Anda di halaman 1dari 24

.9.

Sifat Termal
Menurut Haryanto (2010), protein bersifat termoseting karena jika dipanaskan, maka
tidak dapat meleleh.Sehingga tidak dapat dibentuk ulang kembali. Polimer termoseting adalah
polimer yang mempunyai sifat tahan terhadap panas. Jika polimer ini dipanaskan, maka tidak
dapat meleleh. Sehingga tidak dapat dibentuk ulang kembali. Susunan polimer ini bersifat
permanen pada bentuk cetak pertama kali (pada saat pembuatan). Bila polimer ini rusak/pecah,
maka tidak dapat disambung atau diperbaiki lagi. Polimer termoseting memiliki ikatan-ikatan
silang yang mudah dibentuk pada waktu dipanaskan. Hal ini membuat polimer menjadi kaku dan
keras. Semakin banyak ikatan silang pada polimer ini, maka semakin kaku dan mudah patah.
Bila polimer ini dipanaskan untuk kedua kalinya, maka akan menyebabkan rusak atau lepasnya
ikatan silang antar rantai polimer.
Sifat polimer termoseting sebagai berikut:
- Keras dan kaku (tidak fleksibel);
- Jika dipanaskan akan mengeras;
- Tidak dapat dibentuk ulang (sukar didaur ulang);
- Tidak dapat larut dalam pelarut apapun;
- Jika dipanaskan akan meleleh;
- Tahan terhadap asam basa, dan;
- Mempunyai ikatan silang antar rantai molekul.
(https://www.academia.edu/9640657/Polimer_Termoplastik_dan_Termosetting u.t .).
.10. Polimerisasi Protein
Protein merupakan polimer alam yang terbentuk dari monomer-monomer asam amino
melalui ikatan peptida (ikatan kovalen amida) dalam reaksi polimerisasi kondensasi. Pada reaksi
kondensasi setiap monomer harus memiliki dua gugus fungsional pada kedua ujungnya sehingga
dapat ditambahkan pada unit rantai polimer yang telah terbentuk. Polimer kondensasi terjadi dari
reaksi antara gugus fungsi pada monomer yang sama atau monomer yang berbeda. Dalam
polimerisasi kondensasi kadang-kadang disertai dengan terbentuknya molekul kecil seperti
H2O, NH3, atau HCl. Pada protein akan menghasilkan H2O.
Asam amino + Asam amino + … → Protein + nH2O
Pada reaksi polimerisasi kondensasi ini, tiap monomer harus mempunyai dua gugus
fungsional sehingga dapat menambahkan pada tiap ujung ke unit lainnya dari rantai tersebut.
Jenis reaksi polimerisasi ini disebut reaksi kondensasi. Dalam polimerisasi kondensasi, suatu
atom hidrogen dari satu ujung monomer bergabung dengan gugus–OH dari ujung monomer
yang lainnya untuk membentuk air.

Gambar 11. Polimerisasi Kondensasi Protein


Terdapat 20 asam amino yang dapat berpolimerisasi membentuk protein. Ke-20 asam amino
tersebut dibagi menjadi dua yaitu:
1. Asam amino esensial, yaitu asam amino yang tidak dapat disintesis oleh tubuh (harus
disuplai oleh tubuh).
2. Asam amino non-esensial, yaitu asam amino yang dapat disintesis oleh tubuh dari residu
karbohidrat, lemak, dan sumber nitrogen dengan bantuan katalis.
Polipeptida (protein) merupakan hasil kondensasi asam amino dengan melepaskan
molekul air. Kondensasi asam amino menjadi protein terjadi di sitoplasma sel dengan bantuan
organel ribosom.
Gambar 12. Pembentukan Polipeptida
Asam amino yang satu dan lainnya disatukan dengan membentuk ikatan peptida. Setiap
asam amino memiliki dua gugus fungsional yaitu karboksil (-COOH) dan amina (-NH2). Gugus
karboksil dan gugus amina akan berikatan membentuk ikatan peptida dengan melepaskan
molekul H2O, seperti nampak pada Gambar 12 di atas.
(https://www.edubio.info/2013/11/reaksi-kondensasi.html.).

.11. Sintesis protein


Asam amino memiliki beberapa titik reaktif yang memungkinkan terbentuknya lebih dari
satu jenis ikatan dengan asam-asam amino lainnya. Jenis ikatan utamanya adalah ikatan peptida
(ikatan amida). Ikatan peptida adalah ikatan kovalen C-N yang terbentuk antara atom C pada
gugus –COOH  dari suatu asam amino, dengan atom N pada gugus –NH2 dari asam amino
lainnya pada reaksi kondensasi. Contoh ikatan peptida yang terbentuk dari reaksi kondensasi
antara alanin dan glisin sebagai berikut:

Gambar 13. Reaksi Kondensasi Alanin dan Glisin


           Reaksi tersebut menghasilkan suatu dipeptida. Karena senyawa dipeptida memiliki gugus
–COOH dan –NH2, maka senyawa tersebut dapat mengikat asam amino lainnya membentuk
tripeptida, dan seterusnya. Jika semakin banyak asam amino yang bergabung, maka akan
terbentuk polipeptida.
Gambar 14. Rantai Polipeptida
Rantai polipeptida dapat terbentuk dari variasi ke-20 asam amino yang ada. Selain ikatan
peptida ada ikatan subsidiari. Ikatan subsidiari merupkan ikatan penting kedua setelah ikatan
peptida. Ada empat ikatan subsidiari yaitu ikatan hidrogen, ikatan disulfida, ikatan hidrofobik,
dan ikatan ionik/elektrostatis.
Terjadi pergantian protein secara kontinyu dalam tubuh, pada orang dewasa yang sehat
menunjukkan keseimbangan antara sintesis dan pemecahan. Selama masa pertumbuhan, sintesis
lebih banyak daripada pemecahan, sedangkan pada kondisi tertentu seperti kelaparan, kanker,
dan trauma pemecahan lebih besar daripada sintesis. Sintesis protein diregulasi oleh insulin,
sedangkan katabolisme diregulasi oleh glukokortikoid. Pada tingkat selular, transkripsi DNA
menjadi RNA pembawa pesan (mRNA) menghasilkan cetakan untuk sintesis protein di ribosom
(Barasi, 2009).

.12. Akibat Kelebihan Protein dan Kekurangan Protein


A. Kekurangan Protein :
1) Marasmus

Gambar 15.Balita Terkena Penyakit Marasmus


Marasmus merupakan bentuk kekurangan gizi buruk, yang paling banyak ditemui
pada bayi dibawah usia 12 bulan. Penyebabnya bisa terjadi karena kekurangan protein
yang sering disertai dengan gejala kekurangan karbohidrat. Penyakit ini tentu cukup
berbahaya jika diderita, sebab dapat menggiring penderitanya pada kematian. Ciri-ciri :
 Berat badan kurang dari 60% dari berat badan yang seharusnya.
 Suhu tubuh menjadi rendah.
 Kulit di tubuh melonggar dan mengkerut sehingga bentuk tulang sangat nampak.
 Berwajah lonjong dan tampak lebih tua.
 Perut berbentuk cekung yang biasa disertai dengan diare.
2) Kwashiorkor

Gambar 16. Balita Terkena Penyakit Kwashiorkor


Penyakit kwashiorkor ini merupakan penyakit yang bisa terjadi akibat kekurangan
protein. Berbeda dengan marasmus, penyakit ini paling banyak ditemukan pada anak-
anak usia 1 hingga 3 tahun. Apabila pada marasmus tubuh penderitanya cenderung kurus,
maka pada kwashiorkor penampilan dari penderita terlihat normal. Walaupun begitu,
penyakit ini harus diwaspadai sebab jika tidak maka anak-anak pertumbuhannya akan
terhambat bahkan bisa mengalami cacat mental, seperti ADHD (Attention Deficit
Hyperactivity Disorder)  pada anak. Ciri-ciri :
 Mengalami kelelahan yang tinggi
 Terjadi pembengkakan pada perut, juga pada punggung kaki dan tangan
 Sering mengalami diare
 Berwajah bulat
 Pandangan mata sayu
 Rambut menjadi kusam, tipis hingga kemerahan dan gampang dicabut
 Kehilangan nafsu makan dan gampang rewel
 Hati berlemak dan membesar
 Kekeringan pada kulit hingga bersisik dan pecah-pecah
 Luka sulit untuk sembuh
 Sering disertai dengan infeksi yang akut
3) Cachexia

Gambar 17. Seseorang Terkena Penyakit Cachexia


Penyakit cachexia merupakan penyakit yang menyerang seseorang akibat kekurangan
protein. Menurut American Journal of Clinical Nutrition, penyakit ini dapat
menyebabkan penurunan berat badan, penyakit kanker, gagal ginjal, penyakit
menular AIDS,  bahkan kematian apabila tidak ditangani dengan baik. Ciri-ciri :
 Kerap merasa lelah walaupun hanya beraktifitas ringan.
 Menipisnya otot rangka.
 Terjadinya degradasi protein.
 Berat badan menurun secara yang ekstrim.
4) Hipoproteinemia
Gambar 18. Seseorang Terkena Penyakit Cachexia
Hipoproteinemia merupakan kondisi dimana tingkat protein yang sangat rendah
dalam darah. Kondisi ini bisa disebabkan karena penyakit seerti penyakit ginjal, hati,
celiac, dan radang usus.Gejala hipoproteinemia pada anak yang kekurangan protein bisa
berat dan ringan, yaitu:
 Mudah sakit dan infeksi
 Kulit kering dan mudah mengelupas
 Kelelahan yang ekstrem
 Rambut menipis, kering dan rontok
(https://id.theasianparent.com/akibat-kekurangan-protein)

B. Kelebihan Protein :
1) Pemicu Penyakit Kekurangan Kalsium

Gambar 18. Penyakit di Persendian Kaerna Kekurangan Kalsium


Masuknya protein dengan jumlah berlebih dalam tubuh bisa memicu produksi asam
semakin meningkat dan tinggi sehingga membuat kemampuan tulang dalam menyerap
kalsium akan semakin rendah dan akhirnya berbagai macam penyakit kekurangan
kalsium seperti osteoporosis bisa terjadi pada setiap orang. Tanda-tanda yang terjadi bila
seseorang mengalami kekurangan kalsium adalah adanya rasa sakit yang terjadi di sekitar
pergelangan tangan ataupun nyeri tulang.
Diet yang tinggi protein menghasilkan sejumlah asam dalam cairan tubuh. Ginjal
merespons diet ini tantangan asam dengan ekskresi asam bersih, dan, secara bersamaan,
kerangka memasok penyangga dengan resorpsi tulang yang aktif menghasilkan
kehilangan kalsium yang berlebihan. Apalagi beban asam reabsorpsi kalsium ginjal yang
menyebabkan hiperkalsiuria dalam kombinasi dengan kehilangan tulang yang terlalu
tinggi. Dalam studi metabolisme terjadi peningkatan asupan protein dari sekitar 47
hingga 112 g menyebabkan peningkatan kalsium urin dan penurunan retensi kalsium.
Data ditunjukkan bahwa hiperkalsiuria yang diinduksi protein disebabkan oleh
peningkatan dalam laju filtrasi glomerulus dan ginjal fraksional yang lebih rendah
reabsorpsi kalsium tubular, yang terakhir di antaranya oleh peningkatan beban asam pada
sel tubular ginjal (Delimaris, 2013).
2) Meningkatkan Kolesterol

Gambar 19. Peningkatan Kolesterol di Jantung


Penyakit karena protein berlebih bisa memicu tingginya kadar kolesterol dalam
tubuh. Kolesterol merupakan titik awal dari munculnya penyakit yang berbahaya untuk
tubuh karena menyebabkan pembekuan arteri dalam darah sehingga bisa
memunculkan gejala penyakit jantung yang berbahaya.
Selain jantung, kolesterol juga memicu terjadinya berbagai penyakit keras lainnya seperti
gula darah tinggi sehingga menimbulkan diabetes, tekanan darah tinggi yang bisa
memicu penyakit stroke serta asam urat yang berbahaya. Protein hewani merupakan salah
satu pemicu terjadinya kolesterol dalam tubuh.
Asupan protein yang melebihi kebutuhan akan dioksidasi dan disimpan dalam
bentuk glukosa yang dihasilkan melalui proses glukoneogenesis. Proses ini dapat
memenuhi kebutuhan glukosa pada saat asupan karbohidrat dan lemak dalam makanan
tidak mencukupi sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan glukosa
darah (Probosari, 2019).
3) Kerusakan Ginjal

Gambar 20. Kerusakan Ginjal


Ginjal merupakan salah satu organ tubuh yang paling penting dengan fungsi
utamanya untuk menyaring semua zat, racun serta limbah yang diproduksi oleh organ
lain di dalam tubuh. Apabila protein yang masuk di dalam tubuh terlalu banyak, maka
kinerja dari ginjal akan semakin berat karena banyak limbah berupa racun dan juga zat
tidak berguna yang harus dikeluarkan serta disaring oleh ginjal. Kerusakan ginjal ini
sering ditemukan pada orang yang mengonsumsi banyak protein hewani serta makanan
olahan seperti mie instan, efek dari pencucian darah dan juga allopurinol.
Asupan cairan yang rendah dan asupan protein yang berlebihan adalah pentingfaktor
risiko batu ginjal. Konsumsi protein meningkatekskresi asam ginjal, dan muatan asam,
pada gilirannya, dapat disanggasebagian oleh tulang, yang melepaskan kalsium untuk
dikeluarkan olehginjal. Hiperkalsiuria yang diinduksi protein ini dapat
menyebabkanpembentukan batu ginjal kalsium. (Delimaris, 2013).
4) Rentan Terkena Resiko Kanker

Gambar 21. Sel Kanker dalam Tubuh


Penyakit  akibat kelebihan protein lainnya adalah rentan terkena berbagai macam
kanker. Sumber protein yang tertinggi diperoleh dari hewani, namun protein hewani juga
memiliki kandungan lemak yang tinggi sehingga lemak tersebut tidak bisa dicerna dan
diserap oleh tubuh secara maksimal sehingga menimbulkan banyak penumpukan.
Penumpukan lemak secara berlebihan bisa memicu kemunculan dari berbagai radikal
bebas yang masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan pertumbuhan dari sel kanker
manjadi lebih cepat dan berbahaya. Seringnya mengonsumsi daging asap ataupun daging
beku dalam kemasan juga bisa memicu penumpukan protein di dalam tubuh yang
menyebabkan tumbuhnya sel kanker.
5) Obesitas
Berbagai faktor dapat menjadi penyebab terjadinya obesitas, salah satunya adalah
asupan makanan melebihi kebutuhan. Protein merupakan jenis makronutrien yang
berkaitan dengan kejadian obesitas. Kebutuhan protein bagi remaja usia 9-13 tahun
adalah 0.95 g/kgBB/hari dan 0,85 g/kgBB/hari untuk remaja laki-laki dan perempuan
usia 14-18 tahun.11 Proporsi asupan protein nabati adalah 60-80% kebutuhan protein dan
protein hewani sebesar 20-40% kebutuhan protein.12 Tubuh manusia tidak dapat
menyimpan protein secara berlebih sehingga jika asupan protein berlebih maka akan
disimpan tubuh dalam bentuk trigliserida dan hal inilah yang menyebabkan kenaikan
jaringan lemak yang akhirnya menyebabkan status gizi lebih.
Prevalensi obesitas pada remaja yang semakin meningkat setiap tahun
menunjukkan bahwa masa remaja merupakan masa rentan terjadinya obesitas. Hasil
penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara asupan protein dengan
IMT pada remaja. Asupan protein total pada remaja obesitas lebih tinggi dibanding
dengan remaja normal dan overweight. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang
menyatakan apabila asupan protein berlebih maka asam amino akan mengalami
deaminiase. Nitrogen dikeluarkan dari tubuh dan sisa-sisa ikatan karbon akan diubah
menjadi asetil KoA yang dapat disintesis menjadi trigliserida melalui proses lipogenesis
kemudian disimpan dalam tubuh. Hal inilah yang menyebabkan kenaikan jaringan lemak
yang akhirnya menyebabkan status gizi lebih (Suryandari,2015).

.13. Degradasi Protein


Degradasi Potein adalah proses penguraian dari senyawa protein menjadi monomer
penyusun nya yaitu asam amino. Degradasi protein terjadi di lisosom. terutama protein
ekstraseluler dan protein yang ada di permukaan sel. Dan dapat juga terjadi di sitosol ,retikulum
endoplasma juga terlibat dalam proses degradasi protein. Degradasi protein dalam makanan
terjadi didalam saluran pencernaan seperti lambung dan usus halus. Dimana protein didenaturasi
dahulu oleh HCl pada lambung kemudian dipecah menjadi asam amino dengan bantuan enzim,
seperti enzim pepsin, trypsin, enterokinase dan erepsin.
Fungsi Degradasi Protein:
 Mengurangi molekul protein menjadi molekul lebih kecil
 Membuang protein rusak dan protein asing di dalam sel
 Mengatasi kesalahan dalam penempatan protein
 Mendaur ulang asam amino
Macam-macam degradasi protein
1. UPS (Ubiquitin Proteasome System)
Sebagian besar protein intraselulerter mengalami degradasi melalui sistem ini. Fungsi
degradasi UPS adalah penghancuran protein secara cepat, sumber asam amino dan sistem
kekebalan tubuh. Dalam proses UPS,dibutuhkan 3 macam enzim, yaitu, Enzim pengaktivasi
ubiquitin, Enzim pengkonjugasi ubiquitin pada substrat dan protein ligase yang
mengkonjugasisubstrat pada ubiquitin.
2. ERAD (Endoplasmic Reticulum Associated Degradation)
ERAD merupakan degradasi protein transmembran. Degradasi protein ini dapat terjadi jika
diketahui protein gagal melipat dan terjadi sekali dalam sitosol.
3. Autofagi
Autofagi, adalah proses degradasi yang terjadi pada sebagian besar protein dan organel
dalam sel.
4. Aggresome
Aggresome dapat menghambat agregat protein yang beracun dan memungkinkan mereka
dapat diuraikan melalui autofagi.
(https://www.scribd.com/doc/97638711/Degradasi-Protein)
Sedangkan secara kimiawi yang dimaksud denaturasi adalah kehilangan aktivitas biologis
berupa perubahan sifat fisika-kimia. Perubahan-perubahan tersebut antara lain hilangnya
kemampuan melarut artinya terjadi pengendapan, terbentuknya gel, terbukanya gugus reaktif
(sulfhidril), lebih mudah mengalami hidrolisa ensimatis (sehingga daya cernanya lebih baik),
perubahan defraksi atau pembiasan sinar X dan putaran optis. Secara fisika denaturasi diartikan
sebagai suatu perubahan konformasi (bentuk, bangun) rantai polipeptida yang tidak
mempengaruhi struktur primernya. Jadi kerusakan yang terjadi adalah pada struktur sekunder,
tersier, dan kuarterner, karena ikatan yang bertanggung jawab untuk mempertahankan struktur
tersebut sangat lemah. Sehingga denaturasi merupakan destruksi ikatan valensi sekunder yang
berperan pada konformasi protein, tetapi hal itu bukan disebabkan oleh pecahnya ikatan kovalen,
bukan pula karena proteolitis. Kebanyakan protein hanya berfungsi aktif biologis pada daerah pH
dan suhu yang terbatas. Jika pH dan suhu melewati batas-batas tersebut, protein akan mengalami
denaturasi. Denaturasi protein terjadi pada suhu yang berbeda-beda tergantung pada sifat protein,
umumnya protein terdenaturasi pada suhu sekitar 70 derajat celcius. (Naga, 2010).
Denaturasi pada protein globular sering kali merusak jala-jala polipeptida karena lipatan-
lipatan polipeptidanya akan terbuka sehingga berubah bentuk menjadi polimer random coil.
Perubahan tersebut dapat digunakan untuk menerangkan pembentukan gel, koagulasi, naiknya
reaktifitas. Kerusakan tersebut diakibatkan oleh adanya perlakuan asam atau basa kuat, panas,
detergen ionik (amfitat), garam pekat (urea, guanidin), logam berat (Ag, Pb, Hg) pelarut-pelarut
organik (etil alkohol, fenol). (Sugiyono, 2004).
Gambar 22. Denaturasi Protein

.14. Aplikasi Protein pada Berbagai Bidang


1) Aplikasi Protein dalam Bidang Pangan
1) Susu

Gambar 23. Komposisi Protein pada Susu


Pada susu, salah satu unsur yang penting adalah protein. Protein yang terdapat pada susu
terdiri atas kasein dan protein serum (whey protein). Dalam hal ini, kasein merupakan 80%
dari seluruh protein susu. Terdapat tiga jenis dalam kasein, yaitu 50% alpha-kasein, 33%
betha kasein, dan 15% kappa kasein. Sedangkan dalam protein serum terdapat dua jenis
yaitu proteiin globulin dan 68% albumin. Dalam prosesnya, pertama kasein dipisahkan dari
krim dengan agen pengfilter sehingga lemaknya naik ke atas. Ketika susu telah terpisah,
garam kasein dan enzim kalsium kaseinat tertahan di dalam susu skim tersebut. Lalu untuk
memisahkan kasein dengan susu skim, digunakan proses presipitasi. Inti dari presipitasi
adalah susu dipanaskan dengan kondisi yang sangat dikontrol. Setelah beberapa lama, protein
akan menyusut dan mengeluarkan embun. Hasil dari proses ini adalah protein serum. Protein
Efficiency Ratio (PER) menyatakaan nilai protein dalam susu. Ratarata PER dalam susu
bernilai 3,1 lebih tinggi dibanding dengan protein dalam gandum, kedelai maupun daging
sapi.
Kasein dan protein serum dalam protein susu berfungsi bagi tubuh. Kasein adalah
pembawa mineral Kalsium dan Fospat. Kasein berfungsi dalam penjagaan kandunga mineral
dalam keadaan terlarut sekaligus menjaga pembentukan Kalsium Fospat yang tidak larut.
Selain itu, kasein juga berfungsi sebagai pertahanan dari baktri ataupun virus. Sedangkan
protein serum berfungsi untuk meningkatkan imunitas tubuh. Sealin itu, protein serum
mengandung laktoforin yang memiliki fungsi sebagai pengikat zat besi. Protein serum
merupakan kelompok protein kompleks dan terdapat dalam kolostrum.
2) Protein Sel Tunggal

Gambar 24. Proses Pembuatan PST


Protein Sel Tunggal (PST) adalah produk bahan makanan yang telah dikembangkan. PST
mengandung kadar protein tinggi yang berasal dari mikroba melalui proses bioteknologi.
PST dari mikroorganisme digunakan sebagai suplemen protein dalam makanan manusia atau
makanan hewan. Nama PST digunakan dalam membedakan protein sel tunggal tersebut
apakah berasal dari mikroorganisme yang bersel tunggal atau bersel banyak.
Mikroorganisme yang dikembangbiakkan dalam pembuatan protein sel tungal ini berguna
sebagai sumber protein. Contoh mikroorganisme yang dapat digunakan untuk PST adalah
algae atau bakteri. Mikroorganisme yang biasa digunakan sebagai protein sel tunggal, antara
lain alga Chlorella, Spirulina, dan Scenedesmus, khamir Candida utylis, kapang berfilamen
Fusarium gramineaum. PST diproduksi agar menghasilkan produk makanan yang memiliki
kualitas akan protein yang tinggi.
Proses produksi PST dari sebuah mikroorganisme dan substrat lainnya memiliki langkah
dasar sebagai berikut, yang pertama adalah penyediaan sumber karbon. Selain sumber
karbon, sumber nitrogen, fosfor dan nutrisi lainnya diperlukan untuk mendukung
pertumbuhan optimal mikroorganisme yang dipilih. Kemudian dilakukan pencegahan
kontaminan dengan mempertahankan kondisi steril atau higienis. Komponen dapat
dipanaskan atau disterilkan degan penyaringan dan fermentasi. Mikroorganisme yang dipilih
diinokulasi dalam keadaan murni. Proses PST dilakukan dalam kondisi sangat aerobik
(kecuali ganggang). Oleh karena itu, aerasi yang memadai harus disediakan. Pendinginan
perlu dilakukan agar prosuk yang dihasilkan cukup panas. Biomassa kembali pulih dari
media (pemisahan biomassa microbial dari cairan fermentasi) kemudian diolah. Pengolahan
biomassa berguna untuk meningkatkan kegunaan atau daya simpan.
Dalam memproduksi PST, mikroorganise yang dikembangbiakkan sebagai sumber
protein harus diperhatikan. Untuk menghasilkan PST yang baik terdapat kriteria
miskroorganismenya, diantaranya adalah memiliki sifat non-patogen (tidak menyebabkan
penyakit baik pada tanaman, hewan maupun manusia. Mikroorganisme yang digunakan pun
harus memiliki nilai gizi yang baik, dpat digunakan sebagai bahan pangan maupun pangan
serta tidak mengandung bahan beracun. Selain itu, dalam proses produksi disarankan agar
memiliki biaya produk yang dibutuhkannya rendah agar produktif dan efisien.
Produk PST memiliki kelebiha, diantaranya adalah dalam proses produksi PST dapat
menggunakan media atau substrat yang bervariasi. Produksi PST pun tidak bergantung pada
iklim ataupun musim. Kandungan protein dalam PST juga lebih unggul/tinggi jika
dibandingkan dengan kandungan protein hewan atau tumbuhan.

3) Roti

Gambar 25. Enzim Lipase dalam Pembuatan Roti


Enzim lipase dapat digunakan dala proses pembuatan roti. Enzim lipase memiliki sisi
aktif sehingga dapat menghidrolisis triasilgliserol menjadi asam lemak dan gliserol. Enzim
lipase dapat digunakan untuk menghasilkan coklat tiruan, serta glukosa oksidase untuk
mencegah reaksi pencoklatan pada produk tepung telur dan lain-lain. Sumber enzim lipase
didapatkan dari bakteri (S. aureus), kapang (Aspergillus niger, Rhizopus arrhizus), tanaman
yang menghasilkan trigliserida (kacang-kacangan), pancreas dan susu.
2) Aplikasi Protein dalam Bidang Industri
4) Tekstil
Tekstil Pada produksi tekstil bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatannya
terdapat serat tekstil yang berasal dari bahan lami ataupun bahan sintetik. Bahan alami yang
digunakan dalam industri tekstil diantaranya berasal dari serat protein. Serat protein dapat
berbentuk staple atgau filamen. Serat protein yang beberntuk stapel dapat berasal dari rambut
hewan, seperti berupa domba, kelinci, mohair dan lain-lain. Namun, serat protein yang paling
digunakan adalah yang berasal dari bulu domba (wol).
Wol bersifat hidroskopis, serat dapat melepaskan uap air secara perlahan dan pada bahan
tekstil akan menimbulkan panas, Wol dan serat yang sejenis merupakan serat alam yang
dapat menggumpal (feelting), apabila dikerjakan dalam larutan sabun bersuhu panas. Wol
dan sutera berasal dari serat protein. Serat dari protein lebih mudah dipengaruhi bahan-bahan
kimia daripada serat selulosa.

Gambar 26. Produksi Wol (Serat Protein)


5) Kertas

Gambar 27. Enzim Xyalanase


Pada pembuatan kertas, juga dilibatkan peranan protein dalam proses pembuatannya,
yaitu enzim xylanase. Enzim merupakan suatu protein yang memiliki aktifitas biokimiawi
sebagai katalis suatu reaksi. Karena merupakan suatu protein, enzim ini sangat rentan
terhadap kondisi lingkungan. Pada pembuatan kertas, enzim xylanase berperan dalam proses
pemutihan kertas. Enzim ini digunakan untuk menghilangkan hemi selulosa dalam proses
bleaching sekaligus sebagai pengganti cara kimia agar pencemaran racun limbah kimia dapat
dihindari dan dapat meminimalisir biaya.
Dalam pembuatan kertas menggunakan bahan baku kayu, namu harus melalui proses
digester dan pencucian terlebih dahulu. Pada proses ini, sebenarnya bahan yang dihasilkan
untuk membuat kertas masih kotor atau disebur dengan derajat putih yang rendah.Proses
pemmutihan perlu dilakukan agar menghasilkan kertas yang memiliki mutu tinggi, Pada
proses pemutihan ini pula, lignin hemiselulosa penyebab warna coklat dan zat ekstraktih
yang dikandung dari hasil pencucian dan penyaringan dihilangkan.Pada prosesnya,
pemutihan dilakukan secara bertahap karena dapat menghasilkan nilai derajat putih yang
tinggi pada produk kertas yang akan dihasilkan. Proses pemutihan kertas terdiri dari
tahapkhlorinasi, ekstraksi dan penambahan khlorin oksida. Namun khlorin adalah bahan
beracun yang dapat menimbulkan polusi pada pabrik keras dari klorin sisa proses yang
dibuang ke perairan sungai. Maka dampak dari penggunaan klorin pada produksi kertas,
menimbulkan terobosan baru pada industri kertas. Penggunaan klorin pada proses ini dapat
diganti dengan aplikasi bioteknnologi, yaitu berasal dari enzim. Enzim xilanasu merupakan
enzim yang pertama kali dicanangkan untuk proses pemutihan kertas dan sekarang telah
digunakan dalama produksi kertas pada beberaoa pabrik. Dalam produksi pabrik kertas,
disarankan enxim xilanase yang digunakan adalah memiliki sifat termostabil dan tahan pada
pH alkalo. Jenis enzim yang dapat ditemukan sesuai dengan karateristik seperti ini alah
enzim endoxilanase. Penggunaan xilanase dan pada proses pemutihan kertas membantu
pengurangan jumlah kappa dan meningkatkan derajat putih kertas.
3) Aplikasi Protein dalam Bidang Pertanian
6) Pestisida
Gambar 28. Pestisida dari protein bakteri

Protein dapat berfungsi dalam pembuatan pestisida alami. Protein yang digunakan untuk
pestisida berasal dari tubuh bakterik. Contoh bakteri yang dapat digunakan proteinnya untuk
pembuatan pestisida alami adalah bakteri Thuringienis. Bakteri Bacillus thuringiensis
adalagh bakteri gram positif. Bakteri Bacillus thuringiensis termasuk bakteri patogen
fakultatif. Apabila bakteri ini tidak memiliki lingkungan yang nyaman dan tidak
menguntungkan, maka bakteri ini akan membentuk fase sporulasi. Pada saat sporulasi, tubuh
dari bakkteri ini akan terdiri dari protein cry. Protein cry merupakan protein kelas endotoksin
delta. Endotoksin ini dapat mematikan serangga jika serangga memakan toksin tersebut.
Maka, protein / toksin cry yang dihasilkan oleh bakteri dapat dimanfaatkan sebagai pestisida
alami.
4) Aplikasi Protein dalam Bidang Kecantikan
7) Komestik

Gambar 29. Bentuk fisis Kolagne dan Kolagen kulit


Kolagen adalah unsur protein yang tersusun dalam tubuh yang terdapat pada jaringan kat
yang liat dan bening kekuning-kuningan. Pada produksi kosmetik, kolagen biasanya yang
digunakan dalam produksi kosmetik adalah kolagen yang berasal dari hewan atau tumbuhan.
Contoh kolagen hewan yang digunakan adalah kolagen yang berasal dari sapi. Kolagen
memiliki fungsi yaitu sebagai pelembab alami bagi kulit. Selain itu, kolagen yang digunakan
pada bahan kosmetik akan berfungsi untuk menahan air karena kolagen tidak larut dalam air,
sehingga kulit wajah tetap dalam keadaan tetap serta memberi efek baik bagi regenerasi sel
kulit sehingga kulit wajah tidak cepat kusanm dan keriput karena adanya kolagen.
Selain dijadikan untuk pelembab, kolagen juga dapat digunakan untuk pembuatan kulit
sintesis. Sebelum adanya aplikasi dari bioteknologi ini, orang mentransplantasi kuli dari satu
bagian tubuh ke tubuh bagian lain. Namun, pentransplantasian dari satu tubuh manusia ke
tubuh manusia lain akan ditolak oleh tubuh seseorang yang meneima penrtransplantasian
kulit orang tersebut. Maka diciptkannya lah bioteknologi kulit buatan dari kolagen. Sama
halnya pada bahan kosmetik, kolagen yang biasa digunakan dalam pengaplikasian
bioteknologi ini adalah berasal dari tumbuhan maupun hewan.
Pembuatan kulit buatan juga bisa dibuat dari sel fibroblast. Sumber fibroblast dapat
diambil dari lapisan dermal jaringan kulit khatan. Kemudian fibroblast dikarantina dan
diperiksa apakah terdapat virus atau patogen lain. Fibroblast disimpan dalam glass vials
kemudian dibekukan dengan nitrogen 940 F. Pembuatan kolagen dari hewan juga dapat
dilakukan melalui proses ekstraksi, Terdapat dua jenis ekstraksi, yaitu ekstraksi konvensional
maupun ekstraksi enzimatis dengan menggunakan enzim protease. Ekstraksi enzimatis
memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan ekstraksi nkonvensional.
5) Aplikasi Protein dalam Bidang Farmasi dan Kesehatan
8) Vaksin Antivirus

Gambar 30. Vaksin antivirus


Pada pembuatan vaksin, protein sangat berperan dalam prosesnya. Pembuatan vaksin
terdiri dari beberapa tahap diantaranya adalah persiapan benih virus. Setelah disiapkan,
kemudian virus ditumbuhkan dalam media yang mengandung proteinn misalnya protein yang
berasal dari mamalia (protein murni dari darah sapi). Media ini dapat mendorong proses
reproduksi dari sel. Pertumbuhan virus dapat dibantu dengan bantuan enxim ke medium
yang digunakan. Enzim yang digunakan ini adalah enzim tripsin. Enzim tripsin adalah
protein yang berfungsi sebagai katalis dalam metabolisme dan pertumbuhan sel. Pada proses
ini, tripsin didapatkan dari pankreas sapi. Setelah dilakukan pertmbuhan pada virus, virus
tersebut kemudian dipisahkan dari mediumnya. Pemisahan ini dapat dilakukan dengan cara
filtrasi, sentrifugasi atau teknik lain.
9) Obat-obatan
Gambar 31. Proses Protein yang dihasilkan oleh DNA berperan dalam penemuan obat baru

Protein aktif dapat dibuat untuk menghasikkan penemuan obat baru. Protein ini
dihasilkan dari DNA / gen yang mengkodekan protein. Pada proses ini, DNA dimasukkan ke
dalam mikroorganisme agar cepat diperoleh dan dimurnikan. Pada proses produksi protein
DNA untuk dijadikan obat baru, terdapat beberapa tahap. Diantaranya adalah DNA
mengkodekan suatu protein, kemudian gen-gen pengkode tersebut dipotong. Setelah
dipotong, gen tersebut dimasukkkan ke dalam plasmid . Plasmid yang mengandung gen-gen
tersebut kemudian dimasukkan kembali ke dalam bakteri. Bakteri yang baru dimasukkan
dengan plasmid kemudian dikembangbiakkan. Pengembangbiakkan bakteri ini bertujuan
untuk memperbanyak gen-gen yang akan dihasilkan. Bakteri yang akan dikembangbikakan
tersebut akan menghasilkan protein yang diinginkan. Protein tersebut kemudian diisolasi
kemudian dimurnikan.
6) Aplikasi Protein dalam Sintesis Protein In vitro

Gambar 32. Sintesis Protein In vitro Protein Synthesis in vitro. Kodai Machida, Mamiko Masutan and Hiroaki
Imataka
Bentuk aplikasi protein yang saat ini sedang dikembangkan adalah proses sintesis protein
in vitro. Sintesis protein sel bebas (juga disebut sintesis protein fertilisasi in-vitro atau
disingkat CFPS), adalah produksi protein yang menggunakan mesin biologis tanpa
menggunakan sel hidup. Fertilisasi in-vitro protein sintesis lingkungan tidak dibatasi oleh
dinding sel atau kondisi homeostasis yang diperlukan untuk mempertahankan viabilitas sel.
Dengan demikian CFPS memungkinkan akses langsung dan pengendalian lingkungan
penerjemahan yang menguntungkan bagi sejumlah aplikasi termasuk optimasi produksi
protein, optimasi dari kompleks protein, sintesis protein, menggabungkan asam amino non-
alami dan biologi sintetis (Azizah,2014).

.15. Entrepreneurship Protein


“Produksi Whey Protein Concentrate (WPC) Terdenaturasi Menggunakan Beberapa
Metode Preparasi”

Whey merupakan cairan kuning kehijauan yang berasal dari sisa pengolahan susu atau
keju. Whey masih memiliki kandungan nutrisi yang baik untuk dikonsumsi tubuh.
Rendahnya pemanfaatan whey menjadi produk diakibatkan sifat fungsionalnya yang sulit
diaplikasikan pada produk pangan. Secara alamiah, whey protein memiliki sifat kelarutan
yang tinggi, mampu menciptakan viskositas melalui pengikatan air, pembentuk gel,
sebagai emulsifier, pengikat lemak, membantu pengocokan, pembusaan, serta
meningkatkan warna, rasa, dan tekstur. Salah satu sifat fungsional yang tidak diharapkan
pada whey protein adalah kemampuan dalam meningkatkan tekstur bahan pangan. Oleh
karena itu, untuk meminimalkan sifat tersebut perlu dilakukan proses denaturasi.
Proses denaturasi protein disebabkan adanya pemanasan yang diikuti dengan pendekatan
titik isoelektrik whey protein berkisar pada pH 4,6, di mana interaksi sesama komponen
whey protein meningkat karena adanya gaya elektrostatik sehingga ikatan hidrofilik
protein semakin berkurang. Proses pemanasan menyebabkan perubahan konformasi dari
whey protein dan menyebabkan penurunan sifat-sifat alamiahnya. Adanya proses
denaturasi menghasilkan whey protein concentrate yang mampu mengontrol tekstur pada
produk pangan berprotein tinggi sehingga lebih mudah untuk diterima konsumen.
Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimental menggunakan analisis
deskriptif. Percobaan dilakukan dengan melakukan modifikasi proses pembuatan whey
protein concentrate terdenaturasi menggunakan spray drying sebagai alternatif proses
pengeringannya. Percobaan terdiri dari tiga metode preparasi yang dilakukan sebanyak dua
kali ulangan. Adapun metode preparasi yang dilakukan adalah sebagai berikut :
A = tanpa menggunakan proses sentrifugasi
B = menggunakan proses sentrifugasi
C = menggunakan proses pengendapan secara alami dan sentrifugasi
Proses pembuatan whey protein concentrate terdenaturasi yang telah dimodifikasi dapat
diamati pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram Alir Produksi WPC Terdenaturasi pada Beberapa Metode Preparasi
Pengujian kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl mengacu pada AOAC (2006). Faktor
konversi yang digunakan adalah 6,25. Berikut ini adalah rata-rata hasil pengamatan kadar protein
WPC terdenaturasi pada beberapa metode preparasi :
Tabel 3. Pengamatan Kadar Protein WPC Terdenaturasi pada Beberapa Metode
Preparasi
Perlakuan Kadar Protein
Kontrol 58,44%
Perlakuan A 19,26%
Perlakuan B 58,55%
Perlakuan C 55,77%

Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 3., dapat diamati bahwa kadar protein pada
WPC terdenaturasi dengan perlakuan A memiliki nilai yang rendah, sementara sampel kontrol
dan perlakuan lain memiliki kadar protein yang tinggi dan tidak berbeda secara signifikan. Hal
ini menunjukkan bahwa proses sentrifugasi menjadi indikator penting pada proses pembuatan
WPC terdenaturasi. Menurut Bylund (1995), adanya proses pemanasan menyebabkan
terbentuknya ikatan antara laktosa dan protein yang membentuk substansi baru dan sulit
dipisahkan secara mikroskopik. Oleh karena itu, adanya proses sentrifugasi dapat memisahkan
ikatan antara laktosa dan protein, dengan prinsip perbedaan berat jenis kedua komponen tersebut.
Berdasarkan penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa whey protein concentrate
terdenaturasi hasil pengeringan spray drying dengan sentrifugasi memberikan sifat fisikokimia
yang setara dengan kontrol. WPC terdenaturasi hasil pengeringan spray drying dengan
sentrifugasi memiliki kadar air sebesar 4,12%; kadar protein sebesar 58,55%; solubilitas sebesar
3,36%; dan total rendemen sebesar 0,52%. Namun, sifat fungsionalitasnya lebih baik
dibandingkan dengan kontrol, yaitu memiliki whey drainage sebesar 20,8332% (Hutama, 2019).

Anda mungkin juga menyukai