Anda di halaman 1dari 18

Gatal Akibat Skabies

Raras Aftri Wigati 102010092

Tria Usma Putra 102013093

Marta Simanjuntak 102013266

M Ibnu Sinna Faiz 102013471

Livia Brenda Patty 102014050

Maya Saputri 102014152

Merry Chahya Puteri 102014200

Nur Hidayah binti Zulkefli 102014231

Kelompok C4

Mahasiswa/(i) Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jln. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat 11510

Abstrak :

Skabies adalah penyakit menular yang disebabkan oleh sarcoptes scabiei varian homonis,
yang penularannya terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Skabies ditularkan oleh
kutu betina yang telah dibuahi, melalui kontak fisik yang erat. Penyakit skabies merupakan
penyakit endemi pada masyarakat. Pemyakit ini dapat mengenai semua ras dan golongan
seluruh dunia. Insidensnya pria dan wanita sama. Diagnosis skabies dapat ditegakkan dengan
berbagai manifestasi klinik : Ada terowongan yang sedikit meninggi, berbentuk garis lurus
atau berkelok-kelok, tempat predileksi yang khas adalah sela jari, pergelangan tangan bagian
volar, siku, lipat ketiak bagian depan, areola mammae, sekitar umbilicus, abdomen bagian
bawah, genitalia eksterna pria, Penyembuhan cepat setelah pemberian obat anti skabies
topical yang efektif, adanya gatal hebat pada malam hari. Prognosi dari penyakit skabies
dengan memperhatikan cara pemakaian obat serta menghilangkan faktor predeposisi,
penyakit ini dapat diberantas dan dapat membero prognosis yang baik.

Kata Kunci : skabies, sarcoptes scabiei.

1
Abstract :

Scabies is a contagious disease caused by Sarcoptes scabiei homonis variant, the


transmission occurs directly or indirectly. Scabies is transmitted by the female mite that has
been fertilized, through close physical contact. Scabies disease is an endemic disease in the
community. This Pemyakit may affect all races and classes all over the world. The incidence
of men and women alike. Diagnosis of scabies can be established with various clinical
manifestations: There is a tunnel that is slightly elevated, curvilinear or winding, a
predilection for typical is between the fingers, wrists part volar, elbows, folding underarm
front, areola breast, around the umbilicus, abdomen bottom, male external genitalia, faster
healing after administration of effective topical anti-scabies, their intense itching at night.
Prognosi of scabies disease by observing how the use of drugs as well as eliminating
predeposisi factors, the disease can be eradicated and can give a good prognosis.

Keywords: scabies, Sarcoptes scabiei.

Pembahasan

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik yang kita perlu lihat adalah tempat predileksi skabies. Umumnya
pada sela jari dan kaki hingga telapaknya. Gambaran timbul sebagai akibat sensitasi terhadap
sekret tungau yaitu menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, dan urtika.
Keluhan gatal sering menyebabkan pasien menggaruk daerah tersebut sehingga
dapat timbul lesi sekunder seperti erosi dan ekskoriasi. Bila telah mengering biasanya terlihat
sebagai krusta. Selain itu perhatikan apakah timbul infeksi sekunder seperti folikulitis,
furunkulosis dan pustula. Seringkali infeksi sekunder ini dapat mempersulit
diagnosis. Infeksi sekunder ini dapat dipergunakan sebagai diagnosis banding dari
penyakit ini. Pada orang yang imunocompromised dapat timbul bentuk skabies norwegia
yang lesinya lebih parah. Umumnya krusta akan lebih jelas dan luas terlihat.1

Bila diperhatikan secara seksama dengan menggunakan kaca pembesar maka akan
terlihat adanya gambaran seperti terowongan di bawah permukaan kulit penderita
skabies.1

Pemeriksaan Penunjang

2
Pembantu diagnosis yang paling baik adalah menemukan Sarcoptes scabei yang
menyebabkan terjadinya penyakit skabies. Sebelum menemukan tungau penyebab
penyakit ini, maka harus ditemukan terowongan tempat tungau ini berjalan
dalam stratum korneum. Cara mengetahui adanya terowongan adalah dengan melakukan tes
tinta terowongan.2

Tes tinta terowongan dilakukan dengan menggosok tinta pada papul yang timbul pada kulit
kemudian didiamkan setelah 30 menit. Setelah itu tinta yang ada pada permukaan kulit
dihapus dengan kapas alkohol. Apabila terlihat gambaran zig-zag pada permukaan kulit,
berarti tinta masuk ke daerah yang kosong pada lapisan kulit dibawahnya. Hal ini
menunjukan kemungkinan adanya terowongan yang dibuat oleh tungau penyebab
skabies.1

Bila tes tinta terowongan ini positif, maka untuk lebih memastikan diagnosis adalah dengan
ditemukannya Sarcoptes scabiei. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menemukan
tungau ini, yaitu:1

1. Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung yang terlihat papul atau vesikel
dicongkel dengan jarum dan diletakkan di atas kaca objek kemudian ditutup dan
dilihat dibawah mikroskop cahaya.
2. Menyikat dengan sikat dan ditampung pada selembar kertas putih kemudian dilihat
pada kaca pembesar.
3. Dengan membuat biopsi irisan. Caranya dengan menjepit lesi dengan 2 jari kemudian
dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan mikroskop cahaya.
4. Dengan biopsi eksisi kemudian diperiksa dengan pewarnaan H.E.

Bila diperiksa dengan mikroskop cahaya akan didapatkan gambaran tungau penyebab

skabies.

Working Diagnosis

Skabies

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun
terjadi epidemi skabies. Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara
lain: sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual yang

3
sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik serta ekologik.
Penyakit ini dapat dimasukkan dalam penyakit akibat hubungan Seksual.3

Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite) Sarcoptes scabei, yang
termasuk dalam kelas Arachnida. Tungau ini berukuran sangat kecil dan hanya bisa dilihat
dengan mikroskop atau bersifat mikroskopis. Penyakit Scabies sering disebut kutu badan.
Penyakit ini juga mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia dan
sebaliknya. Scabies mudah menyebar baik secara langsung melalui sentuhan langsung
dengan penderita maupun secara tak langsung melalui baju, seprai, handuk, bantal, air, atau
sisir yang pernah digunakan penderita dan belum dibersihkandan masih terdapat tungau
Sarcoptesnya.3

Scabies menyebabkan rasa gatal pada bagian kulit seperti sela-sela jari, siku, selangkangan.
Scabies identik dengan penyakit anak pondok. penyebabnya adalah kondisi kebersihan yang
kurang terjaga, sanitasi yang buruk, kurang gizi, dan kondisi ruangan terlalu lembab dan
kurang mendapat sinar matahari secara langsung. Penyakit kulit scabies menular dengan
cepat pada suatu komunitas yang tinggal bersama sehingga dalam pengobatannya harus
dilakukan secara serentak dan menyeluruh pada semua orang dan lingkungan pada komunitas
yang terserang scabies, karena apabila dilakukan pengobatan secara individual maka akan
mudah tertular kembali penyakit scabies.3

Differential Diagnosis

Dermatitis Kontak Iritan

Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan non imunologik pada kulit
yang disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen maupun endogen. Faktor eksogen
berupa bahan-bahan iritan (kimiawi, fisik,maupun biologik) dan faktor endogen memegang
peranan penting pada penyakit ini.3

Bahan-bahan yang mengiritasi seperti bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali,
dan serbuk kayu. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah lama kontak, kekerapan (frekuensi),
adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeable, serta faktor gesekan dan trauma. Suhu dan
kelembaban juga dapat berperan.3

Bahan iritan dapat merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan
tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit. Kerusakan membran dapat menyebabkan

4
dihasilkannya prostaglandin dan leukotrien yang menginduksi vasodilatasi dan meningkatkan
permeabilitas vaskular. Akibatnya terjadi transudasi komplemen dan kinin. Selain itu, PG dan
LT tersebut akan menyebabkan sel-sel peradangan, berupa limfosit dan neutrofil datang.
Selain itu, terjadi aktivasi sel mast melepaskan histamin.3

Individu-individu yang rentan mengalami dermatitis kontak iritan adalah:3

 Ketebalan kulit relatif kurang


 Anak-anak berusia kurang dari 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi.
 Wanita lebih sering terkena dibanding pria.
 Kulit putih
 Ada penyakit kulit yang sedang atau pernah dialami

Gejala peradangan klasik yang dapat muncul pada dermatitis ini adalah eritema, edema,
panas, nyeri, terutama jika iritan kuat. Jika iritan lemah, kelainan pada kulit dapat terjadi pada
kontak berulang. Awalnya terjadi kerusakan stratum korneum karena delipidasi yang
menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya. Akibatnya terjadi kerusakan sel di
bawahnya oleh iritan tersebut.3

DKI Akut

DKI akut disebabkan oleh iritan yang kuat seperti larutan asam sulfat, dan asam hidroklorida,
atau basa kuat seperti natrium hidroksidan dan kalium hidroksida. Reaksi segera timbul
setelah kontak. Konsentrasi dan lamanya kontak dapat menentukan kerusakan yang terjadi.
Umumnya lesi terbatas pada area kontak dengan gambaran eritema edema, bula, dapat pula
nekrosis. Pinggir lesi berbatas tegas dan umumnya asimetris.3

DKI Akut Lambat

DKI ini kurang lebih memiliki gejala klinis yang sama seperti DKI akut. Hanya saja, lesi
dapat muncul setelah 8-24 jam atau lebih setelah kontak. Bahan iritan yang dapat
menyebabkan ini antara lain podofilin, antralin, tretinoin, etilen oksida, benzalkonium
klorida, asam hidrofluorat. Dermatitis akibat bulu serangga yang terbang pada malam hari
juga termasuk dalam jenis ini (dermatitis venenata), Awalnya lesi dapat eritema, kemudian
berlanjut menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.3

5
DKI Kumulatif

DKI ini kadangkala disebut juga sebagai dermatitis kontak iritan kronis. Kondisi ini terjadi
karena adanya kontak berulang dengan iritan lemah (kumulatif) seperti:3

Fisik: gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin,

Bahan kimia: deterjen, sabun, pelarut, tanah bahkan air.

Beberapa bahan dapat tidak cukup kuat jika hanya ada sendiri, tetapi dapat makin kuat untuk
bisa sampai menimbulkan dermatitis apabila digabung dengan faktor lain. Kelainan dapat
muncul setelah kotak berminggu-minggu atau bulan, bahkan bertahun-tahun. Oleh karena itu,
waktu dan rentetan kontak merupakan faktor penting.3

Gejala klasik dapat berupa kulit kering, berskuama, eritema. Lama kelamaan dapat terjadi
penebalan kulit (hiperkeratosis), dan likenifikasi, difus. Kontak yang terus menerus dapat
menyebabkan kulit retak (fisura) seperti pada kulit tumit tukang cuci yang mengalami kontak
terus menerus dengan deterjen. Daerah yang retak tersebut biasanya terasa gatal atau nyeri.
Mereka yang beresiko tinggi terkena DKI kumulatif adalah tukang cuci, kuli bangunan,
montir di bengkel, juru masak, tukang kebun, dan penata rambut.3

DKI Traumatik

Kelainan kulit berkembang lambat setelah trauma panas atau laserasi. Gejalanya mirip
dematitis numularis, penyembuhan lambat, dapat mencapai 6 minggu. Umumnya terjadi di
tangan.3

DKI Noneritematosa

DKI noneritematosa merupakan bentuk subklinis dari DKI. Fungsi sawar stratum korneum
sudah mengalami perubahan. Namun, gejala dan tanda klinis belum nampak.3

DKI Subjektif

Pada kondisi ini, lesi tidak nampak. Namun, sensasi nyeri setelah kontak dengan bahan kimia
seperti asam laktat dirasakan oleh pasien. Dapat dikatakan, DKI ini bersifat subjektif karena
berdasarkan pada keluhan subjektif pasien.3

6
Pengobatan terpenting pada DKI adalah menghindari  pajanan bahan iritan serta faktor faktor
yang memperberat. Hal ini terutama dengan menggunakan alat pelindung diri yang adekuat.
Jika diperlukan, dapat diberikan kortikosteroid topikal seperti hidrokortison.3

Prognosis tergantung pada kemampuan dalam menyingkirkan faktor pencetus dermatitis ini.
Jika tidak berhasil disingkirkan, tentu saja prognosisnya tidak akan baik.3

Pemeriksaan Fisik

Menurut Rietschel dan Flowler, kriteria dignosis primer untuk DKI sebagai berikut:4

 Makula eritema, hiperkeratosis, atau fisura predominan setelah terbentuk vesikel.


 Tampakan kulit berlapis, kering, atau melepuh.
 Bentuk sirkumskrip tajam pada kulit.
 Rasa tebal di kulit yang terkena pajanan.

Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada pemeriksaan spesifik untuk mediagnosis dermatitis kontak iritan. Ruam kulit
biasanya sembuh setelah bahan iritan dihilangkan. Terdapat beberapa tes yang dapat
memberikan indikasi dari substansi yang berpotensimenyebabkan DKI. Tidak ada spesifik tes
yang dapat memperlihatkan efek yang didapatkan dari setiap pasien jika terkena dengan
bahan iritan. Dermatitiskontak iritan dalam beberapa kasus, biasanya merupakan hasil dari
efek  berbagai iritans.4

1 Patch Test
Patch test digunakan untuk menientukan substansi yang menyebabkankontak dermatitis
dan digunakan untuk mendiagnosis DKA. Konsentrasi yang digunakan harus tepat. Jika
terlalu sedikit, dapat memberikan hasilnegatif palsu oleh karena tidak adanya reaksi.
Dan jika terlalu tinggi dapatterinterpretasi sebagai alergi (positif palsu). Patch tes
dilepas setelah 48 jam, hasilnya dilihat dan reaksi positif dicatat. Untuk pemeriksaan
lebihlanjut, dan kemabali dilakukan pemeriksaan pada 48 jam berikutnya.
Jikahasilnya didapatkan ruam kulit yang membaik, maka dapat di diagnosis sebagai
DKI. Pemeriksaan patch tes digunakan untuk pasien kronis,dengan dermatitis kontak
yang rekure.
2 Kultur Bakteri

7
Kultur bakteri dapat dilakukan pada kasus-kasus komplikasi infeksisekunder bakteri.
3 Pemeriksaan KOH
Dapat dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui adanya mikology padainfeksi jamur
superficial infeksi candida, pemeriksaan ini tergantungtempat dan morfologi dari lesi.
4 Pemeriksaan IgE
Peningkatan imunoglobulin E dapat menyokong adanya diathetis atopicatau riwayat
atopi.

Tinea Manus

Tinea manus adalah dermatofitosis pada tangan yang sering terjadi unilateral pada tangan
yang dominan digunakan dan sering berhubungan dengan Tinea pedis. Tinea manus biasanya
asimptomatis, dengan perjalanan penyakit dalam hitungan bulan sampai tahun. Pada
kebanyakan kasus tinea manus lebih sering terjadi unilateral dan terjadi pada usia dewasa.
Etiologi tersering dari tinea manus adalah T. rubrum.5
Tinea manus adalah infeksi jamur yang mengenai daerah sela jari – jari tangan, telapak
tangan, dan punggung tangan. Penyakit ini sering menyerang orang yang bekerja di tempat
basah seperti tukang cuci, pekerja di sawah, atau orang – orang yang setiap hari harus
memakai sepatu yang tertutup seperti anggota militer. Keluhan subjektif bervariasi mulai dari
tanpa keluhan sampai dengan rasa gatal yang hebat dan rasa nyeri bila ada infeksi sekunder.2
Predileksi tinea manus ini terutama di daerah kulit telapak tanga, punggung tangan, jari – jari
tangan, serta daerah interdigital.6

Pemeriksaan fisik
Dilihat dimana terjadinya infeksi dan jenis lesinya. Lesi tergantung dari jenis tinea. Secara
umum lesi sering ditemukan di jari IV dan V berbentuk fisura yang nyeri bila disentuh serta
gambaran warna keputihan yang tampak basah. Pada tahap awal lesi ditemukan di sela jari
yang kemudian meluas ke punggung tangan dan telapak tangan. Lesi berbentuk vesikel
sampai bula yang berisi cairan jernih. Gambaran kolerit bisa terjadi akibat pecahnya vesikel
atau bula yang berisi cairan.7

Pemeriksaan laboratorium

8
Pemeriksaan mikroskopis adalah pemeriksaan utama dalam kasus tinea. Material yang
diperiksa diambil dari area lesi yang aktif yang diletakkan pada gelas objek yang diberi
KOH10% lalu diperiksa dibawah mikroskop. Hasil pemeriksaan positif bila pada gambaran
dibawah mikroskop terlihat hifa atau spora yang menandakan infeksi jamur aktif dan
pseudohifa atau yeast.7

Pemeriksaan Kultur
Pemeriksaan kultur memiliki beberapa hambatan berupa biaya yang mahal serta waktu yang
lama sehingga tidak secara rutin dilakukan. Namun pemeriksaan kultur dibutuhkan ketika
terapi oral jangka panjang diberikan dan bila diagnosis meragukan. Kultur sediaan yang biasa
dilakukan pada media Sabourod’s Dextrose Agar (SDA).7
Pemeriksaan lampu wood tidak disarankan karena pada kebanyakan dermatofit tidak
menghasilkan fluorosensi. Pemeriksaan lampu wood dimaksudkan untuk membedakan antara
eritem yang disebabkan bakteri Corynebacterium minuttisium yang difluorosensikan sebagai
coral-red dengan tinea yang tidak memiliki fluorosensi.7

Etiologi

Penyebab skabies adalah Sarcoptes scabiei varietas homonis. Kutu ini bukanlah
serangga dari golongan insekta melainkan tungau dari Familia Sarcoptidae yang
memiliki empat pasang kaki (bukan tiga pasang seperti pada golongan insekta) sehingga lebih
dekat dengan keluarga sengkenit. Kutu ini ditularkan dengan hubungan kontak langsung
pada kulit termasuk ketika berhubungan seks.8

Yang menimbulkan skabies pada manusia adalah jenis yang betina. Hal ini dikarenakan yang
jantan mati setelah kopulasi. Bentuk parasit skabies bulat 0,3-0,4 mm dengan 4 pasang kaki,
2 pasang terletak di depan dan 2 pasang kaki lainnya di belakang.8
Segera setelah kopulasi, betina akan menggali lubang ke stratum korneum membentuk
terowongan yang berkelok-kelok dan terlihat keabu-abuan. Terowongan ini digunakan
sebagai tempat tinggal dan bertelur oleh spesies yang betina. 2-3 butir telur dihasilkan dalam
satu hari. Untuk nutrisinya, betina akan memakan cairan sel yang ada disekitarnya sambil
terus membangun terowongan untuk meletakkan telur.8

9
Telur menetas 3-4 hari kemudian menjadi larva yang berkaki tiga. Larva kemudian akan
membutuhkan waktu 3 hari untuk menjadi nimfa dan 3 hari kemudian menjadi bentuk
dewasa. Total siklus ini memakan waktu 2 minggu.8

Pada hewan juga bisa terdapat infestasi tungau skabies. Skabies hewan menyerang
berbagai jenis hewan mamalia, seperti kambing, sapi, domba, kerbau, babi dan kelinci. Kutu
ini bersifat host spesific artinya ia hanya memilih hewan tertentu saja. Infeksi silang antara
hewan dan manusia pernah dilaporkan kasusnya. Namun, jika sampai terjadi infeksi,
umumnya kutu hewan ini tidak akan berkembang lebih lanjut dan akan mati dengan
sendirinya.8

10
Epidemiologi

Penyakit skabies telah dikenal sejak jaman purbakala, yaitu sejak 3000 tahun yang lampau.
Di zaman itu penyakit ini tersebar di Asia sejak dari dataran Cina hingga India. Sebaran
skabies pada hewan pun bukanlah hal yang baru. Terdapat setidaknya 40 jenis hewan tuan
rumah yang tersebar dalam 17 familia dan 7 ordo mamalia. Di luar Asia pada masa lampau
ada bukti yang menunjukkan bahwa penyakit ini juga timbul di Austria, Skotlandia, dan
negara Skandinavia namun jarang dilaporkan dari benua Amerika.9

Di Indonesia sendiri awalnya ada kecenderungan penurunan angka penderita skabies. Namun
pada beberapa dasawarsa terakhir angkanya kembali meningkat. Peningkatan angka ini
dianggap oleh sebagian ahli sebagai akibat dari meningkatnya hubungan seksual bebas
dan berganti-ganti pasangan, sanitasi lingkungan yang buruk serta malnutrisi serta
menurunnya daya tahan tubuh pada penderita HIV/AIDS. Selain itu urbanisasi, tingginya
mobilisasi pergerakan dan kepindahan penduduk juga dianggap sebagai penyebabnya.
Faktor bencana alam dan peperangan yang menyebabkan penduduk harus tinggal
bersama di pengungsian juga mempermudah terjadinya penularan skabies. Semua
golongan umur dapat terkena skabies. Namun penyakit ini cenderung lebih rentan pada anak-
anak dan orang tua.9

Patofisiologi

Sarcoptes scabei varietas hominis betina yang umumnya dapat menyebabkan terjadinya
penyakit skabies. Setelah kawin, tungau yang jantan akan mati sedangkan yang betina akan
masuk ke dalam kulit untuk kemudian membuat terowongan di lapisan stratum korneum.
Umumnya daerah yang dipilih adalah daerah dengan lapisan kulit yang lebih tipis dibanding
daerah lainnya. Namun prinsip ini tidaklah berlaku pada bayi karena pada bayi hampir
seluruh bagian kulitnya masih tipis.10

Saat berjalan dalam terowongan yang dibuatnya, tentu saja akan ada sekret dari tungau yang
keluar dan tertinggal dalam terowongan tersebut. Karena sekret ini dianggap asing oleh tubuh
kita, maka sekret tersebut akan memicu reaksi hipersensitivitas/alergi. Reaksi alergi yang
timbul adalah reaksi alergi tipe 1/mmediate hypersentivity dan reaksi alergi tipe 4/delayed
hypersensitivity.10

Reaksi alergi tipe 1 dimulai ketika adanya antigen (dalam hal ini sekret tungau) yang memicu
terbentuknya IgE. Imunoglobulin ini akan terikat pada basophil dan sel mast. Kemudian bila

11
terpapar ulang dengan antigen, akan terjadi reaksi cross linking IgE yang kemudian
menyebabkan degranulasi basophil dan sel mast. Hal ini akan menyebabkan berbagai zat
yang ada dilepaskan, salah satunya adalah histamin. Pelepasan histamin ini akan memicu rasa
gatal dan edema. Dalam fase yang lebih lambat (sekitar 6 jam) akan disintesis mediator
peradangan yang lain misalnya leukotriene yang akan menarik sel radang neutrofiil dan
eusinofil sehingga menyebabkan adanya eritema dan indurasi.10

Bentuk paling berat dari tipe 1 ini adalah terjadinya systemic anaphhylaxis yang dapat
menyebabkan bronkokonstriksi berat serta hipotensi. Hal ini dapat membahayakan
nyawa. Ada bentuk lain yang dikenal sebagai anaphilactoid reaction yang memiliki gejala
sama reaksi reaksi anafilaktik namun patogenesis yang berbeda. Pada anaphilactoid
reaction akan terjadi degranulasi sel mast dan basofil tanpa terbentuknya IgE terlebih dahulu.
Manifestasi klinik yang dapat terlihat meliputi asma, urtikaria, rhinitis dan hay fever.10

Sedangkan pada reaksi alergi tipe 4 yang berperan adalah limfosit T helper bukan antibodi.
Umumnya timbul lebih lama (sekitar beberapa jam sampai beberapa hari) setelah terpapar
antigen dimana timbul indurasi karena penumpukan T helper dan sel makrofag.9

Adanya 2 tipe reaksi alergi ini akan menimbulkan sensitasi. Biasanya dibutuhkan waktu
beberapa minggu untuk timbul sensitasi pada orang yang pertama kali terkena infestasi
tungau. Bila terjadi re-infestasi akan timbul pruritus dalam kurun waktu kurang dari 24 jam
setelah terpapar oleh alergen. Reaksi alergi lain yang khas seperti timbulnya urtika serta
vesikel-vesikel kecil juga akan menyertai rasa gatal tersebut. Rasa gatal yang cenderung
terjadi pada malam hari disebabkan oleh aktivitas tungau yang meningkat pada suhu yang
lembab dan panas.9

Berbagai penyakit yang menyebabkan penurunan status imun serta berbagai jenis
penyakit saraf dapat menjadi faktor predisposisi timbulnya jenis skabies yang lebih parah
yang dikenal sebagai skabies norwegia. Pada jenis skabies ini bisa terdapat ribuan tungau
yang menginfestasi kulit manusia. Gambaran yang terlihat adalah timbulnya krusta yang luas.
Sebagai perbandingan, pada skabies biasa hanya terdapat rata-rata 10 tungau yang
menginfestasi tubuh.9

Gambaran Klinis

Penyakit skabies merupakan suatu penyakit yang umum ditemukan di daerah tropik dan
subtropik. Diagnosis penyakit ini ditegakkan dengan empat tanda utama, yaitu:1,9

12
1. Pruritus nokturna, yaitu rasa gatal pada malam hari yang disebabkan karena
peningkatan aktivitas tungau ini pada suhu yang lebih lembab dan panas. Reaksi gatal
yang timbul biasanya disebabkan oleh adanya hipersensitivitas tubuh terhadap tungau
skabies dewasa. Pruritus yang terjadi dapat menyebabkan impeginisasi.
Vesikel dan bula yang muncul merupakan gejala klinis lainnya. Selain itu
rasa gatal ini tidak dapat dihilangkan dengan menggunakan salep kortikosteroid.
Karena salep tersebut tidak mampu menghilangkan penyebabnya yang merupakan
parasit.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga
yang terkena infeksi. Selain itu biasanya daerah yang padat seperti penjara maupun
asrama dimana banyak manusia yang tinggal bersama. Pada keadaan ini timbul
hiposensitisasi, dimana seluruh anggota keluarga terkena infestasi tungau namun
minim gejala klinis. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat predileksi. Warnanya bisa putih maupun
keabu-abuan, berbentuk garis lurus maupun berkelok dengan panjang 1 cm. Pada
ujung terowongan biasanya ditemukan papul maupun vesikel
4. Menemukan tungau yang biasanya ditemukan pada ujung terowongan. Merupakan
hal yang paling diagnostik dan bentuk tungau yang ditemukan bisa dalam berbagai
stadium.

Selain itu tempat predileksi skabies pada manusia dewasa ialah daerah tangan, lipatan siku,
lipatan ketiak, perut, daerah genitalia, bokong, lutut hingga kaki.1,9

Gambaran eflorensi yang dapat terlihat adalah eflorensi primer dan sekunder. Jenis eflorensi
primer yang dapat terlihat adalah:9

 Vesikel : merupakan gelembung yang berisi cairan serum, beratap, berukuran kurang
dari ½ cm garis tengah dan mempunyai dasar.
 Nodul : masa pada sirkumskrip yang terletak kutan atau subkutan, dapat menonjol
dengan diameter yang lebih besar dari 1 cm. Bila diameter kurang dari 1 cm disebut
sebagai nodulus.
 Papul : Penonjolan zat padat berukuran kurang dari ½ cm dan berisikan zat padat.

Selain itu dapat timbul bentuk eflorensi sekunder, yaitu:9

 Krusta : merupakan cairan badan yang mengering dan dapat bercampur


dengan jaringan nekrotik maupun benda asing lainnya.
13
 Erosi : ialah hilangnya jaringan yang tidak melampaui stratum basale.
Biasanya hanya akan terdapat serum tanpa darah.
 Ekskoriasi : ialah hilangnya jaringan sampai ujung papila dermis sehingga terdapat
darah dan serum.

Bentuk yang khas pada skabies selain efloresensi diatas adalah adanya semacam liang atau
terowongan yang berwana lebih gelap dari warna kulit penderita dengan panjang 0,5 sampai
1 cm. Biasanya terowongan ini bisa terlihat berkelok-kelok maupun lurus dan pada ujung
terowongan akan ditemukan vesikel dan papula.9

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dilakukan meliputi cara medika mentosa dan non-medika mentosa.

 Medika mentosa
Obat yang sering digunakan dalam penanganan skabies adalah obat yang berbentuk
topikal. Ada beberapa jenis obat yang dapat kita gunakan, antara lain:11
 Permetrin, digunakan dengan kadar 5%. Cara kerja krim ini adalah
mempengaruhi aliran kanal natrium yang akan menyebabkan
depolarisasi, paralisis dan kematian parasit. Krim ini sangat efektif untuk
semua stadium namun bersifat toksik. Oleh karena itu biasanya digunakan
malam hari sebelum tidur dan harus dicuci setelah bangun tidur.
Karena sifatnya yang toksik, permetrin dikontraindikasikan terhadap ibu
hamil dan bayi. Permetrin adalah first line dalam pengobatan untuk skabies.
Permetrin hanya digunakan dalam dosis tunggal karena sifatnya yang toksik.
Jika belum sembuh maka dapat digunakan lagi satu minggu setelah pemakaian
yang pertama kali.
 Malathion, merupakan second line skabies tersedia dalam bentuk
lotion dengan kadar 0,5 %. Seperti permetrin, malathion juga
digunakan sebelum tidur dan harus dicuci setelah bangun tidur.
 Ivermektin, dosisnya sebesar 200 µg/kg. Obat ini digunakan untuk pasien
dengan penurunan status imun yang mengalami skabies. Contohnya ialah pada
penderita HIV/AIDS. Obat ini tidak dapat digunakan pada wanita hamil dan
anak dengan berat badan dibawah 15 kg.
 Belerang endap (sulfur presipitat) dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep
dan krim. Preparat ini tidak efektif terhadap stadium telur sehingga

14
penggunaan minimalnya adalah 3 hari, yaitu waktu yang dibutuhkan telur
untuk menetas menjadi larva. Kekurangannya berbau dan mengotori
pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi. Obat ini dapat digunakan
pada anak usia dibawah 2 tahun. Kombinasi yang sering kita temukan di
pasaran ialah acidum salicylicum % dan sulfur precipitatum 4% yang dikenal
sebagai salep 2-4.
 Benzil benzoat, tersedia dalam bentuk emulsi dengan kadar 20-25% dan
efektif terhadap semua stadium. Diberikan secara topikal setiap malam
sebelum tidur selama tiga hari.
 Gama Benzena Heksa Klorida (Gammexane) dengan kadar 1%,
tersedia dalam bentuk krim atau lotio. Termasuk obat pilihan yang
efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan dan jarang memberi iritasi.
Obat ini juga tidak dianjurkan untuk anak berusia dibawah 6 tahun dan wanita
hamil karena bersifat toksik terhadap sistem saraf pusat.
 Krotamiton, tersedia dalam bentuk krim atau lotio dalam kadar 10%.
Mempunyai efek antiskabies dan anti gatal. Penggunaannya harus dijauhkan
dari daerah mata, mulut dan uretra.
 Doxepin, digunakan sebagai anti-pruritus. Bentuk sediaannya ialah krim
dengan kadar 5%. Doxepin bekerja sebagai antihistamin baik pada reseptor H1
maupun H2. Hindari penggunaan Doxepin untuk penderita narrow-angle
glaucoma dan retensi urin.

Perlu diperhatikan juga, bahwa dapat timbul resistensi dari parasit ini ini. Sehingga bila
dicurigai terjadi resistensi terhadap insektisida, maka dapat pengobatan dapat dilanjutkan
dengan mengganti obat yang kelas insektisidanya berbeda dengan obat pertama.

 Non – Medika mentosa


Ada beberapa penatalaksanaan non medika-mentosa yang dapat kita lakukan, yaitu:2
 Mandi berendam dalam waktu yang cukup lama dalam air hangat. Parasit ini
tetap memerlukan oksigen, sehingga bila terendam dalam air dalam jangka
waktu lama parasit akan mati akibat kurang oksigen.
 Mencuci serta mengganti pakaian dalam, handuk dan seprai. Parasit mungkin
berdiam sementara di pakaian penderita sehingga mencuci dengan baik dan
mengganti pakaian secara teratur dapat membantu usaha
pemberantasan skabies.

15
Hindari kontak dengan orang terdekat yang belum terkena skabies. Sebaiknya hal ini
dilakukan agar skabies tidak menyebar. Harus pula diingat bahwa penyakit ini menular dalam
manusia secara kelompok sehingga sangat penting bagi kita untuk menanyakan apakah ada
keluarga maupun kerabat pasien yang tinggal di dekatnya yang memiliki keluhan yang sam
dengan pasien. Bila ada maka harus dengan segera kita tangani.2

Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah akibat infeksi sekunder. Jenis-jenis infeksi sekunder
yang terjadi adalah folikulitis serta furunkolosis. Folikulitis ialah pioderma yang terjadi pada
folikel rambut. Umumnya bakteri yang menyebabkan folikulitis ialah Staphylococcus aureus.
Bakteri ini masuk melalui lapisan kulit yang tidak utuh akibat infestasi tungau skabies. Proses
peradangan yang terjadi dapat menyebabkan timbulnya pustula, furunkel dan karbunkel.
Yang dimaksud dengan furunkel ialah abses akut pada lebih dari satu folikel rambut akibat
bakteri tersebut. Kumpulan dari beberapa furunkel disebut sebagai karbunkel.1

Penggunaan obat kortikosteroid sebagai anti-pruritus tanpa kombinasi dengan insektisida lain
dapat menyebabkan pasien tidak menggaruk kulitnya sehingga pada akhirnya jumlah tungau
bertambah banyak. Hal ini dapat menimbulkan skabies berat. Selengkapnya tentang
skabies berat telah dibahas di bagian diagnosis kerja dan gejala klinik.1

Pencegahan

Pencegahan yang dapat dilakukan ialah menjaga kebersihan pribadi. Hal ini dapat
dilakukan dengan mandi secar teratur dan bersih, mengganti seprai dan pakaian secara teratur
dan menghindari penggunaan pakaian dan handuk secara bersama-sama. Selain itu bila ada
anggota keluarga maupun kerabat yang terkena skabies, sebaiknya individu yang belum
terkena menghindari kontak personal yang dekat dengannya sehingga menurunkan
penularan skabies tersebut.9

Prognosis

Secara umum baik bila mendapat pengobatan dan serta edukasi tentang cara pemakaian obat
yang tepat. Faktor predisposisi seperti higienitas juga perlu diperharikan agar
prognosis semakin baik. Kondisi prognosis yang buruk mungkin terjadi pada pasien dengan
sistem imun yang rendah.9

16
Penutup

Kesimpulan

Skabies merupakan penyakit yang disebabkan oleh tungau (mite) Sarcoptes scabei. Orang
yang terkena tungau ini akan merasakan gatal pada daerah lesi, terutama malam hari.
Penyakit ini sangat mudah menular sehingga jika satu anggota keluarga terkena kemungkinan
akan terkena pula seluruh anggota keluarga. Penegakkan diagnosis penyakit skabies dapat
dilakukan dengan memenuhi 2 dari 4 kriteria diagnosis, antara lain: rasa gatal pada malam
hari, lesi berupa terowongan, predileksi di sela-sela jari tangan, kaki, ketiak, dan lipatan-
lipatan, dan penyembuhan cepat setelah pemberian obat antiskabies. Pengobatan efektif
dengan memberikan obat antiskabies.

Daftar Pustaka

1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-6. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2010.h.119-26.
2. Natadisastra D, Agoes R. Parasitologi Kedokteran ditinjau dari organ tubuh yang
diserang. Jakarta: EGC; 2009.h.289-95.
3. Sularsito SA, Djuanda S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI; 2013.p.129-33.
4. Levin C, Basihir SJ, and Maibach HI, editors. Treatment Of Irritant Contact
Dermatitis. In: Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis.Germany:
Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2006.p.461-5.
5. Djuanda A. Tinea Pedis et Manus, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima.
Jakarta: Penerbit Fakultas kedokteran Universitas Indonesia; 2005.H.148-50
6. Pohan S. Tinea Pedis, Pedoman diagnosis Dan Terapi Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya Edisi III. Surabaya;
2005.h.9-10.
7. Bag/SMF Ilmu Kesehatan Penyakit Kulit dan kelamin FK UNAIR/ RSU Dr. Soetomo
Surabaya. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press;
2007.h.128-9.
8. Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Parasitologi
kedokteran edisi 5. Jakarta: Balai Penerbt FKUI; 2009.h.265-8.
9. Fitzpatrick TB, Elisen AZ, Wolff K. Dermatology in general medicine. 4 th edition.
New York: McGraw – Hill Medical Publisher; 2003.p.2182-3.

17
10. Brooks GF, Butel JS, Ornston LN. Mikrobiologi kedokteran. Edisi 20. Jakarta: EGC;
2004.h.116-139.
11. Buxton PK, Jones M. abc of dermatology. 5th edition. London: Willey – Blackwell
Publisher; 2009.p.124-6.

18

Anda mungkin juga menyukai