencana, dan
masyarakat korban berkehendak untuk tetap tinggal di tempat semula. Kerusakan tingkat sedang
adalah kerusakan fisik bangunan sebagaimana Pedoman Teknis (DepPU, 2006) dan/ atau
kerusakan pada halaman dan/ atau kerusakan pada utilitas, sehingga mengganggu
penyelenggaraan fungsi huniannya. Untuk bangunan rumah rusak berat atau roboh diarahkan
untuk rekonstruksi.
Tidak termasuk sasaran pemberian bantuan rehabilitasi adalah rumah/ lingkungan dalam
kategori:
Pemulihan sosial psikologis adalah pemberian bantuan kepada masyarakat yang terkena dampak
bencana agar dapat berfungsi kembali secara normal. Sedangkan kegiatan psikososial adalah
kegiatan mengaktifkan elemen-elemen masyarakat agar dapat kembali menjalankan fungsi sosial
secara normal. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh siapa saja yang sudah terlatih.
Pemulihan sosial psikologis bertujuan agar masyarakat mampu melakukan tugas sosial seperti
sebelum terjadi bencana, serta tercegah dari mengalami dampak psikologis lebih lanjut yang
mengarah pada gangguan kesehatan mental.
5. Pelayanan Kesehatan
Pemulihan pelayanan kesehatan adalah aktivitas memulihkan kembali segala bentuk pelayanan
kesehatan sehingga minimal tercapai kondisi seperti sebelum terjadi bencana.
Pemulihan sistem pelayanan kesehatan adalah semua usaha yang dilakukan untuk memulihkan
kembali fungsi sistem pelayanan kesehatan yang meliputi : SDM Kesehatan, sarana/prasarana
kesehatan, kepercayaan masyarakat.
Kegiatan rekonsiliasi adalah merukunkan atau mendamaikan kembali pihak-pihak yang terlibat
dalam perselisihan, pertengkaran dan konflik. Sedangkan kegiatan resolusi adalah memposisikan
perbedaan pendapat, perselisihan, pertengkaran atau konflik dan menyelesaikan masalah atas
perselisihan, pertengkaran atau konflik tersebut.
Rekonsiliasi dan resolusi ditujukan untuk membantu masyarakat di daerah bencana untuk
menurunkan eskalasi konflik sosial dan ketegangan serta memulihkan kondisi sosial kehidupan
masyarakat.
Pemulihan sosial ekonomi budaya adalah upaya untuk memfungsikan kembali kegiatan dan/ atau
lembaga sosial, ekonomi dan budaya masyarakat di daerah bencana.
Kegiatan pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya ditujukan untuk menghidupkan kembali
kegiatan dan lembaga sosial, ekonomi dan budaya masyarakat di daerah bencana seperti sebelum
terjadi bencana.
Pemulihan keamanan dan ketertiban ditujukan untuk membantu memulihkan kondisi keamanan
dan ketertiban masyarakat di daerah bencana agar kembali seperti kondisi sebelum terjadi
bencana dan terbebas dari rasa tidak aman dan tidak tertib.
Pemulihan fungsi pelayanan publik adalah berlangsungnya kembali berbagai pelayanan publik
yang mendukung kegiatan/ kehidupan sosial dan perekonomian wilayah yang terkena bencana.
Pemulihan fungsi pelayanan publik ini meliputi : pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan,
pelayanan perekonomian, pelayanan perkantoran umum/pemerintah, dan pelayanan peribadatan.
Rehabilitasi Pasca Bencana
A. Rehabilitasi Pasca Bencana
a. Pengertian
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama
untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat pada wilayah pasca bencana.
Dalam penentuan kebijakan rehabilitasi prinsip dasar yang digunakan adalah sebagai
berikut :
· Menempatkan masyarakat tidak saja sebagai korban bencana, namun juga sebagai pelaku
aktif dalam kegiatan rehabilitasi.
· Kegiatan rehabilitasi merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dan terintegrasi dengan
kegiatan prabencana, tanggap darurat dan pemulihan dini serta kegiatan rekonstruksi.
· “Early recovery” dilakukan oleh “Rapid Assessment Team” segera setelah terjadi bencana.
· Program rehabilitasi dimulai segera setelah masa tanggap darurat (sesuai dengan Perpres
tentang Penetapan Status dan Tingkatan Bencana) dan diakhiri setelah tujuan utama
rehabilitasi tercapai.
Perbaikan lingkungan fisik meliputi kegiatan : perbaikan lingkungan fisik untuk kawasan
pemukiman, kawasan industri, kawasan usaha dan kawasan gedung.
Indikator yang harus dicapai pada perbaikan lingkungan adalah kondisi lingkungan yang
memenuhi persyaratan teknis, sosial, ekonomi, dan budaya serta ekosistem
Prasarana dan sarana umum adalah jaringan infrastruktur dan fasilitas fisik yang
menunjang kegiatan kehidupan sosial dan perekonomian masyarakat. Prasarana umum atau
jaringan infrastruktur fisik disini mencakup : jaringan jalan/ perhubungan, jaringan air bersih,
jaringan listrik, jaringan komunikasi, jaringan sanitasi dan limbah, dan jaringan irigasi/ pertanian.
Sarana umum atau fasilitas sosial dan umum mencakup : fasilitas kesehatan, fasilitas
perekonomian, fasilitas pendidikan, fasilitas perkantoran pemerintah, dan fasilitas peribadatan.
Yang menjadi target pemberian bantuan adalah masyarakat korban bencana yang
rumah/ lingkungannya mengalami kerusakan struktural hingga tingkat sedang akibat bencana,
dan masyarakat korban berkehendak untuk tetap tinggal di tempat semula. Kerusakan tingkat
sedang adalah kerusakan fisik bangunan sebagaimana Pedoman Teknis (DepPU, 2006) dan/
atau kerusakan pada halaman dan/ atau kerusakan pada utilitas, sehingga mengganggu
penyelenggaraan fungsi huniannya. Untuk bangunan rumah rusak berat atau roboh diarahkan
untuk rekonstruksi.
Pemulihan sosial psikologis bertujuan agar masyarakat mampu melakukan tugas sosial
seperti sebelum terjadi bencana, serta tercegah dari mengalami dampak psikologis lebih lanjut
yang mengarah pada gangguan kesehatan mental.
Pemulihan sosial ekonomi budaya adalah upaya untuk memfungsikan kembali kegiatan
dan/ atau lembaga sosial, ekonomi dan budaya masyarakat di daerah bencana.
Kegiatan pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya ditujukan untuk menghidupkan kembali
kegiatan dan lembaga sosial, ekonomi dan budaya masyarakat di daerah bencana seperti
sebelum terjadi bencana.
a. Pengertian
Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan usaha serta langkah-langkah nyata yang
terencana baik, konsisten dan berkelanjutan untuk membangun kembali secara permanen
semua prasarana, sarana dan sistem kelembagaan, baik di tingkat pemerintahan maupun
masyarakat, dengan sasaran utama tumbuh berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial
dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran dan partisipasi masyarakat
sipil dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat di wilayah pasca bencana.
Rencana Rekonstruksi adalah dokumen yang akan digunakan sebagai acuan bagi
penyelenggaraan program rekonstruksi pasca-bencana, yang memuat informasi gambaran
umum daerah pasca bencana meliputi antara lain informasi kependudukan, sosial, budaya,
ekonomi, sarana dan prasarana sebelum terjadi bencana, gambaran kejadian dan dampak
bencana beserta semua informasi tentang kerusakan yang diakibatkannya, informasi mengenai
sumber daya, kebijakan dan strategi rekonstruksi, program dan kegiatan, jadwal implementasi,
rencana anggaran, mekanisme/prosedur kelembagaan pelaksanaan.
Pelaksana Rekonstruksi adalah semua unit kerja yang terlibat dalam kegiatan
rekonstruksi, di bawah koordinasi pengelola dan penanggungjawab kegiatan rehabilitasi dan
rekonstruksi pasca bencana pada lembaga yang berwenang menyelenggarakan
penanggulangan bencana di tingkat nasional dan daerah.
Rekonstruksi fisik adalah tindakan untuk memulihkan kondisi fisik melalui pembangunan
kembali secara permanen prasarana dan sarana permukiman, pemerintahan dan pelayanan
masyarakat (kesehatan, pendidikan dan lain-lain), prasarana dan sarana ekonomi (jaringan
perhubungan, air bersih, sanitasi dan drainase, irigasi, listrik dan telekomunikasi dan lain-lain),
prasarana dan sarana sosial (ibadah, budaya dan lain-lain.) yang rusak akibat bencana, agar
kembali ke kondisi semula atau bahkan lebih baik dari kondisi sebelum bencana.
Cakupan kegiatan rekonstruksi fisik mencakup, tapi tidak terbatas pada, kegiatan
membangun kembali sarana dan prasarana fisik dengan lebih baik dari hal-hal berikut:
· Penerapan rancang bangun dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana.
Rekonstruksi non fisik adalah tindakan untuk memperbaiki atau memulihkan kegiatan
pelayanan publik dan kegiatan sosial, ekonomi serta kehidupan masyarakat, antara lain sektor
kesehatan, pendidikan, perekonomian, pelayanan kantor pemerintahan, peribadatan dan
kondisi mental/sosial masyarakat yang terganggu oleh bencana, kembali ke kondisi pelayanan
dan kegiatan semula atau bahkan lebih baik dari kondisi sebelumnya.
· Kegiatan pemulihan layanan yang berhubungan dengan kehidupan sosial dan budaya
masyarakat.
· Partisipasi dan peran serta lembaga/organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, dan
masyarakat.
2. Membangun menjadi lebih baik (build back better) yang terpadu dengan konsep pengurangan
risiko bencana dalam bentuk pengalokasian dana minimal 10% dari dana rehabilitasi dan
rekonstruksi
3. Mendahulukan kepentingan kelompok rentan seperti lansia, perempuan, anak dan
penyandang cacat
5. Mengarah pada pencapaian kemandirian masyarakat, keberlanjutan program dan kegiatan
serta perwujudan tatakelola pemerintahan yang baik
Mengacu pada arahan Presiden Republik Indonesia pada Sidang Kabinet Paripurna 25
November 2010, maka pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi agar dilaksanakan dengan
memperhatikan prinsip-prinsip dasar, sebagai berikut:
Kesimpulan
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama
untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat pada wilayah pascabencana.
Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan usaha serta langkah-langkah nyata yang
terencana baik, konsisten dan berkelanjutan untuk membangun kembali secara permanen
semua prasarana, sarana dan sistem kelembagaan, baik di tingkat pemerintahan maupun
masyarakat, dengan sasaran utama tumbuh berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial
dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran dan partisipasi masyarakat
sipil dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat di wilayah pasca bencana.
Lingkup pelaksanaan rekonstruksi terdiri atas program rekonstruksi fisik dan program
rekonstruksi non fisik.