Anda di halaman 1dari 29

PEMBINAAN & PENGEMBANGAN SAMA DENGAN KEDUDUKAN

DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA NASIONAL

A. Latar Belakang

Sebagai bahasa nasional negara Indonesia, bahasa Indonesia tidak

mengikat pamakainya untuk sesuai dengan kaidah basa. Bahasa Indonesia

digunakan secara nonresmi, santai dan bebas yang terpenting dalam pergaulan dan

perhubungan antar warga adalah makna yang disampaikan. Pemakai bahasa

Indonesia dalam konteks bahasa nasional dapat dengan bebas menggunakan

ujaran baik lisan, tulis, maupun lewat kinesiknya. Kebebasan penggunaan ujaran

itu juga ditentukan oleh konteks pembicaraan manakala bahasa Indonesia

digunakan di bus antar kota, ragam yang digunakan adalah ragam bus kota yang

cenderung singkat, cepat, dan bernada keras.

Bahasa Indonesia dahulu dikenal dengan bahasa melayu yang merupakan

bahasa penghubung antar etnis yang mendiami kepulauan nusantara. Selain itu

Bahasa Melayu juga menjadi bahasa penghubung antara suku-suku, menjadi

bahasa transaksi perdagangan internasional di kawasan kepulauan nusantara yang

digunakan oleh berbagai suku Bangsa Indonesia dengan para pedagang asing.

Pemerintah kolonial Hindia-Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapt

dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena

penguasaan Bahasa Belanda oleh para pegarai pribumi dinilai lemah.

Dengan bersandarkan pada Bahasa Melayu yang kian merajalela di

Indonesia, maka sarja dari Bahasa Belanda mulai melakukan penerbitan-

1
2

penerbitan karya sastra yang memakai Bahasa Melayu selain itu juga mereka telak

melakukan promosi bahasa ke sekolah-sekolah kaum pribumi pada masa

penjajahan, seiring berjalannya waktu mulailah tumbuh kesadaran akan keinginan

untuk memiliki bahasa sendiri yaitu Bahasa Indonesia.

Bahasa merupakan salah satu faktor pendukung kemajuan suatu bangsa

karena bahasa merupakan sarana untuk membuka wawasan bangsa (khususnya

pelajar dan mahasiswa) terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi yang

berkembang. Dengan kata lain, bahasa merupakan sarana untuk menyerap dan

mengembangkan pengetahuan. Pada umumnya negara maju mempunyai struktur

bahasa yang sudah modern dan mantap. Moeliono (1989) menegaskan bahwa

untuk dapat memodernkan bangsa dan masyarakat, pemodernan bahasa

merupakan suatu hal yang sangat penting. Beliau mencontohkan apa yang dialami

Jepang. Usaha pemodernan bahasa Jepang yang dirintis sejak Restorasi Meiji

telah mampu menjadi katalisator perkembangan ilmu dan teknologi di Jepang. Hal

itu dapat dicapai karena semua sumber ilmu pengetahuan dan teknologi Barat

dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang dengan cermat sehingga wawasan

berpikir bangsa Jepang dapat dikembangkan secara intensif lewat usaha

penerjmahan secara menyeluruh dan besar-beeesaran. Hal ini menciptakan insan

yang cerdas dan kompetitif tanpa harus menunggu kefasihan berbahasa asing.

Gagasan tersebut telah mendorong usaha untuk menjadikan bahasa

Indonesia sebagai bahasa yang bermartabat untuk tujuan keilmuan. Usaha ini

telah ditandai dengan dibentuknya Pembingaan dan Pengembangan Bahasa

(Sekarang Pusat Bahasa) dan diterbitkannnya buku Kamus besar bahasa


3

Indoensia, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Ejaan Bahasa Indonesia Yang

Disempurnakan, dan Pedoman Umum Pembentukan istilah (Depdikbud, 2010).

Walaupun publikasi tersebut belum secara tuntas menggambarkan aspek

kebahasaan yang diharapkan, publikasi tersebut memberi isyarat bahwa untuk

memantapkan kedudukan bahasa Indonesia perlu ada suatu pembakuan baik

dalam bidang ejaan maupun tata bahasa. Pembakuan ini merupakan suatu

prasyarat untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa keilmuan. Publikasi

ini merupakan salah satu saranan untuk menuju ke status tersebut.

Keefektifan usaha di atas dipengaruhi oleh sikap dan tangapan masyarakat

(khususnya ilmuhan dan akademisi) terhadap bahasa Indonesia. Komunikasi

ilmiah dan profesional dalam bahasa Indonesia belum sepenuhnya mencapai titik

kesepakatan yang tinggi dalam hal kesamaan pemahaman terhadap kaidah bahasa

termasuk kosa kata. Sebagian ilmuwan dan akademisi masih memandang rendah

kemampuan dan martabat bahasa Indonesia sehingga tidak mempunyai minat

untuk mengembangkannya. Bahasa baku sering malahan menjadi bahan ejekan.

Beberapa pernyataan atau faktor mungkin menjelaskan keadaan ini dan menjadi

kendala pengembangan bahasa keilmuan.

Pertama, kebanyakan orang dalam dunia akademik belajar berbahasa

Indoensia secara almaiah (bila tidak dapat dikatakan secara monkey see monkey

do). Artinya orang belajar dari apa yang nyatanya digunakan tanpa memikirkan

apakah bentuk bahasa tersebut secara kaidah benar atau tidak. Lebih dari itu,

akademisi kadangkala lebih menekankan selera bahasa daripada penalaran bahasa.

Akibatnya, masalah kebahasaan Indonesia dianggap hal yang remeh atau sepele
4

dan dalam menghadapi masalah bahasa orang lebih banyak menggunakan

argumen “yang penting tahu maksudnya.” Orang lupa bahwa “tahu maksudnya”

juga harus dicapai pada tingkat dan keakuratan yang tinggi khususnya untuk

tujuan ilmiah.

Kedua, bahasa Indoensia harus bersaing dengan bahasa asing (terutama

Inggris). Kenyatan ini tidak hanya terjadi pada tingkat penggunaan sehari-hari

dalam kehidupan masyarakat umum tetapi juga dalam kehidupan akademik.

Cendekiawan dan orang yang berpengaruh biasanya mempunyai kosa kata asing

yang lebih luas daripada kosa kata Indonesianya (sebagian karena tuntutan untuk

belajar bahasa asing ketika belajar di luar negeri) dan melupakan bahasa

Indonesia. Akibatnya mereka merasa lebih asing dengan bahasa Indonesia.

Selanjutnya mereka lebih nyaman menggunakan bahasa (istilah) asing untuk

komunikasi ilmiah tanpa ada upaya sedikit pun untuk memikirkan pengembangan

bahasa Indonesia. Media massa juga memperparah masalah terutama televisi.

Nama acara berbahasa Inggris tetapi isinya berbahasa Indonesia. Apakah bahasa

Indonesia ataukah penyelenggara acara yang miskin kosa kata? Kalau tidak,

apakah menggunakan bahasa Indonesia kurang bergengsi, kurang mampu, dan

kurang bermartabat?

Ketiga, dalam dunia pendidikan (khususnya perguruan tinggi) sebagian

buku referensi atau buku ajar yang memadai dan lengkap biasanya berbahasa

asing (terutama Inggris) karen amemang banyak ilmu pengetahuan dan teknologi

yang berkembang di luar negeri. Sementara itu, kemampuan bahasa asing rata-rata

pelajar dan mahasiswa dewasa ini belum dapat dikatakan memadai untuk mampu
5

menyerap pengetahuan yang luas dan dalam yang terkandung dalam buku

tersebut. kenyataan tersebut sebenarnya merupakan implikasi dari suatu keputusan

strategik implisit yang didasarkan pada asumsi bahwa setiap pelajar harus sudah

fasih berbahasa Inggris setamatnya dari sekolah sehingga bahasa Inggris

mempunyai kedudukan istimewa dalam kurikulum sekolah.

Keempat, kalangan akademik sering telah merasa mampu berbahasa

Indonesia sehingga tidak merasa perlu untuk belajar bahasa Indonesia atau

membuka kamus bahas Indonesia. Akibatnya, orang sering merasa lebih asing

mendengar kata bahasa sendiri daripada mendengar kata bahasa asing. Anehnya,

kalau orang menjumpai kata asing (Inggris) yang masih asing bagi dirinya,

mereka dengan sadar dan penuh motivasi berusaha untuk mengetahui artinya dan

mencarnya di dalam kamus dan tidak pernah terlintas dalam pikirannya bahwa

kata itu aneh. Akan tetapi, kalau mereka mendengar kata bahasa Indonesia yang

masih asing bagi dirinya, dia merasa itu bukan bahasanya dan akan bereaksi

dengan mengatakan “Apa artinya ini, kok aneh-aneh?” dan berusaha untuk tidak

pernah tahu apalagi membuka kamus dan menggunakannya secara tepat. Sikap

seperti ini sebenarnya menunjukkan bahwa seseorang sudah merasa cukup dan

pas dengan bahasa awam atau alamiahnya. Dapat juga sikap semacam itu timbul

karena mentalitas rendah diri yang akut (inferirority complex) atau mental

terjajah. Akademisi yang bersikap demikian lupa bahwa yang kemampuan

menyerap gagasan dan pengetahuan yang kompleks dan konseptual memerlukan

kemampuan berbahasa dan penguasaan kosa kata pada tingkat yang memadai.
6

Kelima, beberapa kalangan masyarakat termasuk profesional (karena

ketidaktahuannya) sering menunjukkan sikap sinis terhadap usaha-usaha

pengembangan bahasa. Lebih dari itu, menggunakan bahasa Indonesia dengan

baik dan benar merupakan suatu kebanggan atau gengsi bagi penuturnya. Suatu

struktur bahasa yang baik dan benar justru sering menjadi olok-olok

sebagaiamana ditunjukkan ditunjukkan seorang penulis di sebuah majalah

terkenal yang mengjurkan untuk mengganti Pust Pembinaan Bahasa dengan Pusat

Pembinasaan Bahasa (Remmy Sylado, 1989: 84-85). Penulis tersebut tampaknya

tidak dapat membedakan antara bahasa baku dan ragam bahasa. Berdasarkan latar

belakang di atas, maka penulis tertarik untuk membahas terkait pembinaan dan

pengembangan sama dengan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebagai

bahasa nasional.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah Bahasa Indonesia?

2. Bagaimana kedudukan Bahasa Indonesia?

3. Apa fungsi Bahasa Indonesia?

4. Bagaimana kebijakan nasional terkait Bahasa Indonesia?

5. Apa arti penting suatu bahasa?

6. Bagaimanakah kedudukan Bahasa Indonesia dalam karya ilmiah?

7. Bagaimanakah permsalahan pembentukan istilah dalam bahasa?

8. Upaya apakah yang dilakukan dalam pencapaian karakter kompetensi

berbahasa?
7

9. Bagaimanakah integritas martabat Bahasa Indonesia?

10. Siapakah yang bertanggung jawab dalam pengembangan Bahasa

Indonesia?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui sejarah Bahasa Indonesia

2. Untuk mengetahui kedudukan Bahasa Indonesia

3. Untuk mengetahui fungsi Bahasa Indonesia

4. Untuk mendeskripsikan kebijakan nasional terkait Bahasa Indonesia

5. Untuk mengetahui arti penting suatu bahasa

6. Untuk mendeskripsikan kedudukan Bahasa Indonesia dalam karya ilmiah.

7. Untuk mengetahui permsalahan pembentukan istilah dalam bahasa

8. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan dalam pencapaian karakter

kompetensi berbahasa.

9. Untuk mengetahui integritas martabat Bahasa Indonesia

10. Untuk mendeskripsikan yang bertanggung jawab dalam pengembangan

Bahasa Indonesia.
8

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Bahasa Indonesia

1. Sebelum kemerdekaan

Bahasa Indonesia atau berakar dari bahasa melayu. Bahasa Indonesia

tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu, yang sudah dipakai berabad-abad

sebagai bahasa pergaulan (lingua franca), bukan saja di Kepelauan Nusantara,

melainkan juga hampir di seluruh wilayah Asia Tenggara. Berbagai fakta sejarah

menunjukkan bahwa bahasa Melayu sudah digunakan secara meluas sejak dahulu.

Misalnya, prasasti tertua yang ditulis dalam bahasa Melayu dengan huruf Pallawa

berasal dari abad ke-7. Masuknya Islam ke Indonesia sekitar abad ke-13 atau

sebelumnya membawa pengaruh pada tradisi tulis dalam bahasa Melayu. Huruf

Arab mulai digunakan untuk menulis bahasa Melayu.

Berdasarkan bukti sejarah bahwa pada zaman Kerajaan Sriwijaya di Sumatra

dan Kerajaan Majapahit di Jawa, bahasa Melayu sudah berfungsi sebagai :

a. Bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku-buku yang berisi aturan-aturan

hidup dan sastra;

b. Bahasa perhubungan antarsuku di indonesia;

c. Bahasa niaga dalam transaksi perdagangan, baik antarsuku yang ada di

indonesia maupun terhadap pedagang-pedagang yang datang dari luar

indonesia;
9

d. Bahasa resmi kerajaan, baik pada masa pemerintahan sriwijaya maupun

pada masa pemerintahan majapahit.

Pada masa penjajahan Belanda, bahasa Melayu juga tetap dipakai sebagai

bahasa perhubungan yang luas. Pemerintah Belanda tidak mau menyebarkan

pemakaian bahasa Belanda pada penduduk pribumi. Dengan demikian,

komunikasi di antara pemerintah dan penduduk Indonesia dan di antara penduduk

Indonesia yang berbeda bahasanya sebagian besar dilakukan dengan bahasa

Melayu. Selama masa penjajahan Belanda, terbit banyak surat kabar yang ditulis

dengan bahasa Melayu.

Melalui perjalanan sejarah yang panjang, akhirnya pada tanggal 28

Oktober 1928 melalui ikrar Sumpah Pemuda, bangsa Indonesia menerima bahasa

Melayu sebagai bahsa nasional bangsa Indonesia dengan nama bahasa Indonesia.

Butir ketiga dari ikrar Sumpah Pemuda merupakan pernyataan tekad kebahasaan

yang mengindikasikan bahwa bangsa Indonesia, “menjunjung bahasa persatuan

yaitu bahasa Indonesia”. Sejak itulah bahasa Indonesia secara perlahan tumbuh

dan berkembang terus. Sejak zaman prakemerdekaan hingga saat ini

perkembangannya menjadi demikian pesatnya sehingga bahasa Indonesia telah

menjelma menjadi bahasa modern

2. Sesudah Kemerdekaan

Sehari sesudah proklamasi Kemerdekaan, pada tanggal 18 Agustus

ditetapkan Undang-Undang Dasar 1945 yang didalamnya terdapat pasal 36, yang

menyatakan bahwa, “ Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”. Dengan demikian,

di samping kedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia juga


10

berkedudukan sebagai bahasa Negara. Sebagai bahasa Negara, bahasa Indonesia

dipakai dalam semua urusan yang berkaitan dengan pemerintahan dan negara.

Sesudah kemerdekaan, bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang

pesat, setiap tahun jumlah pemakai bahasa Indonesia semakin bertambah.

Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa Negara

semakin kuat. Perhatian terhadap bahasa Indonesia baik dari pemerintah maupun

masyarakat sangat besar. Pemerintah Orde Lama dan Orde Baru menaruh

perhatian yang besar terhadap perkembangan bahasa Indonesia, di antaranya

melalui pembentukan lembaga yang mengurus masalah kebahasaan yang sekarang

menjadi Pusat Bahasa dan penyelenggaraan Kongres Bahasa Indonesia.

Perubahan ejaan bahasa Indonesia dari Ejaan Van Ophuijsen ke Ejaan Soewandi

hingga Ejaan yang disempurnakan (EYD) selalu mendapat tanggapan dari

masyarakat.esudah Kemerdekaan.

B. Kedudukan Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Nasional

Kedudukan Bahasa Indonesia berada di atas bahasa-bahasa daerah. “Hasil

Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan di Jakarta

pada tangal 25-28 Februari 1975 antara lain menegaskan bahwa dalam

kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:

1. Lambang Kebangsaan Nasional.

Sebagai lambang kebangsaan nasional bahasa Indonesia

memenacarakan nilai-nilai sosial budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan

keluhuruan nilai yang dicerminkan bangsa Indonesaia, kita harus bangga,


11

menjunjung dan mempertahankannya. Sebagai realisasi, kebanggaan

terhadap bahasa Indonesia, harus memakainya tanpa ada rasa rendah diri,

malu, dan acuh tak acuh. Kita harus bangga memakainya dengan

memelihara dan mengembangkannya.

2. Lambang Identitas Nasional

Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan

lambang bangsa Indonesia. Berarti bahasa Indonesia dapat mengetahui

identitas seseorang, yaitu sifat, tingkah laku, dan watak sebagai bangsa

Indonesia. Kita harus menjaganya jangan sampai ciri kepribadian kita

tidak tercermin di dalamnya. Jangan sampai bahasa Indonesia tidak

menunjukkan gambaran bangsa Indonesia yang sebenarnya.

3. Alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar

belakang sosial budaya dan bahasanya.

Dengan fungsi ini memungkinkan masyarakat Indonesia yang

beragam latar belakang sosial budaya dan berbeda-beda bahasanya dapat

menyatu dan bersatu dalam kebangsaan, cita-cita, dan rasa nasib yang

sama. Dengan bahasa Indonesia, bangsa Indonesa merasa aman dan serasi

hidupnya, karena mereka tidak merasa besaing dan tidak merasa lagi

‘dijajah’ oleh masyarakat suku lain. Karena dengan adanya kenyataan

bahwa dengan menggunakan bahasa Indonesia, identitas suku dan nilai-

nilai sosial budaya daerah masih tercermin dalam bahasa daerah masing-

masing. Kedudukan dan fungsi, bahasa daerah masih tegar dan tidak
12

bergoyah sediit pun. Bahkan, bahasa daerah diharapkan dapat

memperkaya khaznah bahasa Indonesia.

4. Alat penghubung antar budaya antar daerah.

Manfaat bahasa Indonesia dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-

hari. Dengan bahasa Indonesia seseorang dapat saling berhubungan untuk

segala aspek kehidupan. Bagi pemerintah, segala kebijakan dan strategi

yang berhubungan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budyaa,

pertahanan, dan keamanan mudah diinformasikan kepada warga. Apabila

arus informasi antarmanusia meningkat berarti akan mempercepat

peningkatan pengetahuan seseorang. Apabila pengetahuan seseorang

meningkat berarti tujuan pembangunan akan cepat tercapai.

C. Fungsi Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Nasional

Pada prakteknya, bahasa Indonesia mempunyai fungsi tersendiri sebagai

bahasa Nasional yaitu sebagai berikut:

1. Bahasa Resmi Kenegaraan

Maksud dari bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan

adaah bahwa bahasa Indonesia dipakai didalam kegiatan - kegiatan resmi

kenegaraan seperti upacara,peristiwa dan kegiatan knegaraan baik dalam

bentuk lisan maupun dalam bentuk tulisan. Salah satu kegiatan tersebut

adalah penulisan dokumen dan putusan-putusan serta surat-surat yang

dikeluarkan oleh pemerintah dan badan-badan kenegaraan lainnya,serta

pidato-pidato kenegaraan.
13

2. Bahasa Pengantar dalam Pendidikan

Bahasa Indonesia memiliki fungsi vital di dunia pendidikan di

nusantara ini, mulai dari taman kanan-kanak sampai dengan perguruan

tinggi di seluruh Indonesia, kecuali pada daerah tertentu yang masih

menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar. Seperti aceh,

batak, Sunda, Jawa, Madura, Bali dan Makasar, akan tetapi sampai taun

ketiga sekolah dasar.

3. Alat Perhubungan dalam Tingkat Nasional

Dalam hal ini bahasa Indonesia bukan saja dipakai sebagai alat

komunikasi timbal balik antara pemerintah dan masyarakat luas,dan bukan

saja sebagai alat perhubungan antar daerah,dan antar usku,melainkan juga

sebagai alat perhubungan di dalam masyarakat yang sama latar belakang

sosial, budaya dan bahasanya.

4. Alat Pengembangan Kebudayan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Di dalam hubungan ini,bahasa Indonesia adalah satu satunya alat

yang memungkinkan kita membina dan mengembangkan kebudayaan

nasional sedemikian rupa sehingga bahasa Indonesia memiliki ciri-ciri dan

identitasnya sendiri yang embedakannya dengan budaya daerah.

D. Kebijakan Nasional Terkait Bahasa Indonesia

Sampai saat ini tampaknya belum ada suatu kesamaan persepsi dan

kebijakan yang tegas (di tingkat nasional, institusi, dan individual dosen)

mengenai masalah kebahasaan untuk kepentingan pengembangan ilmu dan


14

teknologi. Atas dasar beberapa dilema atau kendala kebahasaan Indonesia di atas,

ada suatu pertanyaan yang sangat mendasar yang dapat dijadikan haluan suatu

kebijakan strategik nasional yang penting. Manakah kebijakan nasional yang

paling efektif untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di

masa datang:

a. Mengajarkan bahasa asing (Inggris) kepada pelajar/mahasiswa sehingga

mereka dapat membaca buku-buku asing tetapi tetap menggunakan bahasa

Indonesia sebagai pengantar.

b. Menerjemahkan buku asing itu ke dalam bahasa Indonesia sehingga ilmu

pengetahuan asing itu dapat dipelajari oleh pelajar/mahasiswa Indonesia

yang tidak atau belum paham atau fasih bahasa asing pada tingkat yang

memadai, atau

c. Menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi di perguruan tinggi

(buku teks dan bahasa pengantar kuliah).

Masing-masing pilihan di atas akan membawa implikasi yang sangat luas

baik dalam kehidupan masyarakat umum maupun akademik. Yang jelas,

kebijakan manapun yang dipilih akan mempunyai implikasi dalam membangun

insan Indonesia yang cerdas dan kompetetitif.

Kita memaklumi bahwa bahasa Inggris yang kita kenal sekarang memang

dapat dikatakan mempunyai ejaan dan struktur bahasa yang baku yang menjadi

bagian penting dari martabat dan kemampuan bahasa. Oleh karena itu, bahasa

tersebut telah mencapai status untuk digunakan sebagai bahasa keilmuan. Tentu

saja kedudukan semacam itu tidak terjadi begitu saja. Bahasa tersebut telah
15

mengalami pengembangan dan perluasan dalam waktu hampir tiga abad untuk

mencapai statusnya seperti sekarang. status yang demikian akhirnya juga menjadi

sikap mental bagi pemakai dan penuturnya. Artinya, kesalahan dalam penggunaan

bahasa baik tata bahasa maupun ejaan merupakan suatu kesalahan yang dianggap

“tercela” dan memalukan apalagi di kalangan akademik. Sudah menjadi kebiasaan

umum dalam penilaian pekerjaan tulis pelajar dan mahasiswa di Amerika bahwa

salah eja akan mengurangi skor pekerjaan tulis tersebut. Hal seperti itu dapat

terjadi karena pemilihan ejaan didasarkan pada kaidah yang baku dan bukan

didasarkan pada selera pemakai.

Kesadaran akan adanya pedoman yang baku mencerminkan bahwa

masyarakat mempunyai mentalitas untuk mengikuti apa yang menjadi ketentuan

atau kesepakatan bersama. Memang dalam setiap ketentuan yang baku selalu ada

penyimpangan. Akan tetapi, penyimpangan tentu saja diharapkan sangat minimal.

Bila penyimpangan lebih banyak daripada ketentuan yang baku berarti ketentuan

baku tersebut praktis tidak ada manfaatnya sama sekali. Dalam kehidupan sehari-

hari, bila kebijaksanaan lebih banyak dari ketentuan yang telah digariskan, dapat

dibayangkan apa yang akan terjadi. Oleh karena itu, semboyan bahasa

menunjukkan bangsa sebenarnya bukan sekadar ungkapan klise melainkan

semboyan yang mempunyai makna filosofis yang sangat dalam. Sikap masyarakat

terhadap bahasa barangkali dapat dijadikan indikator mengenai sikap masyarakat

dalam hidup bernegara. Munkingkan perilaku dalam penggunaan bahasa

Indonesia dewasa ini merupakanrefleksi sikap mental kita yang selalu

mengharapkan kebijaksanaan.
16

E. Arti Penting Bahasa

Mungkin sekali banyak orang menjadi khawatir bahwa kalau bahasa

Indonesia menjadi maju dan semua buku sudah ditulis dalam bahasa Indonesia

maka kemampuan pelajar dan mahasiswa berbahasa asing menjadi berkurang

sehingga tidak mampu bersaing. Sekali lagi bersaing secara global hendaknya

tidak diartikan sebagai bersaing secara individual tetapi secara nasional.

Mengembangkan dan memodernkan bahasa Indonesia di masa mendatang tidak

berarti mematikan bahasa asing. Yang sebenarnya harus dicapai adalah membuka

cakrawala pelajar dan mahasiswa terhadap pengetahuan dan teknologi sejak dini

tanpa harus menunggu fasih berbahasa asing. Hal inilah yang perlu

dipertimbangkan secara serius sebagai kebijakan nasional. Sebagai individual,

kalau kita ingin lebih melebarkan cakrawala pengetahuan, bahasa asing jelas

merupakan hal yang tidak dapat ditinggalkan. Masih langkanya buku-buku

keilmuan berbahasa indonesia dewasa ini mengharuskan kita menguasai bahasa

asing. Jadi, belajar bahasa asing harus merupakan dorongan individual yang kuat

bukan kebijakan nasional.

Hal yang perlu dicatat adalah bahwa seseorang dapat menguasai bahasa

asing (termsuk membaca buku teks) dengna baik kalau dia juga menguasai bahasa

sendiri (Indonesia) dengan bik pula. Bagaimana mungkin seseorang dapat belajar

bahasa Inggris yang mempunyai struktur yang baku dan canggih kalau dia sendiri

tidak mengasai bahasa Indonesia yang baku (dan sebenarnya jgua canggih dan

bermartabat) sebagai pembandingnya?


17

F. Bahasa Indonesia Dalam Karya Ilmiah

Karya tulis ilmiah atau akademik menuntut kecermatan dalam penalaran

dan bahasa. Dalam hal bahasa, karya tulis semacam itu (termasuk laporan

penelitian) harus memenuhi ragam bahasa standar (formal) atau terpelajar dan

bukan bahasa informal atau pergaulan. Sugono (1997) membagi ragam bahasa

atas dasar media/sarana, penutur, dan pokok persoalan. Atas dasar media, ragam

bahasa terdiri atas rgam bahasa lisan dan tulis. Atas dasar penuturnya, terdapt

beberapa ragam yaitu dialek, terpelajar, resmi, dan takresmi. Dari segi pokok

persoalan, ada berbagai ragam antara lain ilmu, hukum, niaga, jurnalistik, dan

sastra.

Ragam bahasa karya tulis ilmiah/akademik hendaknya mengikuti ragam

bahasa yang penturunya adalah terpelajar dalam bidang ilmu tertentu. ragam

bahasa ini mengikti kaidah bahasa baku untuk menghindari ketaksaan atau

ambiguitas makna karena karya tulis ilmiah tidak terikat oleh waktu. Dengan

demikian, ragam bahasa karya tuis ilmiah sedapat-dapatnya tidak mengandung

bahasa yang sifatnya kontekstual seperti ragam bahasa jurnalistik. Tujuaannya

adalah agar karya tersebut dapat tetap dipahami oleh pembaca yang tidak berada

dalam situasi atau konteks saat karya tersebut diterbitkan.

Pemenuhan kaidah kebahasaan merupakan ciri utama dari bahasa

keilmuan. Oleh karena itu, aspek kebahasaan dalam karya ilmiah sebenarnya

adalah memanfaatkan kaidah kebahasaan untuk mengungkapkan gagasan secara

cermat. Kaidah ini menyangkut struktur kalimat, diksi, perangkat peristilahan,


18

ejaan, dan tanda baca. Ilutah sebabanya badan penyusun standar di Amerika,

Financial Accounting Standards Board (FASB), tidak takut menciptakan istilah

baru karena mereka menetapkan standar keilmiahan atau profesionalisma minimal

masyarakat yang dituju (FASB, 1991).

G. Masalah Pembentukan Istilah dalam Bahasa

Pembentukan istilah yang konsisten dan berkaidah akan memudahkan

pengartian makna atau gagasan yang terkandung dalam simbol berupa rangkaian

kata. Pembentukan istilah yang cermati ini akan sangat terasa manfaatnya dalam

bahasa keilmuan yang mensyaratkan kecermatan eksperesi. Acapkali orang

menciptakan istilah bukan dengan penalaran dan kaidah bahasa melainkan dengan

perasaan atau pengalaman saja atau bahkan dengan dasar pendengaran. Istilah

hendaknya tidak diciptakan atas dasar telinga saja tetapi yang lebih penting adalah

atas dasar apa yang ada di balik telinga. Pembentukan istilah atas dasar telinga

dapat saja dilakukan tetapi hasilnya sering tidak mengena atau bahkan

menyesatkan. Pengembangan pengetahuan dan bahasa keilmuan sering menjadi

terhambat karena orang mempertahankan apa yang sudah kaparah tetapi secara

kaidah dan makna bahasa keliru sehingga penangkapan dan pemahaman suatu

konsep dalam pengetahuan tertentu juga ikut keliru (walaupun tidak disadari).

Kemajudan bahasa Indonesia dewasa ini sebenarnya cukup

menggembirakan dan menjanjikan. Kata-kata baru (yang mula-mula dianggap

asing) mulai muncul dan beberapa kata menjadi berterima di masyarkat. Semua

kata-kata baru tersebut telah dikembangkan oleh Pusat Bahasa, ahli bahasa, dan
19

pemakai bahasa yang mempunyai kesadaran bahasa atas dasar perekayasaan

bahasa (language engineerring).

Perekyasaan bahasa adalah proses penalaran yang digunakan dalam

pengembangan istilah dan kosa kata. Dengan perekyasaan tersebut, bentuk bahasa

sedapat-dapatnya menafaatkan sarana morfologi bahasa Indonesia. Moeliono

(1989) menjelaskan bahwa pada awal pemakaiannya sekaan-akan kata-kata baru

akan menjadi lebih asing dari bentuk asingnya. Akan tetapi, dalam jangka panjang

usaha ini akan sangat menunjang pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

karena memberi sarana untuk meneruskan gagasan atau ilmu pengetahuan kepada

mereka yang belum mengenal bahasa asing secukupnya. Usaha perekayasaan

bahasa di bidang keilmuan bertujuan agar setiap makna istilah, baik yang berupa

kata maupun yang berupa ungkapan, dapat dijabarkan dari strukturnya. Hal ini

jgua akan mempunyai pengaruh terhadap kelancaran dan ketepatan penerjemahan

antarbahasa.

Perekayaan ahasa telah mampu dan berhasil menciptakan istilah dan kata

baru yang sifatnya menambah kosa kata dan menambah medan makna yang dapat

diungkapan dalam bahasa Indonesia sehingga suatu pengalaman atau gagasan

dapat diungkapkan dengan simbol kata yang tepat. Kata-kata baru tersebut banyak

yang sudah berterima baik di kalangan akademik maupun masyarakat umum.

Misalnya, kata pelatihan (sebagai padanan training) mulai berterima dan banyak

digunakan untuk membedakannya dengan latihan yang merupakan padanan

exercise. Kata pelaporan mulai digunakn di samping laporan untuk membedakan

makna reporting (sebagai proses) dan reprots (sebagai hasil proses).


20

Keberterimaan beberapa kata atau istilah baru dalam masyarakat dewasa

ini menunjukkan bahwa masyarakat (baik awam maupun akademik/profesional)

sebenarnya cukup lentur dan adatif dalam menerima gagasan baru. Masyarakat

umum dapat memahami bahwa memenangkan harus diganti dengan memenangi,

komoditi dengan komoditas. Oleh karena itu, dalam pengembangan isitlah kita

tidak harus terbelenggu oleh apa yang nyatanaya digunakan tetapi selalu berupaya

untuk menggunakan apa yang seharunya diguakan. Penyimpangan atau anomali

memang selalu ada tetapi penyimpangan hendaknya tidak terlalu banyak. Terlalu

banyak penyimpangan sama saja artinya dengan tidak ada kaidah.

H. Pencapaian Karakter Kompetensi Berbahasa Melalui Reproduksi

Bahasa

Mengulas tentang pencapaian kompetensi berbahasa, maka kita perlu

mengkaji bagaimana pencapaian setiap indikator dalam standar kompetensi yang

telah ditentukan. Pencapaian kemampuan berbahasa tidak hanya pada kemampuan

siswa dalam memahami pelajaran bahasa Indonesia tetapi lebih pada bagaimana

siswa mampu mereproduksi keterampilan tersebut dalam dunia nyata. Wujud

reproduksi tersebut yaitu siswa mampu menggunakan bahasa Indonesia dalam hal

perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, percaya diri, dan cinta

tanah air dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, tetangga, dan guru.

Perwujudan ini meliputi kemampuan siswa dalam menyimak, berbicara, membaca

dan menulis. Hal ini sebagai dasar pembentukan karakter berbahasa siswa.

Kemampuan menulis misalnya, siswa distimuli untuk mengungkapkan perasaan,


21

pengalaman, dan gagasan dengan menggunakan bahasa baku. Contoh sederhana

ini, mampu membiasakan diri siswa untuk membetuk karakter disiplin dalam

bentuk penggunaan bahasa sesuai kaidah.Tentunya pembelajaran bahasa

Indonesia yang dimaksud telah dikemas dalam bentuk tematik integrative berbasis

teks.

I. Integritas Pemartabatan Bahasa Indonesia

Sesuai dengan hasil konggres bahasa Indonesia X (Fakhrur Saifudin,

2010) bahwa hasil rumusan yang pertama, memantapkan penggunaan fungsi

bahasa dalam bidang penerbitan dan penerjemahan baik nasional maupun

internasional dalam rangka pengejawantahan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kedua, pendampingan dalam diskusi, penelitian, dan implementasi kurikulum

2013 sebagai manifestasi fungsi dan peran bahasaIndonesia. Ketiga, Badan

Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP) perlu bekerjasama dalam upaya

meningkatkan mutu pemakaian dalam buku materi pembelajaran. Selanjutnya,

keempat, pemerintahperlu menyosialisasikan pembakuan bahasaIndonesia untuk

kepentingan pembelajaranbahasa Indonesia dalam rangka untukmemperkukuh jati

diri bangsa Indonesia.Tidak dipungkiri, kelemahan pada tenagapendidik/guru

dalam memahami pembakuanbahasa Indonesia terlepas dari belummemutakhirkan

pengetahuan tentang penggunaan dan pembakuan bahasaIndonesia. Kelima,

pembelajaran bahasaIndonesia perlu dioptimalkan sebagai mediapendidikan

karakter untuk menaikkan harkatdan martabat bahasa Indonesia.Rekomendasi

keenam, pemerintah perlumewadahi, memfasilitasi studi tentang bahasa dan sastra


22

kedaerahan sebagai suatukesatuan bangsa dan bahasa Indonesia dalamrangka

memperkukuh Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Lebih lanjut, Ketujuh, pemerintah perlu menerapkan Uji

KemahiranBerbahasa Indonesia (UKBI) untuk menyeleksi dan mempromosikan

pegawai,baik di lingkungan pemerintah maupunswasta, guna memperkuat jati diri

dankedaulatan NKRI, serta memberlakukanUKBI sebagai "paspor bahasa" bagi

tenagakerja asing di Indonesia. Rekomendasi kedelapan, pemerintah perlu

menyiapkan formasi dan menempatkan tenaga fungsional penyunting dan

penerjemah bahasa di lembaga pemerintahan dan swasta. Rekomendasi

kesembilan, untuk mempromosikan jati diri dan kedaulatan NKRI dalam rangka

misi perdamaian dunia, pemerintah perlu memperkuat fungsi Pusat Layanan

Bahasa (National Language Center) yang berada di bawah tanggung jawab Badan

Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Rekomendasi ke-10, yaitu kualitas dan kuantitas kerjasama dengan

berbagai pihak luar negeri untuk menginternasionalkan bahasa Indonesia perlu

terus ditingkatkandan dikembangkan, baik di tingkat komunitas ASEAN maupun

dunia internasional, dengan dukungan sumber daya yang maksimal. Kemudian

rekomendasi ke-11, pemerintah perlu melakukan "diplomasi total" untuk

menginternasionalkan bahasa Indonesia dengan melibatkan seluruh komponen

bangsa. Rekomendasi ke-12, Presiden/Wakil Presiden dan pejabat negara perlu

melaksanakan secara konsekuen Undang-Undang (UU) RI Nomor 24 Tahun 2009

tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan dan

Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2010 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia


23

dalam pidato Resmi Presiden dan/atau Wapres serta Pejabat Negara

lainnya.Rekomendasi ke-13, perlu ada sanksi tegas bagi pihak yang melanggar

Pasal 36 dan Pasal 38 UU Nomor 24 Tahun 2009 sehubungan dengan kewajiban

menggunakan bahasa Indonesia untuk nama dan media informasi yang merupakan

pelayanan umum. Selanjutnya rekomendasi yang ke-14, menggiatkan sosialisasi

kebijakan penggunaan bahasa dan pemanfaatan sastra untuk mendukung berbagai

bentuk industri kreatif.Rekomendasi ke-15, lebih meningkatkan kerjasama dengan

komunitas-komunitas sastra dalam membuat model pengembangan industri

kreatif berbasis tradisi lisan, program penulisan kreatif, dan penerbitan buku sastra

yang dapat diapresiasi siswa dan peminat sastra lainnya. Rekomendasi ke-16,

mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi dalam pembelajaran bahasa dan

sastra Indonesia.Rekomendasi ke-17, yaitu perlindungan bahasa-bahasa daerah

dari ancaman kepunahan perlu dipayungi dengan produk hukum di tingkat

pemerintah daerah secara menyeluruh. Rekomendasi ke-18, Badan Pengembangan

dan Pembinaan Bahasa perlu meningkatkan perencanaan dan penetapan korpus

bahasa daerah untuk kepentingan pemerkayaan dan peningkatan daya ungkap

bahasa Indonesia sebagai bahasa penjaga kemajemukan Indonesia dan pilar

penting NKRI.

Rekomendasi ke-19, memperkuat peran bahasa daerah pada jalur

pendidikan formal melalui penyediaan kurikulum yang berorientasi pada kondisi

dan kebutuhan faktual daerah dan pada jalur pendidikan nonformal atau informal

melalui pembelajaran bahasa berbasis komunitas. Selanjutnya, rekomendasi ke-

20, yaitu Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa perlu meningkatkan


24

pengawasan penggunaan bahasa untuk menciptakan tertib berbahasa secara

proporsional. Rekomendasi ke-21, mengimplementasikan kebijakan yang

mendukung eksistensi karya sastra, termasukproduksi dan reproduksinya, yang

menyentuh identitas budaya dan kelokalannya untuk mengukuhkan jati diri

bangsa Indonesia. Rekomendasi ke-22, Penggalian karya sastra harus terus

digalakkan dengan dukungan dana dan kemauan politik pemerintah agar karya

sastra bisa dinikmati sesuai dengan harapan masyarakat pendukungnya dan

masyarakat dunia pada umumnya.Rekomendasi ke-23, memberikan apresiasi

dalam bentuk penghargaan kepada sastrawan untuk meningkatkan dan menjamin

keberlangsungan daya kreativitas sastrawan sehingga sastra dan sastrawan

Indonesia dapat sejajar dengan sastra dan sastrawan dunia. Rekomendasi ke-24,

lembaga-lembaga pemerintah terkait perlu bekerja sama mengadakan lomba-

lomba atau festival kesastraan, khususnya sastra tradisional, untuk

memperkenalkan sastra Indonesia di luar negeri yang dilakukan secara rutin dan

terjadwal, selain mendukung festival-festival kesastraan tingkat internasional yang

sudah ada.Rekomendasi ke-25, peran media massa sebagai sarana pemartabatan

bahasa dan sastra Indonesia di kancah internasional.

Selain itu, rekomendasi yang ke-26, yaitu literasi pada anak, khususnya

sastra anak, perlu ditingkatkan agar nilai-nilai karakter yang terdapat dalam sastra

anak dipahami oleh anak. Rekomendasi ke-27,Badan Pengembangan dan

Pembinaan Bahasa memperkuat unit yang bertanggung jawab terhadap sertifikasi

pengajar dan penyelenggara BIPA,dan rekomendasi ke28, Badan Pengembangan

dan Pembinaan Bahasa berkoordinasi dengan para pakar pengajaran BIPA dan
25

praktisi pengajar BIPA mengembangkan kurikulum, bahan ajar, dan silabus yang

standar, termasuk bagi Komunitas ASEAN.

J. Tugas Pengembangan Bahasa

Seandainya ada keyakinan bahwa bahasa Indonesia harus ditingkatkan dan

dimodernkan sehingga mempunyai kemantapan dan kebermanfaatan yang

setingkat dengan bahasa yang sudah modern dan maju, siapakah yang paling

bertanggung jawab untuk itu? Tentu saja tugas pengembangan tidak seluruhnya

ada di pundak Pusat (Pengembangan) Bahasa atau para ahli bahasa. Semua yang

terlibat dalam penggunaan bahasa mempunyai kewajiban untuk itu. Perguruan

tinggi sebenarnya merupakan suatu agen pengembangan dan agen perubahan yang

sangat strategik. Oleh karena itu, para partisipan dalam proses pendidikan di

perguruan tinggi tentunya harus ikut mendukung pengembangan tersebut.

perguruan tinggi tidak harus tunduk pada apa yang nyatanya dipraktikkan tetapi

harus dapat mempengaruhi selera penggunaan bahasa oeh masyarakat.

Masalahnya adalah apakah sekarang ini para partisipan mempunyai kesadaran dan

perhatin mengenai hal ini?

Kemampuan berbahasa dan menggunakan bahasa sebagai alat ekspresi

buah pikiran bukan merupakan bakat alam melainkan keterampilan yang harus

dipelajri dengan penuh kesadaran. Sayangnya banyak di antara kita yang sudah

merasa dapat berbahasa (bahasa Indonesia khususnya) bukan akena

mempelajrinya secara sadar akan tetapi memperolehnya secara alamiah. Bila kita

ingin mencapai dan menikmati pikiran-pikiran dan gagasan-gagasan ilmiah, maka


26

bahasa yang kita kuasai secara alamiah harus kita tingkatkan menjadi bahasa

ilmiah.

Untuk percakapan dan penulisan sehari-hari dalam pergaulan umum,

bahasa yang diperoleh secara alamiah memang cukup tetapi tingkat kecanggihan

bahasa tersebut sebenarnya ada pada tingkat yang paling bawah. Ciri umum

bahasa tersebut adalah struktur bahasa yang sederhana (sering tidak lengkap dan

mengandung salah kaprah) dan kosa kata yang sangat terbatas. Bahasa tersebut

cukup untuk sarana komunikasi umum dalam kehidupan umum sehari-hari. Akan

tetapi, bahasa awam atau alamiah tidak mampu dan kurang memadai untuk

mengungkapkan hal-hal yang bersifat ilmiah dan abstrak atau konseptual. Untuk

mengungkapkan hal ini diperlukan struktur bahasa dan kosa kata yang lebih

canggih. Ciri-ciri bahasa keilmuan adalah kemampuannya untuk membedakan

gagasan atau pengertian yang memang berbeda dan strukturnya yang baku dan

cermat. Dengan karakteristik ini, suatu gagasan dapat terekspresi dengan cermat

tanpa kesalahan makna bagi penerimanya (untuk masalah ilmiah).


27

BAB III

KESIMPULAN

Bahasa dapat mempunyai dampak yang luas dalam penyebaran maupun

pemahaman ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahasa Indonesia sedang bersaing

dengan bahasa asing dalam menemukan ciri khasnya. Sikap sinis dan apriori

terhadap pengembangan bahasa merupakan salah satu faktor yang menghambat

pengembangan itu sendiri. Bahasa Indonesia tampaknya masih dipandang sebagai

bahasa politis atau sebagai simbol persatuan tetapi belum dikembangkan menjadi

sarana komunikasi untuk pengungkapan informasi yang kompleks dalam bidang

keilmuan. Atas dasar struktur dan morfologi bahasa Indonesia yang sekarang

tersedia, bahasa Indonesia sebenarnya mempunyai potensi yang besar untuk

dikembangkan menjadi bahasa yang maju dan canggih sebagai bahasa keilmuan

sehingga para pelajar dapat menikmati karya-karya sastra, ilmu pengetahuan, dan

teknologi yang tinggi tanpa harus menunggu kefasihan berbahasa asing. Pada

gilirannya, kefasihan berbahasa Indonesia akan sangat membantu proses dan

pemahaman dalam belajar bahasa asing itu sendiri.

Pembentukan istilah yang konsisten dan berkaidah akan memudahkan

pengartian makna atau gagasan ayng terkandung dalam simbol berupa rangkaian

kata. Pembentukan istilah yang cermat ini akan sangat terasa manfaatnya dalam

bahasa keilmuan yang mensyaratkan kecermatan ekspresi. Pengembangan

pengetahuan dan bahasa sering menjadi terhambat karena orang mempertahankan

apa yang sudah kaprah tetapi secara kidah dan makna bahasa keliru sehingga
28

penangkapan dan pemahaman suatu konsep dalam pengetahuan juga keliru

(walaupun tidak disadari). Istilah membawa perilaku. Oleh karena itu, istilah yang

keliru dapat mengakibatkan perilaku yang keliru pula dan kalau perilaku yang

keliru tersebut dipraktikan tanpa sadar dalam suatu profesi maka profesi

sebenarnya telah melakukan malpraktrik.

Pengajaran di perguruan tinggi harus dapat mengubah praktik atau

kehidupan menjadi lebih baik. justru dalam hal inilah perguruan tinggi harus

berbeda dengan lembaga kursus dan pelatihan. Peran badan autoritatif,

profesional, dan pendidikan sangat besar dalam pengembangan bahasa Indonesia

khususnya istilah yang tepat untuk pengembangan ilmu. Dunia profesi dan

pendidikan tidak perlu merasa malu untuk mervisi kesalahan yang mempunyai

akibat fatal. Sikap profesional dan intelektual seharusnya lebih banyak dituntut

oleh rasa bersalah daripada oleh rasa malu atau oleh tujuan untuk menutupi rasa

malu.
29

Daftar Pustaka

Depdikbud. (2010). Kamus Besar Bahasa Indoensia. Jakarta: Balai Pustaka.

Fakhrur Saifudin. (2010). Pemartabatan Bahasa Indonesia Melalui Pembelajaran


Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Bahasa.

FASB. (1991). Statement of Financial Accounting Concepts. Homewood, Il.


Irwin.

Moeliono. (1989). Beberapa Aspek Masalah Penerjemahan ke Bahasa Indonsia.


Jakarta: PT. Gramedia.

Rammy Syladi. (1989). Pusat Pembinaan Bahasa Apa Pusat Pembinasaan


Bahasa.” Jakarta.

Sugono. (1997). Berbahasa Indonesia Dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara.

Anda mungkin juga menyukai