Sifat Termal
Menurut Haryanto (2010), protein bersifat termoseting karena jika dipanaskan, maka
tidak dapat meleleh.Sehingga tidak dapat dibentuk ulang kembali. Polimer termoseting adalah
polimer yang mempunyai sifat tahan terhadap panas. Jika polimer ini dipanaskan, maka tidak
dapat meleleh. Sehingga tidak dapat dibentuk ulang kembali. Susunan polimer ini bersifat
permanen pada bentuk cetak pertama kali (pada saat pembuatan). Bila polimer ini rusak/pecah,
maka tidak dapat disambung atau diperbaiki lagi. Polimer termoseting memiliki ikatan-ikatan
silang yang mudah dibentuk pada waktu dipanaskan. Hal ini membuat polimer menjadi kaku dan
keras. Semakin banyak ikatan silang pada polimer ini, maka semakin kaku dan mudah patah.
Bila polimer ini dipanaskan untuk kedua kalinya, maka akan menyebabkan rusak atau lepasnya
ikatan silang antar rantai polimer.
Sifat polimer termoseting sebagai berikut:
- Keras dan kaku (tidak fleksibel);
- Jika dipanaskan akan mengeras;
- Tidak dapat dibentuk ulang (sukar didaur ulang);
- Tidak dapat larut dalam pelarut apapun;
- Jika dipanaskan akan meleleh;
- Tahan terhadap asam basa, dan;
- Mempunyai ikatan silang antar rantai molekul.
(https://www.academia.edu/9640657/Polimer_Termoplastik_dan_Termosetting u.t .).
.10. Polimerisasi Protein
Protein merupakan polimer alam yang terbentuk dari monomer-monomer asam amino
melalui ikatan peptida (ikatan kovalen amida) dalam reaksi polimerisasi kondensasi. Pada reaksi
kondensasi setiap monomer harus memiliki dua gugus fungsional pada kedua ujungnya sehingga
dapat ditambahkan pada unit rantai polimer yang telah terbentuk. Polimer kondensasi terjadi dari
reaksi antara gugus fungsi pada monomer yang sama atau monomer yang berbeda. Dalam
polimerisasi kondensasi kadang-kadang disertai dengan terbentuknya molekul kecil seperti
H2O, NH3, atau HCl. Pada protein akan menghasilkan H2O.
Asam amino + Asam amino + … → Protein + nH2O
Pada reaksi polimerisasi kondensasi ini, tiap monomer harus mempunyai dua gugus
fungsional sehingga dapat menambahkan pada tiap ujung ke unit lainnya dari rantai tersebut.
Jenis reaksi polimerisasi ini disebut reaksi kondensasi. Dalam polimerisasi kondensasi, suatu
atom hidrogen dari satu ujung monomer bergabung dengan gugus–OH dari ujung monomer
yang lainnya untuk membentuk air.
B. Kelebihan Protein :
1) Pemicu Penyakit Kekurangan Kalsium
3) Roti
Protein dapat berfungsi dalam pembuatan pestisida alami. Protein yang digunakan untuk
pestisida berasal dari tubuh bakterik. Contoh bakteri yang dapat digunakan proteinnya untuk
pembuatan pestisida alami adalah bakteri Thuringienis. Bakteri Bacillus thuringiensis
adalagh bakteri gram positif. Bakteri Bacillus thuringiensis termasuk bakteri patogen
fakultatif. Apabila bakteri ini tidak memiliki lingkungan yang nyaman dan tidak
menguntungkan, maka bakteri ini akan membentuk fase sporulasi. Pada saat sporulasi, tubuh
dari bakkteri ini akan terdiri dari protein cry. Protein cry merupakan protein kelas endotoksin
delta. Endotoksin ini dapat mematikan serangga jika serangga memakan toksin tersebut.
Maka, protein / toksin cry yang dihasilkan oleh bakteri dapat dimanfaatkan sebagai pestisida
alami.
4) Aplikasi Protein dalam Bidang Kecantikan
7) Komestik
Protein aktif dapat dibuat untuk menghasikkan penemuan obat baru. Protein ini
dihasilkan dari DNA / gen yang mengkodekan protein. Pada proses ini, DNA dimasukkan ke
dalam mikroorganisme agar cepat diperoleh dan dimurnikan. Pada proses produksi protein
DNA untuk dijadikan obat baru, terdapat beberapa tahap. Diantaranya adalah DNA
mengkodekan suatu protein, kemudian gen-gen pengkode tersebut dipotong. Setelah
dipotong, gen tersebut dimasukkkan ke dalam plasmid . Plasmid yang mengandung gen-gen
tersebut kemudian dimasukkan kembali ke dalam bakteri. Bakteri yang baru dimasukkan
dengan plasmid kemudian dikembangbiakkan. Pengembangbiakkan bakteri ini bertujuan
untuk memperbanyak gen-gen yang akan dihasilkan. Bakteri yang akan dikembangbikakan
tersebut akan menghasilkan protein yang diinginkan. Protein tersebut kemudian diisolasi
kemudian dimurnikan.
6) Aplikasi Protein dalam Sintesis Protein In vitro
Gambar 32. Sintesis Protein In vitro Protein Synthesis in vitro. Kodai Machida, Mamiko Masutan and Hiroaki
Imataka
Bentuk aplikasi protein yang saat ini sedang dikembangkan adalah proses sintesis protein
in vitro. Sintesis protein sel bebas (juga disebut sintesis protein fertilisasi in-vitro atau
disingkat CFPS), adalah produksi protein yang menggunakan mesin biologis tanpa
menggunakan sel hidup. Fertilisasi in-vitro protein sintesis lingkungan tidak dibatasi oleh
dinding sel atau kondisi homeostasis yang diperlukan untuk mempertahankan viabilitas sel.
Dengan demikian CFPS memungkinkan akses langsung dan pengendalian lingkungan
penerjemahan yang menguntungkan bagi sejumlah aplikasi termasuk optimasi produksi
protein, optimasi dari kompleks protein, sintesis protein, menggabungkan asam amino non-
alami dan biologi sintetis (Azizah,2014).
Whey merupakan cairan kuning kehijauan yang berasal dari sisa pengolahan susu atau
keju. Whey masih memiliki kandungan nutrisi yang baik untuk dikonsumsi tubuh.
Rendahnya pemanfaatan whey menjadi produk diakibatkan sifat fungsionalnya yang sulit
diaplikasikan pada produk pangan. Secara alamiah, whey protein memiliki sifat kelarutan
yang tinggi, mampu menciptakan viskositas melalui pengikatan air, pembentuk gel,
sebagai emulsifier, pengikat lemak, membantu pengocokan, pembusaan, serta
meningkatkan warna, rasa, dan tekstur. Salah satu sifat fungsional yang tidak diharapkan
pada whey protein adalah kemampuan dalam meningkatkan tekstur bahan pangan. Oleh
karena itu, untuk meminimalkan sifat tersebut perlu dilakukan proses denaturasi.
Proses denaturasi protein disebabkan adanya pemanasan yang diikuti dengan pendekatan
titik isoelektrik whey protein berkisar pada pH 4,6, di mana interaksi sesama komponen
whey protein meningkat karena adanya gaya elektrostatik sehingga ikatan hidrofilik
protein semakin berkurang. Proses pemanasan menyebabkan perubahan konformasi dari
whey protein dan menyebabkan penurunan sifat-sifat alamiahnya. Adanya proses
denaturasi menghasilkan whey protein concentrate yang mampu mengontrol tekstur pada
produk pangan berprotein tinggi sehingga lebih mudah untuk diterima konsumen.
Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimental menggunakan analisis
deskriptif. Percobaan dilakukan dengan melakukan modifikasi proses pembuatan whey
protein concentrate terdenaturasi menggunakan spray drying sebagai alternatif proses
pengeringannya. Percobaan terdiri dari tiga metode preparasi yang dilakukan sebanyak dua
kali ulangan. Adapun metode preparasi yang dilakukan adalah sebagai berikut :
A = tanpa menggunakan proses sentrifugasi
B = menggunakan proses sentrifugasi
C = menggunakan proses pengendapan secara alami dan sentrifugasi
Proses pembuatan whey protein concentrate terdenaturasi yang telah dimodifikasi dapat
diamati pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram Alir Produksi WPC Terdenaturasi pada Beberapa Metode Preparasi
Pengujian kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl mengacu pada AOAC (2006). Faktor
konversi yang digunakan adalah 6,25. Berikut ini adalah rata-rata hasil pengamatan kadar protein
WPC terdenaturasi pada beberapa metode preparasi :
Tabel 3. Pengamatan Kadar Protein WPC Terdenaturasi pada Beberapa Metode
Preparasi
Perlakuan Kadar Protein
Kontrol 58,44%
Perlakuan A 19,26%
Perlakuan B 58,55%
Perlakuan C 55,77%
Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 3., dapat diamati bahwa kadar protein pada
WPC terdenaturasi dengan perlakuan A memiliki nilai yang rendah, sementara sampel kontrol
dan perlakuan lain memiliki kadar protein yang tinggi dan tidak berbeda secara signifikan. Hal
ini menunjukkan bahwa proses sentrifugasi menjadi indikator penting pada proses pembuatan
WPC terdenaturasi. Menurut Bylund (1995), adanya proses pemanasan menyebabkan
terbentuknya ikatan antara laktosa dan protein yang membentuk substansi baru dan sulit
dipisahkan secara mikroskopik. Oleh karena itu, adanya proses sentrifugasi dapat memisahkan
ikatan antara laktosa dan protein, dengan prinsip perbedaan berat jenis kedua komponen tersebut.
Berdasarkan penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa whey protein concentrate
terdenaturasi hasil pengeringan spray drying dengan sentrifugasi memberikan sifat fisikokimia
yang setara dengan kontrol. WPC terdenaturasi hasil pengeringan spray drying dengan
sentrifugasi memiliki kadar air sebesar 4,12%; kadar protein sebesar 58,55%; solubilitas sebesar
3,36%; dan total rendemen sebesar 0,52%. Namun, sifat fungsionalitasnya lebih baik
dibandingkan dengan kontrol, yaitu memiliki whey drainage sebesar 20,8332% (Hutama, 2019).