Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN MINI RISET

“MENGANALISIS PELAKSANAAN PEMBELAJARAN IPA DI


SEKOLAH DASAR NEGRI 060804”

Tugas laporan ini dikerjakan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan IPA Kelas
Tinggi yang diampu oleh :
NURHAIRANI, S.PD., M.PD

Disusun oleh : Denisa Reyka T. S. (1182111025)


Josse Andres Naibaho (1181111046)
Novita Sari Gabriella (1182111040)
Steve Ghany H. (1182111045)
Jurusan/prodi : PPSD/PGSD
Fakultas : Ilmu Pendidikan
Semester/TA : III/2019

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2019

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat
dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas mini riset pada mata kuliah
Kelas Tinggi IPA ini dengan baik.
Penyusun juga berterima kasih kepada Ibu Nurhairani selaku dosen yang telah
membantu penyusun dengan memberikan pengarahan yang tepat untuk bisa menyelesaikan
laporan mini riset ini tepat waktu.
Dalam penulisan laporan Mini riset ini, saya selaku penyusun merasa masih banyak
kekurangan dan kelemahan. Untuk itu saya selaku penyusun membutuhkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun dari semua pihak yang membaca, demi mencapai kesempurnaan
pengajuan pendapat dan kesempurnaan jurnal ini.
Atas perhatian dan kerjasama yang baik, penyusun ucapkan banyak terimakasih.

Medan, November 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... 1
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 3
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 3
1.2. Identifikasi Masalah ....................................................................................
1.3. Batasan Masalah .......................................................................................... 3
1.4. Rumusan Masalah .......................................................................................
1.5. Tujuan .......................................................................................................... 3
BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................................... 5
BAB III PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN .......................................................... 6
BAB IV PENUTUP............................................................................................................ 7
4.1. KESIMPULAN..................................................................................................... 7
4.2. SARAN ................................................................................................................. 7
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 8

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Mata pelajaran IPA sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan mulai dari
jenjang pendidikan dasar, selain sebagai sumber dari ilmu yang lain juga merupakan sarana
berpikir logis, analis, sistematis dan konsisten. Sebagai mata pelajaran yang berkaitan dengan
konsep-konsep yang abstak, maka dalam penyajian materi pelajaran, IPA harus dapat
disajikan lebih menarik dan sesuai dengan kondisi dan keadaan siswa. Hal ini tentu saja
dimaksudkan agar dalam proses pembelajaran siswa lebih aktif dan termotivasi untuk belajar,
untuk itulah perlu adanya pendekatan teori belajar terhadap karakteristik siswa SD kelas
rendah.

Di samping memperhatikan karakteristik anak, implikasi pendidikan dapat juga


bertolak dari kebutuhan peserta didik. Pemaknaan kebutuhan siswa SD dapat diidentifikasi
dari tugas-tugas perkembangannya. Tugas-tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang
muncul pada saat atau suatu periode tertentu dari kehidupan individu, yang jika berhasil akan
menimbulkan rasa bahagia dan membawa arah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas
berikutnya, sementara kegagalan dalam melaksanakan tugas tersebut menimbulkan rasa tidak
bahagia, ditolak oleh masyarakat dan kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya.

1.2 Identifikasi Masalah


Dari latar belakang yang diatas, penulis mengidentifikasikan masalah dalam mini riset
ini adalah kebanyakan guru tidak mampu membuat pembelajaran IPA menjadi lebih
bermakna dan membuat siswa aktif selama proses pembelajaran.

1.2 Batasan Masalah


Laporan mini riset ini dibatasi pada pelaksanaan pendidikan IPA di Sekolah Dasar
Negeri 060804

1.3 Tujuan Penelitian

4
Tujuan dari pembuatan Mini Riset dan Projek ini yaitu :
1.3.1 Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan IPA Kelas Tinggi.
1.3.2 Melatih diri untuk berpikir kritis dalam mencari informasi yang diberikan.
1.3.3 Agar kita dapat mengetahui fakta yang sebenarnya khususnya dalam pelaksanaan
pendidikan IPA Kelas Tinggi di Sekolah Dasar.

5
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Belajar


Belajar merupakan suatu proses yangberlangsung sepanjang hayat.
Hampir semua kecakapan, keterampilan, pengetahuan, kebiasaan, kegemaran dan
sikap manusia terbentuk, dimodifikasi dan berkembang karena belajar
( Suryabrata,2002 ). Dengan demikian,belajar merupakan proses penting yang
terjadi dalam kehidupan setiap orang.Karenanya, pemahaman yang benar
tentang konsep belajar sangat diperlukan,terutama bagi kalangna pendidik
yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran.
Para ahli memberikan defenisi yang berbeda – beda tentang
belajar.Beberapa defenisi yang dapat dikemukakan disini adalah :
1. Harold Spears ( 1955 ) menyatakan bahwa learning is to observe,to read,
to imitate,to tray something themselves,to listen,to follow direction (
belajar adalah mengamati, membaca, mengimitasi, mencoba sesuatu
sendidri, mendengarkan, mengikuti petunjuk ) .
2. Lester D.Crow dan Alice Crow (1958 ) menyatakan belajar adalah
perolehan kebiasaan, pengetahuan, dan sikap,termasuk cara baru untuk
melakukan sesuatu dan upaya-upaya seorang dalam mengatasi kendala atau
menyesuaikan situsasi yang baru.
3. Cronbach ( 1960 ), dalam bukunya yang berjudul Eductional psyichology
menyatakan bahwa learning is shown by a change in behavior as a result
of experience ( belajar ditunjukkan oleh perubahan perilaku sebagai
hasil pengalaman ).
4. Hilgard dan Bower ( dalam Snelbecker,1974 ) dalam buku mereka yang
berjudul Theories of learning berpendapat bahwa belajar adalah sebuah
proses dimana aktivitas dibentuk atau diubah melalui reaksi terhadap
situasi yang dihadapi, yang mana karakteristik perubahan tersebut bukan
disebabkan oleh kecenderungan respon alami , kematangan atau perubahan

6
sementara karena suatu hal ( misalnya kelelahan, obat-obatan,dan
sebagainya ).
5. Bell – Gredler (1986 ) menyatakan belajarsebagai prosesperolehan
berbagai kompetensi, keterampilan, dan sikap.Defenisi ini juga
menekankan pada proses namun tanpa penjelasan proses seperti apa.

2.2 Teori – Teori Tentang Belajar


Menurut Wheleer dkk. ( dalam association for Educational
Communication and Thenology, 1994 ), Teori adalah suatu prinsip atau
serangkaian prinsip yang menerangkan sejumlah hubungan antara berbagai
fakta dan meramalkan hasil-hasil baru berdasarkan fakta – fakta tersebut,
sedangkan teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip umum atau kumpulan
prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah
fakta atau pertemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar.

2.3 MACAM – MACAM TEORI BELAJAR


Dengan berkembangnya psikologi dalam pendidikan, maka bersamaan
dengan itu bermunculan pula berbagai teori tentang belajar. Di dalam masa
perkembangan psikologi pendidikan ini muncullah beberapa aliran psikologi
pendidikan, diantaranya yaitu :
1. Teori Belajar Behaviorisme
Teori behavioristik adalah sebuah teori tentang perubahan tingkah
laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi
aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori
dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran
behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar.
Menuru teori behavior, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat
dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang telah dianggap
belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa
stimulus dan keluaran atau otput yang berupa respon.

7
Teori behavioristik dengan model dan hubungan stimulus-responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau
perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan
semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan
akan menghilang bila dikenai hukuman.

2. Teori Belajar Kognitivisme


Teori ini lebih menekankan proses belajar dari pada hasil belajar. Bagi penganut
aliran kognitivisme belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respons.
Lebih dari itu belajar adalah melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Menurut teori
kognitivisme, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang
berkesinambungan dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan
dengan lingkungan. Menurut psikologi kognitif, belajar dipandang sebagai suatu usaha untuk
mengerti sesuatu. Usaha itu dilakukan secara aktif oleh siswa, keaktifan itu dapat berupa
mencari pengalaman, mencari informasi, memecahkan masalah, mencermati lingkungan,
mempraktikkan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Para psikologi kognitif
berkeyakinan bahwa pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sangat menentukan keberhasilan
mempelajari informasi/pengetahuan baru.

 Robert M. Gagne
Salah satu teori belajar yang berasal dari psikologi kognitif adalah pemrosesan
informasi. Menurut teori ini, belajar dipandang sebagai proses pengolahan informasi dalam
otak manusia.

 Jean piaget
Piaget mengemukakan bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Dalam konteks ini terdapat 4 tahap, yaitu tahap
sensorimotor (anak usia 1,5-2 tahun), tahap praoperasional (2-8 tahun), dan tahap operasional
konkret (usia 7/8 tahun samapai 12/14 tahun), dan tahap operasional formal (14 tahun atau
lebih). Proses belajar yang dialami seorang anak berbeda pada tahap yang satu dengan tahap
yang lainnya. secara umum, semakin tinggi tingkat kognitif seseorang maka semakin teratur
dan juga semakin abstrak cara berpikirnya.

 Ausubel

8
Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajaran sebelumnya di
definisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. Dengan
demikian akan mempengaruhi pengaturan kemajuan belajar siswa.

 Bruner
Teori ini menjelaskan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif
jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan melalui
contoh-contoh yang menggambarkan kebenaran umum.

3. Teori Belajar Konstruktivisme


Teori konstruktivisme memahami belajar sebagai proses pembentukan (konstruksi)
pengetahuan oleh sibelajar itu sendiri. Pengetahuan ada didalam diri seseorang yang sedang
mengetahui. Pengetatuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang guru kepada
orang lain, dan dalam aliran konstruktivisme pengetahuan dipahami sebagai suatu
pembentukan yang etrus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi
karena adanya pemahaman-pemahaman baru. Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat
dipindahkan dari pikiran seseorang yang telah mempunyai pengetahuan kepada pikiran orang
lain yang belum memiliki pengetahuan. Lalu bagaimana proses mengkonstruktivisme
pengetahuan itu terjadi? Manusia itu dapat mengetahui sesuatu dengan menggunakan
inderanya melalui interaksinya dengan objek dan lingkungan, misalnya melihat, mendengar,
membau atau merasakan. Menurut pandangan konstruktivisme, belajar merupakan suatu
proses pembentukan pengetahuan, pembentukan ini harus dilakukan oleh siswa. Ia harus aktif
melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal
yang sedang dipelajari. Dalam hal sarana belajar, pendekatan konstruktivisme menekankan
bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktivitas siswa dalam mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri, melalui bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya
yang disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Pembelajaran konstruktivisme
membantu siswa menginternalisasi dan mentransformasi informasi baru, transformasi terjadi
dengan menghasilkan pengetahuan baru, yang selanjutnya akan membentuk struktur kognitif
baru.

4. Teori Belajar Humanisme


Bagi penganut teori humanisme, proses belajar harus berhulu dan bermuara pada
manusia. Dari teori-teori belajar, seperti behaviorisme, kognitivisme dan konstruktivisme,
teori inilah yang paling abstrak, yang paling mendekati dunia filsafat. Konsep teori
9
humanisme yaitu memanusiakan manusia, dimana seorang individu diharapkan dapat
mengaktualisasikan diri artinya manusia dapat menggali kemampuannya sendiri untuk
diterapkan dalam lingkungan. Proses belajar humanisme memusatkan perhatian kepada diri
peserta didik sehingga menitik beratkan kepada kebebasan individu. Kognitif adalah aspek
penguasaan ilmu pengetahuan sedangkan afektif adalah aspek sikap yang keduanya perlu
dikembangkan dalam membangun individu. Belajar dianggap berhasil jika si pelajar
memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Hal yang penting lagi pada proses
pembelajaran humanisme harus adanya motivasi yang diberikan agar peserta didik dapat
terus menjalani pembelajaran dengan baik, motivasi dapat berasal dari dalam yaitu berasal
dari diri sendiri, maupun dari guru sebagai fasilitator.

2.1 Karakteristik Siswa Kelas Tinggi

Adapun karakteristik siswa pada masa kelas-kelas tinggi (9/10-12/13 tahun) :

2.1.1 Minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret.


2.1.2 Sangat realistik, rasa ingin tahu dan ingin belajar.
2.1.3 Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal atau mata pelajaran khusus
sebagai mulai menonjolnya bakat-bakat khusus.
2.1.4 Sampai usia 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang dewasa lainnya untuk
menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya. Selepas usia ini pada umumnya
anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha untuk
menyelesaikannya.
2.1.5 Pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran tepat mengenai
prestasi sekolahnya.
2.1.6 Gemar membentuk kelompok sebaya untuk bermain bersama. Dalam permainan itu
mereka tidak terikat lagi dengan aturan permainan tradisional (yang sudah ada),
mereka membuat peraturan sendiri.

10
BAB III
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada hari Selasa, 18 November 2019 pada pukul 08.30-11.00
WIB. Bertempat di Sekolah Dasar Negri 060804 Jl.A.R Hakim, gg. Rahayu, Kec. Medan
Area.

3.2 Subjek Penelitian


Subjek penelitian ini adalah seorang guru yang mengajar Kelas V Sekolah Dasar dan
16 orang siswa kelas V SDN 060804.

3.3. Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dimana peneliti menggambarkan hasil
penelitian secara kualitatif dan kuantitatif.

3.4 Metode Penelitian


Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
pemberian angket kepada siswa dan melakukan wawancara kepada guru wali kelas.
3.5 Teknik Analisis Data
a. Persiapan
Persiapan, kegiatan ini meliputi mengecek nama dan identitas pengisi. Hal ini perlu
dilakukan untuk mempermudah dalam penyusunan data. Selanjutnya mengecek kelengkapan
isi instrumen data.

11
b. Tabulasi
Kegiatan ini merupakan tahap setelah data diterima baik dari hasil wawancara,
observasi, maupun tes serta catatan lapangan maka data ditabulasikan berdasar tujuan
penelitian
c. Penerapan data
Dalam tahap ini peneliti akan melakukan hal seperti, menafsirkan data sesuai dengan
pertanyaan peneliti, mendeskripsikan hasil temuan, membahas dan menarik kesimpulan.

3.6 Hasil Penelitian


3.6.1 Hasil dari Angket Kepada Siswa
Adapun hasil penelitian dapat dirincikan sebagai berikut :
No Pernyataan Setuju Tidak
Setuju
1. Saat belajar tentang alam, ibu/bapak guru membawa kami 100%
keluar kelas untuk melihat langsung tentang alam (+)
2. Ibu/bapak guru sering membawa benda-benda sesuai dengan 100%
materin pelajaran hari itu, seperti membawa bunga, batu,
tananam kecil atau serangga, dll..(+)
3. Ibu/Bapak guru menyuruh kami untuk membuat kelompok dan 100%
berdiskusi bersama. (+)
4. Saya melamun saat belajar IPA. (-) 50% 50%
5. Kami melakukan banyak percobaan/penelitian sesuai dengan 50% 50%
materi yang kami pelajari. (+)
6. Kami pernah membuat hasil karya tentang pelajaran IPA. (+)
7. Saya Selalu menunggu untuk belajar IPA dikelas. (+) 15% 85%
8 Saya menghindar Belajar IPA. (-) 25% 85%
9. Ibu/Bapak guru sering memberikan pernyataan kepada kami 100%
dan kami diajak untuk mendiskusikannya bersama. (+)
10. Kami menampilkan hasil diskusi kami/tugas kami di depan 100%
kelas. (+)

Dari tabel diatas dapat diperhatikan bahwa jumlah rata-rata persen dari jawaban siswa
terhadap angket yang diberikan adalah 81%. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan
Pendidikan IPA yang dilakukan oleh guru sesuai dengan hakikat pembelajaran IPA di kelas
Tinggi sehingga mampu memberikan pembelajaran yang bermakna bagi siswa.

12
3.6.2 Hasil Wawancara kepada Guru
Berdasarkan hasil wawancara kepada guru, kami mendapati bahwa guru juga
memiliki kendala-kendala dalam melaksanakan pembelajaran IPA di sekolah, seperti tidak
adanya tempat yang tepat untuk melakukan penelitian bahkan media pembelajaran yang
terkadang tidak tersedia di sekolah. Namun, berdasarkan hasil wawancara kami dengan Ibu
Lolita yaitu wali kelas V yaitu bahwa Ibu Lolita selalu berusaha agar bagaimana siswa dapat
memahami materi yang diajarkannya saat itu. Tidak jarang Ibu Lolita membawa media
pembelajaran yang dapat diteliti oleh siswa dan juga membawa siswa keluar kelas untuk
mengamati suatu hal sesuai dengan materi yang sedang dipelajari saat itu juga. Dengan
persiapan yang matang, Ibu Lolita selalu menciptakan ruangan yang kelas yang menarik dan
membuat siswa tidak mengantuk. Walaupun terkadang hanya memakai metode ceramah saja,
tapi Ibu Lolita tetap mengajak anaknya untuk aktif dan mengikuti materi yang diberikannya
dengan memberikan pertanyaan ataupun mengajak anak untuk berdiskusi sesuai dengan apa
yang sudah dipelajari atau dialami oleh si anak dalam kehidupannya sehari-hari.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran IPA di SDN 060804 sudah
cukup baik sehingga mampu memberikan pembelajaran yang bermakna kepada siswa dan
membuat siswa tertarik untuk bisa belajar IPA.

13
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Mata pelajaran IPA sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan mulai dari
jenjang pendidikan dasar, selain sebagai sumber dari ilmu yang lain juga merupakan sarana
berpikir logis, analis, sistematis dan konsisten. Sebagai mata pelajaran yang berkaitan dengan
konsep-konsep yang abstak, maka dalam penyajian materi pelajaran, IPA harus dapat
disajikan lebih menarik dan sesuai dengan kondisi dan keadaan siswa. Hal ini tentu saja
dimaksudkan agar dalam proses pembelajaran siswa lebih aktif dan termotivasi untuk belajar,
untuk itulah perlu adanya pendekatan teori belajar terhadap karakteristik siswa SD kelas
rendah.

4.2 Saran
Sebagai calon guru, hendaknya kita menjadi guru yang memiliki hikmat dan
pengetahuan yang luas agar mampu mengatasi tantangan dalam membelajarkan pendidikan
IPA terutama di Kelas tinggi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Simbolon,Naeklan.dkk. 2018. Keterampilan Dasar Pendidikan SD. Medan : Universitas


Negeri Medan.

http://khalidashopia.blogspot.com/2015/05/makalah-karakteristik-anak-usia-sd.html?m=1

15

Anda mungkin juga menyukai