Anda di halaman 1dari 14

Hakekat dari belajar adalah perubahan tingkah laku seseorang baik afektif,

kognitif maupun psikomotorik. Perubahan ini akan terjadi melalui berbagai proses

secara kontinyu, yang menjadi permasalahan bagaimana strategi pembelajaran

baik itu dalam perubahan afektif, kognitif maupun psikomotorik bisa terjalan

dengan baik dan semuanya bisa terserap dan dimiliki oleh para siswa.

Pembelajaran bahasa berbasis strategi belajar bahasa adalah pembelajaran

yang didasarkan pada cara-cara yang dilakukan oleh pembelajar untuk

meningkatkan kemampuan berbahasanya, baik reseptif maupun produktif, baik

lisan maupun tulisan.

Ada 12 karakteristik strategi belajar bahasa diantaranya: (1). Berkontribusi

untuk mencapai tujuan utama kompetensi komunikatif, (2) Memungkinkan

peserta didik untuk menjadi lebih mandiri, (3) Memperluas peran guru, (4)

Berorientasi pada pemecahan masalah, (5) Merupakan tindakan spesifik yang

diambil oleh pembelajar, (6) Melibatkan banyak aspek belajar dari pembelajar,

bukan hanya kognitif, (7) Mendukung pembelajaran baik secara langsung maupun

tidak langsung, 8) Tidak selalu bisa diamati, (9) Sering disadari, (10) Bisa

diajarkan, (11) Fleksibel, (12) Dipengaruhi oleh berbagai faktor (Tarigan, 2012).

Strategi belajar bahasa merupakan strategi yang memberi peluang kepada

pembelajar untuk membangun kognitif, afektif, dan psikomotor, baik melalui

kegiatan individu atau berinteraksi sosial dengan pembelajar yang lain, guru,

intruktur, atau yang lainnya. Hal ini sesuai dengan tutntutan Kurikulum

pembelajar secara utuh yang meliputi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

1
2

A. Strategi Pembelajaran Bahasa Afektif

Untuk pembelajaran afektif itu dapat diarahkan guna mencapai tujuan

pendidikan, karena pembelajaran afektif berhubungan sekali dengan valve (Nilai)

yang sulit di ukur, karena menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari

dalam, berada dalam pikiran seseorang, yang sifatnya tersembunyi. Nilai

berhubungan dengan pandangan seseorang tentang baik dan buruk, layak dan

tidak layak, indah dan tidak indah. Pandangan tentang semua itu hanya dapat

diketahui dengan melihat sikap dan perilaku seseorang.

Pembelajaran Afektif banyak yang beranggapan bukan untuk diajarkan,

seperti pelajaran biologi, fisika ataupun matematika. Pembelajaran afektif

merupakan pembelajaran bagaimana sikap itu terbentuk setelah siswa atau

manusia itu memperoleh pembelajaran (Tarigan, 2012). Oleh karena itu yang pas

untuk afektif bukanlah pengajaran, melainkan pendidikan.

Afektif berhubungan sekali dengan nilai (value), yang sulit diukur karena

menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam. Dalam batas tertentu,

memang Afektif dapat muncul dalam kejadian berhavioral, akan tetapi

penilaiannya untuk sampai pada kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan

membutuhkan ketelitian dan observasi yang terus menerus, dan hal ini tidaklah

mudah untuk dilakukan, apalagi menilai perubahan sikap sebagai akibat dari

proses pembelajaran yang dilakukan guru disekolah. Kita tidak serta merta

menilai sikap anak itu baik. Sebagai contoh melihat kebiasaan berbahasa atau

sopan santun yang bersangkutan, sebagai akibat dari proses pembelajaran yang
3

dilaksanakan oleh guru. Mungkin sikap itu terbentuk oleh kebiasaan dalam

keluarga dan lingkungan sekitar.

Nilai adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang

sifatnya tersembunyi, tidak berada di dalam dunia yang empiris. Nilai

berhubungan dengan pandangan seseorang tentang baik dan buruk, layak dan

tidak layak indah dan tidak indah dan sebagainya. Pandangan seseorang tentang

semua itu tidak bisa diraba, kita hanya mungkin dapat mengetahuinya dari

perilaku yang bersangkutan. Oleh karena itu, nilai pada dasarnya standar perilaku,

ukuran yang menentukan atau kriteria seseorang mengenai baik dan buruk, layak

dan tidak layak dan sebagainya. Dengan demikian, pendidikan nilai pada dasarnya

merupakan proses penanaman niali kepada peserta didik yang diharapkan oleh

karenanya siswa dapat berprilaku sesuai dengan pandangan yang dianggapnya

baik dan tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.

Ada empat faktor yang merupakan dasar kepatuhan seseorang terhadap

niali tertentu yang dikemukakan oleh Douglas Graham (Gulo, 2002) yaitu :

a. Normativist

Biasanya kepatuhan pada norma-norma hukum, kepatuhan pada

nilai atau norma itu sendiri ; kepatuhan pada proses tanpa memperdulikan

normanya sendiri ; kepatuhan pada haslinya atau tujuan yang diharapkan

dari peraturan itu.

b. Integralist
4

Yaitu kepatuhan yang didasarkan pada kesadaran dengan

pertimbangan-pertimbangan yang rasional

c. Fenomenalist

Yaitu kepatuhan berdasarkan suara hati atau sekedar basa-basi.

d. Hedonist

Yaitu kepatuhan berdasarkan kepentingan diri sendiri.

Faktor Normativist adalah faktor yang kita harapkan menjadi dasar

kepatuhan setiap individual, karena kepatuhan semacam inilah adalah kepatuhan

yang didasari kesadaran akan nilai tanpa memperdulikan apakah perilaku itu

menguntungkan untuk dirinya atau tidak.

Dengan demikian sikap seorang sangat tergantung pada sistem nilai yang

dianggapnya paling benar dan kemudian sikap itu yang akan mengendalikan

perilaku orang tersebut. Gulo (2005) menyimpulkan tentang nilai sebagai berikut :

a. Nilai tidak bisa diajarkan tetapi diketahui dari penampilannya.

b. Pengembangan domain afektif pada nilai tidak bisa dipisahkan dari aspek

kognitif dan psikomotorik

c. masalah ini adalah masalah emosional dan karena itu dapat berubah,

berkembang sehingga bisa di bina.

d. Perkembangan nilai atau moral tidak terjadi sekaligus, tetapi melalui tahap

tertentu

Sikap adalah kecenderungan seseerang untuk menerima atau menolak

suatu objek berdasarkan nilai yang dianggapnya baik atau tidak baik. Dengan

demikian, belajar sikap berarti memperoleh kecenderungan untuk menerima atau


5

menolak suatu objek; berdasarkan penilaian terhadap objek itu sebagai hal yang

berguna/berharga (sikap positif) dan tidak berhrga/tidak berguna (sikap negatif).

Sikap merupakan suatu kemampuan internal yang berperanan sekali dlam

mengambil tindakan (action), lebih-lebih apabila terbuka berbagai kemungkinan

untuk bertindak atau tersedia beberapa alternative (Winkel 2004).

Dalam proses pembelajaran disekolah, baik secara disadari maupun tidak,

guru dapat menanamkan sikap tertentu kepada siswa melalui proses pembiasaan.

Belajar membentuk sikap melalui pembiasaan itu juga dilakukan oleh skinner

melalui teorinya operant conditioaning. Proses pembentukan sikap yang dilakukan

Skinner menekankan pada proses peneguhan respons anak. Setiap kalianak

menunjukkan prestasi yang baik diberikan penguatan (reinforcement) dengan cara

memberikan hadiah atau perilaku yang menyenangkan. Lama kelamaan, anak

berusaha meningkatkan sikap positifnya.

Menurut saya, pembelajaran sikap seseorang dapat juga dilakukan melalui

strategi pembelajaran dengan proses modeling, yaitu pembentukan sikap melalui

proses asimilasi atau proses mencontoh. Salah satu karakteristik anak didik yang

sedang berkembang adalah keinginannya untuk melakukan peniruan. Prinsip

peniruan ini dimaksud dengan modeling. Modeling adalah proses peniruan anak

terhadap orang lain yang menjadi idolanya atau orang yang dihormatinya.

Proses penanaman sikap anak terhadap sesuatu objek melalui proses

modeling pada awalnya dilakukan secara mencontoh, namun anak perlu diberi

pengarahan dan pemahaman mengapa hal itu dilakukan. Hal ini diperlukan agar
6

sikap tertentu yang muncul benar-benar disadari oleh suatu keyakinan kebenaran

sebagai suatu sistem nilai.

Strategi Pembelajaran Kognitif

B. Strategi Belajar Bahasa Kognitif

Strategi Belajar bahasa kognitif adalah strategi untuk memahami bahasa

dan menghasilkan atau melakukan produksi bahasa. Berikut ini adalah cara kerja

sistem kognitif (Dimyato dan Mudjiono, 2015);

a. Melakukan praktik yang meliputi hal-hal sebagai berikut; mengulang,

secara formal melatih dengan sistem suara dan menulis, mengenali atau

menggunakan formula dan pola, dan lain sebagainya.

b. Mendapat atau menerima informasi.

c. Menganalisis informasi yang diterima dengana cara menerjemahkan san

lain sebagainya.

d. Mencatat atau menuliskan pokok-pokok penting.

Pada strategi kognitif, yaitu strategi yang menekankan pada upaya

manipulasi dan transformasi bahasa sasaran oleh pelajar. Jenis strategi kognitif

yang digunakan terdiri atas 4 (empat) substrategi, yaitu (a) mempraktikkan

bahasa, (b) menerimadan mengirim pesan, (c) menganalisis dan menalar, dan (d)

membuat struktur untuk masukan dan luaran. Substrategi mempraktikkan bahasa

diterapkan dalam bentuk mempraktikkan secara formal, mempraktikkan secara

alami, mengulang-ulang kegiatan, dan menggunakan formula dan pola

kebahasaan yang sudah baku. Substrategi menerima dan mengirimpesan

diterapkan dalam bentuk mendapatkan ide secara cepat dan menggunakan


7

berbagai sumber. Substrategi menganalisis dan menalar diterapkan dalam bentuk

menganalisis ungkapan, menerjemah-kan, dan mentransfer. Substrategi membuat

struktur untuk masukan dan luaran diterapkan dalam bentuk menandai, membuat

catatan, meringkas/merangkum, menstruktur-kan gagasan, mengkonsep, dan

membuat bagan.

Pengertian strategi kognitif merupakan penerapan kemampuan internal

yang terorganisir yang dapat membantu peserta didik dalam proses belajar, proses

berpikir memecahkan masalah, dan mengambil keputusan. (Iskandarwahid,2009)

Dalam pendapat yang lain Dikatakan bahwa : “Cognitive Strategy Instruction

(CSI) is a very broad subject but here you will find anoverview of the process and

practical tips. For more in depth study references are provided.CSI is a tool

intended to help students develop the necessary skills to be self-regulated

learners.” (Reid, dalam 2005).

Berdasarkan pada pandangan ini, menurut saya pembelajaran yang

menerapkan strategi kogntif memberikan alat kepada peserta didik yang

memungkinkan, dengan alat itu, peserta didik mengembangkan keterampilannya

dan melakukan sendiri. Pembelajaran dengan strategi kognitif bukanlah

serangkaian langkah khusus. Dicontohkan pada saat pembelajaran membaca, agar

peserta didik dapat membaca dengan baik maka yang harus dilakukan guru ialah

membekali peserta didik dengan strategi. Bentuk bentuk Strategi Kognitif dan

Fungsinya

Ada empat strategi kognitif :


8

a. Chunking , ialah strategi yang digunakan untuk mengatasi kesulitan

memahami organisasi bahan ajar yang kompleks secara sistimatis. Materi

pembelajaran yang kompleks dipilah-pilah menjadi bagian yang lebih

kecil kemudian diurutkan.

b. Spatial, ialah strategi yang digunakan untuk mengatasi kesulitan

memahami bahan ajar atau kompetensi yang kompleks dilihat secara

keseluruhan kemudian juga dilihat hubungan antar komponen/bagian

kemudian. Strategi bisa dalam bentuk frame (table) dan Concept Map

(Peta konsep).

c. Bridging, ialah strategi untuk menjembatani pemahaman seseorang

melalui metaphor, analogi (memahami konsep baru dengan menggunakan

konsep yang sudah dipahami) dan advance organizer dalam (bentuk

kerangka abstraksi atau ringkasan, atau dalam bentuk narasi ) untuk

memudahkan pemahaman.

d. Multipurpose, ialah strategi yang diganukan berbagai tujuan, antara lain

rehearsal, imagery, dan mnemonic. Rehearsal  merupakan strategi

untuk  mereview materi, bertanya, mengantisipasi pertanyaan dan materi.

Imagery (membayangkan) digunakan untuk mengatasi kesulitan

pemahaman dengan cara visualisasi suatu konsep, kejadian maupun

prinsip.

Menurut pandangan saya, sebaiknya stretegi kogntif disesuaikan dengan

kondisi tingkat kompetensi peserta didik. Sebagai contoh, apabila sebagian besar

peserta didik sudah menguasai / memilki kompetensi yang satu, mereka bisa
9

langsung ke strategi kogntif lain yang belum dikuasai. Guru hanya melayani

mereka (sebagian kecil) yang belum menguasai. Demikian juga tingkat kesulitan

yang lebih sulit bisa ditugaskan untuk digunakan bagi peserta didik-peserta didik

yang sudah kompetennya penguasaan bahasan tersebut dengan sangat baik. Bisa

juga terkait dengan assessment/penilaian, tiap komponen kompetensi seperti

dijelaskan di atas dapat diberlakukan besarnya nilai ketuntasan belajar (KKM)

artinya guru bisa menentukan peserta didik boleh /tidak boleh melanjutkan pada

kompetensi lebih lanjut bila target masing-masing komponen kompetensi belum

mencapai KKM yang ditetapkanoleh guru. Untuk strategi kognitif ini bagaimana

peran guru dalam memilah kemampuan peserta didik agar lebih bisa terfokus

porsi waktunya untuk memberikan materi pelajaran atas dasar kemampuan

kognifit yang dimiliki peserta didik.

C. Strategi Belajar Bahasa Sosial:

Bahasa merupakan bentuk perilaku sosial. Perilaku sosial ini dapat melalui

komunikasi dan komunikasi tersebut terjadi diantara orang-orang. Belajar bahasa

juga melibatkan orang lain. Maka dari itu strategi belajar bahasa dalam sosial

yang sesuai sangat penting dalam proses ini. Ada 3 perangkat strategi sosial,

masing-masing perangkat terdiri dari strategi-strategi khusus. Strategi itu

meliputi: menanyakan pertanyaan, bekerja sama dengan orang lain, dan berempati

pada orang lain. Semua itu dapat diingat dengan menggunakan akronim ACE

(asking question, cooperating with others, and emphatizing with others).

“Pembelajar bahasa ACE menggunakan strategi sosial”. Pada dasarnya strategi

sosial ini bertujuan untuk melibatkan pembelajaran dengan interaksi satu sama
10

lain (Hamalik, 2016). Pada proses strategi belajar bahasa sosial terdapat beberapa

aktivitas didalamnya, diantaranya sebagai berikut:

a. Menanyakan Pertanyaan

Salah satu hal yang paling mendasar dari interaksi sosial adalah

menanyakan pertanyaan. Tindakan ini memberikan manfaat besar untuk

pembelajar. Menanyakan pertanyaan membantu pembelajar mendapatkan

pengertian dan hal itu membantu pemahaman mereka. Hal tersebut juga

membantu pembelajar  mendorong teman percakapan mereka untuk

memberikan “input” yang lebih banyak dalam bahasa yang ingin dipelajari

oleh pembelajar (target language) dan menunjukkan minat dan

keterlibatan mereka.

Apalagi, jika lawan bicara memberikan respon percakapan untuk

menunjukkan apakah pertanyaan itu dapat dipahami atau tidak. Sehingga

dapat memberikan umpan balik tentang kemampuan pembelajar. Isi

pertanyaan tentu saja harus penting. Salah satu strategi sosial ini

memperhatikan pengajuan pertanyaan untuk klarifikasi (ketika ada sesuatu

yang tidak dimengerti) atau verifikasi (ketika pembelajar ingin memeriksa

apakah benar atau tidak). Strategi sosial ini digunakan untuk bertanya saat

ingin mengoreksi, hal biasanya digunakan di dalam kelas.

b. Bekerja Sama

Selain mengajukan pertanyaan, bekerja sama secara umum juga

dilakukan oleh sesama pembelajar agar lebih mahir belajar berbahasa

dengan sistem kebersamaan atau kerjasama. Kerjasama menyiratkan


11

adanya persaingan dan adanya semangat kelompok. Ini melibatkan

struktur tugas kooperatif (bersifat kerja sama dan bersedia membantu) atau

struktur penghargaan kooperatif, baik yang dapat mendorong “saling

ketergantungan positif” dan saling mendukung. Banyak penelitian di luar

bidang pembelajaran bahasa telah sangat menunjukkan kegunaan strategi

pembelajaran kooperatif.

Pembelajaran kooperatif secara konsisten menunjukkan efek yang

signifikan sebagai berikut: meninggikan harga diri, kepercayaan diri dan

kesenangan terhadap diri sendiri meningkat, pencapaian lebih cepat dan

besar, lebih menghormati guru di sekolah maupun orang lain. Penggunaan

tingkat tinggi strategi ini adalah menyebabkan prasangka menurun,

meningkatkan altruisme (memperhatikan dan mengutamakan kepentingan

orang lain) dan keprihatinan bersama.

Di bidang pembelajaran bahasa, strategi kooperatif seharusnya

dilakukan untuk memperoleh manfaat yang sama, serta tambahan

keuntungan sebagai berikut: siswa menjadi lebih baik dan kepuasan guru.

Motivasi belajar bahasa yang kuat, lebih banyak memberikan kesempatan

mempraktekkan bahasa, lebih banyak umpan balik tentang kesalahan

bahasa, dan besar penggunaan fungsi bahasa yang berbeda.

Namun, strategi kooperatif tidak selamanya berhasil diaplikasikan

pada pembelajar bahasa. Penelitian ini cenderung menunjukkan diri

mereka untuk bersosialisasi. Tanpa pelatihan khusus atau dorongan,

pembelajar bahasa tidak terbiasa melaporkan preferensi alami untuk


12

strategi kooperatif. Kompetisi sangat diperkuat oleh lembaga pendidikan,

Pada sekolah-sekolah seringkali mengadu sesama siswa dalam kompetisi

untuk mendapatkan persetujuan, perhatian, nilai dan dalam semua bidang

subjek, termasuk belajar bahasa. meskipun persaingan kadang-kadang

mungkin mengakibatkan keinginan yang positif untuk meningkatkan dan

melakukan lebih baik dari orang lain.

Negatifnya, pembelajaran kooperatif ini sering menyebabkan

kecemasan, kecukupan, rasa bersalah, permusuhan, takut gagal, dan

keinginan dan persetujuan. Untuk memajukan strategi pembelajaran

kooperatif bahasa baik di dalam dan di luar.

Empati adalah kemampuan untuk “menempatkan diri dalam sepatu

orang lain di atau rangka untuk lebih memahami perspektif orang empati

sangat penting untuk komunikasi yang sukses dalam bahasa apapun,. itu

sangat perlu, meskipun kadang-kadang sulit untuk dicapai, dalam belajar

bahasa lain orang berbeda. dalam kemampuan alami mereka untuk

merasakan dan menunjukkan empati. namun, strategi sosial dapat

membantu semua pembelajar meningkatkan kemampuan mereka untuk

berempati dengan mengembangkan pemahaman budaya dan menjadi sadar

akan pikiran dan perasaan orang lain. Selain itu pembelajaran bahasa

sosial bisa juga dilakukan dengan berbagai cara diantarnya (Sagala, 2014):

a. Mengembangkan pemahaman terhadap budaya


13

Mencoba untuk berempati dengan orang lain melalui pembelajaran

tentang kebudayaan dan mencoba untuk memahami hubungan

orang lain itu dengan budayanya.

b. Menjadi peka terhadap pikiran dan perasaan orang lain

Mengamati perilaku orang lain sebagai kemungkinan ekspresi dari

ide/ pemikiran dan perasaan-perasaan ketika diperlukan, bertanya

tentang pemikian-emikiran dan perasaan orang lain

Pada dasarnya strategi sosial bertujuan untuk melibatkan

pembelajaran dengan interaksi bersama orang lain. 3 Perangkat Strategi

Sosial, yaitu bertanya, bekerjasama dengan orang lain dan memahami

masalah orang lain (empati). Dalam strategi bertanya, hal-hal yang dapat

dilakukan ialah dengan meminta penjelasan atau verifikasi, meminta

koreksi atau pembenaran.

Strategi selanjutnya ialah bekerjasama dengan orang lain. Ada

beberapa strategi yang dapat dilakukan dalam mewujudkan usaha

bekerjasama dengan orang lain ialah dengan bekerja sama dengan kawan

sebaya serta bekerja sama dengan pemakai atau penutur bahasa baru.

Strategi yang terakhir ialah memahami masalah orang lain (empati). Hal-

hal dapat diperoleh dari berempati ialah dapat mengembangkan pengertian

kebudayaan serta menjadi sadar akan pikiran dan perasaan orang lain.

Pada proses strategi pembelajaran bahasa sosial menurut saya sebisa

mungkin para pengajar untuk aktif langsung dalam strategi pembelajaran


14

tersebut agar bisa membentuk pola interaksi secara langsung baik antar

pelajar dengan pengajar maupun antar sesama pelajar.

DAFTAR PUSTAKA

Dimyato dan Mudjiono. (2015). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka


Cipta.

Gulo. (2002). Metode Penelitian. Jakarta: PT. Grasindo.

Hamalik. (2016). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Iskandarwahid. (2009). Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

Reid. (2005). Cognitive Strategy Instruction. Lincoln: Dept of Special Ed &


Communication Disorders.

Sagala. (2014). Konsep dan Makna Pembelajaran Untuk Memecahkan


Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung: Alfabeta.

Tarigan. (2012). Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Alfabeta.

Winkel. (2004). Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: PT.


Gramedia Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai