Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR TEORI

1.1 Definisi

PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya

hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel

atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru

terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD, 2009).

PPOK/COPD (CRONIC OBSTRUCTION PULMONARY DISEASE)

merupakan istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru

yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap

aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Price, Sylvia

Anderson : 2005)

PPOK  merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk

sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh

peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi

utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal

dengan COPDadalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru

dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001)

P P O K  adalah merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan

dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara

paru-paru (Bruner & Suddarth, 2002).

1
PPOK  merupakan obstruksi saluran pernafasan yang progresif dan

ireversibel, terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-duanya

(Snider, 2003).

1.2 KLASIFIKASI

Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi

kronik adalah sebagai berikut:

1. Bronkitis kronik

a. Definisi

Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai

dengan pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan

termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan pembentuk sputum

selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun berturut – turut

(Bruner & Suddarth, 2002).

Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap

hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam

satu tahun dan terjadi paling sedikit selama 2 tahun berturut-turut.

b. Etiologi

Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis yaitu:

1. Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus

influenzae.

2. Alergi

3. Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok

2
c. Manifestasi klinis

1. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar,

yang mana akanmeningkatkan produksi mukus.

2. Mukus lebih kental

3. Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme

pembersihan mukus. Oleh karena itu, "mucocilliary defence" dari

paru mengalami kerusakan dan meningkatkan kecenderungan untuk

terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar

mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi

mukus akan meningkat.

4. Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua

kali ketebalan normal) dan mengganggu aliran udara. Mukus

kental ini bersama-sama dengan produksi mukus yang

banyakakan menghambat beberapa aliran udara kecil dan

mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-mula

mempengaruhi hanya pada bronchus besar, tetapi biasanya seluruh

saluran nafas akan terkena.

5. Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi

jalan nafas, terutama selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami

kollaps, dan udara terperangkap pada bagian distal dari paru-

paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi

alveolar, hypoxia dan asidosis.

3
6. Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi

perfusi abnormal timbul, dimana terjadi penurunan

PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga meningkatkan nilai PaCO2.

7. Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka

terjadi polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit

memberat, diproduksi sejumlah sputum yang hitam, biasanya

karena infeksi pulmonary.

8. Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan

peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak

ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang akhirnya menuju

penyakit cor pulmonal dan CHF

2. Emfisema paru

a. Definisi

Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran

dinding alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar

(Bruner & Suddarth, 2002).

Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomic, yaitu suatu

perubahan anatomic paru yang ditandai dengan melebarnya secara

abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminalis, yang disertai

kerusakan dinding alveolus.

b. Etiologi

1) Faktor tidak diketahui

2) Predisposisi genetic

4
3) Merokok

4) Polusi udara

c. Manifestasi klinis

1) Dispnea

2) Takipnea

3) Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan

4) Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang

paru

5) Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi

6) Hipoksemia

7) Hiperkapnia

8) Anoreksia

9) Penurunan BB

10) Kelemahan

3. Asthma Bronchiale

a. Definisi

Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang

meningkat dari trachea dan bronkus terhadap berbagai macam

rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernafas yang

disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari saluran nafas

(Bruner & Suddarth, 2002).

Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh

hipersensitivitas cabang-cabang trakeobronkial terhadap pelbagai jenis

5
rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-

saluran napas secara periodic dan reversible akibat bronkospasme

b. Etiologi

1) Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll)

2) Infeksi saluran  nafas

3) Stress

4) Olahraga (kegiatan jasmani berat)

5) Obat-obatan

6) Polusi udara

7) Lingkungan kerja

8) Lain-lain (iklim, bahan pengawet)

c. Manifestasi Klinis

1) Dispnea

2) Permulaan serangan terdapat sensasi kontriksi dada (dada terasa

berat),

3) wheezing,

4) batuk non produktif

5) takikardi

6) takipnea

4. Bronkiektasis

Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik yan

mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan

obstruksi bronkus, aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari

6
saluran pernapasan atas, dan tekanan terhadap tumor, pembuluh darah

yang berdilatasi dan pembesaran nodus limfe.

1.3  ETIOLOGI

Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah partikel gas

yang dihirup  oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel gas ini termasuk :

1. asap rokok 

a. perokok aktif 

b. perokok pasif 

2. polusi udara

a. polusi di dalam ruangan- asap rokok - asap kompor

b. polusi di luar ruangan- gas buang kendaraan bermotor- debu jalanan

3. polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)

a. infeksi saluran nafas bawah berulang

Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan

factor-faktor risiko yang terdapat pada penderita antara lain:

1. Merokok sigaret yang berlangsung lama

2. Polusi udara

3. Infeksi peru berulang

4. Umur

5. Jenis kelamin

6. Ras

7. Defisiensi alfa-1 antitripsin

7
8. Defisiensi anti oksidan

Pengaruh dari masing-masing factor risiko terhadap terjadinya PPOK

adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling

dominan.

1.4 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:

1 Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue

bloater).

2 Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).

 Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:

1. Kelemahan badan

2. Batuk

3. Sesak napas

4. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi

5. Mengi atau wheeze

6. Ekspirasi yang memanjang

7. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut.

8. Penggunaan otot bantu pernapasan

9. Suara napas melemah

10. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal

11. Edema kaki, asites dan jari tabuh.

8
1.5 Patofisiologi

Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang

disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang.

Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat

berkurang sehingga sulit bernapas.

Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni

jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan

tubuh.Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke

paru-paru.Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya

fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.

Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses

inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan apda dinding bronkiolus

terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil

(bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase

ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat

ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara

(air trapping).Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas

dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan

menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase

ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun

perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993).

9
1.6 Pathway

10
1.7 KOMPLIKASI

1. Hipoxemia

Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55

mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya

klien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan

pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.

2. Asidosis Respiratory

Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang

muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.

3. Infeksi Respiratory

Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus,

peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema

mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan

timbulnya dyspnea.

4. Gagal jantung

Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus

diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini

sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan

emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.

5. Cardiac Disritmia

Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau

asidosis respiratory.

11
6. Status Asmatikus

Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma

bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan

seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa

diberikan.Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher

seringkali terlihat.

1.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan radiologis

Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan:

a. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang

parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut

adalah bayangan bronkus yang menebal

b. Corak paru yang bertambah

Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:

1) Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary

oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada

emfisema panlobular dan pink puffer.

2) Corakan paru yang bertambah.

2. Pemeriksaan faal paru

Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang

bertambah dan KTP yang normal.Pada emfisema paru terdapat penurunan

12
VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR

(maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP

bertambah atau normal.Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut,

sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil

(small airways).Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena

permukaan alveoli untuk difusi berkurang.

3. Analisis gas darah

Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul

sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan

eritropoesis.Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin

sehingga menimbulkan polisitemia.Pada kondisi umur 55-60 tahun

polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan

merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.

4. Pemeriksaan EKG

Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung.Bila sudah

terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal

pada hantaran II, III, dan aVF.Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih

dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1.Sering terdapat RBBB inkomplet.

5. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.

6. Laboratorium darah lengkap

13
 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1 PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien.
Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan
terakhir, nomor registrasi, pekerjaan pasien, dan nama penanggung
jawab.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada
pasien dengan Penyakit Paru Obstriksi Kronik (PPOK) didapatkan
keluhan berupa sesak nafas.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan PPOK biasanya akan diawali dengan adanya tanda-
tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada,
berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai
kapan keluhan itu muncul.Apa tindakan yang telah dilakukan untuk
menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah sebelumnya pasien pernah masuk RS
dengan keluhan yang sama.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang sama.

14
c. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
1 Bernafas
Kaji pernafasan pasien.Keluhan yang dialami pasien dengan Penyakit
Paru Obstruksi Kronik ialah batuk produktif/non produktif, dan sesak
nafas.
2 Makan dan Minum
Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama
MRS pasien dengan PPOK akan mengalami penurunan nafsu makan
akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen.
Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit.
3 Eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai
kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan
umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest
sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan
pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot
tractus degestivus.
4 Gerak dan Aktivitas
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan
Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
5 Istirahat dan tidur
Akibat sesak yang dialami dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat,
selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan
rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang
yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
6 Kebersihan Diri
Kaji bagaimana toiletingnya apakah mampu dilakukan sendiri atau
harus dibantu oleh orang lain.

15
7 Pengaturan suhu tubuh
Cek suhu tubuh pasien, normal(36°-37°C), pireksia/demam(38°-
40°C), hiperpireksia=40°C< ataupun hipertermi <35,5°C.
8 Rasa Nyaman
Observasi adanya keluhan yang mengganggu kenyamanan pasien.
Nyeri dada meningkat karena batuk berulang (skala 5)
9 Rasa Aman
Kaji pasien apakah merasa cemas atau gelisah dengan sakit yang
dialaminya
10 Sosialisasi dan Komunikasi
Observasi apakan pasien dapat berkomunikasi dengan perawat dan
keluarga atau temannya.
11 Bekerja
Tanyakan pada pasien, apakan sakit yang dialaminya menyebabkan
terganggunya pekerjaan yang dijalaninya.
12 Ibadah
Ketahui agama apa yang dianut pasien, kaji berapa kali pasien
sembahyang, dll.
13 Rekreasi
Observasi apakah sebelumnya pasien sering rekreasi dan sengaja
meluangkan waktunya untuk rekreasi.Tujuannya untuk mengetahui
teknik yang tepat saat depresi.
14 Pengetahuan atau belajar
Seberapa besar keingintahuan pasien untuk mengatasi sesak yang
dirasakan.Disinilah peran kita untuk memberikan HE yang tepat dan
membantu pasien untuk mengalihkan sesaknya dengan metode
pemberian nafas dalam.

16
2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif,
kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan akibat
sesak, pengaturan posisi dan pengaruh lingkungan.
4. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia.

3 INTERVENSI
1. Diagnosa 1
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak
efektif,kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
 Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan jalan nafas
kembali efektif
 Kriteria Hasil :
1. Menunjukkan jalan nafas yang paten
2. Mampu mengidentifikasi dan mencegah factor yang dapat
menghambat jalan nafas
3. Suara nafas bersih, tidah ada sianosis dan dyspneu(mampu
bernafas dengan mudah)
 Intervensi :
1 Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor
pulmonal.
 Rasional:
Mencegah terjadinya dehidrasi

17
2 Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan
diafragmatik dan batuk.
 Rasional :
Mengajarkan cara batuk efektif
3 Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur,
atau IPPB
 Rasional :
Mengatasi sesak yang dialami pasien
4 Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok,
aerosol, suhu yang ekstrim, dan asap.
5 Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan
pada dokter dengan segera: peningkatan sputum, perubahan warna
sputum, kekentalan sputum, peningkatan napas pendek, rasa sesak
didada, keletihan.
 Rasional :
Pemberian tindakan pengobatan selanjutnya
Berikan antibiotik sesuai yang diharuskan.

2. Diagnosa 2
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
 Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan ketidakefektifan
pola nafas pasien dapat teratasi
 Kriteria Hasil :
a.       Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas
normal
b.      Bunyi nafas terdengar jelas.
 Intervensi :

18
1 Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan
setiap perubahan yang terjadi.
 Rasional :
Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman
pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan
kondisi pasien.
2 Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi
duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.
 Rasional :
Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga
ekspansi paru bisa maksimal.
3 Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan
respon pasien).
 Rasional :
Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya
penurunan fungsi paru.
4 Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang
efektif.
 Rasional :
Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas
dalam.Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat
batuk lebih efektif.
5 Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan
obat-obatan
 Rasional :
Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan
mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia.

19
3. Diagnosa 3
Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan akibat
sesak, pengaturan posisi dan pengaruh lingkungan.
 Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan istirahat
dan tidur pasien terpenuhi.
 Kriteria hasil :
a. Pasien tidak sesak nafas
b. Pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa mengalami gangguan
c. Pasien dapat tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40 menit
d. Pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam per hari.
 Intervensi :
1. Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.
Rasional :
Posisi semi fowler atau posisi yang menyenangkan akan
memperlancar peredaran O2 dan CO2.
2. Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan
kebiasaan pasien sebelum dirawat.
Rasional :
Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur akan
mengganggu proses tidur.
3. Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur.
Rasional :
Relaksasi dapat membantu mengatasi gangguan tidur.
4. Observasi gejala kardinal dan keadaan umum pasien.
Rasional :
Observasi gejala kardinal guna mengetahui perubahan terhadap
kondisi pasien.

20
4. Diagnosa 4
Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia
 Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan asupan nutrisi
dapat terpenuhi.
 Kriteria Hasil :
a.  Peningkatan berat badan
b.  Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
 Intervensi :
1. Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.
Rasional :
Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya,
kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang
pentingnya nutrisi bagi tubuh.
2. Auskultasi suara bising usus.
Rasional :
Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya
gangguan pada fungsi pencernaan.
3. Lakukan oral hygiene setiap hari.
Rasional :
Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.
4. Sajikan makanan semenarik mungkin.
Rasional :
Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu
makan.
5. Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional :

21
Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak
selingan memudahkan reflek.
6. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diet TKTP.
Rasional :
Diet TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan
pembentukan antibody karena diet TKTP menyediakan kalori dan
semua asam amino esensial.
7. Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan
pemeriksaan laboratorium alabumin dan pemberian vitamin dan
suplemen nutrisi lainnya (zevity, ensure, socal, putmocare) jika
intake diet terus menurun lebih 30 % dari kebutuhan.
Rasional :
Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah
asam lemak dalam tubuh.

22
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Jual. Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek KlinikEdisi 6.

Jakarta: EGC.

Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.

Darmojo; Martono. (1999). Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).

Jakarta: Balai penerbit FKUI.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid II, edisi ketiga. Jakarta: balai Penerbit FKUI.

Price, Sylvia A. Dkk. 2006.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi

6 Volume 1. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanna C. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Brunner dan

Suddarth Edisi 8 Volume 2.Jakarta : EGC.

23

Anda mungkin juga menyukai