Anda di halaman 1dari 8

Makalah Ushul Fiqh

“Kaidah-kaidah Ushul Fiqh”


Dosen Pengampu : Dr.H. Ahmad Muhtadi A, M.Ag

Kelompok 7 :
1. Bagus Setya Puji Saputra (12101193110)
2. M. Khasan Irfa’I (12101193109)
3. Aisatul Ropiah (12101193111)
4. Shelvia Haddad Malikha (12101193112)

LATAR BELAKANG

kita masih bingung atau kurang mengerti dengan apa itu qa’idah ushuliyah (kaidah Ushul)
dan qa’idah fiqhiyyah (kaidah fiqh). Padahal hal tersebut perlu kita ketahui karena keduanya
adalah asas-asas dalam mempelajari ilmu fiqh yang tentu saja diperoleh dari penggalian
makna serta hukum yang terkandung dalam nash Al-Qur’an dan nash As-Sunnah untuk
menemui titik temu dan mendapatkan benang merah dari permasalahan fiqh dan Ushul.
Perlunya kalangan kaum muslimin terutama para mujtahid berpikir secara efektif dan
berintelektual merupakan hal yang bisa dijadikan alasan dibuatnya makalah ini untuk
memberi pengetahuan mengenai kaidah ushul dan kaidah fiqh, juga diharapkan untuk
memudahkan pada pencarian solusi dalam menyikapi masalah-masalah dan polemik yang ada
di masyarakat dalam berbagai bidang. Dari permasalahan-masalahn tersebut, maka makalah
ini akan membahas tentang “KAIDAH – KAIDAH USHUL FIQIH”.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kaidah Ushuliyyah

Kaidah Ushuliyyah adalah kaidah yang berkaitan dengan bahasa. Dan kaidah
ushuliyyah juga merupakan kaidah yang sangat penting, karena kaidah ushuliyyah
merupakan media atau alat untuk menggali kandungan makna dan hukum yang berada
didalam Al Qur’an dan As Sunnah. Kaidah ushuliyyah disebut juga dengan kaidah istinbat
atau kaidah lughawiyah.

Disebut kaidah istinbat karena kata istinbat bila dihubungkan dengan hukum seperti
yang dijelaskan oleh Muhammad bin Ali Al Fayyumi seorang ahli bahasa arab dan fiqih
yaitu upaya menarik hukum dari Al Qur’an dan As Sunnah dengan jalan ijtihad. Secara
garis besar, metode istinbat dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu segi kebahasaan, segi
maqasid syariah, dan segi penyelesaian beberapa dalil yang bertentangan.1

Disebut kaidah lughawiyah karena berdasarkan makna dan tujuan ungkapan -


ungkapan yang telah ditetapkan oleh ahli bahasa arab, sesudah diadakan penelitian -
penelitian yang betsumber dari kesusastraan arab.

B. Kaidah - kaidah Ushuliyyah

Ada beberapa kaidah - kaidah ushuliyyah antara lain :

1. ‘Am dan Khas

Menurut para ulama ushul fiqih ayat - ayat hukum bila dilihat dari segi cakupannya dapat
dibagi kepada lafazd umum (’Am) dan lafadz khusus (Khas).2

a. Pengertian ‘Am dan Khas

1). Pengertian ‘Am

Ditinjau dari segi bahasa kata ‘Am berarti yang umum merata dan menyeluruh.
Sedangkan ‘Am menurut istilah yaitu sebagaimana dipaparkan oleh Abdul Hamid
sebagai berikut :

1
Prof. Satria Efendi.Ushul Fiqh Edisi I.(Jakarta:Kencana Prenamedia Group.2005), hlm 176
2
Ibid, hlm 180
“ ‘Am adalah lafadz yang menunjukkan pengertian umum yang mencangkup
satuan - satuan yang ada dalam lafadz itu tanpa pembatasan jumlah tertentu”.
Dengan pengertian lain, ‘Am adalah kata yangembeti pengertian umum, meliputi
segala sesuatu yang terkandung dalam kaidah itu dengan tidak terbatas.

Pembahasan lafadz ‘Am dalam kajian ushul fiqih mempunyai kedudukan


tersendiri, karena lafadz ‘Am mempunyai tingkat yang luas serta menjadi perdebatan
panjang dikalangan ulama dalam menetapkan hukum.

2) Pengertian Khas

Lafadz khas menurut bahasa ialah lafadz yang menunjukkan arti yang tertentu,
tudak meliputi arti umum dengan kata lain khas itu kebalikan dari ‘Am. Sedangkan
menurut istilah khas adalah lafadz yang diciptakan untuk menunjukkan pada
perseorangan atau tertentu.

b.Hukum ‘Am dan Khas

1) Hukum ‘Am

Berdasarkan penelitian terhadap nash telah diperoleh ketetapan bahwa lafadz


yang umum (’Am) ada tiga macam yaitu :

a). Lafadz ‘Am yang dimaksudkan keumumannya secara pasti. Yaitu lafadz ‘Am
yang disertai oleh qarinah yang menghilangkan kumungkinan pentakhsisannya.

b). Lafadz yang umum yang dikehendaki kekhususanya secara pasti, yakni lafadz
umum disertai qarinah yang menghilangkan keumumannya dan menjelaskan
bahwa yang dimaksud dari lafadz itu adalah sebagiannya.

c). Lafadz ‘Am yang ditakhsis yaitu lafadz umum yang bersifat mutlak, dan tidak
ada qarinah yang menyertainya yang meniadakan kemungkinan pentakhsisannya
maupun qarinah yang menghilangkan dalam umumnya.

2) Hukum Khas

Hukum lafadz khas secara garis besar adalah apabila ada nash syar’i maka ia
menunjukkan dengan dalalah qath’i tethadap maknanya yang khusus yang ditetapkannya
secara hakikat.3
3
Prof. Minhajjuddin.Ushul Fiqh IJ.(Makassar:Alauddin Press.2010), hlm 3
2. Amr dan Nahi

Para pakar ushul fiqih menyatakan bahwa hukum syar’i itu adalah khitab(titah) Allah yang
berhubungan dengan petbuatan muallaf dalam bentuk tuntutan , pilihan dan ketentuan.

Khitab dalam bentuk tuntutan ada dua bentuk yaitu tuntutan untuk mengerjakan dan
tuntutan untuk meninggalkan. Setiap tuntutan mengandung taklif (beban hukum) atas pihak
yang dituntut, dalam hal ini adalah manusia mukallaf. Tuntutan yang mengandung beban
hukum untuk dikerjakan disebut perintah atau Amar, sedangkan tuntutan yang mengandung
beban hukum untuk ditinggalkan disebut larangan atau Nahi.

a. Pengertian Amr dan Nahi

1) Pengertian Amr

Lafadz Amr secara bahasa yaitu perintah atau suruhan, sedangkan secara istilah para ulama
banyak yang mendefinisikan Amr tetsebut yaitu suatu lafadz yang dipergunakan oleh orang
yang lebih tinggi derajatnya kepada orang yang lebih remdah untuk meminta bawahannya
mengerjakan suatu pekerjaan yang tidak boleh ditolak.4

Perintah untuk melakukan suatu petbuatan seperti dikemukakan oleh Khudri Bik dalam
bukunya Tarikh al Tasyri antara lain :

a). Perintah tegas dengan menggunakan kata Amara dan yang seakar dengannya.

b). Perintah dalam bentuk pemberitaan bahwa perbuatan itu diwajibkan atas seorang dalam
memakai kata kutiba (diwajibkan).

c). Perintah dengan memakai redaksi pemberitaan (jumlah khabariyah) namun yang
dimaksud adalah perintah.

d). Perintah dengan memakai kata perintah secata langsung.

e). Perintah dalam bentuk menjanjikan kebaikan yang banyak atas pelakunya.

2) Pengettian Nahi

Nahi adalah suatu lafadz yang mengandung makba tuntutan meninggalkan suatu
perbuatan. Nahi yaitu larangan, meninggalkan suatu perbuatan yang dilarang untuk
melakukannya. Larangan melakukan suatu perbuatan dari pihak yang lebih tinggi

4
Khoirul Umam Achyar Aminudin.Ushul Fiqih 11.(Bandung:CV Pustaka Setia.2008),hlm 61
kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah tingkatannya dengan kalimat yang
menunjukkan hal tersebut. Dalam melarang perbuatan seperti disebutkan oleh Muhammad
Khudri Bik , Allah juga memakai betbagai ragam bahasa, duantaranya adalah :

a). Larangan secara tegas dengan memakai kata naha atau yang srakar dengamnyayang
secara bahasa berarti melarang.

b). Larangan dengan menjelaskan bahwa seuatu perbuatan itu diharamkan.

b. Hukum Amr dan Nahi

1). Hukum Amr

Suatu bentuk perintah, seperti dikemukakan oleh Muhammad Adib Saleh bisa digunakan
untuk berbagai pengertian yaitu :

a). Menunjukkan hukum wajib seperti perintah untuk sholat.

b). Untuk menjelaskan bahwa sesuatu itu boleh dilakukan.

c). Sebagai anjuran.

d). Untuk melemahkan.

2). Hukum Nahi

Seperti yang dikemukakan Adib Saleh bahwa bentuk larangan dalam penggumaannya
menunjukkan betbagai pengertian antara lain :

a).Menunjukkan hukum haram.

b). Sebagai anjuran untuk meninggalkan.

c). Penghinaan.

d). Untuk menyatakan permohonan.

C. Contoh Kaidah - kaidah Ushuliyah dan Dasar Pengambilannya

1. Segala sesuatu betgantung pada tujuannya

Contoh : Kalau kita sholat kita pasti bertemu dengan yang namanya niat, kalau kita tidak
pernah sholat begitu juga dengan yang lainnya seperti puasa, zakat, haji dll. Kita pasti
bertemu dengan niat. Dasar pengambilannya dari QS. Ali Imran ayat 145.
2. Kemudharatan harus dihilangkan

Contoh : Kalau misalkan afa pohon besar dengan buah yang banyak yang mana buah
tetsebut sering jatuh dan sering mengenai kepala orang yang lrwat dibawahnya hingga ada
orang yang harus dibawa kerumah sakit maka fengan betacuan kaidah pohon tersebut harus
ditebang. Dadar pemgambilannya QS. Al A’raf ayat : 56.

3. Keyakinan tidak dapat dihilangkan karena adanya kerguan

Contoh : Kalau misalnya kita mau mrlakukan sholat, tapi masih ragu apakah kita .adih
punya wufhu atau tidak, maka kita harus berwudhu kembali. Akan tetapi kalu kita yakin kita
masih punya wudhu kita langsung sholat saja itu sah. Meski pada kenyataannya wudhu kita
telah batal.
BAB III

PENUTUP

A. SARAN

B. KESIMPULAN

Kaidah Ushuliyyah adalah kaidah yang berkaitan dengan bahasa. Dan kaidah ushuliyyah
juga merupakan kaidah yang sangat penting, karena kaidah ushuliyyah merupakan media atau
alat untuk menggali kandungan makna dan hukum yang berada didalam Al Qur’an dan As
Sunnah.

DAFTAR PUSTAKA

Efendi, Satria.(2005).Ushul Fiqh I:Kencana Prenamedia Group

Minhajjudin.(2010).Ushaul Fiqh IJ:Alauddin Press


Aminudin, Umam Achyar Khoirul.(2008).Ushul Fiqh II:CV Pustaka Setia

Anda mungkin juga menyukai