Anda di halaman 1dari 35

Case Report Session

STRABISMUS

Disusun Oleh:

Nugraha Adya Putra Tarsa 1940312070


Luois Joseph 1840312646
Della Sylviani 1940312049

Preseptor :

dr. Julita, Sp.M

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL
PADANG
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT karena atas


nikmat, rahmat, dan karunia-Nya penulis dapatmenyelesaikanmakalahCase Report
Session(CRS) yang berjudul“Strabismus”.

Makalah CRS ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas, RSUP Dr. M. Djamil Padang.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah


CRS ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari berbagai pihak. Penulis berharap agar makalah CRS ini bermanfaat dalam
meningkatkan pengetahuan serta pemahaman tentang Strabismus terutama bagi
penulis dan bagi rekan mahasiswa yang tengah menjalani kepaniteraan klinik di
bagian Ilmu Kesehatan Mata.

Padang, 7 Januari 2020


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latarbelakang
Strabismus adalah masalah visual di mana mata tidak selaras dengan benar
dan menunjuk ke arah yang berbeda. Satu mata mungkin melihat lurus ke depan,
sementara mata lainnya berputar ke dalam, ke luar, ke atas, atau ke bawah.
Penglihatan binocular adalah keadaan visual yang simultan, dimana terjadi
penggunaan terkoordinasi dari kedua mata sehingga bayangan yang berbeda dan
terpisah dari masing-masing mata dianggap sebagai bayangan yang tunggal
dengan proses fusi.1 Pada kondisi penglihatan binokular normal, bayangan suatu
benda jatuh secara bersamaan di masing-masing mata dan posisi kedua meridian
vertikal retina tegak lurus. Salah satu mata bisa tidak sejajar dengan mata yang
lain sehingga pada suatu waktu hanya satu mata yang melihat objek yang
dipandang. Setiap penyimpangan dari penjajaran okuler yang sempurna ini
disebut strabismus. Ketidaksejajaran tersebut dapat terjadi di segala arah, ke
dalam, keluar, atas, bawah, atau torsional. Besar penyimpagan adalah besar sudut
mata yang menyimpang dari penjajaran. Strabismus yang terjadi pada kondisi
penglihatan binokular disebut strabismusmanifest, heterotropia, atau tropia.
Sedangkan jika ada deviasi yang hanya muncul setelah penglihatan binokular
terganggu disebut strabismus laten, heteroforia, atau foria.1
Strabismus dijumpai pada sekitar 4 % anak, terapi harus dimulai sesegera
mungkin setelah diagnosis ditegakkan agar dapat menjamin ketajaman
penglihatan dan fungsi penglihatan binokuler sebaik mungkin. Prevalensi
kejadian strabismus pada saat ini terdapat 2-5% penduduk dunia mengalami
strabismus. Berdasarkan data yang didapatkan di Amerika Serikat dari survey
kesehatan nasional, menunjukan prevalensi eksotropia yang lebih tinggi (2,1%)
dari esotropia (1,2%) pada populasi. Perbedaannya mungkin terkait dengan fakta
bahwa prevalensi strabismus usia 55−75 tahun (di mana eksotropia lebih umum)
adalah 6.1 persen, angka ini jauh jauh lebih besar daripada anak-anak yang
berusia 1− 3 tahun.1,2Terdapat dua jenis strabismus berdasarkan menurut arah
deviasinya ada 2 yaitu Strabismus horizontal terdiri dari (Esotropia : mata
bergulir ke arah dalam dan Eksotropia : mata bergulir ke arah luar), Strabismus
vertikal yang terdiri dari (Hipertropia : mata bergulir ke arah atas dan Hipotropia :
mata bergulir ke arah bawah). Pada casereportsession ini akan membahas
mengenaiexotropia.
1.2. Batasan Masalah
Casereportsession ini membahas mengenai anatomi dan fisiologi
otot mata, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, klasifikasi, stadium, tanda
dan gejala, manajemen dan komplikasi strabismus.
1.3. Tujuanpenulisan
Tujuan penulisan Casereportsession ini adalah untuk menambah
pengetahuan mengenai anatomi dan fisiologi otot mata, epidemiologi,
etiologi, patofisiologi, klasifikasi, stadium, tanda dan gejala, manajemen
dan komplikasi strabismus.
1.4. Metodepenulisan
Penulisan ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan dengan
merujuk kepada beberapa literature berupa buku teks, jurnal dan makalah
ilmiah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Strabismus


Strabismus adalah suatu keadaan dimana kedudukan kedua bola mata tidak ke
satu arah.1Strabismus adalah suatu kelainan posisi bola mata dan bisa terjadi pada
arah atau jarak penglihatan tertentu saja.2Strabismus adalah suatu cabang ilmu
penyakit mata yang mempelajari kelainan penglihatan binokular yang disebabkan
oleh tidak adanya satu atau lebih persyaratan. Strabismus adalah kedudukan kedua
bola mata yg bisa berbeda arah satu sama lain pada deviasi dari posisi sejajar bisa ke
segala arah.2
2.2 Anatomi dan FisiologiOtotPenggerak Bola Mata
2.2.1 Kedudukan bola atauposisimata
Diperlukan penentuan kedudukan pergerakan bola mata, dan 9 posisi untuk
diagnosis kelainan pergerakan mata. Dikenal beberapa bentuk kedudukan bola mata ;
a. Posisi primer : mata melihat lururs ke depan
b. Posisi sekunder : mata melihat lurus ke atas, lurus ke bawah, ke kiri dan ke
kanan
c. Posisi tertier, mata melihat ke atas kanan, ke atas kiri, ke bawah kanan dan ke
bawah kiri.
Otot Luar Bola Mata
Pergerakan kedua bola mata dimungkinkan oleh adanya 6 pasang otot mata
luar. Pergerakan bola mata ke segala arah ini bertujuan untuk memperluas lapang
pandangan, mendapatkan penglihatan foveal dan penglihatan binokular untuk jauh
dan dekat. Otot-otot bola mata ini mengerakan bola mata pada 3 buah sumbu
pergerakan, yaitu sumbu antero-posterior, sumbu vertikal dan sumbu nasotemporal
(horizontal).
Fungsi masing-masing otot :
a. Otot rektusmedius : kontraksinya akan menghasilkan aduksi atau
menggulirnya bola mata ke arah nasal dan otot ini dipersarafi oleh saraf ke III
(saraf okulomotor).
b. Otot rektus lateral, kontraksinya akan menghasilkan abduksi atau
menggulirnya bola mata ke arah temporal dan otot ini dipersarafi oleh saraf ke
VI (saraf abdusen).
c. Otot rektus superior, kontraksinya akan menghasilkan elevasi, aduksi dan
intorsi bola mata dan otot ini dipersarafi oleh saraf ke III (saraf okulomotor). -
Otot rektus inferior, kontraksinya akan menghasilkan depresi pada abduksi,
ekstorsi dan pada abduksi, dan aduksi 23 derajat pada depresi. Otot ini
dipersarafi oleh saraf ke III.
d. Otot oblik superior, kontraksinya akan menghasilkan depresi intorsi bila
berabduksi 39 derajat, depresi saat abduksi 51 derajat, dan bila sedang depresi
akan berabduksi. Otot ini yang dipersarafi saraf ke IV (saraf troklear). Oblik
inferior, dengan aksi primernya ekstorsi dalam abduksi sekunder oblik inferior
adalah elevasi dalan aduksi dan abduksi dalam elevasi. M. Oblik inferior
dipersarafi saraf ke III.
Demikian kesimpulan dapat diuraikan sebagai ;
 Rektusmedius ; aksi aduksi
 Rektuslateralis ; aksi abduksi
 Rektus superior ; aksi primer ; - elevasi dalam abduksi. Aksi sekunder ; intorsi
dalam aduksi dan aduksi dalam elevasi
 Rektus inferior, aksi primer ; - depresi pada abduksi. Aksi sekunder ; ekstrosi
pada aduksi dan aduksi pada depresi.
 Oblik superior, aksi primer ; - intorsi pada abduksi. Aksi sekunder ; depresi
dalam aduksi dan abduksi dalam depresi
 Oblik inferior, aksi primer ; - ekstorsi dalam abduksi. Aksi sekunder ; elevasi
dalam aduksi dan abduksi dalam elevasi.
Kedua sumbu penglihatan dipertahankan lurus dan sejajar dengan suatu
refleks. Bila refleks ini tidak dapat dipertahankan maka akan terdapat juling. Juling
adalah satu keadaan dimana kedudukan bola amata yang tidak normal. Yang
dimaksdu dengan sumbu penglihatan adalah garis yang menghubungkan titik nodal
dan fovea sentral dan garis yang menghubungkan titik fiksasi, sentral pupil dan fovea
sentral. Strabismus adalah suatu keadaan dimana kedudukan kbola mata tidak kesatu
arah. Pada strabismus sumbu bola mata tidak berpotongan pada satu titik benda yang
dilihat. Faal penglihatan yang normal adalah apapbila bayangan benda yang dilihat
kedua mata dapat diterima dengan ketajaman yang sama dan kemudian secara
serentak dikirim ke susunan saraf pusat untuk diolah menjadi sensasi penglihatan
tunggal. Mata akan melakukan gerakan konvergensi dan divergensi untuk dapat
melihat bersama serentak pada kedua mata. Pasien dengan juling akan mengeluh
mata lelah atau astenopia, penglihatan kurang pada satu mata, lihat ganda atau
diplopia, dan sering menutup sebelah mata.
2.3 Klasifikasi Strabismus
2.3.1 Foria
a. Ortoforia
Ortoforia adalah kedudukan bola mata dimana kerja otot-otot luar bola mata
seimbang sehingga memungkinkan terjadinya fusi tanpa usaha apapun. Pada ortoforia
kedudukan bola mata ini tidak berubah walaupun refleks fusi diganggu.Penglihatan
dengan kedua mata adalah perlu didalam kehidupan sehari-hari karena dengan
penglihatan binokular didapatkan persepsi serentak dengan kedua mata, fusi dan
penglihatan ruang (stereopsis).
b. Heteroforia
Heteroforia adalah kedudukan bola mata yang normal namun akan timbul
penyimpangan (deviasi) apabila refleks fusi diganggu. Deviasi hilang bila faktor
desosiasi ditiadakan akibat terjadinya pengaruh refleks fusi. Terdapat 75-90%
penduduk menderita heteroforia dan biasanya tidak menimbulkan keluhan. Pada
penelitian ditemukan bahwa bila kekuatan fusi vergens 2 kali sebesar kekuatan
heteroforianya maka heteroforia ini tidak akan menimbulkan keluhan. Fusi pasien
dapat terganggu bila pasien letih atau satu mata tertutup misalnya pada uji tutup mata
dan uji tutup mata bergantian.
Heteroforia dibagi menurut arah penyimpangan sumbu penglihatan:
a. Esoforia (mata berbakat juling kedalam)
Esoforia adalah mata yang berbakat juling ke dalam , merupakan suatu
penyimpangan sumbu penglihatan ke arah nasal yang tersembunyi oleh
karena masih adanya refleks fusi. Bila besar sudut penyimpangan sama besar
pada waktu melihat dekat dan melihat jauh , maka disebut sebagai basictype.
Penglihatan esoforia dapat diobati dengan :
- Memberikan koreksi hipermetropia untuk mengurangi rangsang
akomodasi yang berlebihan.
- Memberikan miotika untuk menghilangkan akomodasinya
- Memberikan prisma baseout yang dibagi sama besar untuk mata kiri dan
kanan
- Tindakan operasi bila usaha-usaha diatas tidak berhasil.
b. Eksoforia (mata berbakat juling keluar)
Eksoforia adalah mata yang berbakat juling keluar , merupakan suatu tendensi
penyimpangan sumbu penglihatan kearah temporal. Dimana akan terjadi
deviasi keluar pada mata yang ditutup atau dicegah terbentuknya refleksi fusi.
Eksoforia merupakan kelainan yang sering dijumpai pada keadaan kelainan
keseimbangan kekuatan otot luar bola mata oleh karena kedudukan bola mata
waktu istirahat pada umumnya ada pada keadaan sedikit menggulir ke arah
luar. Pada orang miopia mudah terjadi eksoforia karena mereka jarang
berakomodasi akibatnya otot-otot untuk berkonvergensi menjadi lebih lemah
dibanding seharusnya. Jika suatu perbaikan yang mendadak orang dengan
hipermetropia dan presbiopia yang mendapat koreksi kacamata dapat
menimbulkan eksoforia karena hilangnya ketegangan akomodasi yang tiba-
tiba. Pengobatan ditujukan secara umum. Bila ada kelainan refraksi harus
diberikan koreksi. Bila mungkin diberikan latihan ortoptik. Bila tidak berhasil
diberikan prisma base in yang kekuatannya dibagi dua sama besar untuk
masing-masing mata kiri dan kanan.
c. Hiperforia (mata berbakat juling ke atas)
Hiperforia adalah suatu tendensi penyimpangan sumbu penglihatan kearah
atas. Dimana terjadi deviasi keatas mata yang ditutup. Umumnya disebabkan
karena kerja otot berlebih (otot rektus inferior dan obliqus superior) atau
kelemahan (otot rektus inferior dan obliqus superior) Pengobatan denga
kacamata prisma , dapat juga dilakukan operasi pada ototototrektus superior
dan inferior.
d. Hipoforia (mata berbakat juling kebawah)
Hipoforia merupakan suatu tendensi penyimpangan sumbu penglihatan ke
arah bawah . Mata akan berdeviasi kebawah bila ditutup.
e. Sikloforia
Sikloforia adalah mata berdeviasi torsi pada mata yang ditutup. Siklofori atau
strabismustorsional laten adalah suatu tendensi penyimpangan sumbu
penglihatan berorasi:
 Insikloforia : bila kornea jam 12 berputar kearah nasal
 Eksokloforia : bila kornea jam 12 berputar ke arah temporal Penderita
dengan heteroforia akan mengeluh sakit pada mata, sakit kepala,
kelopak mata yang berat, mual, vertigo, dan kadang-kadang diplopia.
2.2.2 Tropia
Pembagian tropia :
a. Heterotropia
Heterotropia adalah suatu keadaan penyimpangan sumbu bola mata yang
nyata dimana kedua sumbu penglihatan tidak berpotongan pada titik fiksasi.
Heterotropiadimana kedudukan mata tidak normal dan tetap. Keadaan haterotropia
adalah kedudukan bola mata dalam kedudukan primer dimana penyimpangan sudah
mewujud. Besar sudut penyimpangan pada semua kedudukan dapat sama besar
(konkomitan) atau tidak sama besar (inkomitan). Pada praktiknya hanya dipakai
istilah inkomitan pada keadaan yang diakibatkan paresis atau paralisa otot mata.
Heterotropia dapat disebabkan :
a. Herediter
b. Anatomik, kelainan otot luar, kelainan rongga orbita
c. Kelainan refraksi
d. Kelainan persarafan, sensori motorik
Heterotropia dibagi menurut arah penyimpangan sumbu penglihatan :
1. Esotropia
Juling ke dalam / Strabismus konvergen , dimana sumbu penglihatan
mengarah kearah nasal.
Bentuk-BentukEsotropia :
 Esotropia konkomitan, yaitu bila sudut penyimpangan sama besarnya pada
semua arah pandangan
 sotropianonkomitan , yaitu bila besarnya sudut penyimpangan berbeda-beda
pada arah pandangan yang berbeda-beda pula.
Penyebab esotropia :
 Faktor refleks dekat, akomodatif esotropia
 Hipertonirektusmedius kongenital
 Hipotonirektus lateral akuisita
 Penurunan fungsi penglihatan satu mata pada bayi dan anak.
Dikenal bentuk esotropia :
 Esotropia kongenital, mulai terlihat pada usia 6 bulan.
 Esotropia akomodatif, yang mulai usia 6 bulan hingga 7 tahun, bila dikoreksi
hipertropianya maka akan terlihat hingga esotropianya.
 Esotropianonakomodatif , yang tidak hilang hingga dengan koreksi
hipermetropianya
2. Eksotropia
 Juling keluar / strabismus divergen manifes dimana sumbu penglihatan kearah
temporal
 Bentuk-bentuk esotropia :
- Esotropia konkomitan, yaitu bila sudut penyimpangan sama besarnya
pada semua arah pandangan
- Esotropianonkomitan , yaitu bila besarnya sudut penyimpangan
berbeda-beda pada arah pandangan yang berbeda-beda pula.
 Penyebab eksotropia :
- Herediter, unsur herediter sangat besar,yaitutraitautosomaldominant -
Inervasi, tetapi tidak terdapat abnormalitas yang berarti dalam bidang
sensorimotor
2.4 Diagnosis
2.4.1 Anamnesis
Dalammenegakkan diagnosis strabismus diperlukan anamnesis yang cermat.
Hal-hal yang dapatditanyakanadalahsebagaiberikut :
- Riwayat keluarga seperti strabismus, miopia, atau ambliopia. Strabismus dan
ambliopia sering ditemukan dalam hubungankeluarga.
- Usia onset : Ini merupakan faktor penting untuk prognosis jangka panjang,
Semakin dini onsetstrabismus, semakin berat prognosis fungsi
penglihatanbinokularnya.
- Jenis Onset : awitan dapat perlahan, mendadak, atauintermiten.
- Jenis Deviasi : ketidaksesuaian penjajaran dapat terjadi di semua arah, dapat
lebih besar di posisi-posisi menatap tertentu, termasuk posisi primer untuk
jauh ataudekat.
- Fiksasi : salah satu mata mungkin terus menerus menyimpang atau mungkin
terlihat fiksasi yangberpindah-pindah.
- Gejala penyerta seperti diplopia atau sakit kepala karena massaintrakranial.
- Riwayat kelainan neuromuskular maupunsistemik.
- Riwayattrauma.
- Riwayat pajanan obat atau toksin sebelumnya, seperti logamberat.
- Riwayat pengobatan sebelumnya, jika ada bagaimana pengobatannya dan
hasilnya.
- Riwayat persalinan.1,2
2.4.2 PemeriksaanKetajamanPenglihatan
Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata.
Gangguan penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab kelainan
mata yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Ketajaman penglihatan harus
dievaluasi sekalipun hanya dapat dilakukan perkiraan kasar atau perbandingan dua
mata. Masing – masing mata dievaluasi tersendiri karena pemeriksaan binokular tidak
akan dapat memperlihatkan gangguan penglihatan pada salah satu mata. Pemeriksaan
tajam penglihatan pada anak sulit dilakukan, karena mereka sering merasa takut dan
sulit untuk berkonsentrasi. Oleh karena itu, dalam melakukan pemeriksaan harus
dengan cepat dan akurat. Pemeriksaan tajam penglihatan harus disesuaikan dengan
umur, kooperatif, kondisi neurologik dan kemampuan membaca pasien.10
Pemeriksaan tajam penglihatan pada anak dapat dibedakan berdasarkan usia
yaitu preverbal, usia kurang dari 2,5 tahun dan verbal usia lebih dari 2,5 tahun.
Pemeriksaan tajam penglihatan anak pada usia preverbal yaitu :
a. Observasi
Mengamati apakah anak tampak melihat atau peduli terhadap lingkungan
sekitarnya. Adanya pengenalan dan perhatian anak menunjukkan tajam
penglihatannya baik.
b. Fiksasi dan mengikuti benda
Teknik ini melihat apakah anak tetap terfiksasi dan mengikuti objek yang
menarik. Respon anak mengikuti objek membuktikan bahwa visus anak baik.
c. Oftalmoskopi
Untuk mengetahui keadaan media mata dan mempelajari karakteristik retina
dan nervusoptikus. Terdapatnya media yang jernih dan retina yang utuh
dengan nervusoptikus yang normal dapat menunjukkan bahwa tajam
penglihatan baik.
d. Reflek pupil
Adanya reflek langsung dan tidak langsung pupil terhadap cahaya
menunjukkan bahwa jalur aferen dan eferenreflek pupil baik, tetapi respon
normal ini belum mengindikasikan pasien dapat melihat, hanya menunjukkan
penyampaian sinyal ke korteks. Jika cahaya senter pada satu mata
menyebabkan konstriksi pada kedua pupil berarti retina, nervusoptikus,
traktus optikus berfungsi baik.
e. Optokineticnystagmustest (OKN)
Silinder yang dapat berputar pada sumbunya dan dindingnya terdapat garis –
garis tegak yang mempunyai ketebalan tertentu. Semakin halus garis yang
memberikan respon nistagmus maka semakin baik pula visus.
f. PrefentialLookingTest
Pemeriksaan dengan mengamati respon anak terhadap stimulus visual, dapat
menggunakan TellerAcuityCard II dan CardiffAcuityTest.
g. Visual EvokedPotential (VEP)
Alat ini berupa elektroensefalogram (EEG), ditentukan dengan menstimulasi
mata dengan cahaya terang. Pemeriksaan ini lebih bermanfaat pada anak
dengan retardasi mental.
Pemeriksaan tajam penglihatan pada anak usia verbal dengan Allen card,
HOTV card, LEA symbol, E chart, Snellenchart. Allen card berupa gambar
yang sudah dikenal oleh anak – anak. HOTV card atau thestycard test.16
2.4.3 Inspeksi
Inspeksi dapat memperlihatkan apakah strabismus terjadi konstan atau
intermiten, berpindah – pindah atau tidak, dan apakah berubah – ubah. Harus
diperhatikan kualitas fiksasi masing – masing mata dan kedua mata secara
bersamaan. Nistagmus menandakan adanya fiksasi yang tidak stabil dan biasanya ada
penurunan ketajaman penglihatan.
2.4.4 PenentuanSudut Strabismus (SudutDeviasi)
a. Uji Prisma dan Penutupan
 Uji Penutupan
Tes ini sering digunakan untuk mengetahui adanya tropia atau foria. Tes ini
dilakukan dengan memfiksasi mata pada satu objek. Bila telah terjadi fiksasi
kedua mata maka mata kiri ditutup dengan penutup. Di dalam keadaan ini
akan terjadi :
- Mata kanan bergerak berarti mata tersebut terdapat deviasi yang
bermanifestasi (strabismus). Arah gerakan menentukan arah
penyimpangan. Bila mata kanan bergerak ke nasal berarti mata kanan
eksotropia. Bila mata kanan bergerak ke temporal berarti mata kanan
esotropia.
- Jika mata kanan bergerak berarti mata tersebut kemungkinan amblyopia
atau tidak dapat berfiksasi.
- Jika mata kanan tidak bergerak sama sekali berarti mata kanan
berkedudukan normal, lurus atau telah berfiksasi
 Uji Membuka dan Menutup
Uji ini sama dengan uji tutup mata, dimana yang dilihat adalah mata yang
ditutup. Mata yang ditutup dan diganggu fusinya sehingga mata yang berbakat
menjadi juling akan menggulir. Bila mata tersebut ditutup dan dibuka akan
terlihat pergerakan mata tersebut. Pada keadaan ini berarti mata ini mengalami
foria atau juling atau berubah kedudukan bila mata ditutup.
 Uji Penutupan Berselang Seling
Bila satu mata ditutup dan kemudian mata yang lain maka bila kedua mata
berfiksasi normal maka mata yang dibuka tidak bergerak. Bila terjadi
pergerakan bola mata yang baru dibuka berarti terdapat foria atau tropia.
 Uji Penutupan plus prisma
Tesinimemilikisyaratyaitukedua fovea matamasihberfungsibaik,
pemeriksaanini bias untukmenentukanforia dan tropia. Prisma diletakkan pada
slahsatumatasesuaidenganarahdeviasi (base in untukekstropia / eksoforia dan
base out untuk esotropia / esoforia),
kemudiandilakukanpenutupanmatasecarabergantian.
Kekuatanprismadinaikkansampaitidakadalagipergerakanmatadenganpenutupa
nsecarabergantiantersebut. Besarkekuatanprismamerupakanbesardeviasi
mata.1
b. Uji Objektif
 Metode Hirschberg
Merupakanpenilaiansudut strabismus termasukderajatpergeserandaripusat
pupil, dimanapemeriksamelihatrefleksikornea pada matadeviasi.
Pemeriksaandilakukandenganmenyinarimatapasien pada jarak 33 cm dan
akanterlihatreflekssinar pada permukaankornea. Bila salah
satupantulancahayaterdapatdiluar pupil tetapisebelah medial berartiposisi bola
matapasienjulingkeluar (eksotropia) dan jika salah
satupantulancahayaterdapatdiluar pupil tetapi di sebelah lateral berartiposisi
bola matapasienjulingkedalam (esotropia).
- Normal / tidakadadeviasi :pantulansinarditengah pupil keduamata
- Deviasi 15 derajat :pantulansinardipinggir pupil matadeviasi dan di tengah
pupil mata yang fiksasi
- Deviasi 30 derajat :pantulansinarpertengahan pupil dan limbus pada
matadeviasi dan ditengah pupil mata yang fiksasi
- Deviasi 45 derajat :pantulansinardipinggir limbus mata yang deviasi dan
ditengah pupil mata yang fiksasi

 Metode Refleks Prisma (Uji Krimsky)


Pasien melakukan fiksasi terhadap suatu cahaya. Sebuah prisma ditempatkan
didepan mata yang berdeviasi. Dan kekuatan prisma yang diperlukan untuk
membuat refleks cahaya terletak ditengah merupakan ukuran sudut deviasi.
2.4.5 Duksi (RotasiMonokular)
Satu mata ditutup, mata yang lain mengikuti objek yang bergerak dalam
semua arah pandangan. Setiap pengurangan gerakan rotasi mengisyaratkan adanya
keterbatasan dalam kerja otot yang bersangkutan, keterbatasan ini disebabkan oleh
kelemahan kontraksi atau kegagalan relaksasi otot antagonisnya.
2.4.6 Versi (Gerakan Mata Konjugat)
Pada pergerakan bersama kedua bola mata didapatkan rangsang yang sama
dan simultan pada otot mata agonis dari pusat persarafan untuk mengarahkan kedua
mata. Terdapatnya persarafan bilateral mata, persarafan yang sama diteruskan pada
kedua mata sehingga tidak terjadi pergerakan satu mata bebas terhadap yang lain.
Versi diperiksa dengan meminta pasien mengikuti sumber cahaya di sembilan posisi
diagnostik kelainan pergerakan mata yaitu posisi primer (mata melihat lurus ke
depan), posisi sekunder (mata melihat lurus ke atas, lurus ke bawah, ke kiri, dan ke
kanan), dan posisi tersier (mata melihat ke atas kanan, ke atas kiri, ke bawah kanan,
ke bawah kiri).4 Perbedaan gerakan rotasi salah satumata terhadap mata yang lain
merupakan suatu overaction atau underaction.
2.4.7 GerakanDisjungtif
a. Konvergensi
Suatu keadaan mengarahkan sumbu penglihatan kedua mata pada satutitik dekat
yang mengakibatkan pupil kedua mata akan saling mendekat. Pada keadaan ini,
terjadi suatu gerakan terkoordinasi dari kedua matakearah titik fiksasi terdekat
atau disebut juga gerakan menggulirnya kedua mata menuju titik fiksasi dekat,
sehingga garis penglihatan diarahkan pada satu titik yang dekat.
b. Divergensi
Kedua mata berputar keluar untuk melihat benda jauh. Mata akan searah bila
dapat mempertahankan fusi kedua mata. Kedudukan mata normal atau ortoforia.
Konvergensi dan divergensi berlangsung secara reflex untuk melihat tunggal
dengan kedua mata. Pada kedua matahal ini terkait dengan adanya fusi.4
2.4.8 PemeriksaanSensorik
a. Pemeriksaan stereopsis
Mengukur stereopsis termasuk pengukuran fusi sensoris dan harus
dilakukan pada pasien dengan essentiallystraighteyesatau deviasi sudut besar.
Pemeriksaan penglihatan stereo menampilkan dua gambar yang sama tapi
berbeda sudut pandangnya, satu horizontal dan yang lainnya vertikal, sehingga
gambar ini akan menstimulasi titik yang non-koresponden dan menghasilkan
persepsi stereoskopik. Perbedaan sudut pandang dari kedua gambar ini diukur
sebagai sudut dalam secondsofarcdan disebut sebagai disparitas gambar.
Perbedaan sudut terkecil yang dapat menghasilkan persepsi stereotipik adalah
penglihatan stereo.11Perbedaan antara 40-50 secondsofarcmengindikasikan fusi
sentral atau bifoveal, sedangkan perbedaan antara 80-3000
secondsofarcmenggambarkan fusi perifer. Kondis klinik seperti ambliopia dan
strabismus mengurangi atau meniadakan stereopsis. Stereopsis juga dapat
ditemukan pada pasien dengan ambliopia anisometropia yang signifikan atau
strabismus sudut kecil dengan 8 prismdiopters(PD) atau kurang. Gambar yang
kabur secara unilateral maupun bilateral pada pasien yang matur visual tanpa
ambliopia mengurangi penglihatan stereo, karena gangguan penglihatan
mengaburkan deteksi disparitas gambar inter-retinal yang kecil.14
b. Pemeriksaan supresi
Adanya supresi dapat diketahui dengan worth four dot test (uji
empattitik). Tes ini sering dianggap sebagai tes untuk uji fusi sensoris. Namun,
itu tidak menguji fusi sensorik langsung karena tidak ada fitur fusible dalam tes.
Penggunaan terbaik tes ini adalah untuk menguji supresi skotoma. 15 Tes ini
menggunakan kacamata merah dan hijau, lensa merah diletakkan di depan mata
kanan dan lensa hijau di depan mata kiri dengan target yang terdiri dari 4 titik : 1
merah, 2 hijau, dan 1 putih. Lampu merah hanya dapatdilihat oleh mata kanan
dan lampu hijau hanya dapat dilihat oleh mata kiri. Bila fusi baik maka akan
terlihat 4 titik dan lampu putih terlihat sebagai warna campuran hijau dan merah.
4 titik juga akan dilihat oleh mata juling akan tetapi telah terjadi korespondensi
retina yang tidak normal.2
Titik putih adalah satu-satunya fitur yang dilihat oleh kedua mata, tetapi
terlihat sebagai persaingan warna pada pasien dengan kemampuan fusi. Saat
melihat target tersebut pada jarakjauh (6 meter), akan menstimulasi primary
central vision. Ketika pasien melihat keempat titik cahaya tersebut pada jarak
33cm, peripheral fusion yang akan terstimulasi. Titik stimulus dapat disajikan
dalam layar yang dipasang di dinding atau dengan senter genggam. Tes harus
diberikan dalam cahaya ambient yang baik sehingga fitur periferal di dalam
ruangan dapat menstimulasi fusi motorik. Pasien kemudian melaporkan jumlah
titik yang terlihat:
 Melihat 2 titik menunjukkan adanya penekanan skotoma pada matakanan
 Melihat 3 titik menunjukkan adanya penekanan skotoma pada matakiri
 Melihat 4 titik menunjukkan bahwa ada beberapa derajat fusi sensorik dan
bahwa pasien memiliki NRC (jika tidak ada strabismus nyata) atau ARC
yang harmonis (jika ada strabismus nyata). Jika ada skotoma, persepsi 4 titik
menunjukkan bahwa skotoma harus lebih kecil dari targetuji.
 Melihat 5 titik adalah menunjukkan respon dari diplopia. Pasien memiliki
strabismus nyata tanpa penekanan atauARC.6
c. Potensial fusi
Pada orang dengan deviasi yang bermanifestasi, status potensial fusi
penglihatan binocular dapat ditentukan dengan uji filter merah. Sebuah filter
merah diletakkan di depan salah satu mata. Pasien diminta melihat ke suatu
sasaran cahaya fiksasi yang terletak jauh atau dekat. Terlihat sebuah cahaya putih
dan merah. Di depan satu atau kedua mata diletakkan sebuah prisma supaya
dapat membawa dua bayangan menjadi satu. Apabila terdapat potensial fusi,
kedua bayangan akan menyatu dan terlihatsebagai sebuah cahaya tunggal
berwarna merah muda.apabila tidak terdapat potensi fusi pasien tetp melihat satu
cahaya merah dan satu cahaya putih.4
2.5 Terapi Strabismus
Terjadinya strabismus adalah akibat dari tidak dipenuhinya syarat – syarat
binoSkuler vision normal, karena itu tujuan pengobatan strabismus adalah
mendapatkan binokuler vision yang baik.
Tujuanterapi strabismus pada anak-anakadalah :
 Pemulihan efek sensorikstrabismus yang merugikan (ambliopia, supresi dan
hilangnyastereopsis)
 Penjajaran mata yang dapat dicapai dengan terapi medis dan atau bedah.
Terapiuntuk strabismus dan ambliopia harus dilakukan segera setelah
diagnosis ditegakkan, dianjurkan sebelum usia dua tahun. Setelah usia 8 tahun
manfaat untuk mengurangi ambliopia kurang bermanfaat.1
2.5.1 TerapiMedis
1. Terapiambliopia
Deviasi akibat strabismus dapat berkurang dan jarang bertambah setelah
terapi ambliopia. Terapi non bedah untuk ambliopia dapat berupa terapi oklusi dan
penalisasi atropin. Terapi oklusi dilakukan dengan cara menutup mata yang baik
untuk merangsang mata yang mengalami ambliopia. Jika terdapat selisih refraksi
yang signifikan diantara kedua mata, terapi cukup dilakukan dengan menggunakan
kacamata. Penutupan mata dilakukan secara full-time untuk ambliopia yang bersifat
parah selama 4 bulan dan part-time pada ambliopia yang tidak terlalu parah. Terapi
penalisasi atropine dilakukan jika anak tidak sabar terhadap terapi oklusi atau
ketaatan terhadap terapi yang kurang. Atropinisasi dengan cara meneteskan
sikloplegia pada mata yang baik sehingga menurunkan kemampuan akomodasi.1
2. Alat-alatoptik
a. Kacamata
Kejelasanbayangan retina yang dihasilkan oleh kacamata memungkinkan
mata menggunakan mekanisme fusi alamiah sebesar- besarnya.2
b. Prisma.
Prisma menghasilkan pengarahan ulang garis penglihatan secara optis. Unsur-
unsur retina yang bersangkutan dibuat segaris untuk menghilangkan diplopia.
Penjajaran sensorik mata dengan tepat juga merupakan suatu bentuk terapi
antisupresi.1
2.5.2 TerapiBedah
1. Reseksi danresesi
Reseksi dan resesi adalah tindakan bedah yang biasa dilakukan pada otot- otot
rektus. Reseksi merupakan tindakan untuk meregangkan otot, sedangkan resesi
adalah tindakan untuk melemaskan otot, dengan membebaskan otot dari perlekatan
fasia. Otot obliques superior diperkuat dengan melipat atau memajukan tendonnya.
Pelemahan otot obliquus superior dilakukan dengan cara tenektomi (pemutusan
parsialatau total tendon otot).1
2. Penggeseran titik perlekatan otot
Selain penguatan dan pelemahan sederhana, titik perlekatan otot dapat
dipindahkan, hal ini dapat menimbulkan efek rotasional yang sebelumnya tidak
dimiliki oleh otot tersebut.1
2.6 Prognosis
Prognosis pada strabismus ini baik bila segera ditangani lebih lanjut. Dengan
deteksi dini, prognosis strabismus lebih baik. Hal yang penting diketahui ialah kapan
harus merujuk anak ke dokter spesialis mata. Jika diagnosis akurat dan tatalaksana
yang baik sebelum usia 6 tahun, prognosis baik. Namun bila anak telah mencapai usia
-10 tahun, tatalaksana strabismus tidak sukses dan bisa menghasilkan penurunan
visus.4
BAB 3
ILUSTRASI KASUS
3.1 Identitas Pasien

Nama : CNQ
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 5 tahun
No RM : 00.98.16.32
Masuk RS : 06 Januari 2020

3.2 Anamnesis
Keluhan utama :
Seorang perempuan berumur 5 tahun datang ke RSUP Dr.M. Djamil Padang
dengan keluhan mata kiri juling sejak usia 2 tahun.

Riwayat penyakit sekarang :


- mata kiri tampak juling kearah luar disadari orang tua sejak usia 2 tahun
- Penglihatan mata kanan dan kiri kabur ada sejak 5 bulan yang lalu
- Riwayat pemakaian kacamata ada sejak 5 bulan yang lalu dengan koreksi
OD = Silindris -0.50 dan OS = Silindris -1.00

Riwayat penyakit terdahulu:


- Riwayat penyakit mata sebelumnya tidak ada
- Riwayat trauma tidak ada
- Riwayat operasi tidak ada
- Riwayat alergi tidak ada
- Riwayat Diabetes Melitus tidak ada
- Riwayat Hipertensi tidak ada
Riwayat penyakit keluarga :
- Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit ini sebelumnya.
- Riwayat Diabetes Melitus tidak ada
- Riwayat Hipertensi tidak ada
.2 Pemeriksaanfisik
Vital sign
a. Keadaan umum : baik
b. Kesadaran : composimentis kooperatif
c. Tekanan darah : tidak dilakukan
d. Frekuensi nadi : 84 x/ menit
e. Frekuensi nafas : 17 x/ menit
f. Suhu : 36,5oC

Status generalisata : dalam batas normal

.3 Status optalmikus
Status Oftalmikus OD OS
Visus tanpa koreksi 20/30 20/20
Visus dengan koreksi C -0.50 (180) 20/20 C -1.00 (180) 20/20
Refleks fundus (+) (+)
Silia/supersilia Trikiasis (-) Madarosis (-) Trikiasis (-) Madarosis (-)

Palpebra superior Edema (-) Hiperemis (-) Edema (-) Hiperemis (-)

Palpebra inferior Edema (-) Hiperemis (-) Edema (-) Hiperemis (-)

Margopalpebral Secret (-) Sikatrik (-) Secret (-)Sikatrik (-)


Tanda radang (-) Tanda radang (-)
Aparat lakrimalis Normal Normal
Konjungtiva tarsalis Hiperemis (-) Sekret (-) Hiperemis (-) Sekret (-)

Konjungtiva forniks Hiperemis (-) Sekret (-) Hiperemis (-) Sekret (-)
Papil (-) Folikel (-) Sikatrik (-) Papil (-) Folikel (-) Sikatrik (-)
Konjungtiva bulbi Injeksi konjungtiva (-) Injeksi konjungtiva (-)
Injeksi siliar (-) Injeksi siliar (-)
Sklera Putih Putih

Kornea Jernih Jernih


Kamera Okuli Anterior Cukup dalam Cukup dalam

Iris Berwarna Coklat Berwarna Coklat


Pupil Bulat, ditengah. Refleks Pupil Bulat, ditengah, Refleks Pupil
(+/+), diameter 3 mm (+/+),diameter 3 mm
Korpus vitreus Jernih Jernih
Fundus:
Bening Bening
- Media
bulat, batas tegas, c/d 0,3-0,4 bulat, batas tegas, c/d 0,3-0,4
- Papiloptikus
aa/ vv = 2:3 aa/ vv = 2:3
- Pembuluh darah
Eksudat (-), perdarahan (-) Eksudat (-), perdarahan (-)
- Retina
Reflex fovea (+) Reflex fovea (+)
- Macula
Tekanan bulbus okuli Normal (palpasi) Normal (palpasi)

Posisi Bola mata Ortho / XT 150 Ortho / XT 150


Gerakan bulbusokuli Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah
000 0 0 0

0 0 0 0

000 0 0 0

.4 Pemeriksaan Penunjang:
Cover test : Cover OD – OS diam dinasal
Cover OS – OD diam ditemporal
Uncover Test : Uncover TestOD, OD diam ditemporal
Uncover TestOS, OS bergerak kedalam
Prisma Krimsky Test : 35 ∆ BI
PACT : kedua mata diam
ACT : kedua mata bergulir kedalam bergantian
TNO : lebih dari 2000 sec of arc
WFDT : n fusi (+) supresi (+) diplopia(+)
d fusi (+) supresi (+) diplopia (+)
dekat : 2 merah , 3 hijau
jauh : 2 merah , 3 hjau

.5 DiagnosaKlinis
Exotropia intermiten dengan divergen excess

.6 Penatalaksanaan
Terapi oklusi 2 jam beragntian

.7 Prognosis
Quo et Sanam : Bonam

Quo et Vitam : Bonam

Quo et Fungsionam : Bonam


BAB 4
DISKUSI

Seorang pasien perempuan berusia 6 tahun datang ke poliklinik mata RSUP


Dr. M.Djamil Padang dengan keluhan mata kiri juling kearah luar. Keadaan mata
juling kearah luar ini disebut dengan strabismus. Strabismus merupakan kelainan
pada mata dimana kedudukan kedua bola mata tidak satu arah. Juling atau strabismus
merupakan suatu keadaan penyimpangan sumbu bola mata yang nyata di mana
sumbu penglihatan tidak berpotongan pada titik fiksasi.1 Satu mata bisa terfokus pada
satu objek sedangkan mata yang lain dapat bergulir ke dalam, ke luar, ke atas, atau ke
bawah.9 Secara garis besar penyebab dari strasbismus terbagi menjadi dua yaitu
karena abnormalitas penglihatan binokuler (strabismus non paralitik) yaitu suatu
keadaan strabismus yang disebabkan oleh karena tarikan yang tidak sama pada satu
atau beberapa otot yang menggerakan mata dan penyebab strabismus lainnya adalah
anomali kontrol neomuskular yang berpengaruh terhadap pergerakan okuler
(strabismusparalitik) yaitu keadaan strabismus yang terjadi dikarenakan adanya
kelumpuhan pada satu atau beberapa otot penggerak mata.
Berdasarkan alloanamnesis dengan ayah pasien, mata kiripasienjuling kearah
luar barudisadarisejak berumur 2tahun. Kelainan juling mata kearah luar pada pasien
ini disebut sebagi kelainan exotropia.
Pemeriksaan fisik pasien didapatkan visus tanpa koreksi pada mata kanan
20/30 dan mata kiri 20/20. Pada pemeriksaan cover/uncovertestdidapatkan: coverOD-
OS diam dinasal, coverOS-OD diam di temporal, pada pemeriksaaan undercove
rOD ,OD diam ditemporal, dan undercover OS, OS bergerak kedalam. Pada
pemeriksaan prism cover alternate test (PACT) kedua mata diam.
Pada pemeriksaan Worth Four Dot Test (WFDT) terdapat fusi dan supresi
pada pemeriksaan jauh, namun terdapat diplopia Pemeriksaan WFDT terdiri dari
empat titik sinar, 3 sinar hijau, 2 merah, 1 putih, biasanya kacamata merah dimata
kanan. Mata kanan melihat titik merah, mata kiri melihat titik hijau, dan titik putih
pada mata kanan dan kiri. Pasien dengan fusi normal akan melihat empat titik. Pasien
dengan supresi satu mata akan melihat dua titik merah atau tiga titik hijau. Pada
pasien ini dengan supresi bergantian akan melihat dua titik merah dan tiga titik hijau
secara bergantian. Pasien dengan parese otot (diplopia) akan melihat lima titik dengan
kacamata merah hijau, pada pasien ini ditemukan gejaladiplopia tersebut. Supresi
adalah adaptasi sensorik yang paling sering timbul pada strabismus kanak-kanak.
Dalam kondisi penglihatan binokular pasien strabismus, bayangan yang terlihat di
salah satu mata menjadi predominan dan yang terlihat di mata yang lain tidak
dipersepsikan (supresi).3Pada pemeriksaan TNO didapatkan hasil >2000 secofarc.
Tes TNO digunakan untuk menilai pengelihatanstreoskopis. Pada individu normal
dipakai patokan dibawah atau sama dengan 60 secofarc. Jika pasien tidak dapat
melihat gambar streoskopis pada tes ini, maka dipastikan pasien memiliki gangguan
pengelihatan binokuler.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang
ditegakkan diagnosa pada pasien adalahexotropiaintermittendengandivergen excess
OS. Pada pasien direncanakan terapi berupa Terapi oklusi 2 jam bergantian dengan
prognosis pada pasien adalah bonam. Tujuan utama dari penatalaksanaan pasien
dengan strabismus adalah megembalikanpengelihatan binokuler normal pasien, selain
itu tatalaksana juga bertujuan untuk kosmetik.
BAB 5
KESIMPULAN

Gangguan gerakan bola mata terjadi bila terdapat satu atau lebih otot mata
yang tidak dapat mengimbangi gerakan otot mata lainnya. Hal ini menyebabkan
terjadinya gangguan keseimbangan gerakan mata dan persilangan sumbu penglihatan
sehingga mata menjadi strabismus.
Strabismus adalah suatu penyimpangan posisi bola mata yang terjadi karena
syarat-syarat penglihatan binokuler tidak terpenuhi. Syarat penglihatan binokuler
yang normal adalah Faal masing-masing mata harus baik, sehingga benda yang
menjadi perhatian bisa difiksir pada kedua fovea dan sebanding. Posisi kedua mata
sedemikian rupa sehingga pada setiap arah penglihatan bayangan benda yang menjadi
perhatian selalu jatuh tepat pada kedua fovea. Hal ini karena kerjasama yang baik dari
seluruh otot-otot ekstraokuler kedua mata.
Lalu, adanya kemampuan susunan syaraf pusat untuk mensintesa kedua
bayangan yang diterima kedua mata menjadi suatu sensasi berupa bayangan tunggal.
Hal ini disebut fusi. Sehingga nama lain untuk strabismus disebut “Visual Sensori
Motor Anomali”.
DAFTAR PUSTAKA

1. Eva PR, John PW. Palpebra, ApparatusLakrimalis, dan Air Mata. Vaughan dan
Asbury: OftalmologiUmum. Edisi ke-17. Jakarta : Penerbit EGC; 2010.P.234-
238.
2. Rutstein, RP, etal.OptometricClinicalPracticeGuidelineCareOf The
PatientWithStrabismus: EsotropiaAndExotropia. American
OptometricAssociation;2011.
3. Han KE. Prevalenceandriskfactorsofstrabismus in childrenandadolescen in
southkorea: PLoS Satu . 2018; 13 (2): e0191857.
4. Ilyas, Sidarta dan Yulianti, Sri R. Ilmu Penyakit Mata edisi keempat. Jakarta: FK
UI;2012.
5. Snell, Richarcd. Anatomi Klinik Edisi Keenam. Jakarta : EGC;2006.
6. American AcademyofOphthalmology. PediatricOphtalmologyandStrabismus.
2014-2015. Section 7. Singapore: AAO Publishers.P.74-90.
7. Housten A Charlotte,Clearly M. Clinicalcharacteristicofmicrotropia-
ismicrotropia a fixedphenomenon? 2008;82:pp.219-224. Availablefrom
http://www.bjo.bmj.com) dan (Siatkowski M. The
DecompasatedMonofixationSyndrome. An American
OphthalmologicalSocietyThesis; 2011
8. Khurana A K. ComprehensiveOphthamology. New Delhi: New Age
International;2007.
9. America AcademyofOphthalmology, Anatomy. Orbit andOcularAdnexa , In :
FundamentalsandPrinciplesofOphthalmology. BCSC 2003-2004. Ch : 1 :1-16.
10. America AcademyofOphthalmology,
AnatomyoftheExtraocularMusclesandTheirFascia. In :
PediatricOphthalmologyandStrabismus. BCSC 2003- 2004. Ch : 1 : 13-28.
11. America AcademyofOphthalmology, Diagnosis
TechniquesforStrabismusandAmblyopia. In :
PediatricOphthalmologyandStrabismus. BCSC 2003- 2004. Ch : VI :71-88.
12. James B, Chew C, Bron A, Pergerakan Mata. In : Lecture Notes Oftalmologi.
Erlangga. 2006. Ch :15 :158-166.
ed
13. Kansky JJ, Strabismus, ClinicalEvaluation. In : ClinivalOphthalmology. 5 .
ButterworthHeinemann, 2003. Ch :16 :526-530.
14. Duke S, Elder, Wybar K, The PhysiologyoftheOcularMuscles, The
TypesofOcularMovement. In : OcularMotilityandStrabismus, System
ofOphthalmology), Hendry Kimpton London, 1976. Ch : II : 31-46, Ch : V : 129-
135.
15. Hilhorst, John. ApproachtoStrabismus. United States: Harvard University
16. Julita. Pemeriksaan tajam penglihatan pada anak dan refraksi siklopegik : apa,
kenapa, siapa?. Jurnal Kesehatan Andalas. 2018;7:51-4.

Anda mungkin juga menyukai