Anda di halaman 1dari 56

DINAS TATA RUANG DAN CIPTA KARYA, KOTA BANDUNG

SOSIALISASI
RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)
DAN PERATURAN ZONASI

Petrus Natalivan Indradjati

Sosialisasi Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 10 Tahun 2015 tentang


Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Tahun 2015-2035
Bandung, 25 Agustus 2016
MATERI

1. Pengantar: Rencana Detail Tata


Ruang dalam Peraturan Perundangan
2. Implikasi UU No. 26/2007 terhadap
Penyusunan RDTR dan Peraturan
Zonasi (PZ)
3. Muatan Perda RDTR dan Peraturan
Zonasi Kota Bandung
4. Muatan Peraturan Zonasi Kota
Bandung [Pasal 293]
5. Ketentuan yang Diamanatkan Lebih
Lanjut
6. Cara membaca Peraturan zonasi dan
RDTR
7. Catatan
1. PENGANTAR: RENCANA DETAIL TATA RUANG
DALAM PERATURAN PERUNDANGAN

JENIS RTR DALAM UU NO. 26/2007 :

Rencana Rencana
Penetapan Penetapan
Umum Rinci
Nasional RTRWN Peraturan • RTRW Pulau/Kepulauan Peraturan Presiden
Pemerintah • RTR Kaw. Strategis Nasional
Provinsi RTRWP Perda Provinsi • RTR Kaw. Strategis Provinsi Perda Provinsi
Kabupaten RTRW Kabupaten Perda Kabupaten • RDTR Kabupaten Perda Kabupaten
• RTR Kaw. Strategis
Kabupaten

Kota RTRW Kota Perda Kota • RDTR Kota Perda Kota


• RTR Kaw. Strategis Kota

3
KETENTUAN RENCANA DETAIL SEBAGAI RENCANA
RINCI TATA RUANG DALAM UU NO. 26/2007 DAN
PP NO. 15/2010:
• Rencana rinci tata ruang disusun sebagai perangkat
operasional rencana umum tata ruang.
• Rencana rinci tata ruang merupakan penjabaran rencana
umum tata ruang yang dapat berupa rencana tata ruang
kawasan strategis yang penetapan kawasannya tercakup
di dalam rencana tata ruang wilayah.
• Rencana rinci tata ruang merupakan operasionalisasi
rencana umum tata ruang yang dalam pelaksanaannya
tetap memperhatikan aspirasi masyarakat sehingga
muatan rencana masih dapat disempurnakan dengan
tetap mematuhi batasan yang telah diatur dalam rencana
rinci dan peraturan zonasi (Penjelasan Pasal 14 UU PR)
• Rencana rinci tidak diperlukan apabila perencanaan tata
ruang yang mencakup wilayah yang luasnya
memungkinkan pengaturan dan penyediaan peta dengan
tingkat ketelitian tinggi.

Hirarki/Sistem guna lahan,


4
Tingkat kedalaman materi
Tingkat kedalaman informasi
Kawasan (RTRW)  Blok (RDTR)  Persil (PZ)
Guna Lahan  Zona/S.Zona  Ativitas/Keg
• Rencana rinci tata ruang disusun apabila:
a. rencana umum tata ruang belum dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; dan/atau
b. rencana umum tata ruang mencakup wilayah perencanaan yang luas dan
skala peta dalam rencana umum tata ruang tersebut memerlukan perincian
sebelum dioperasionalkan.
• Rencana detail tata ruang kabupaten/kota dijadikan dasar bagi penyusunan
peraturan zonasi dan penyusunan RTBL

6
2. IMPLIKASI UU NO. 26/2007 DAN ATURAN
TURUNANNYA TERHADAP RDTR DAN PZ
Sejak ditetapkannya UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang dan PP 15/2010
tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang terdapat beberapa implikasi sebagai
berikut:

UU No. 26/2007

Setiap ketentuan lebih mengikat


Dasar Hukum dari
PP No. 15/2010 bagi aparatur pemda dan
Perwal ke Perda
masyarakat

Simpangan antara
Perlu ‘perhitungan’/perencanaan
Sanksi RTRW dan Fakta di
yang ‘dapat’/sanggup dilaksanakan
Lapangan

Peraturan Zonasi Cara membaca rencana sedikit


sebagai Perangkat berbeda, aturan lebih rinci dan jelas
Pengendalian untuk kebutuhan pengendalian
Perlu
peraturan zonasi yang
adaptif terhadap apa
yang terjadi

7
Pasal 77 UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang:
(1) Pada saat rencana tata ruang ditetapkan, semua pemanfaatan ruang yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang harus disesuaikan dengan rencana tata ruang melalui kegiatan
penyesuaian pemanfaatan ruang.
(2) Pemanfataan ruang yang sah menurut rencana tata ruang sebelumnya diberi masa transisi
selama 3 (tiga) tahun untuk penyesuaian.
(3) Untuk pemanfaatan ruang yang izinnya diterbitkan sebelum penetapan rencana tata ruang
dan dapat dibuktikan bahwa izin tersebut diperoleh sesuai dengan prosedur yang benar,
kepada pemegang izin diberikan penggantian yang layak.
Tantangan Penyusunan RDTR:
 Bagaimana merumuskan susbtansi rencana tata ruang untuk
menghadapi persoalan perkembangan di lapangan sudah tidak sesuai
dengan RTRW/ Pola ruang apa yang harus diputuskan dalam RDTR?
 Bagaimana merumuskan substansi peraturan zonasi sebagai
perangkat operasional pengendalian sekaligus ‘adaptif’ terhadap
persoalan di lapangan
RDTR DAN PZ yang baik, Salah satunya apabila dapat menjadi rujukan dalam
mengeluarkan Izin.
No. Jenis Perizinan Rujukan
1. Licensi (Izin usaha dll) termasuk Izin Daftar negatif, tidak melanggar peraturan
Prinsip. perundangan, pertimbangan ekonomi
(terutama). Tidak terkait dengan ‘ruang’
RDTR, Peraturan Zonasi.
2. Permit Terkait dengan ruang.
Á. Izin Lokasi • RTRW dan ketentuan Umum Peraturan
Zonasi (jika ada rencana yang lebih detail
atau PZ lebih baik)
B. IPPT • RTRW dan ketentuan Umum PZ.
• RDTR.
• Peraturan Zonasi.
C. Izin Site Plan RDTR, Peraturan Zonasi.
D. IMB • RDTR, Peraturan Zonasi.
E. Penyesuaian IMB (jika terjadi • RDTR, PERATURAN ZONASI
perubahan Pemanfaatan Ruang • Peraturan Bangunan (building code).
• Standar-standar terkait bangunan
F. Izin Pemanfaatan Bangunan
3. MUATAN PERDA RDTR DAN PERATURAN ZONASI
KOTA BANDUNG

Rencana Detail Peraturan


Tata Ruang Zonasi
Perbedaan Muatan RTRW dan RDTR
RTRW Kabupaten/Kota RDTR Kabupaten/Kota
1. Tujuan, Kebijakan dan 1. Tujuan penataan BWP
Strategi Penataan Ruang
Wilayah Kab/Kota 2. Rencana pola ruang;
2. Rencana Struktur Ruang 3. Rencana jaringan
Wilayah Kota
3. Rencana Pola Ruang Wilayah
prasarana
Kab/Kota 4. Penetapan Sub BWP yang
4. Penetapan Kawasan diprioritaskan
Strategis Kab/kota
penanganannya;
5. Arahan Pemanfaatan Ruang
Wilayah Kab/Kota 5. Ketentuan pemanfaatan
6. Ketentuan Pengendalian ruang
Wilayah Kab/Kota
6. Peraturan zonasi.
RDTR dan PZ Tujuan Penataan BWP

RTRW Rencana Pola Ruang

Tujuan - Kawasan Lindung


1 Tujuan, Kebijakan dan
Strategi Penataan Ruang
Kebijakan
Strategi
- Kawasan Budidaya

Rencana Jaringan Prasarana


Pusat Pelayanan - Rencana Pengembangan Jaringan Pergerakan
2 Rencana Struktur Ruang Sub Pusat Pelayanan
Pusat Lingkungan
- Rencana Pengembangan Jaringan Energi/Kelistrikan
- Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi
- Rencana Pengembangan Jaringan Air Minum
- Rencana Pengembangan Jaringan Drainase
Kawasan Lindung
3 Rencana Pola Ruang
Kawasan Budidaya
- Rencana Pengembangan Jaringan Air Limbah
- Rencana Pengembangan Prasarana Lainnya

Kaw. Strategis Ekonomi Penetapan Sub BWP yang Diprioritaskan Penangannya


Kaw. Strategis Sosbud
- Lokasi
4 Penetapan Kawasan
Strategis
Kaw. Strategis SDA/Tek. Tinggi
Kaw. Strategis Daya Dukung LH
- Tema Penanganan

Kaw. Strategis Lainnya Ketentuan Pemanfaatan Ruang

Perwujudan Struktur Ruang - Program Pemanfaatan Ruang Prioritas


5 Arahan Pemanfaatan
Ruang
Perwujudan Pola Ruang
Perwujudan Kaw. Strategis
- Lokasi, Besaran, Sumber Pendanaan, Instansi -
Pelaksana, waktu dan tahapan pelaksanaan

Indikasi/Arahan, Peraturan Zonasi


Ketentuan Umum PZ
Ketentuan Perizinan - Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan
6 Ketentuan Pengendalian
Perwujudan Insentif dan
- Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
- Ketentuan Tata Bangunan
Disinsentif
- Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
Ketentuan Sanksi - Ketentuan Pelaksanaan
TUJUAN RDTR SWK Bojonagara: mewujudkan perlindungan
Kawasan Bandara dan Industri Strategis (Aerobiopolis)

PENATAAN RDTR SWK Cibeunying: Perlindungan Bangunan Heritage


dan Pusat Kuliner (Cullinerypolis)
RUANG
RDTR SWK Tegallega: Pengembangan Industri Kreatif
(Mediapolis)

RDTR SWK Karees: Pengembangan Kawasan Kreatif


Terpadu(Karyapolis)

RDTR SWK Arcamanik: Pengembangan pusat pembinaan


potensi Olahraga (Sportipolis)

RDTR SWK Ujungberung: Pengembangan Seni Budaya


Berbasis Masyarakat (Sundapolis)

RDTR SWK Kordon: Pengembangan permukiman yang


nyaman dan terintegrasi (Musicapolis)

RDTR SWK Gedebage: Pengembangan Kawasan yang


bersinergikan antara pedidikan tinggi, industri kreatif,
komersial dan pusat pemerintahan berkonsep
Teknopolis.
SISTEMATIKA PERDA RDTR DAN PERATURAN ZONASI KOTA BANDUNG
BAB I KETENTUAN UMUM (pasal 1)
BAB II FUNGSI, KEDUDUKAN DAN WILAYAH PERENCANAAN
Bagian Kesatu: Fungsi (pasal 2)
Bagian Kedua: Kedudukan (pasal 3)
Bagian Ketiga: Wilayah Perencanaan (pasal 4)
BAB III MUATAN RDTR
Bagian Kesatu (pasal 5)
Bagian Kedua: Tujuan Penataan Ruang (pasal 6)
Bagian Ketiga: Klasifikasi Zona (pasal 7)
Bagian Keempat: Jaringan Prasarana (pasal 8)
Bagian Kelima: Penetapan Sub SWK yang Diprioritaskan Penangannya (pasal 9)
Bagian Keenam: Ketentuan Pemanfaatan Ruang (pasal 10)
Bagian Ketujuh: Peraturan Zonasi (pasal 11)
BAB IV SWK BOJONEGARA
Bagian Kesatu: Tujuan Penataan Ruang (pasal 12)
Bagian Kedua: Rencana Pola Ruang (pasal 13)
Paragraf 1: Rencana Zona Lindung (pasal 14-17)
Paragraf 2: Rencana Zona Budidaya,
Zona Perumahan (pasal 18)
Zona Perdagangan dan Jasa (pasal 19)
Zona Campuran (pasal 20)
Zona Kantor Pemerintahan (pasal 21)
Zona Sarana Pelayanan Umum (pasal 22)
Zona Industri dan Pergudangan (pasal 23)
Zona Pertahanan dan Keamanan (pasal 24)
Bagian Ketiga: Rencana Jaringan Prasarana (pasal 25)
Paragraf 1: Rencana Pengembangan Jaringan Pergerakan (pasal 26-32)
Paragraf 2: Rencana Pengembangan Jaringan Energi/Kelistrikan (pasal 33)
Paragraf 3: Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi (pasal 34)
Paragraf 4: Rencana Pengembangan Jaringan Air Minum (pasl 35)
Paragraf 5: Rencana Pengembangan Jaringan Drainase (pasal 36)
Paragraf 6: Rencana Pengembangan Jaringan Air Limbah (pasal 37)
Paragraf 7: Rencana Pengembangan Sistem Persampahan (pasal 38)
Paragraf 8: Rencana Pengembangan Prasarana Lainnya (pasal 39)
Bagian Keempat: Penetapan Sub SKW Yang Diprioritaskan Penangannya (pasal 40)
Bagian Kelima: Ketentuan Pemanfaatan Ruang (pasal 41)
Paragraf 1: Perwujudan Rencana Pola Ruang (pasal 42-44)
Paragraf 2: Perwujudan Sistem Jaringan Prasarana (pasal 45)
Paragraf 3: Perwujudan Penetapan Sub SWK yang Diprioritaskan Penanganannya (pasal 46)
SISTEMATIKA PERDA RDTR DAN PERATURAN ZONASI KOTA BANDUNG
BAB V SWK CIBEUNYING (pasal 47-82)
.......... (Sama strukturnya dengan SWK Bojonegara)
BAB VI SWK TEGALEGA (pasal 83-117)
.......... (Sama strukturnya dengan SWK Bojonegara)
BAB VII SWK KAREES (pasal 118-151)
.......... (Sama strukturnya dengan SWK Bojonegara)
BAB VIII SWK ARCAMANIK (pasal 152-187)
.......... (Sama strukturnya dengan SWK Bojonegara)
BAB IX SWK UJUNGBERUNG (pasal 188-223)
.......... (Sama strukturnya dengan SWK Bojonegara)
BAB X SWK KORDON (pasal 224-256)
.......... (Sama strukturnya dengan SWK Bojonegara)
BAB XI SWK KORDON (pasal 257-291 )
.......... (Sama strukturnya dengan SWK Bojonegara)
BAB XII PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH (pasal 292)
BAB XIII PERATURAN ZONASI
Bagian Kesatu: Umum (pasal 293)
Bagian Kedua: Kegiatan, Zona dan Sub Zona (pasal 294-296)
Bagian Ketiga: Kegiatan Pemanfaatan Ruang
Paragraf 1: Kegiatan Yang Diperbolehkan (pasal 297)
Paragraf 2: Kegiatan Diizinkan Terbatas (pasal 298)
Paragraf 3: Kegiatan Diizinkan Bersyarat (pasal 299)
Paragraf 4: Kegiatan Diizinkan Terbatas dan Bersyarat (Pasal 300)
Paragraf 5: Kegiatan Tidak Diizinkan (pasal 301-302)
Bagian Keempat: Intensitas Pemanfaatan Ruang (pasal 303)
Bagian Kelima: Tata Bangunan (pasal 305-308)
Bagian Keenam: Teknik Pengaturan Zonasi (pasal 309-314)
Bagian Ketujuh; Prasarana Minimal (pasal 315)
Bagian Kedelapan: Standar Teknis (pasal 316)
Bagian Kesembilan: Ketentuan Khusus (pasal 317)
Bagian Kesepuluh: Dampak (pasal 318)
BAB XIV INSENTIF DAN DISINSENTIF
Bagian Kesatu; Insentif (pasal 319-321)
Bagian Kedua: Disinsentif (pasal 322-324)
BAB XV KETENTUAN PERIZINAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu: Prinsip-prinsip Perizinan (pasal 325)
Bagian Kedua: Permohonan Perizinan Pemanfaatan Ruang yang Tidak Sesuai dengan Rencana Tata Ruang (pasal 326)
SISTEMATIKA PERDA RDTR DAN PERATURAN ZONASI KOTA BANDUNG
BAB XVI KELEMBAGAAN (pasal 327)
BAB XVII KERJASAMA DAERAH (pasal 328)
BAB XVIII PERAN MASYARAKAT (pasal 329)
Bagian Kesatu: Hak Masyarakat (pasal 329-332)
Bagian Kedua: Kewajiban Masyarakat (pasal 333-334)
Bagian Ketiga: Bentuk Peran Masyarakat (pasal 335)
Bagian Keempat: Tata Cara Peran Masyarakat (pasal 336)
BAB XIX KEWAJIBAN, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAERAH
Bagian Pertama: Kewajiban (pasal 337-340)
Bagian Kedua: Tugas dan Tanggung Jawab (pasal 341-342)
BAB XX PENGAWASAN (pasal 343)
BAB XXI LARANGAN (pasal 344)
BAB XXII SANKSI
Bagian Kesatu: Umum (pasal 345)
Bagian Kedua: Sanksi (pasal 346)
Bagian Ketiga: Biaya Paksaan Penegakan Hukum (pasal 347)
Bagian Keempat: Penegakan Peraturan Daerah (pasal 348)
BAB XXIII PENYIDIKAN (pasal 349)
BAB XXIV KETENTUAN PERALIHAN (pasal 350-351)
BAB XXV KETENTUAN PENUTUP (pasal 352-353)

Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 10 Tahun 2015 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kota Bandung Tahun
2015-2035
(Lembaran Daerah Kota Bandung Tahun 2015 Nomor Noreg Peraturan Daerah Kota Bandung Provinsi Jawa Barat (242/2015)

Terdiri dari 25 BAB dan 353 Pasal


PENTINGNYA PERATURAN ZONASI
Penyelenggaraan
Penataan Ruang

Pengaturan Pembinaan Pelaksanaan Pengawasan

Perencanaan Pemanfaatan Pengendalian

Peraturan Zonasi merupakan Peraturan Zonasi


perangkat utama dalam pengendalian Program PR
Perizinan
karena perizinan, insentif &
disinsentif, dan sanksi harus Pembiayaan Insentif &
didasarkan pada Peraturan Zonasi Disinsentif
Sanksi
Dimana sebaiknya (arah Bagaimana sebaiknya
pengembangan dan berapa [kinerja]:
intensitasnya: - Perumahan [Jenis, R]
- Perumahan [Jenis, R] - Komersial [K]
- Komersial [K] - Industri [I]
- Industri [I] - dll
- dll

Planning vs [Zoning]
(RDTR) Regulation

Produk:
Pendekatan/Metode: - Perangkat Pendekatan/Metode:
- Ekonomi pengendalian. - Dampak.
- Sosial Produk: - Ketentuan - Kesesuaian/kompatibi
- Fisik. - Perwujudan pola pemanfaatan ruang. litas guna lahan dan
- Sistem Internal & ruang (alokasi pola - Dampak kegiatan
Eksternal ruang) Pembangunan dll - dll
Peraturan Zonasi

PERATURAN ZONASI adalah aturan berbasis ZONA, Ketentuan


pemanfaatan ruang dan ketentuan teknis di buat berdasarkan zona

K-2

K-2
R-8
FS-4

R-8
FS-4 FS-4
R-8 Brandang
K-2
R-8 K-2
Substansi Peraturan Zonasi

Zoning regulation terdiri dari:

• Zoning map  Dihasilkan dari RDTR dan TPZ


– berisi pembagian blok peruntukan (zona),
dengan ketentuan aturan untuk tiap blok
peruntukan tersebut
– menggambarkan peta tata guna lahan
dan lokasi tiap fungsi lahan dan kawasan

• Zoning text/zoning statement/legal text:


– berisi aturan-aturan (= regulation)
– menjelaskan tentang tata guna lahan dan
kawasan, permitted and conditional uses,
minimum lot requirements, standar
pengembangan, administrasi
pengembangan zoning
Penerapan teknik pengaturan zonasi memungkinkan PZ
lebih fleksibel, mempertimbangan ARAH
PENGEMBANGAN WILAYAH/KOTA, dan
KARAKTERISTIK/KONDISI SETEMPAT

PERATURAN Zoning Text/ Aturan Dasar = aturan pada setiap jenis zona [definisi zona,
Statement kualitas lokal minimum zona, ketentuan pemanfaatan ruang,
ZONASI
Intensitas, tata bangunan, prasarana minimal, khusus, standar]

Teknik Pengaturan Zonasi [mempertimbangkan konflik, kebutuhan


pengembangan dan fleksibilitas pengaturan]

•Bonus/incentive zoning •Downzoning


•Performance zoning •Upzoning
•Fiscal zoning •Design/historic preservation
•Special zoning •Overlay Zoning
•Exclusionary zoning •Floating Zoning
•Inclusionary zoning •Flood Plain Zoning
•Contract zoning •Conditional Uses
•Negotiated development •Growth Control
•TDR •Planned Unit Development
(Transfer of DEvelopment Right) dll

Zoning Map
[dimana zoning text/
statement akan Zona dan Kode
diterapkan]
Blok

Ketentuan Kelembagaan, tugas, fungsi dan kewenangan pelaksanaan


Pelaksanaan aturan dasar dan teknik pengaturan zonasi
Mekanisme diskresi [aturan multiintretasi, belum diatur
dalam PZ, keberatan masyarakat.
TEKNIK PENGATURAN ZONASI
PERTIMBANGAN:
 Arah pengembangan kota/kawasan  Mis: Bonus/Insentive Zoning
 Perlindungan Kawasan  Mis: Pengendalian pertumbuhan, down zoning
 Kondisi kontekstual kawasan (resapan air, banjir, dll  Mis: Floodplain Zoning
 Keterbatan sumberdaya dalam mewujudkan rencana, persoalan sosial dan ekonomi
masyarakat  mis: Upzoning, Spot zoning
 Ada aturan lain yang mempunyai kekuatan hukum pada suatu kawasan  Overlay
zoning (Mis: Aturan Cagar Budaya, KKOP, Wisata, dll)
 Antisipasi perkembangan di masa mendatang  Mis: Contract zoning
 Pembiayaan pembangunan terkait penyediaan infrastruktur  Mis: negotiated
development, TDR, Fiscal zoning.
 Kekhususan Kawasan, KEK dll  mis: special Zoning dll.

PRASYARAT PENERAPAN:
 Tidak harus semua jenis Teknik Pengaturan Zonasi diterapkan.
 Penetapan kawasan yang dikenakan teknik pengaturan zonasi pada saat penetapan perda,
buka berdasarkan kebutuhan pasar.
 Tidak seluruh bagian kota/kabupaten diterapkan teknik pengaturan zonasi  yang artinya
seluruh bagian kota menjadi fleksibel.
4. MUATAN PERATURAN ZONASI KOTA BANDUNG [PASAL 293]

Zoning Map [Aturan Dasar dan Teknik Pengaturan Zonasi]

Aturan Dasar [Kegiatan, Zona dan Sub Zona; Kegiatan


Pemanfaatan Ruang, Intensitas, Tata Bangunan, Prasarana
Minimal, Standar Teknis, Ketentuan Khusus, dampak]

Teknik Pengaturan Zonasi [Bonus Zoning, TDR, KKOP,


Perda Cagar Budaya, Perda Pariwisata, Perda KBU dll]
CONTOH RENCANA POLA
RUANG YANG
DIHASILKAN OELH RDTR
• a – Alternative design density overlay zone
The alternative design density overlay allows increased residential density for
development that meets additional design compatibility requirements. See
Chapter 33.405.
• d – Design overlay zone
The design overlay zone is applied to areas where design and neighborhood
character are of special concern. See Chapter 33.420 and Design Review. 1
ZONING MAP/PETA ZONA
Zoning Map [Aturan Dasar dan Teknik Pengaturan Zonasi]

Aturan Dasar [Ketentuan ITBX, KDB, KLB, GSB, prasarana


minimum, standar dll]

Teknik Pengaturan Zonasi [Bonus Zoning, TDR, KKOP,


Perda Cagar Budaya, Perda Pariwisata, Perda KBU dll]
STRUKTUR MATERI PERATURAN
ZONASIKOTA BANDUNG

ATURAN DASAR
1. Klasifikasi Zona dan Sub Zona serta
5. Prasarana Minimal
kualitas ruang yang diharapkan (Pasal 294- Fasilitas Umum dan Sosial (Pasal 315(2))
(Pasal 315)
296)

Prasarana Parkir (Pasal 315 (3))


2. Kegiatan Pemanfaatan Ruang
Kegiatan Diperbolehkan (Pasal 297)
(Pasal 297-302)
Prasarana Minimal Lainnya
(Pasal 315 (4&5))
Kegiatan Diizikan Terbatas (Pasal 298)
6. Standar Teknis
(Pasal 316)
Kegiatan Diizinkan Bersyarat (Pasal 299)
7. Ketentuan Khusus
Kegiatan Diizinkan Terbatas dan Bersyarat Bandung Utara (Pasal 317 (2))
(Pasal 317)
(Pasal 300)
Zona RTH Kawasan Pelestarian Alam
Kegiatan Tidak Diizinkan (Pasal 301) (Pasal 317 (3))

Zona Perumahan (Pasal 317 (4))


3. Intensitas Pemanfaatan Ruang (KDB, KLB,
KTB, KD) (Pasal 303-304)

Zona Perdagangan dan Jasa (Pasal 317 (5))


4. Tata Bangunan
Lahan Perencanaan (Pasal 306)
(Pasal 305-308)
Zona Industri dan Pergudangan
(Pasal 317 (6))
Garis Sempadan Bangunan/GSB (Pasal 307)

Bangunan di Bawah Permukaan Tanah Zona Wisata Buatan (Pasal 317 (7))
(Pasal 307 (2))
Zona Eks-perkantoran/Pemerintahan (Pasal
Bangunan Layang(Pasal 307 (3)) 317 (8))

Kawasan Strategis Kota Berdasarkan


Tinggi Bangunan (Pasal 307 (5))
Kepentingan Ekonomi (Pasal 317 (9))

Bangunan diatas Permukaan Air, Sempadan


Zona Perdagangan dan Jasa di Kawasan
Sungai/Waduk/Situ dan Di Bawah Jalur
Perkatoran Gedung Sate (Pasal 317 (10))
Tegangan Tinggi (Pasal 307 (6& 7))

Kegiatan Pembangunan yang Dibiayai


Persyaratan Teknis Tata Bangunan 8. Dampak Pemerintah (Pasal 317 (11))
(Pasal 308) (Pasal 318)

TEKNIK PENGATURAN ZONASI


8. Teknik Pengaturan Zonasi (TPZ) Lokasi Penerapan, Prasayarat Pemberlakukan dan Jenis Bonus
Bonus (Pasal 310)
(Pasal 309-314)

Pengendalian Pertumbuhan (Pasal 311) Lokasi Penerapan, Ketentuan Pengendalian Pertumbuhan

Pertampalan (Pasal 312)

TDR (Pasal 313)


ATURAN DASAR
1. Klasifikasi Zona dan Sub Zona serta
5. Prasarana Minimal
kualitas ruang yang diharapkan (Pasal 294- Fasilitas Umum dan Sosial (Pasal 315(2))
(Pasal 315)
296)

Prasarana Parkir (Pasal 315 (3))


2. Kegiatan Pemanfaatan Ruang
Kegiatan Diperbolehkan (Pasal 297)
(Pasal 297-302)
Prasarana Minimal Lainnya
(Pasal 315 (4&5))
Kegiatan Diizikan Terbatas (Pasal 298)
6. Standar Teknis
(Pasal 316)
Kegiatan Diizinkan Bersyarat (Pasal 299)
7. Ketentuan Khusus
Kegiatan Diizinkan Terbatas dan Bersyarat Bandung Utara (Pasal 317 (2))
(Pasal 317)
(Pasal 300)
Zona RTH Kawasan Pelestarian Alam
Kegiatan Tidak Diizinkan (Pasal 301) (Pasal 317 (3))

Zona Perumahan (Pasal 317 (4))


3. Intensitas Pemanfaatan Ruang (KDB, KLB,
KTB, KD) (Pasal 303-304)

Zona Perdagangan dan Jasa (Pasal 317 (5))


4. Tata Bangunan
Lahan Perencanaan (Pasal 306)
(Pasal 305-308)
Zona Industri dan Pergudangan
(Pasal 317 (6))
Garis Sempadan Bangunan/GSB (Pasal 307)

Bangunan di Bawah Permukaan Tanah Zona Wisata Buatan (Pasal 317 (7))
(Pasal 307 (2))
Zona Eks-perkantoran/Pemerintahan (Pasal
Bangunan Layang(Pasal 307 (3)) 317 (8))

Kawasan Strategis Kota Berdasarkan


Tinggi Bangunan (Pasal 307 (5))
Kepentingan Ekonomi (Pasal 317 (9))

Bangunan diatas Permukaan Air, Sempadan


Zona Perdagangan dan Jasa di Kawasan
Sungai/Waduk/Situ dan Di Bawah Jalur
Perkatoran Gedung Sate (Pasal 317 (10))
Tegangan Tinggi (Pasal 307 (6& 7))

Kegiatan Pembangunan yang Dibiayai


Persyaratan Teknis Tata Bangunan 8. Dampak Pemerintah (Pasal 317 (11))
(Pasal 308) (Pasal 318)
TEKNIK PENGATURAN ZONASI
8. Teknik Pengaturan Zonasi (TPZ) Lokasi Penerapan, Prasayarat Pemberlakukan dan Jenis Bonus
Bonus (Pasal 310)
(Pasal 309-314)

Pengendalian Pertumbuhan (Pasal 311) Lokasi Penerapan, Ketentuan Pengendalian Pertumbuhan

Pertampalan (Pasal 312)

TDR (Pasal 313)


A. ZONA, DEFINISI DAN KUALITAS RUANG
Dst...
KETENTUAN PEMANFAATAN RUANG DALAM RDTR DAN
PERATURAN ZONASI

Dalam ketentuan pemanfaatan ruang yang mengatur kegiatan dalam suatu zona
memungkinkan kegiatan dilarang (X), terbatas (T), bersyarat (B) maupun diizinkan (I)
B. KETENTUAN PEMANFAATAN RUANG [I] KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN (Pasal 297)
 Kegiatan diperbolehkan di seluruh zona kecuali zona lindung untuk:
 Rumah susun untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR),
Ketentuan Kegiatan dalam Zona (Pasal kegiatan pelayanan umum dan pemerintahan yang dilaksanakan oleh
pemerintah; dan/atau
294):  prasarana umum dan sosial yang dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik
 kegiatan diperbolehkan dengan Negara/Daerah; dan/atau
 Prasarana regional dalam satu jaringan dalam rangka pelayanan
kode I; umum.
 Kegiatan RTH diperbolehkan di seluruh zona untuk pencapaian target luasan
 kegiatan diizinkan terbatas dengan RTH publik 20%.
kode T;
 kegiatan diizinkan bersyarat dengan [T] KEGIATAN TERBATAS (Pasal 298)
 Penggunaan-penggunaan temporer diizinkan pada setiap zona/subzona
kode B; untuk jangka waktu yang terbatas dengan izin kegiatan/penggunaan
 kegiatan diizinkan terbatas dan lahan sementara yang diatur lebih lanjut melalui Keputusan Walikota.
 Pemanfaatan ruang pada peruntukan tanah Perumahan, dapat
bersyarat dengan kode TB; dan diperkenankan untuk kegiatan/penggunaan lahan non Perumahan
 kegiatan tidak diizinkan dengan dengan luas maksimal 20% (dua puluh persen) dari luas bangunan yang
dimohon.
kode X.  Pemanfaatan ruang untuk non Perumahan shanya diperkenankan untuk
kegiatan/penggunaan lahan yang merupakan kebutuhan lingkungan
setempat, seperti: praktek dokter/bidan, salon kecantikan, warung,
usaha jahit perorangan, usaha keterampilan, usaha yang berkaitan
dengan teknologi komputer dan telekomunikasi, kursus privat, rumah
makan/cafe/kantin, photocopy dan ATK, dan usaha kebutuhan rumah
tangga.
 Ketentuan Terbatas akan diatur lebih lanjut dengan PERATURAN
WALIKOTA

[T, B] KEGIATAN YANG TERBATAS SEKALIGUS BERSYARAT

[X] KEGIATAN YANG DILARANG


Tidak Diizinkan (X)

Tidak
Tidak Tidak
Tidak

2)
2) Kebutuhan
Kebutuhan Informasi:
Informasi:
Apakah kegiatan Ya
Ya Apakah kegiatan
KUALITAS
KUALITAS LOKAL
LOKAL
Jenis Kegiatan kompatibel dengan sesuai dengan kualitas
MINIMUM
MINIMUM ZONA
ZONA YANG
YANG
karakter zona/subzona? (lokal) minimum?
DITETAPKAN
DITETAPKAN

Ya
Ya
1)
1) Kebutuhan
Kebutuhan Informasi:
Informasi:
KODE
KODE dan
dan DEFINISI
DEFINISI ZONA
ZONA

Adakah dampak Tidak


Tidak ada
ada
3)
3) Kebutuhan
Kebutuhan Informasi:
Informasi: kegiatan yang menyebabkan
DAMPAK
DAMPAK KEGIATAN
KEGIATAN PADA
PADA Diizinkan (I)
berkurangnya kinerja zona/
SUATU
SUATU ZONA
ZONA kualitas lokal minimum?

Ada
Ada

Apakah dampak
Apakah dampak terkait/ Tidak terkait persyaratan/dampak Tidak
Tidak
Tidak
disebabkan oleh jumlah lingkungan (berkurangnya
kegiatan, waktu operasi, luasan/ kinerja infrastruktur, utilitas,
intensitas dan sejenisnya? keselamatan), keterbatasan
ruang?

kajian/penelitian
Perlu kajian/penelitian
Catatan: Ya
Ya

lanjut
lebih lanjut
Perlu
Dalam PZ tidak cukup

lebih
Tidak
Tidak
hanya menyebut T Ya
Ya
Dampat dapat diantisipasti
dengan ketentuan Bersyarat?

dan/atau B  harus ada


kejelasan T dan/atau B Diizinkan dengan

nya apa. Syarat (B)

Apakah dampak
terkait persyaratan/dampak Tidak
Tidak Tidak
Tidak
lingkungan (berkurangnya Dampat dapat diantisipasti

Peraturan Zonasi harus kinerja infrastruktur, utilitas,


keselamatan), keterbatasan
ruang?
dengan ketentuan Terbatas?

memuat Ya

 Kode Zona
Ya Ya
Ya
Diizinkan dengan
Terbatas (T)

 Definisi Zona/Sub Dampat dapat diantisipasti Tidak


Tidak
dengan ketentuan Terbatas dan
Zona sekaligus Terbatas?

 Kualitas lokal
Ya
Ya
minimum Diizinkan dengan
Terbatas sekaligus
Bersyarat (BT)
Perbesaran dari slide sebelumnya (1)

Tidak Diizinkan (X)

Tidak
Tidak Tidak
Tidak

2)
2) Kebutuhan
Kebutuhan Informasi:
Informasi:
Apakah kegiatan Ya
Ya Apakah kegiatan
KUALITAS
KUALITAS LOKAL
LOKAL
Jenis Kegiatan kompatibel dengan sesuai dengan kualitas
MINIMUM
MINIMUM ZONA
ZONA YANG
YANG
karakter zona/subzona? (lokal) minimum?
DITETAPKAN
DITETAPKAN

Ya
Ya
1)
1) Kebutuhan
Kebutuhan Informasi:
Informasi:
KODE
KODE dan
dan DEFINISI
DEFINISI ZONA
ZONA

Adakah dampak Tidak


Tidak ada
ada
3)
3) Kebutuhan
Kebutuhan Informasi:
Informasi: kegiatan yang menyebabkan
DAMPAK
DAMPAK KEGIATAN
KEGIATAN PADA
PADA Diizinkan (I)
berkurangnya kinerja zona/
SUATU
SUATU ZONA
ZONA kualitas lokal minimum?
Ada
Ada

Perbesaran dari slide sebelumnya (2) Apakah dampak terkait/ Tidak


Tidak
Apakah dampak
terkait persyaratan/dampak Tidak
Tidak
disebabkan oleh jumlah lingkungan (berkurangnya
kegiatan, waktu operasi, luasan/ kinerja infrastruktur, utilitas,
intensitas dan sejenisnya? keselamatan), keterbatasan
ruang?

kajian/penelitian
Perlu kajian/penelitian
Ya
Ya

lanjut
lebih lanjut
Perlu
lebih
Tidak
Tidak
Dampat dapat diantisipasti
Ya
Ya dengan ketentuan Bersyarat?

Diizinkan dengan
Syarat (B)

Apakah dampak
terkait persyaratan/dampak Tidak
Tidak Tidak
Tidak
lingkungan (berkurangnya Dampat dapat diantisipasti
kinerja infrastruktur, utilitas, dengan ketentuan Terbatas?
keselamatan), keterbatasan
ruang?

Ya
Ya
Ya
Ya
Diizinkan dengan
Terbatas (T)

Dampat dapat diantisipasti Tidak


Tidak
dengan ketentuan Terbatas dan
sekaligus Terbatas?

Ya
Ya Diizinkan dengan
Terbatas sekaligus
Bersyarat (BT)
C. INTENSITAS DAN TATA BANGUNAN
E. KETENTUAN KHUSUS
KEGIATAN VS ZONA
 Fokus pada apakah suatu kegiatan perlu diatur /dikendalikan atau tidak.
 Dampak kegiatan dalam suatu zona
 Skala pelayanan.

Setidaknya sama dengan klasifikasi


Guna Lahan di RTRW (jika sudah
operasional), atau lebih detail
dibandingkan klasifikasi Guna Lahan di
RTRW Kota/Kabupaten
Seberapa besar Sedikit Tetapkan KEGIATAN DALAM ZONA/POLA
KEGIATAN vs POLA Kegiatan/zona/pola ruang
RTRW RUANG dan tambahkan KETENTUAN
RUANG/ZONA perlu diatur/dikendalikan
KHUSUS kegiatan tersebut dalam zona asal
secara khusus?

Besar

Tetapkan sebagai Pola Ruang/


Zona tersendiri/baru dalam RDTR Perhatikan dan pertimbangkan apakah kegiatan
atau Guna Lahan tersebut menjadi fasilitas
penunjang dari guna lahan tertentu atau bukan?
Kajian Berbagai
Ada kemungkinan LU menjadi kegiatan jika
Aspek Aturan Dasar
Perencanaan zona/LU yang tetapkan sebagai zona pada hirarki
dalam PZ yang kecil.
Ketentuan Teknis
Kualitas Lokal
Pemanfaatan Ruang
Minimum
(Intensitas, tata Bangunan)

Dapat
diterapkan secara Tidak
KETENTUAN KHUSUS
langsung, berdasarkan
kondisi setampat?
Kondisi
Setempat
Ya

Dilaksanakan
PENERAPAN TPZ DI KOTA BANDUNG
- TDR
- Bonus Zoning
- Pengendalian Pertumbuhan
- Pengendalian Pemanfaatan
[Lihat Pasal 309-314)
5. KETENTUAN YANG DIAMANATKAN LEBIH LANJUT

ATURAN LEBIH LANJUT DALAM PERATURAN WALIKOTA

1. Jalur pengumpan (feeder line) (Pasal 29; pasal 66; 101;135;171;207; 275)
2. Jalur lebih spesifik dan rinci yang menghubungkan antar jalur kereta ringan dan kereta gantung diatur dan ditetapkan
dalam Peraturan Walikota dan atau Keputusan Walikota. (Pasal 29; 66;101; 135;171;207)
3. rencana pengembangan jaringan air limbah akan diatur oleh peraturan walikota dengan melibatkan SKPD terkait (Pasal 37
(1))
4. Rencana prasarana dan sarana Jaringan Pergerakan dilaksanakan oleh SKPD dan/atau instansi terkait berdasarkan rencana
induk transportasi/ pergerakan dan/atau instansi bersangkutan yang diatur dalam Peraturan Walikota (Pasal 63 (2);
98;132;168;202;237; 272;275)
5. Perwujudan prioritas penanganan Kawasan Teknopolis sebagaimana diatur melalui Panduan Rancang Kota yang ditetapkan
oleh Peraturan Walikota (pasal 291)
6. Pengaturan mengenai bangunan di bawah permukaan tanah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Walikota (Pasal 307 (2))
7. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata bangunan diatur dengan Peraturan Walikota. (Pasal 307 (8))
8. Kompensasi terhadap pelampauan nilai Koefisien Lantai Bangunan (KLB) diatur melalui Peraturan Walikota. (Pasal 310 (4))
9. prosedur dan mekanisme pelaksanaan TPZ pengalihan hak membangun atau TDR diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Walikota. (Pasal 313 (2))
10. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian insentif dan disinsentif diatur dengan Peraturan Walikota (Pasal 324)
11. Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin dan tata cara penggantian yang layak (Pasal 325 (10)
12. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif (Pasal 346 (3))
13. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan biaya paksa penegakan hukum (Pasal 347 (3))
DITETAPKAN OLEH WALIKOTA

1. Sistem jaringan jalan secara lebih rinci termasuk jaringan jalan lokal dan lingkungan akan
dituangkan dalam peta garisan rencana kota skala 1 : 1.000 yang ditetapkan oleh Walikota. (Pasal 27
(3); 65 (4); 100 (4); 134 (6); 169 (4); 205 (4); 238 (4); 273 (4))
2. Untuk mendapatkan izin kegiatan yang diperolehkan, harus memenuhi persyaratan teknis dan
administrasi yang ditetapkan oleh Walikota (Pasal 297 (2))
3. Ketentuan kegiatan terbatas ditetapkan lebih lanjut oleh Walokota berdasarkan penelitian lapangan
oleh dinas yang berwenang (Pasal 298 (7)).
4. Kegiatan yang diizinkan bersyarat, kegiatan yang dilakukan berdasarkan persyaratan umum dan
persyaratan khusus yang ditetapkan oleh Walikota dan peraturan perundang-undangan (Pasal 299
(1))
5. Kegiatan diizinkan terbatas dan bersyarat, kegiatan yang berada pada zona dan/atau sub zona yang
dibatasi berdasarkan pembatasan pengoperasian, jumlah pemanfaatan, luas lantai dan luas kapling
serta persyaratan umum dan persyaratan khusus yang ditetapkan oleh Walikota maupun peraturan
perundang-undangan (Pasal 300 (1))
6. Teknik pengaturan zonasi (TPZ), ditetapkan oleh Walikota setelah mendapatkan pertimbangan dari
BKPRD dengan tujuan memberikan fleksibilitas atau pengaturan yang lebih ketat penerapan PZ pada
sub zona (Pasal 309 (1))
7. Persyaratan khusus dan pengenaan biaya dampak pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat
(7) ditetapkan oleh walikota (Pasal 311 (8))
6. CARA MENGGUNAKAN PERATURAN ZONASI
Tidak Diizinkan
Permohonan izin
[Evaluasi kondisi tidak
lapangan] tidak

Pengecekan tidak Sesuai tidak


Cek Peruntukan/ Apakah kegiatan yang
lokasi/alamat Apakah dikenakan dengan ketentuan teknis Diatur dalam
Zona pada zoning dimohonkan izin [kasus] sesuai
permohonan izin Teknik Pengaturan Zonasi [Intensitas, tata bangunan ketentuan khusus?
map dengan Peraturan zonani? ya
[kasus] dll]

ya
ya

Memenuhi ketentuan
tata bangunan, prasarana
Apakah memenuhi minimum dan standar?
ketentuan teknis [Intensitas, tata tidak
bangunan dll] dan Ketentuan
Teknik Pengaturan Zonasi
ya

Proses evaluasi dan


penilaian untuk menilai
kelayakan penerapan
teknik PZ

ya
Diperkenankan
Memenuhi
penerapan teknik Diizinkan
kriteria?
Pengaturan Zonasi

tidak

Diizinkan, Namun
ketentuan penerapan teknik
Pengaturan Zonasi
tidak diberlakukan
7. CATATAN
PERATURAN ZONASI
merupakan perangkat
pengendalian
pembangunan yang
berada di dalam
regulatory system (yang
merupakan kebalikan dari
discretionary system)

Diskresi dalam Regulatory


System terbatas pada:
 Aturan (zoning teks) dan
zoning map (misalnya
batas antar zona)
menimbulkan multi
interpretasi.
 Ada substansi yang
belum diatur dalam PZ,
fakta menunjukkan
kegiatan sudah mulai
muncul.
 Dalam hal jenis kegiatan tidak termuat dalam Tabel-VI pada Lampiran VI sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Walikota menetapkan jenis kegiatan dimaksud setelah
mendapatkan pertimbangan dari BKPRD dan/atau Tim Ahli Bangunan Gedung melalui
mekanisme yang berlaku.
 Penggunaan basemen atau ruang bawah tanah yang berada di bawah prasarana umum
dan RTH harus mendapatkan persetujuan Walikota setelah mendapat pertimbangan
dari BKPRD dan Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG). Pasal 304.
 basemen dan penghubung antar basemen yang berada di bawah prasarana umum
dan/atau RTH harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Walikota setelah
mendapat pertimbangan BKPRD dan/atau Tim ahli bangunan dan gedung (TABG); Pasal
307
 Penyesuaian intensitas dan tata massa bangunan dengan tema pengembangan tapak
memungkinkan sepanjang untuk mendukung perwujudan pusat pengembangan kota,
dapat meminimalisir dampak dan mendapat persetujuan Tim Ahli Bangunan Gedung
(TABG).Pasal 317
 Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dibantu oleh Tim Ahli Bangunan Gedung dan Tim Ahli Cagar Budaya. Pasal 327
 Dalam hal jenis kegiatan tidak termuat dalam Tabel-VI pada Lampiran VI sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Walikota menetapkan jenis kegiatan dimaksud setelah
mendapatkan pertimbangan dari BKPRD dan/atau Tim Ahli Bangunan Gedung melalui
mekanisme yang berlaku. Pasal 302
TERIMA KASIH
25 Agustus 2016

Petrus Natalivan, ST., MT., Dr.

Kelompok Keahlian Perencanaan dan Perancangan Kota


Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan
Institut Teknologi Bandung
E-mail: natalivan@sappk.itb.ac.id

Anda mungkin juga menyukai