PENDAHULUAN
1
Pemasungan terhadap gangguan jiwa masih banyak terjadi, dimana sekitar
20.000 hingga 30.000 penderita gangguan jiwa di seluruh indonesia mendapat
perlakuan tidak manusiawi dengan cara dipasung. Data riskesdas 2013
menunjukan angota rumah tangga (ART) dengan gangguan jiwa berat yang
pernah dipasung di indonesia sebesar 14,3 persen. Terdapat 1.655 rumah
tangga (RT) yang memiliki keluarga yang menderita gangguan jiwa berat.
(Kementrian Kesehatan RI, 2013).
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami trend dan issue
komunikasi dalam keperawatan tentang dinamika kelompok.
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami trend dan issue
komunikasi dalam keperawatan.
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami konsep
dinamika kelompok menurut para ahli.
3. Mahasiswa mampu mengetahui trend dan issue Fenomena
Pasung Dan Dukungan Keluarga Terhadap Pasien Gangguan
Jiwa Pasca Pasung
1.3. Manfaat
1.3.1. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai tambahan referensi dan bahan pustaka bagi
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nahdlatul Ulama Tuban mengenai
trend dan issue komunikasi dalam keperawatan.
1.3.2. Bagi Mahasiswa
Untuk menambah wawasan dan memberikan informasi
kepada mahasiswa lain dan kepada masyarakat tentang trend dan
issue komunikasi dalam keperawatan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
5. Louis Forsdale (1981), seorang ahli komunikasi dan pendidikan
mengatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses memberikan
signal menurut aturan 14 tertentu, sehingga dengan cara ini suatu
sistem dapat didirikan, dipelihara, dan diubah.
4
harus ada aturan main yang disepakati bersama oleh semua anggota
kelompok dan pengatur perilaku semua anggota kelompok, proses ini disebut
”norming”. Berdasarkan aturan inilah individu dan kelompok melakukan
berbagai kegiatan, proses ini disebut ”performing”.
Dinamika kelompok dalam keperawtan merupakan kebutuhan bagi setiap
individu perawat yang hidup dalam satu kelompok pelayanan
kesehatan/keperawatan dan saling berinteraksi untuk membutuhkan
kerjasama satu dengan yang lainnya. Berdasarkan hal tersebut, maka
diperlukan dinamika kelompok dapat berfungsi sebagai berikut:
1. Antara perawat satu dengan yang lain akan terjadi kerja sama
saling membutuhkan, mengingat setiap perawat tidak mungkin
dapat bekerja secara sendiri di dalam pelayanan kesehatan /
keperawatan.
2. Dinamika kelompok perawat akan lebih memudahkan segala
pekerjaan pelayanan kesehatan / keperawtan karena pekerjaan yang
dilakukannya tidak dapat dilaksanakan tanpa bantuan seseorang,
sehingga dengan berdinamika kelompok perawat akan mengetahui
kelemahan dan keunggulan dalam bekerja.
3. Dinamika kelompok dalam keperawatan segala pekerjaan
pelayanan kesehatan / keperawatan yang membutuhkan pemecahan
masalah dapat teratasi, dan mengurangi beban pekerjaan besar
sehingga waktu untuk menyelesaikan pekerjaan dapat diatur secara
tepat, efektif dan efisien, karena melalui dinamika kelompok
pekerjaan besar akan dibagi-bagi sesuai dengan bagian
kelompoknya masing-masing.
4. Lebih meningkatkan kelompok pelayanan keperawatan yang
denokratis karena perawat satu dengan yang lain dapat
memberikan masukan atau berinteraksi dengan lainnya dan
memiliki peran yang sama dalam pelayanan kepada klien.
5
Menurut American Nursing Assosiation (ANA) keperawatan jiwa adalah
area khusus dalam praktek keperawatan yang menerapkan teori perilaku
manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik untuk
meningkatkan, mempertahankan dan memulihkan kesehatan jiwa pada fungsi
yang terintegrasi dalam kondisi sehat dan sakit. Keadaan sehat atau sakit bisa
dilihat dari prestasi kerja, hubungan interpersonal, penggunaan waktu
senggang dan keharmonisan fungsi jiwa.
Pasung merupakan tindakan pengekangan, pembatasan aktivitas secara
fisik, menggunakan berbagai jenis alat seperti rantai, belenggu, tali, balok
kayu, kurungan, diasingkan, atau dirantai pada ruangan terasing. Tindakan
pasung dilakukan oleh 14,3 % Keluarga di Indonesia yang salah satu anggota
keluarga mengalami gangguan jiwa berat (Kemenkes, 2013). Tindakan
pasung dilakukan pada pasien gangguan jiwa kronik, disertai perilaku agresif,
kekerasan, amuk, halusinasi yang berisiko menciderai diri sendiri, orang lain
atau lingkungan (Daulima, 2014; Wahyuningsih, 2014).
Keluarga adalah orang-orang yang sangat dekat dengan pasien dan
dianggap paling banyak tahu kondisi pasien serta dianggap paling banyak
memberi pengaruh pada pasien. Sehingga keluarga sangat penting artinya
dalam perawatan dan penyembuhan pasien. Alasan utama pentingnya
keluarga dalam perawatan jiwa adalah :
1. Keluarga merupakan lingkup yang paling banyak berhubungan
dengan Kecenderungan Atau Sikap Keluarga Penderita Gangguan
Jiwa Terhadap Tindakan Pasung (Studi Kasus di RSJ Amino
Gondho Hutomo Semarang) Puji Lestari, Zumrotul Choiriyyah,
Mathafi 17 pasien,
2. Keluarga (dianggap) paling mengetahui kondisi pasien,
3. Gangguan jiwa yang timbul pada pasien mungkin disebabkan
adanya cara asuh yang kurang sesuai bagi pasien,
4. Pasien yang mengalami gangguan jiwa nantinya akan kembali
kedalam masyarakat; khususnya dalam lingkungan keluarga,
6
5. Keluarga merupakan pemberi perawatan utama dalam mencapai
pemenuhan kebutuhan dasar dan mengoptimalkan ketenangan jiwa
bagi pasien,
6. Gangguan jiwa mungkin memerlukan terapi yang cukup lama,
sehingga pengertian dan kerjasama keluarga sangat penting artinya
dalam pengobatan
Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga
terhadap penderita yang sakit,anggota keluarga memandang bahwa orang
yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan
jika diperlukan (Kristiyaningsih, 2011), dengan demikian tindakan
pemasungan merupakan kegagalan keluarga dalam memberikan dukungan
keluarga untuk membawa pasien ke tempat pelayanan kesehatan, tindakan
pemasungan hanya memperparah kondisi penderita gangguan jiwa tersebut.
7
BAB III
8
dibandingkan pada saat pasien belum terjatuh ke dalam kondisi gangguan
jiwa.
Pasien yang BAB dan BAK sembarangan, menyebabkan keluarga harus
mengeluarkan tenaga, pikiran, dan waktu yang ekstra untuk membersihkan
lingkungan rumah. Penelitian ini menemukan bahwa kondisi keluarga
partisipan tingkat pendidikannya yang rendah yaitu lulusan SD dengan
kondisi ekonomi yang terbatas dan jauh dari fasilitas pelayanan kesehatan
jiwa. Keterbatasan-keterbatasan sumber pengetahuan dan faktor ekonomi
untuk merawat pasien dan lingkungan rumah menyebabkan keluarga tidak
punya pilihan hingga memilih untuk memasung pasien.
Pasca pasung adalah ODGJ yang sudah terbebas dari pemasungan.
Meskipun ODGJ telah diperbolehkan pulang dari rumah sakit, namun beban
keluarga masih belum berakhir. Biaya yang harus ditanggung pasien selain
harga obat dan jasa konsultasi (apabila tidak ditanggung asuransi seperti
BPJS Kesehatan), adalah biaya transportasi ke rumah sakit dan biaya
akomodasi lainnya (Daulima, 2014).
Setelah dibebaskan dari pasung, dirawat di rumah sakit dan kembali ke
rumah, menurut Lestari & Wardhani (2014) ODGJ tidak mendapatkan
penanganan khusus yang berkelanjutan.
9
menemukan bahwa perilaku kekerasan terhadap orang lain yang
dilakukan oleh pasien gangguan jiwa adalah mengancam dan
memukuli orang lain. Hasil penelitian Wahyuningsih (2014)
menemukan bahwa alasan pemasungan adalah merusak
lingkungan, melukai orang lain dan risiko membunuh.
10
kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I seluruh Indonesia
meminta kepada masyarakat untuk tidak melakukan pemasungan
terhadap penderita gangguan jiwa dan menumbuhkan kesadaran
masyarakat untuk menyerahkan perawatan penderita di Rumah
Sakit Jiwa. Surat tersebut juga berisi instruksi untuk para Camat
dan Kepala Desa agar secara aktif mengambil prakarsa dan
langkah-langkah dalam penanggulangan pasien yang ada di daerah
mereka.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari fenomena yang terjadi dapat disimpulkan bahwa perilaku pasung
yang dilakukan keluarga terhadap pasien gangguan jiwa merupakan cara
penanganan yang tidak tepat terhadap pasien gangguan jiwa. Perilaku pasung
yang ditemukan dengan alasan pasien melakukan perilaku kekerasan,
membantu kesembuhan pasien, pasien keluyuran dan keluarga tidak mampu
merawat pasien. Keputusan pemasungan yang ditemukan dilakukan oleh
masyarakat dan keluarga.
Akibat pemasungan yang ditemukan adalah kecacatan fisik apabila metode
pemasungan dengan cara dikurung dalam tempat yang terbatas dan sempit.
Meskipun demikian, keluarga masih tetap memberikan dukungan kepada
pasien, walaupun kurang memadai.
4.2 Saran
Sedikit masukan, jika ada pasien ODGJ sebaiknya dibawa ke di rumah
sakit jiwa untuk dirawat dan di tindaklanjuti lebih lanjut oleh paramedis yang
ada di rumah sakit jiwa. Selain itu, dari pihak keluarga juga harus memberi
dukungan untuk membantu penyembuhan pasien.
11
DAFTAR PUSTAKA
Yusuf, A., & Tristiana, D. T. (2018). Fenomena pasung dan dukungan keluarga
terhadap pasien gangguan jiwa pasca pasung. Jurnal Keperawatan
Padjadjaran, 5(3).
Azizah, L. M. R., Zainuri, I., & Akbar, A. (2016). Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa Teori dan Aplikasi Praktik Klinik.
Lestari, P., Ch, Z., & Mathafi, M. (2015). Kecenderungan atau Sikap Keluarga
Penderita Gangguan Jiwa Terhadap Tindakan Pasung (Studi Kasus Di Rsj Amino
Gondho Hutomo Semarang). Jurnal Keperawatan Jiwa, 3(1), 13-21.
12