Anda di halaman 1dari 6

PELAPORAN KORPORAT

PAJAK PENGHASILAN

OLEH

KELOMPOK 6

KOMANG ARYAGUS WIGUNA ( 1907611007)

USMAN EKO SUSENO (1907611014)

PROGRAM PROFESI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2020
1 Pengertian Pajak Penghasilan

pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau
badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak.
Penghasilan yang dimaksud dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium,
hadiah, dan yang lainnya Adapun beberapa jenis PPh seperti PPh pasal 15, PPh
pasal 19, PPh pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23, PPh pasal 24, PPh pasal 25,
PPh pasal 26, PPh pasal 29 dan PPh final pasal 4 ayat 2. Di Indonesia pajak
penghasilan awalnya diterapkan pada perusahaan perkebunan yang banyak
didirikan di Indonesia. Pajak tersebut ditanamkan dengan pajak perseroan (PPs).
Dasar hukum untuk pajak penghasilan adalah Undang-Undang (UU) Nomor 7
Tahun 1983. Kemudian mengalami perubahan berturut-turut, dari mulai UU
Nomor 7 & Tahun 1991, UU Nomor 10 & Tahun 1994, UU Nomor 17 & Tahun
2000, serta terakhir UU Nomor 36 & Tahun 2008 , Adapun sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang menjadi subjek pajak adalah
sebagai berikut:

1. Subjek pajak pribadi, yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di


Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun
pajak berada di Indonesia, dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di
Indonesia.
2. Subjek pajak harta warisan belum dibagi, yaitu warisan dari seseorang
yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan,
maka pendapatan itu dikenakan pajak.
3. Subjek pajak badan, yakni badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang
memenuhi kriteria:
 Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan;

 Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan


Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD);
 Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat
atau pemerintah daerah; dan

 Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional


negara; dan

 Bentuk usaha tetap (BUT), yaitu bentuk usaha yang digunakan


oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia
atau berada di indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka
waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan
berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan di
Indonesia.

Berikut ini yang termasuk kriteria bukan subjek pajak. Sesuai dengan UU
Nomor 17 Tahun 2000, berikut merupakan subjek pajak:

1. Badan Perwakilan Negara Asing


2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari
negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka
yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka dengan
syarat bukan warga negara Indonesia (WNI) dan negara yang
bersangkutan memberikan perlakukan timbal balik
3. Organisasi Internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri
Keuangan dengan syarat Indonesia ikut dalam organisasi tersebut
dan organisasi tesebut tidak melakukan kegiatan usaha di
Indonesia. Contoh: WTO, FAO, UNICEF.
4. Pejabat perwakilan organisasi Internasional yang ditetapkan oleh
Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan WNI dan tidak
memperoleh penghasilan dari Indonesia.

Objek PPh pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi empat


kelompok. 

1. Penghasilan dari hubungan pekerjaan, yaitu penghasilan dari


adanya hubungan antara karyawan dan pemberi kerja, misalnya
gaji, honorarium, tunjangan, upah dan lainnya.
2. Penghasilan dari kegiatan usaha yang didefinisikan
sebagai penghasilan dari kegiatan yang dilakukan seseorang
secara teratur untuk dapat menghasilkan keuntungan. Misalnya,
dengan melakukan perdagangan atau suatu usaha. Sejak UU PPh
UK yang pertama berlaku pada tahun 1799, penghasilan dari
kegiatan usaha telah menjadi salah satu objek PPh.
3. Penghasilan modal, yaitu penghasilan yang diterima sebagai
imbalan atas modal berupa uang, barang modal, atau kekayaan
intelektual. Misalnya, bunga sebagai imbalan atas peminjaman
uang, dividen sebagai imbalan atas penyertaan modal ekuitas
dalam bentuk saham, royalti sebagai imbalan atas penggunaan hak
cipta, panten, atau know how serta atas sewa tanah, bangunan dan
peralatan (Mansury, 1992).
4. Penghasilan lainnya yang mencakup segala sesuatu yang
memenuhi konsep dasar penghasilan, tetapi tidak termasuk dalam
penghasilan dari hubungan pekerjaan, penghasilan dari kegiatan
usaha, atau penghasilan modal. Beberapa contoh dari penghasilan
yang masuk dalam kategori penghasilan lainnya, antara lain
hadiah dan penghargaan, pembebasan utang, beasiswa,
penghasilan judi, imbalan yang didapat karena adanya perjanjian
untuk tidak bersaing, dan penghasilan dari sanksi yang dikenakan
atas keterlambatan dalam melakukan suatu pembayaran
(Detweiler, 2009).

2. Pengertian Pajak kini ( Current Tax )

Pengertian Pajak Kini (Current Tax) Dalam Akuntansi Pajak adalah :


jumlah pajak penghasilan terutang (payable) atas penghasilan kena pajak pada
satu periode fiskal. Satu periode dalam perpajakan meliputi Satu Tahun Pajak
atau Bagian Tahun Pajak Satu Tahun Pajak meliputi periode Januari sampai
dengan Desember, kecuali telah meminta izin untuk menggunakan periode
lainnya Pajak penghasilan terutang adalah berdasarkan Pasal 17 dan Pasal 31 E
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan (PPh).
Perlakuan Pajak Kini pada akhir suatu periode fiskal adalah sebagai berikut :

 Apabila terdapat jumlah Pajak kini yang belum dibayar, maka


harus diakui sebagai liabilitas.
 Apabila terdapat jumlah pajak penghasilan yang telah dibayar
untuk periode berjalan dan periode-periode sebelumnya melebihi
jumlah pajak yang terutang, maka selisihnya diakui sebagai aset.

3. Pengertian Pajak Tangguhan


Dilihat dari aspek perpajakannya, pajak tangguhan merupakan beban
pajak atau deferred tax expense yang dapat memberikan pengaruh seperti
menambah atau mengurangi beban pajak yang harus dibayar di masa yang akan
datang. Sebenarnya secara definisi, pajak tangguhan juga dapat dilihat dari dua
sisi, yaitu dari sudut pandang akuntansi sebagai akun aset, maupun dari sisi
liabilitas (utang yang harus dilunasi/pelayanan yang harus dilakukan di masa
mendatang pada pihak lain) Dalam menghitung beban pajak yang harus dibayar
pada akhir tahun, biasanya wajib pajak menggunakan pendekatan akuntansi
komersial, mulai dari pengakuan unsur pendapatan, pengakuan beban yang
dijadikan pengurang, metode penyusutan untuk menentukan beban penyusutan
aset, pengakuan nilai sisa aset dan penerapan jangka waktu untuk penyusutan,
hingga penetapan besaran penyisihan/ biaya cadangan, adapun mamfat pajak
tangguhan adalah nilai aset atau manfaat pajak jenis ini akan menghapus
kewajiban perpajakannya. Oleh karena itu, tidak ada lagi kewajiban yang harus
dibayarkan pada masa mendatang. Nilai aset/manfaat pajak ini timbul dari
perbedaan antara laba menurut akuntansi dan laba menurut pajak.

Contoh Kasus :

PT Nusantara Jaya adalah perusahaan yang bergerak di bidang penjualan emas.

 Data penjualan emas di tahun 2016 = Rp 30.000.000.000


 Data penjualan emas di tahun 2017 = Rp 30.500.000.000
 Laba komersial di tahun 2017           = Rp 3.000.000.000  
 Koreksi fiskal negatif atas biaya penyusutan = RP 100.000.000 
 Laba fiskal (pajak) sebesar (laba komersial – koreksi fiskal negatif):
Rp3.000.000.000 – Rp100.000.000 = Rp2.900.000.000
 Pajak penghasilan PPh Badan Terutang sebesar Rp 2.900.000.000 x 25%
= Rp 725.000.000 
 Apabila tidak ada koreksi fiskal atas penyusutan, PPh Badan yang
terutang sebesar Rp3.000.000.000 x 25% = Rp750.000.000 
 Jadi, kewajiban pajak yang harus ditanggung sebesar Rp750.000.000 –
Rp725.000.000 = Rp25.000.000 
Jika tarif pajak pada laba komersial dibandingkan dengan tarif laba pajak, maka
besar kemungkinan hasilnya akan berbeda. Perbedaan inilah yang disebut dengan
pajak tangguhan.

Anda mungkin juga menyukai