Anda di halaman 1dari 37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Bronkopneumonia

2.1.1 Definisi

Bronkopneumonia pada anak saat ini menjadi penyakit

yang paling sering terjadi. Insiden penyakit ini pada negara

berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun

dengan resiko kematian yang tinggi. Bronkopneumonia

(pneumonia lobularis) merupakan salah satu bagian penyakit dari

pneumonia, yaitu infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah

dari parenkim paru yang melibatkan bronkus atau bronkiolus yang

berupa distribusi berbentuk bercak-bercak yang disebabkan oleh

berbagai macam etiologi seperti bakteri, virus jamur dan benda

asing yang ditandai dengan gejala demam tinggi, gelisah, dispnea,

nafas cepat dan dangkal (terdengar adanya ronchi basah) muntah,

diare, batuk kering dan produktif (Samuel, 2014 dalam Wati dan

Haryanto, 2019).

Bronkopneumonia adalah suatu cadangan pada parenkim

paru yang meluas sampai bronkioli atau dengan kata lain

peradangan yang terjadi pada jaringan paru melalui cara

penyebaran langsung melalui saluran pernapasan atau melalui


hematogen sampai bronkus (Ridha N, 2014 dalam Agadhafi A,

2018).

2.1.2 Etiologi

Terjadinya bronkopneumonia bermula dari adanya

peradangan paru yang terjadi pada jaringan paru atau alveoli yang

biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratorius bagian atas

selama beberapa hari (Ridha N, 2014).

Secara umum penyebab pneumonia pada anak adalah virus,

walaupun sering juga disebabkan oleh bakteri. Bakteri yang sering

menyerang penyakit ini adalah staphylococcus auresus,

streptococcus pneumoniae untuk bakteri yang tergolong gram

positif, dan Haemophilus Influenzae, Klebsiella Pneumoniae,

Mycobacterium Tuberculosis untuk bakteri yang tergolong gram

negatif. Sedangkan virus yang sering menyerang penyakit ini

adalah respiratorik syncytial virus. Penyebab lain yang jarang

terjadi adalah mycoplasma, aspirasi benda asing, dan jamur

(Suharjono, 2009 dalam Marni 2014).

2.1.3 Patofisiologi

Kuman penyebab bronkopneumonia masuk ke dalam

jaringan paru-paru melalui saluran pernapasan atas ke bronchiolus,

kemudian kuman masuk ke dalam alveolus ke alveolus lainnya

melalui poros kohn, sehingga terjadi peradangan pada dinding


bronchus atau bronchiolus dan alveolus sekitarnya. Kemudian

proses radang ini selalu dimulai pada hilus paru menyebar secara

progresif ke perifer sampai seluruh lobus.

Proses peradangan ini dapat dibagi dalam empat (4) tahap,

antara lain :

1. Stadium Kongesti (4 -12 jam )

Lobus yang meradang tampak warna kemerahan,

membengkak, pada perabaan banyak mengandung

cairan, pada irisan keluar cairan kemerahan (eksudat

masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang

berdilatasi).

2. Stadium Hepatisasi (48 jam berikutnya)

Lobus paru tampak lebih padat dan bergranuler karena

sel darah merah fibrinosa, lecocit polimorfomuklear

mengisi alveoli (pleura yang berdekatan mengandung

eksudat fibrinosa kekuningan).

3. Stadium Hepatisasi Kelabu (3 – 8 hari)

Paru-paru menjadi kelabu karena lecocit dan fibrinosa

terjadi konsolidasi di dalam alveolus yang terserang dan

eksudat yang ada pada pleura masih ada bahkan dapat

berubah menjadi pus.

4. Stadium Resolusi (7 – 11 hari)


Eksudat mengalami lisis dan reabsorbsi oleh makrofag

sehingga jaringan kembali pada struktur semua.

(Ridha N, 2014).

2.1.4 Manifestasi Klinis

Ketiga stadium Bronkopneumonia tercermin pula dalam

gambaran klinik masing-masing dengan karakteristiknya

sendiri sesuai dengan berbagai perubahan patologis yang

terjadi pada bagian paru yaitu lobus.

a. Stadium prodromal

Pada mulanya keluhan yang dikemukakan penderita

tidak banyak berbeda antara infeksi saluran pernapasan

bagian tasa dan bawah, yaitu tanda-tanda infeksi akut

(panas badan yang cenderung semakin tinggi, letargi, nyeri

otot, menghilangnya nafsu makan) yang disertai batuk-

batuk yang cenderung semakin berat dengan dahak yang

hanya sedikit atau bahkan sulit sekali untuk dibatukkan ke

luar. Pemeriksaan fisik tidak akan memberikan banyak

petunjuk dan hanya dapat ditemukan ronchi basah halus di

bagian paru yang terserang.

b. Stadium hepatisasi

Pada stadium ini keadaan penderita semakin parah,

sehingga jelas tampak sakit berat dengan panas yang


tinggi (39oC atau lebih), menggigil, disertai sesak napas

serta pernapasan cuping hidung. Penderita juga

mengeluh tentang nyeri dada yang cukup parah di sisi

yang sakit, sehingga akan memaksa penderita untuk

tidur miring di sisi yang sehat. Pada pemeriksaan fisik,

thoraks yang sakit tampak jelas tertinggal pada saat

bernapas. Sisi yang sakit ini juga menunjukkan fremitus

suara. Pada perkusi, akan terdengar redup di daerah

lobus yang terkena, sedangkan pada auskultasi akan

terdengar suara napas ronchi. Semua kelainan inidapat

ditemukan di bagian paru yang sesuai dengan satu

lobus, biasanya lobus inferior kanan atau kiri,

kadangkadang juga lobus medius paru kanan, atau

lingual paru kiri. Tidak jarang penderita mengalami

pula dehidrasi yang cukup parah dengan semua akibat

sekundernya. Dehidrasi disebabkan oleh panas yang

tinggi dan kurangnya nafsu makan dan minum.

c. Stadium resolusi

Pada pemeriksaan fisik, kondisi penderita

sudah agak membaik. Kelainankelainan yang

ditemukan pada inspeksi, palpasi, dan perkusi

secara berangsurangsur menghilang. Sebaliknya

pada auskultasi, mula-mula akan dapat didengar


ronchi basah di bagian paru yang sakit, tetapi

setelah sebagian besar dahak berhasil dibatukkan ke

luar, ronchi basah yang terdengar semakin

menghilang.

(Danusantoso, 2014 dalam Barka D, 2018).

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan

untuk menegakkan diagnosa adalah pemeriksaan leukosit,

(luekositosis), akan tetapi jika pemeriksaan darah tepi

menunjukkan leukopenia, sedangkan penyebabnya sudah

diketahui adalah bakteri, maka keadaan ini merupakan

petunjuk prognosis yang semakin memburuk. Kultur darah

positif pada sebagian kasus, akan terjadi peningkatan laju

endap darah., dan pemeriksaan WBC (White Blood Cell)

biasanya akan didapatkan kurang dari 20.000 cells mm3-

(Marni, 2014).

Radiograf dada dapat diperiksa bergantung pada

usia anak dan agens penyebab. Pada bayi dan anak yang

masih kecil, pemerangkapan udara bilateral dan infiltrate

(pengumpulan sel radang, debris sel, dan organism asing)

perihilus merupakan temuan paling umum. Area bercak

konsolidasi juga dapat ditemukan. Pada anak yang lebih


besar, konsolidasi lobus terlihat lebih sering (Kyle, 2016

dalam Barka D, 2018).

Kultur sputum : dapat berguna dalam menentukan

bakteri penyebab pada anak yang lebih besar dan remaja

(Kyle, 2016 dalam Barka D, 2018).

2.1.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada anak dengan


bronkopneumonia yaitu :

a. Pemberian obat antibiotik penisilin ditambah dengan

kloramfenikol 50-70 mg/kg BB/hari atau diberikan

antibiotic yang memiliki spectrum luas seperti ampisilin,

pengobatan ini diberikan sampai bebas demam 4-5 hari.

Antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik

spectrum luas seperti kombinasi beta laktam/klavulanat

dengan aminoglikosid atau sefalosporin generasi ketiga

(Ridha N, 2014 dalam Agadhafi A, 2018).

b. Pemberian terapi yang diberikan pada pasien adalah terapi

O2, terapi cairan dan, antipiretik. Agen antipiretik yang

diberikan kepada pasien adalah paracetamol. Paracetamol

dapat diberikan dengan cara di tetesi (3x0,5 cc sehari) atau

dengan peroral/ sirup. Indikasi pemberian paracetamol

adalah adanya peningkatan suhu mencapai 38ºC serta untuk


menjaga kenyamanan pasien dan mengontrol batuk

(Agadhafi A, 2018).

c. Terapi nebulisasi menggunakan salbutamol diberikan pada

pasien ini dengan dosis 1 respul/8 jam. Hal ini sudah sesuai

dosis yang dianjurkan yaitu 0,5 mg/kgBB. Terapi nebulisasi

bertujuan untuk mengurangi sesak akibat penyempitan jalan

nafas atau bronkospasme akibat hipersekresi mukus.

Salbutamol merupakan suatu obat agonis beta- 2 adrenegik

yang selektif terutama pada otot bronkus. Salbutamol

menghambat pelepas mediator dari pulmonary mast

cell.9,11 Namun terapi nebulisasi bukan menjadi gold

standar pengobatan dari bronkopneumoni. Gold standar

pengobatan bronkopneumoni adalah penggunaan 2

antibiotik (Alexander & Anggraeni, 2017 dalam Agadhafi

A, 2018).

2.1.7 Komplikasi

Apabila penyakit ini tidak mendapat penanganan

yang tepat, maka akan timbul komplikasi yang bisa

membahayakan tubuh anak tersebut, misalnya gangguan

pertukaran gas, obstruksi jalan napas, gagal napas, efusi

pleura yang luas, syok dan apnea rekuren (Marni, 2014).


2.1.8 Discharge Planning

Menurut Ridha N, 2014

1. Evaluasi kesiapan untuk pulang faktor yang dikaji adalah

sebagai berikut :

a. Status pernapasan yang stabil

b. Masukan nutrisi dan pertumbuhan yang adekuat

c. Kebutuhan obat yang stabil

d. Rencana pengobatan medis yang realistik untuk di rumah:

 Orang tua dan pemberi asuhan lain dapat

memberi perawatan yang diperlukan

 Sarana di rumah dan monitor yang

diperlukan disediakan

 Orang tua memiliki dukungan sosial dan

finansial yang dibutuhkan

 Keperluan perawatan di rumah dan istirahat

disediakan

2. Beri instruksi pemulangan kepada orang tua seperti berikut:

a. Penjelasan tentang penyakit

b. Bagaimana memantau tanda tanda distres pernapasan dan

masalah medis lainnya

c. Kebutuhan makan perorangan


d. Kebutuhan bayi sehat

e. Kapan harus memanggil dokter

f. Bagaimana melakukan resusitasi jantung paru

g. Penggunaan peralatan dirumah dan pemantauan

h. Bagaimana memberi dan memantau efek pengobatan

i. Pencegahan infeksi

j. Pentingnya daerah bebas rokok

k. Aktivitas perkembangan yang tepat

l. Pengenalan isyarat stres dan interaksi pada bayi

m. Sumber di komunitas dan sarana pendukung yang ada

3. Lakukan program tindak lanjut untuk memantau kebutuhan

pernapasan, nutrisi, perkembangan, dan kebutuhan khusus lainnya

yang sifatnya terus menerus :

a. Bantu orang tua membuat janji kunjungan pemeriksaan

tindak lanjut yang pertama, beri catatan tertulis tentang

kapan janji itu harus dilaksanakan.

b. Buat rujukan untuk kunjungan keperawatan di rumah

sesuai yang dibutuhkan bayi atau anak dan keluarga.


2.1.9 Pathway (Ridha N, 2014)
Sistem pertahanan tubuh
terganggu
c.
Kuman masuk : Inhalasi, aspirasi
kuman, hematogen

Streptokokus Stapilokokus pneumonia


pneumonia
Alveoli Radang di bronkioli

Mengisi alveoli bersama Peningkatan Terbentuk nekrosis


sel darah merah, leukosit secret batuk dan abses terganggu

Reaksi radang Streptokokus Penyebaran ke


pneumonia peri bronkial
`
Pada saluran napas Bersihan jalan napas
dan parenkim paru tidak efektif pneumatosel

Meluas ke
seluruh lobus Pekak, ronkhi

Konsolidasi Peningkatan cairan


alveolus

Radang pada Pengembangan paru


parenkim tidak maksimal

Gangguan Pertukaran Pola napas tidak efektif,


Gas, Hipertermi, Nyeri akut, Intoleransi
Gangguan pola tidur , dan aktivitas, Defisit nutrisi
Ansietas
2.2 Konsep Tumbuh Kembang

2.2.1 Definisi Tumbuh Kembang

Tumbuh kembang merupakan manifestasi yang

kompleks dari perubahan morfologi, biokimia, dan fisiologi

yang terjadi sejak konsepsi sampai maturitas/dewasa. Istilah

tumbuh kembang sebenarnya mencakup 2 peristiwa yang

sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan,

yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Sementara itu,

pengertian mengenai pertumbuhan dan perkembangan per

definisi adalah sebagai berikut :

a. Pertumbuhan (growth), merupakan masalah perubahan dalam

ukuran besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ

maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram,

kilogram), ukuran panjang (cm,meter).

b. Perkembangan (development), merupakan bertambahnya

kemampuan (skill/keterampilan) dalam struktur dan fungsi

tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat

diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan.

Dari dua pengertian tersebut diatas dapat ditarik

pengertiannya bahwa pertumbuhan mempunyai dampak

terhadap aspek fisik, sedangkan perkembangan berkaitan

dengan pematangan fungsi sel atau organ tubuh individu,

keduanya tidak bisa terpisahkan.


(Ridha N, 2014).

2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Tahap Pertumbuhan dan

Perkembangan Anak

1. Faktor Herediter

Herediter/keturunan merupakan faktor yang

tidak dapat untuk dirubah ataupun dimodifikasi, ini

merupakan modal dasar untuk mendapatkan hasil

akhir dari proses tumbang anak. Misalnya, anak

keturunan bangsa Eropa akan lebih tinggi dan lebih

besar jika dibandingkan dengan keturunan Asia

termasuk Indonesia, pertumbuhan postur tubuh

wanita akan berbeda dengan laki-laki.

2. Faktor Lingkungan

a. Lingkungan Internal

Terciptanya hubungan yang hangat dengan

orang lain seperti ayah, ibu, saudara, teman

sebaya, guru dan sebagainya akann

berpengaruh besar terhadap perkembangan

emosi, social dan intelektual anak. Cara seorang

anak dalam berinteraksi dengan orang tua akan

mempengaruhi interaksi anak diluar rumah.

b. Lingkungan Eksternal
Dalam lingkungan eksternal ini banyak

sekali yang mempengaruhinya, diantaranya

adalah :

 Kebudayaan, kebudayaan suatu daerah

akan mempengaruhi kepercayaan, adat

kebiasaan dan tingkah laku dalam

bagaimana orang tua mendidik anaknya.

 Status sosial ekonomi keluarga, juga

berpengaruh. Orang tua yang ekonomi

menengah ke atas dapat dengan mudah

menyekolahkan anaknya di sekolah-

sekolah yang berkualitas, sehingga

mereka dapat menerima atau

mengadopsi cara-cara baru bagaimana

cara merawat anak dengan baik.

 Status nutrisi, pengaruhnya juga sangat

besar. Orang tua dengan ekonomi lemah

bahkan tidak mampu memberikan

makanan tambahan buat bayinya,

sehingga bayi/anak akan kekurangan

asupan nutrisi yang akibat selanjutnya

daya tahan tubuh akan menurun dan


akhirnya bayi/anak akan mudah jatuh

sakit.

3. Faktor Pelayanan Kesehatan

Adanya pelayanan kesehatan yang memadai

yang ada di sekitar lingkungan dimana anak

tumbuh dan berkembang, diharapkan tumbang anak

dapat dipantau. Sehingga apabila terdapat sesuatu

hal yang sekiranya meragukan atau terdapat

keterlambatan dalam perkembangannya, anak dapat

segera mendapatkan pelayanan kesehatan dan

diberikan solusi pencegahannya.

(Ridha N, 2014).

2.2.3 Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Fisik Anak

1. Tumbuh kembang infant/bayi, umur 0-12 bulan

a. Umur 1 bulan

Fisik : Berat badan akan meningkat 150- 200

gr/mg, tinggi badan meningkat 2,5 cm/bulan, lingkar

kepala meningkat 1,5 cm/bulan.

Motorik : Bayi akan mulai berusaha untuk

mengangkat kepala dengan dibantu oleh orang tua,

tubuh ditengkurapkan, kepala menoleh ke kiri ataupun

ke kanan, reflek menghisap, menelan, menggenggam

sudah mulai positif.


Sensoris : Mata mengikuti sinar ke tengah.

Sosialisasi : Bayi sudah mulai tersenyum pada orang

yang ada disekitarnya.

b. Umur 2-3 bulan

Fisik : Fontanel posterior sudah menutup.

Motorik : Mengangkat kepala, dada dan berusaha

untuk menahannya sendiri dengan tangan,

memasukkan tangan ke mulut, mulai berusaha untuk

meraih benda-benda yang menarik yang ada

disekitarnya, bisa di dudukkan dengan posisi

punggung disokokng, mulai asik bermain-main

sendiri dengan tangan dan jarinya.

Sensoris : Sudah bisa mengikuti arah sinar ke tepi,

koordinasi ke atas dan kebawah, mulai mendengarkan

suara yang didengarnya.

Sosialisasi : Mulai tertawa pada seseorang, senang

jika tertawa keras, menangis sudah mulai berkurang.

c. Umur 4-5 bulan

Fisik : Berat badan menjadi dua kali dari berat badan

lahir, ngeces karena tidak adanya koordinasi menelan

saliva.

Motorik : Jika di dudukkan kepala sudah bisa

seimbang dan punggung sudah mulai kuat, bila


ditengkurapkan sudah bisa mulai miring dan kepala

sudah bisa tegak lurus, reflek primitif sudah mulai

hilang, berusaha meraih benda sekitar dengan

tangannya.

Sensoris : Sudah bisa mengenal orang-orang yang

sering berada didekatnya, akomodasi mata positif.

Sosialisasi: Senang jika berinteraksi dengan orang

lain walaupun belum pernah dilihatnya/dikenalnya,

sudah bisa mengeluarkan suara pertanda tidak senang

bila mainan/benda miliknya diambil oleh orang lain.

d. Usia 6-7 bulan

Fisik : Berat badan meningkat 90-150

gram/minggu, tinggi badan meningkat 1,25 cm/bulan,

lingkar kepala meningkat 0,5 cm/bulan, besarnya

kenaikan seperti ini akan berlangsung sampai bayi

berusia 12 bulan (6 bulan kedua), gigi sudah mulai

tumbuh.

Motorik : Bayi sudah bisa membalikkan badan

sendiri, memindahkan anggota badan dari tangan

yang satu ke tangan yang lainnya, mengambil mainan

dengan tangannya,senang memasukkan kaki ke dalam

mulut, sudah mulai bisa memasukkan makanan ke

mulut sendiri.
Sosialisasi : Sudah dapat membedakan orang yang

dikenalnya dengan yang tidak dikenalnya, jika

bersama dengan orang yang belum dikenalnya bayi

akan merasa cemas (stangger anxiety), sudah dapat

menyebut atau mengeluarkan suara em…em…

em…,bayi biasanya cepat menangis jika terdapat hal-

hal yang tidak disenanginya akan tetapi akan cepat

tertawa lagi.

e. Umur 8-9 bulan

Fisik : Sudah bisa duduk dengan sendirinya,

koordinasi tangan kemulut sangat sering, bayi mulai

tengkurap sendiri dan mulai belajar untuk

merangkak, sudah bisa mengambil benda dengan

menggunakan jari-jarinya.

Sensoris : Bayi tertarik dengan benda-benda kecil

yang ada disekitarnya.

Sosialisasi : Bayi mengalami stranger anxiety/merasa

cemas terhadap hal-hal yang belum dikenalnya

(orang asing) sehingga dia akan menangis dan

mendorong serta meronta-ronta, merangkul/memeluk

orang yang dicintainya, jika dimarahi dia sudah bisa

memberikan reaksi menangis dan tidak senang,


mulai mengulang kata-kata “dada…dada” tetapi

belum punya arti.

f. Umur 10-12 bulan

Fisik : Berat badan 3 kali berat badan waktu lahir,

gigi bagian atas dan bawah sudah tumbuh.

Motorik : Sudah mulai belajar berdiri tetapi tidak

bertahan lama, belajar berjalan dengan bantuan,

sudah bisa berdiri dan duduk sendiri, mulai belajar

akan dengan menggunakan sendok akan tetapi lebih

senang menggunakan tangan, sudah bisa bermain

ci…luk…ba…, mulai senang mencoret-coret kertas.

Sensoris : Visual aculty 20-50 positif , sudah dapat

membedakan bentuk.

Sosialisasi : Emosi positif, cemburu, marah, lebih

senang pada lingkungan yang sudah diketahuinya,

merasa takut pada situasi yang asing, mulai mengerti

akan perintah sederhana, sudah mengerti namanya

sendiri, sudah bisa menyebut abi, ummi.

2. Tumbuh Kembang Toddler (BATITA); Umur 1-3 Tahun

a. Umur 15 bulan

Motorik kasar : Sudah bisa berjalan sendiri tanpa

bantuan orang lain.


Motorik halus : Sudah bisa memegangi cangkir,

memasukkan jari ke lubang, membuka kotak,

melempar benda.

b. Umur 18 bulan

Motorik kasar : Mulai berlari tetapi masih sering

jatuh, menarik-narik mainan, mulai senang naik

tangga tetapi masih dengan bantuan.

Motorik halus : Sudah bisa makan dengan

menggunakan sendok, bisa membuka halaman buku,

belajar menyusun balok-balok.

c. Umur 24 bulan

Motorik kasar : Berlari sudah baik, dapat naik tangga

sendiri dengan kedua kaki tiap tahap.

Motorik halus : Sudah bisa membuka pintu,

membuka kunci, menggunting sederhana, minum

dengan menggunakan gelas atau cangkir, sudah

dapat menggunakan sendok dengan baik.

d. Umur 36 bulan

Motorik kasar : Sudah bisa naik turun tangga tanpa

bantuan, memakai baju dengan bantuan, mulai bisa

naik sepeda beroda tiga.

Motorik halus : Bisa menggambar lingkaran,

mencuci tangannya sendiri, menggosok gigi.


3. Tumbuh Kembang Pra Sekolah

a. Usia 4 tahun

Motorik kasar : Berjalan berjinjit, melompat,

melompat dengan satu kaki, menangkap bola dan

melemparkannya dari atas kepala.

Motorik halus : Sudah bisa menggunakan gunting

dengan lancar, sudah bisa menggambar kotak,

menggambar garis vertical maupun horizontal, belajar

membuka dan memasang kancing baju.

b. Usia 5 tahun

Motorik kasar : Berjalan mundur sambal berjinjit,

sudah dapat menangkap dan melempar bola dengan

baik, sudah dapat melompat dengan kaki secara

bergantian.

Motorik halus : Menulis dengam angka-angka,

menulis dengan huruf, menulis dengan kata-kata,

belajar menulis nama, belajar mengikat tali sepatu.

Sosial emosional : Bermain sendiri mulai berkurang,

sering berkumpul dengan teman sebaya, interaksi

social bermain meningkat, sudah siap untuk

menggunakan alat-alat bermain.

Pertumbuhan fisik : Berat badan meningkat 2,5

kg/tahun, tinggi badan meningkat 6,75-75,5 cm/tahun.


4. Tumbuh Kembang Usia Sekolah

Motorik : Lebih mampu menggunakan otot-otot kasar

dari pada otot-otot halus. Misalnya loncat tali,

badminton, bola volley, pada akhir masa sekolah

motorik halus lebih berkurang, anak laki-laki lebih

aktif dari pada anak perempuan.

Sosial emosional : Mencari lingkungan yang lebih

luas sehingga cenderung sering pergi dari rumah

hanya untuk bermain dengan teman, saat ini sekolah

sangat berperan untuk membentuk pribadi anak,

disekolah anak harus beriteraksi dengan orang lain

selain keluarganya, sehingga peranan guru sangatlah

besar.

Pertumbuhan fisik : Berat badan meningkat 2-3

kg/tahun, tinggi badan meningkat 6-7 cm/tahun.

5. Tumbuh Kembang Remaja (Adolescent)

Pertumbuhan fisik : Merupakan tahap pertumbuhan

yang sangat pesat, tinggi badan 25%, berat badan

50% semua sistem tubuh berubah dan yang paling

banyak perubahan adalah sistem endokrin, bagian-

bagian tubuh tertentu memanjang, misalnya tangan,

kaki, proporsi tubuh meningkat.


Sosial emosional : Kemampuan akan sosialisasi

meningkat, relasi dengan teman wanita/pria akan

tetapi lebih penting dengan teman yang sejenis,

penampilan fisik remaja sangat penting karena

mereka supaya diterima oleh kawan dan disamping itu

pula persepsi terhadap badannya akan mempengaruhi

konsep dirinya, peranan orang tua/keluarga sudah

tidak begitu penting tetapi sudah mulai beralih pada

teman sebaya.

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak Bronkopneumonia Dengan

Masalah keperawatan Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif

2.3.1 Pengkajian

a. Identitas klien

Penyakit broncopneumonia sering terjadi pada anak usia 2

bulan sampai 5 tahun, dan dapat terjadi pada anak laki-laki

maupun perempuan, tidak terkecuali orang dewasa (Smeltzer,

2005 dalam Barka D, 2018).

b. Keluhan Utama

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi taktus

resoiratoris bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik

mendadak sampai 39-40oC dan mungkin disertai kejang karena

demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnea,pernafasan


cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan

sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai

muntah dan diare. Batuk selama beberapa hari yang mula-mula

kering kemudian menjadi produktif (Setyanto, Supriyanto, &

Bambang, 2010 dalam Barka D, 2018).

Pada mulanya keluhan yang dikemukakan penderita tidak

banyak berbeda antara infeksi saluran pernapasan bagian atas

dan bawah, yaitu tanda-tanda infeksi akut (panas badan yang

cenderung semakin tinggi, letargi, nyeri otot, menghilangnya

nafsu makan) yang disertai batuk-batuk yang cenderung

semakin berat dengan dahak yang hanya sedikit atau bahkan

sulit sekali untuk dibatukkan ke luar (Danusantoso, 2014 dalam

Barka D, 2018).

c. Riwayat penyakit sekarang

Didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas

selama beberapa hari, kemudian mendadak timbul panas

tinggi, sakit kepala/dada (anak besar) kadang-kadang pada

anak kecil dan bayi timbul kejang, distensi abdomen dan

kaku kuduk. Timbul batuk, sesak, nafsu makan menurun

(Bilotta, 2012 dalam Barka D, 2018).

Anak biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak

nafas, sianosis atau batukbatuk disertai dengan demam


tinggi. Kesadaran kadang sudah menurun apabila anak

masuk dengan disertai riwayat kejang demam

(Danusantoso, 2014 dalam Barka D, 2018).

d. Riwayat penyakit dahulu

1) Anak sering menderita penyakit saluran pernapasan

2) Prediksi penyakit saluran pernapasan lain seperti ISPA,

influenza sering terjadi dalam rentang waktu 3-14 hari

sebelum diketahui adanya penyakit Bronkopneumonia.

3) Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital

bawaan dapat memperberat klinis klien (Setyanto,

Supriyanto, & Bambang, 2010 dalam Barka D, 2018).

e. Riwayat kesehatan keluarga

Tempat tinggal : lingkungan dengan sanitasi buruk

berisiko lebih besar

f. Riwayat imunisasi

Sebagian besar kematian anak akibat ISPA berasal

dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat

dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis, dan

campak. Maka peningkatan cakupan imunisasi akan

berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk


mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA,

diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang

mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA

diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi

berat. Kebanyakan anak yang sehat dapat melawan infeksi

dengan pertahanan alami mereka. Anak-anak yang system

kekebalan tubuh terganggu beresiko lebih tinggi terkena

bronkopneumonia (Maryunani, 2010 dalam Barka D,2018).

g. Riwayat tumbuh kembang

1) Prenatal : riwayat Ante Natal Care.

2) Natal : Riwayat Ketuban Pecah Dini, Aspirasi

mekonium, Asfiksia.

3) Post Natal : Riwayat terkena ISPA

(Bilotta, 2012 dalam Barka D, 2018).

h. Pemeriksaan Fisik

1) Status penampilan kesehatan : lemah

2) Tingkat kesadaran : kesadaran normal, letargi, strupor,

koma, apatis tergantung tingkat penyebaran penyakit

(Setyanto, Supriyanto, & Bambang, 2010 dalam Barka D,

2018).
3) Tanda-tanda vital

a) Frekuensi nadi dan tekanan darah : takikardi, hipertensi.

b) Frekuensi pernapasan : dispnea progresif, takipnea,

pernafasan dangkal, penggunaan otot bantu nafas,

pelebaran nasal.

c) Suhu tubuh : hipertermi akibat penyebaran toksik

mikroorganisme yang direspon oleh hipotalamus

(Setyanto, Supriyanto, & Bambang, 2010 dalam Barka D,

2018).

4) Berat badan dan tinggi badan : kecenderungan berat

badan anak akan mengalami penurunan (Doenges, 2000

dalam Barka D,2018).

5) Data fokus pada paru (inspeksi, auskultasi, perkusi dan

palpasi).

a) Inspeksi : frekuensi irama, kedalaman dan upaya

bernapas antara lain: takipnea, dispnea progresif,

pernapasan dangkal, pektus ekskavatum (dada corong),

paktus karinatum (dada burung), barrel chest.

b) Palpasi : adanya nyeri tekan, massa, peningkatan vocal

fremitus pada daerah yang terkena


c) Perkusi : pekak terjadi bila terisi cairan pada paru,

normalnya timpani (terisi udara) resonansi.

d) Auskultasi : suara bronkovesikuler atau bronchial pada

daerah yang terkena, sura pernafasan tambahan ronkhi

inspiratoir pada sepertiga akhir inspirasi (Setyanto,

Supriyanto, & Bambang, 2010 dalam Barka D,2018).

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan pada asuhan keperawatan

anak dengan bronkopneumonia antara lain (Marni, 2014 dalam

SDKI) :

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan

adanya benda asing dalam jalan napas.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan

membran alveolus – kapiler.

3. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (mis.

Infeksi) dan dehidrasi.

4. Risiko defisit nutrisi dibuktikan dengan ketidakmampuan

mengabsorbsi nutrien.
2.3.3 Rencana Intervensi

Tabel 1. Rencana Keperawatan

N DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI

O KEPERAWATAN (SDKI) KEPERAWATAN KEPERAWATAN (SIKI)

(SLKI)
1 Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan Manajemen jalan napas

efektif b/d adanya benda tindakan keperawatan Observasi :

asing dalam jalan napas, d/d diharapkan bersihan 1. Monitor pola napas

dispnea, batuk tidak efektif, jalan napas dapat (frekuensi,

gelisah. meningkat. kedalaman, usaha

Kategori : Fisiologis Dengan kriteria hasil : napas)

Subkategori : Respirasi 1. Batuk efektif 2. Monitor bunyi napas

Definisi : ketidakmampuan meningkat tambahan (mis.

membersihkan sekret atau 2. Produksi Gurgling, mengi,

obstruksi jalan napas untuk sputum wheezing, ronkhi

mempertahankan jalan napas menurun kering)

tetap paten. 3. Mengi 3. Monitor sputum

Gejala dan Tanda Mayor : menurun (jumlah, warna,

1. Subjektif 4. Wheezing aroma)

(tidak tersedia) menurun Terapeutik :

2. Obyektif 5. Dispnea 1. Posisikan semi-

1) Batuk tidak efektif menurun Fowler

2) Tidak mampu batuk 6. Pola napas 2. Berikan minum


3) Sputum berlebih membaik hangat

4) Mengi, wheezing 3. Lakukan fisioterapi

dan/atau ronkhi kering dada, jika perlu

5) Mekonium di jalan 4. Lakukan

napas (pada neonatus) penghisapan lendir

Gejala dan Tanda Minor : kurang dari 15 detik

1. Subjektif 5. Berikan oksigen,

1) Dispnea jika perlu

2) Sulit bicara Edukasi :

3) Ortopnea 6. Anjurkan asupan

2. Objektif cairan 2000 ml/hari,

1) Gelisah jika tidak

2) Sianosis kontraindikasi

3) Bunyinapas 7. Ajarkan teknik batuk

menurun efektif

4) Frekuensi napas Kolaborasi :

berubah 8. Kolaborasi

5) Polanapas pemberian

berubah bronkolidator,

ekspektoran,

mukolitik, jika perlu


2 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan Pemantauan respirasi

b/d perubahan membran tindakan keperawtan Observasi :

alveolus – kapiler d/d pola diharapkan 1. Monitor frekuensi,


napas abnormal pertukaran gas irama, kedalaman

(cepat/lambat, meningkat. dan upaya napas

regular/ireguler, Dengan kriteria hasil : 2. Monitor pola napas

dalam/dangkal) 1. Dispnea (seperti, bradipnea,

Kategori : Fisiologis meningkat takipnea,

Subkategori : Respirasi 2. Bunyi napas hiperventilasi,

Definisi : tambahan kussmaul, Cheyne-

kelebihan atau kekurangan menurun Stokes, Biot, ataksik)

Oksigenasi dan/atau 3. PCO2 3. Monitor kemampuan

eleminasi karbondioksida membaik batuk efektif

pada membrane alveolus- 4. PO2 membaik 4. Monitor adanya

kapiler. 5. Takikardia sumbatan jalan

Gejala dan Tanda Mayor : membaik napas

1. Subjektif 6. pH arteri 5. Auskultasi bunyi

1) Dispnea membaik napas

2. Objektif 6. Monitor saturasi

1) PCO2 oksigen

meningkat/menurun 7. Monitor hasil x-ray

2) PO2 menurun thoraks

3) Takikardia Terapeutik :

4) pHarteri 8. Aturinterval

meningkat/men pemantauan respirasi

urun sesuai kondisi pasien


5) Bunyi napas Edukasi :

tambahan 9. Jelaskan tujuan dan

Gejala dan Tanda prosedur

Minor : pemantauan

1. Subjektif 10. Informasikan hasil

1) Pusing pemantauan,jika

2) Penglihatan perlu

kabur

2. Objektif

1) Sianosis

2) Diaforesis

3) Gelisah

4) Napascuping

hidung

5) Polanapas

abnormal

(cepat/lambat

reguler/ireguler

dalam/dangkal)

6) Warna kulit

abnormal (mis.

Pucat,
kebiruan)

7) Kesadaran

menurun

3 Hipertermi b/d proses Setelah dilakukan Manajemen hipertermia

penyakit (mis. Infeksi) dan tindakan keperawatan Observasi :

dehidrasi d/d suhu tubuh diharapkan 1. Identifikasi

diatas normal termoregulasi penyebab

Kategori : Lingkungan membaik. hipertermia (mis.

Subkategori: Keamanan dan Dengan kriteria hasil: Dehidrasi, terpapar

proteksi 1. Menggil lingkungan panas,

Definisi : Suhu tubuh menurun penggunaan

meningkat diatas rentang 2. Kulit merah inkubator)

normal tubuh. menurun 2. Monitor suhu tubuh

Gejala dan Tanda Mayor : 3. Pucat 3. Monitor kadar

1. Subjektif menurun elektrolit

(tidak tersedia) 4. Suhu tubuh Terapeutik :

2. Objektif membaik 4. Longgarkan atau

1) Suhu tubuh diatas 5. Suhu kulit lepaskan

nilai normal membaik 5. Berikan cairan oral

Gejala dan Tanda Minor : 6. Lakukan

1. Subjektif pendinginan

(tidak tersedia) eksternal (mis.


2. Objektif Selimut hipotermia

1) Kulit merah atau kompres dingin

2) Kejang pada dahi, leher,

3) Takikardi dada, abdomen,

4) Takipnea aksila)

5) Kulitterasa 7. Berikan oksigen,

hangat jika perlu

Edukasi :

8. Anjurkan tirah

baring

Kolaborasi :

9. Kolaborasi

pemberian cairan

dan elektrolit

intravena, jika perlu

4 Risiko defisit nutrisi Setelah Manajemen Nutrisi

dibuktikan dengan dilakukan tindakan Observasi :

ketidakmampuan keperawatan 1. Identifikasi status

mengabsorbsi nutrient. diharapkan status nutrisi

Kategori : Fisiologis nutrisi membaik. 2. Identifikasi makanan

Subkategori : Nutrisi dan Dengan kriteria hasil: yang disukai

cairan 1. Porsi 3. Identifikasi

Definisi : Berisiko makanan yang kebutuhan kalori dan


mengalami asupan nutrisi dihabiskan jenis nutrien

tidak cukup untuk memenuhi meningkat 4. Monitor asupan

kebutuhan metabolism. 2. Berat badan makanan

Gejala dan Tanda mayor membaik Terapeutik :

1. Subjektif : 3. Nafsu makan 5. Lakukan oral

(tidak tersedia) membaik hygiene sebelum

2. Objektif : makan, jika perlu

1) Klien tidak 6. Sajikan makanan

menghabiskan secara menarik dan

makanannya suhu yang sesuai

Edukasi :

7. Anjurkan posisi

duduk, jika mampu

8. Ajarkan diet yang

diprogramkan

Kolaborasi :

9. Kolaborasi dengan

ahli gizi untuk

menentukan jumlah

kalori dan jenis

nutrien yang

dibutuhkan, jika

perlu
2.3.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan inisiatif dari rencana

tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan

dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditunjukan pada

nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang

diharapkan (Sitiatava, 2012 dalam Mubarokah N, 2017).

2.3.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi memuat kriteria keberhasilan prose dan tindakan

keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan

membandingkan antara proses dengan pedoman/rencana proses

tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan

membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan

sehari-hari dan tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan

yang telah dirumuskan sebelumnya (Sitiatava, 2012 dalam

Mubarokah N, 2017).

Anda mungkin juga menyukai