Anda di halaman 1dari 18

Makalah

Bimbingan dan Konseling


“Kegiatan Pendukung BK”
Diajukan untuk memenuhi tugas pada pertemuan ke 11 Bimbingan Konseling

Dosen pengampu :
Lisa Putriani, M.Pd, Kons

Disusun oleh :
NAMA : Aulia Shafira
NIM : 18003054

MATA KULIAH UMUM


UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020
PETA KONSEP

1
PEMBAHASAN

A. Aplikasi Instrumentasi BK
1. Pengertian
Aplikasi instrumentasi bimbingan dan konseling merupakan kegiatan pendukung
bimbingan dan konseling untuk mengumpulkan data dan keterangan tentang peserta
didik (klien), keterangan tentang lingkungan peserta didik dan lingkungan yang lebih
luas, yang dilaksanakan dengan berbagai instrument, baik tes maupun non tes.
Sukardi (2008) dalam (Damayanti et al., 2016) mengatakan bahwa aplikasi
instrumentasi bimbingan konseling yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan
konseling untuk mengumpulkan data dan keterangan peserta didik (klien), keterangan
tentang lingkungan peserta didik dan lingkungan yang lebih luas. Tohirin juga
mengungkapkan bahwa, aplikasi instrumentasi dapat bermakna upaya pengungkapan
melalui pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan alat ukur atau instrumen.
Atau kegiatan menggunakan instrumen untuk mengungkapkan kondisi tertentu atas
diri siswa dalam (Anas Salahudin, Amirah Diniyati, 2013).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa aplikasi instrumentasi
merupakan salah satu kegiatan pendukung dalam BK pola 17 plus yang digunakan
oleh guru BK sebagai upaya untuk mengungkapkan data dan keterangan siswa
dengan menggunakan alat ukur atau instrumen tertentu.
2. Tujuan dan fungsi
1) Tujuan umum
“Tujuan umum Aplikasi Instrumentasi (AI) adalah diperolehnya data hasil
pengukuran terhadap kondisi tertentu klien”.
2) Tujuan khusus
Secara khusus apabila dikaitkan dengan fungsi-fungsi bimbingan dan
konseling terutama fungsi pemahaman, data hasil aplikasi instrumentasi bertujuan
untuk memahami kondisi klien (siswa) seperti potensi dasarnya, bakat dan
minatnya, kondisi diri dan lingkungannya, masalah-masalah yang dialami, dan
lain sebagainya dalam (Anas Salahudin, Amirah Diniyati, 2013).

1
Adapun tujuan dan fungsi aplikasi instrumentasi bimbingan dan konseling
bermaksud mengumpulkan data dan keterangan peserta didik baik secara individual
maupun kelompok, keterangan tentang lingkungan yang termasuk didalamnya
informasi pendidikan dan jabatan (Mugiarso,dkk, 2011) dalam (Damayanti et al.,
2016). Secara khusus, apabila dikaitkan dengan fungsi-fungsi bimbingan dan
konseling terutama fungsi pemahaman, data hasil aplikasi instrumentasi bertujuan
untuk memahami kondisi klien (siswa) seperti potensi dasarnya, bakat dan minatnya,
kondisi diri dan lingkungan-lingkungannya, masalah-masalah yang dialami, dan lain
sebagainya. Pemahaman yang baik tentang klien melalui aplikasi instrumentasi dapat
dijadikan oleh konselor sebagai bahan pertimbangan dalam rangka memberikan
bantuan kepada klien sesuai dengan kebutuhan dan masalah-masalah yang dialami
klien (Tohirin,2007) dalam (Damayanti et al., 2016).

Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa aplikasi instrumentasi merupakan hal


yang penting, baik ditinjau dari segi kegunaan maupun tujuan bagi konselor maupun
bagi siswa. Selain itu, pengaplikasian yang tidak tepat menjadikan ketidakakuratan
dalam mengukur masalah dan kebutuhan siswa. Penanganan yang tidak tepat pada
masalah dan kebutuhan siswa dapat berdampak bagi perkembangan siswa. Mengingat
dalam tahap perkembangan siswa terjadi banyak gejolak dalam dirinya. Pada tahapan
tersebut seorang konselor memiliki peranan penting untuk mengentaskan kebutuhan
dan masalah siswa. Peranan konselor dalam tahapan tersebut dengan cara
pelaksanaan aplikasi instrumentasi. Harapannya ketika aplikasi instrumentasi dapat
berjalan dengan baik, masalah dan kebutuhan siswa dapat terentaskan, sehingga siswa
dapat berkembang secara mandiri dan mampu mencapai aktualisasi diri sesuai dengan
tahap perkembangannya.

3. Bentuk-bentuk
Adapun bentuk-bentuk aplikasi instrumentasi yaitu:
a. Instrumen tes

2
“Tes merupakan prosedur untuk mengungkapkan tingkah laku seseorang dan
menggambarkannya dalam bentuk skala angka atau klasifikasi tertentu”. Suatu
instrumen dikatakan dalam bentuk tes jika:
1) Jawaban responden atau orang yang mengerjakan instrumen atas soal yang
diperiksa berdasarkan benar salah jawabannya.
2) Jawaban yang benar diberi skor positif dan jawaban yang salah diberi skor
negatif.
3) Penyelenggara terstandar dari segi waktu, instruksi/ pengadministrasian.
4) Ada persyaratan validitas, reliabilitas dan objektifitas dari alat yang
digunakan.
5) Dapat diselenggarakan secara tertulis atau lisan, secara individual atau
kelompok.
b. Instrumen non tes
“Instrumen non tes meliputi berbagai prosedur, seperti pengamatan, wawancara,
catatan anekdot, angket, sosiometri, inventori yang dibakukan”. Instrumentasi
dikatakan bentuk non tes jika:
1) Diperiksa bukan atas benar salahnya jawaban responden.
2) Melihat gambaran tentang kondisi responden apa adanya.
3) Tidak menekankan mutu jawaban tinggi atau rendah, positif, negatif.
4) Pengadministrasiannya tidak terlalu terstandar, waktu mengerjakan tidak
terbatas.
5) Validitas, reliabilitas dan objektifitas alat tidak menjadi tuntutan.
6) Dapat diselenggarakan secara tertulis atau lisan, secara individual atau
kelompok. (Anas Salahudin, Amirah Diniyati, 2013).

B. Himpunan Data
Himpunan data merupakan salah satu dari lima kegiatan pendukung dalam
bimbingan dan konseling. Dalam kegiatan bimbingan dan konseling tersebut himpunan
data banyak mendukung kelancaran pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling.
Kelancaran yang dimaksud adalah seperti, pelaksana kegiatan bimbingan dan konseling

3
(guru BK) mempunyai data yang relevan dalam melaksanakan tugasnya. Istilah
himpunan data itu sendiri adalah kegiatan menghimpun data yang relevan dengan
pengembangan siswa, yang diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematis,
komprehensif, terpadu, dan bersifat rahasia (Anas Salahudin, 2012). Konselor sebagai
penyelenggara himpunan data memiliki fungsi: Menghimpun data, mengembangkan data
dan menggunakan data.
Dalam kegiatan menghimpun data, yang menjadi isi atau pokok data bukan hanya
sekadar hasil dari aplikasi instrumentasi saja. Ada hal penting lain dalam melengkapi
data. Termasuk juga berbagai berbagai karya tulis atau rekaman kemampuan siswa,
catatan anekdot, laporan khusus, dan informasi pendidikan, dan jabatan. Tidak dipungkiri
bahwa ketidaklengkapan data siswa dapat menimbulkan hambatan-hambatan dalam
perumusan program bimbingan dan konseling. Hasil aplikasi instrumentasi pada
umumnya menjadi isi yang dianggap penting dalam himpunan data. Lebih dari itu,
himpunan data juga dapat meliputi hasil wawancara, konferensi kasus, kunjungan rumah,
analisis hasil belajar, pengamatan, dan hasil upaya pengumpulan bahan lainnya yang
dianggap relevan dengan pelayanan bantuan terhadap siswa.
Prayitno dalam (Anas Salahudin, 2012) juga mengatakan bahwa data sering
dilengkapi dengan hasil-hasil pengamatan dan wawancara, catatan anekdot, hasil angket
dan isian tertentu, hasil inventori khusus, misalnya tentang masalah-masalah yang
dialami, sikap dan kebiasaan belajar, serta pelayanan yang pernah diterima masing-
masing siswa. Program bimbingan dan konseling adalah suatu perencanaan yang
mencakup kuantivikasi yang akan dilaksanakan. Program pelayanan bimbingan dan
konseling di sekolah juga disusun berdasarkan kebutuhan peserta didik (need
assessment). Perlu diketahui bahwa program pelayanan bimbingan dan konseling pada
masing-masing satuan sekolah/madrasah dikelola dengan memperhatikan keseimbangan
dan kesinambungan program antar kelas dan antar jenjang kelas.
Dari kegiatan himpunan data siswa, maka diharapkan guru BK mampu
melakukan tugasnya dengan bantuan dari kegiatan tersebut. Sebab, di dalam kegiatan
himpunan data siswa sudah tercantum seluruh data dan keterangan terkait dengan siswa.

4
Baik itu didapat dari kegiatan aplikasi instrumentasi tes atau nontes ataupun didapat dari
catatan pribadi, anekdot dan lain sebagainya.

C. Kunjungan Rumah

Kunjungan rumah, yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk


memperoleh data, keterangan, kemudahan, dan komitmen bagi tertaskannya
permasalahan peserta didik (klien/konseli) melalui kunjungan ke rumahnya. Kegiatan ini
memerlukan kerja sama yang penuh dari orang tua dan anggota keluarga lainnya.

Kunjungan rumah mempunyai dua tujuan, yaitu pertama untuk memperoleh


berbagai keterangan (data) yang diperlukan dalam pemahaman lingkungan dan
permasalahan siswa (konseli) dan kedua untuk pembahasan dan pengetasan permasalahan
siswa.

Fungsi utama bimbingan yang diemban oleh kegiatan kunjungan rumah ialah
fungsi pemahaman dan pengetasan. Dengan kunjungan rumah akan diperoleh berbagai
data dan keterangan tentang berbagai hal yang besar kemungkinan ada sangkut-pautnya
dengan permasalahan siswa.

Data/keterangan ini meliputi:

1. Kondisi rumah tangga dan orang tua,


2. Fasilitas belajar yang ada dirumah,
3. Hubungan antar anggota keluarga,
4. Sikap dan kebiasaan anak (siswa) di rumah,
5. Berbagai pendapat orangtua dan anggota keluarga lainnya terhadap anak (siswa),
6. Komitmen orang tua dan anggota keluarga lainnya dalam perkembangan anak dan
pengentasan masalah anak (siswa).

D. Konferensi Kasus

Konferensi kasus, yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk


membahas permasalahan yang dialami oleh peserta didik (klien/konseli) dalam suatu
5
forum pertemuan yang dihindari oleh berbagai pihak yang diharapkan dapat memberikan
bahan, keterangan kemudahan, dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan
tersebut. Pertemuan dalam rangka konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup. Dalam
konferensi kasus secara spesifik dibahas permasalahan yang dialami oleh siswa tertentu
dalam suatu forum diskusi yang dihadiri oleh pihak-pihak terkait (seperti guru
pembimbing/konselor, wali kelas, guru mata pelajaran/praktik, kepala sekolah, orang tua,
dari tenaga ahli lainnya) yang diharapkan dapat memberikan data dan keterangan lebih
lanjut serta kemudahan-kemudahan bagi terentaskannya permasalahan tersebut.
Konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup.

Pembahasan permasalahan dalam konferensi kasus juga menyangkut upaya


pengentasan masalah dan peranan masing-masing pihak dalam upaya yang diemban oleh
konferensi kasus ialah fungsi pemahaman dan pengentasan. Materi pokok yang
dibicarakan dalam konferensi kasus ialah segenap hal yang menyangkut permasalahan
(kasus) yang dialami oleh siswa yang bersangkutan. Permasalahan itu didalami dan
dianalisis berbagai seginya, baik rincian masalahnya, sebab-sebab, dan sangkut-paut
antara bebagai hal yang ada didalamnya, maupun berbagi kemungkinan pemecahannya
serta faktor-faktor penunjangnya. Dikehendaki pula, melalui konferensi kasus itu akan
dapat terbina kerjasama yang harmonis diantar para peserta pertemuan dalam mengatasi
masalah yang dialami oleh siswa.

Kasus yang telah ditetapkan oleh konselor/guru pembimbing, ada yang bisa
dipecahkan secara tuntas dengan hanya melalui penanganan konselor sekolah, tetapi
banyak pula kasus-kasus yang belum bisa ditangani sendiri yang sangat memerlukan
campur tangan dari personel lain: bantuan pemecahan masalah terhadap kasus tersebut
kan ditangani secara team: teknik-teknin bantuan yang akan diberikan dibicarakan dalam
suatu pertemuan yang disebut dengan konferensi kasus atau case conference.

1. Tujuan konferensi kasus :

Secara umum tujuan dari konferensi kasus ialah mencari intrerpretasi yang tepat
dan tindakan-tindakan konkret yang dapat diambil. Atau dengan kata lain konferensi

6
kasus kasus bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang lebih tepat mengenai diri kasus
dengan maksud untuk memberikan pertolongan kepada kasus tersebut dalam
memecahkan masalahnya.

Sedangkan secara khusus tujuan dari penyelenggaraan konferensi kasus adalah


untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai hal-hal sebagai berikut:

a. Untuk memperoleh gambaran tentang inti masalah yang diderita oleh kasus.
b. Untuk memperoleh gambaran tentang latar belakang serta berbagai faktor yang
memungkinkan menjadi penyebab masalahnya.
c. Untuk memperoleh yang jelas tentang langkah-langkah atau tindakan yang dapat
dapat diambil untuk menolong kasus dalam menyelesaikan memecahkan masalah.
d. Untuk memperoleh gambaran tentang kasus, sampai sejauh mana kasus telah
menunjukkan perubahan-perubahan ke arah perbaikan atau dapat memecahkan
masalahnya.
2. Peserta konferensi kasus

Konferensi dipimpin oleh ahli bimbingan yang secara langsung menangani kasus
tersebut. Peserta lain yang ikut terlibat di dalamnya adalah personel yang ada sangkut
pautnya dengan permasalahan yang dihadapi kasus seperti kepala sekolah, guru guru
bidang studi, wali kelas, petugas kesehatan (tim medis), dan lain lainnya.

Masing-masing peserta sudah siap dengan berbagai data dan informasi tentang
kasus yang akan dibahas dalam konferensi kasus. Maka dari itusebelum konferensi kasus
dilaksanakan mutlak diperlukan pembagian tugas diantara peserta konferensi kasus.
Supaya konferensi kasus berjalan sesuai dengan waktu dan rencana yang telah ditetapkan,
dan terarah moderator dan notulis perlu ditunjuk.

3. Klasifikasi masalah konferensi kasus

Masalah yang akan menjadi titik pusat pembahasan dalam konferensi kasus
adalah kasus yang telah dipersiapkan dan diajukan oleh peserta konferensi kasus.
Klasifikasi masalah siswa yang dapat diajukan dalam pembahsan konferensi kasus salah

7
satu atau beberapa masalah yang dihadapi siswa dibawah ini: Masalah belajar, yang
antara lain berkenaan dengan:

a. Kebiasaan belajar yang kurang efektif dan efisien.


b. Kemampuan belajar yang kurang memadai.
c. Kesiapsiagaan belajar yang kurang memadai.
d. Kondisi lingkunga belajar yang kurang menguntungkan.

Masalah sosial pribadi, di antaranya:

1) Kekurangharmonisan hubungan antara teman.


2) Kekurangserasian hubungan dengan orang tua.
3) Kekurangserasian hubungan dengan guru.
4) Gambaran diri yang kurang tepat.
5) Kebiasaan hidup yang kurang sehat.
6) Kenakalan remaja.
7) Gangguan-gangguan psikis.
8) Masalah kelanjutan studi dan pemilihan pekerjaan
9) Pemilihan jurusan yang kurang tepat.
10) Pengenalan bakat tertentu yang kurang tepat.
11) Pengenalan jenis pekerjaan yang kurang memadai.
12) Pengenalan sekolah sambunga dan perguruan tinggi yang kurang memadai.
13) Penyaluran bakat dan minat yang kurang memadai.

4. Kesimpulan-kesimpulan konferensi kasus

Setelah semua data dapat dikumpulkan maka langkah seanjutnya adalah


menganalisa data tersebut secara komprehensif, sehingga dapat diputuskan suatu
rekomendasi, tentang teknik bantuan pemecahan masalah yang diberikan.

Kesimpulan-kesimpulan konferensi kasus dapat dicatat dalam format konferensi


kasus. Dalam satu kali pertemuan, mungkin diputuskansuatu rekomendasi. Oleh karena

8
itu, perlu diadakan pertemuan berikutnya sesuai dengan waktu yang telah disepakati
bersam antara peserta konferensi kasus.

E. Tampilan Kepustakaan

Tampilan kepustakaan yaitu kegiatan menyediakan berbagai bahan pustaka yang


dapat digunakan peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan sosial, kegiatan
belajar, dan karir atau jabatan. Tampilan kepustakaan merupakan kondisi yang sangat
memungkinkan individu atau klien memperkuat atau memperkaya diri sendiri. Dengan
atau tanpa bantuan Konselor, terlebih-lebih pada tahap pasca-konseling,individu yang
bersangkutan dapat terus - menerus mengembangkan diri melalui pemanfaatan tampilan
kepustakaan

Kegiatan pendukung Tampilan Kepustakaan(TKp) membantu klien dalam


memperkaya dan memperkuat diri berkenaan dengan permasalahan yang dialami dan
dibahas bersama Konselor pada khususnya, dan dalam pengembangan diri pada
umumnya. Pemanfaatan tampilan kepustakaan dapat diarahkan oleh konselor dalam
rangka pelaksanaan pelayanan, dan/atau kliensecara mandiri mengunjungi perpustakaan
untuk mencari dan memanfaatkan sendiri bahan-bahan yang ada di sana sesuai dengan
keperluan. Tampilan kepustakaan merupakan kondisi sangat memungkinkan klien
memperkuat dan memperkaya diri dengan atau tanpa bantuan konselor.

1. Tujuan
a. Melengkapi subtansi layanan berupa bahan-bahan tertulis dan rekaman yang ada
dalam layanan tampilan kepustakaan.
b. Mendorong klien memanfaatkan data yang ada untuk mengentaskan masalah
c. Mendorong klien memanfaatkan pelayanan konseling secara langsung
dan berdaya guna.
2. Komponen
a. Konselor : Adalah seorang yang memiliki akses dengan berbagai bahan yang
tersedia di perpustakaan.
b. Peserta kegiatan

9
Individu (atau lebih) yang berkepentingan dalam mengakses terhadap bahan
kepustakaan tertentu. Peserta layanan untuk tahap pra-konseling adalah mereka yang
tanpa terikat dengan layanan konseling. Peserta pada dalam-konseling adalah mereka
yang sedang menjalani konseling dan peserta pasca-konseling adalah mereka yang
sebelumnya sudah menjalani layanan konseling. Peserta hendaknya paham membaca dan
mampu mengaitkan materi dengan permasalahan dan pengembangan diri.

c. Bahan-bahan yang menjadi bahasan Pustakaan


1) Bahan pengembangan pribadi: menyangkut tugas-tugas perkembangan
2) Bahan pengembanga kehidupan social: cara berkomunikasi
3) Bahan pengembangan kegiatan belajar: bacaan cara belajar yang baik
4) Bahan perencanaan dan pengembangan karir: bacaan tentang keterkaitan
minat, bakat dan pekerjaan.
5) Bahan pengembangan kehidupan keluarga: bacaan persiapan berumah
tangga.
3. Operasionalisasi
Kegiatan TKp terutama yang diselenggarakan dalam proses layanan konseling, perlu
penanganan yang sebaik-baiknya sehingga hasilnya optimal.

a. Persiapan

Menyampaikan perlunya tampilan kepustakaan, menetapkan bahan-bahan


tampilan kepustakaan, menyiapkan klien untuk mengakses bahan-bahan yang
dibutuhkan, menetapkan waktu kegiatan dan menetapkan pembicaraan
terhadap hasil yang diperoleh dari tampilan kepustakaan. Dalam tahap
persiapan yang perlu dilakukan konsleor, yaitu;

1) Menyampaikan kepada klien atau peserta layanan tentang perlunya kegiatan


TKp.
2) Menetapkan bahan-bahan dalam tampilan kepustakaan yang perlu diakses,
dan menunjukan dimana bahan-bahan tersebut berada

10
3) Menyiapkan klien untuk mampu mengakses bahan-bahan tersebut dengan
cara dan teknik yang benar.
4) Menetapkan waktu kegiatan mengakses bahan-bahan dan bentuk perolehan
yang diharapkan
5) Menetapkan (kontrak) kapan hasil TKp itu dibicarakan dengan konselor.
b. Monitoring pelaksanaan
Dapat dilaksanakan secara tidak langsung (klien dimandirikan) dan secara
langsung dimana peserta layanan ditugaskan menyiapkan diri dengan bahan atau
topic tugas tertentu

c. Evaluasi dan tindak lanjut.


Terlaksana pada kegiatan layanan yang berlanjut, terutama layanan
dengan kontrak sambil dilaksanakan evaluasi.

d. Pendekatan dan Teknik


Kegiatan TKP pada dasarnya dilaksanakan sendiri oleh individu atau klien
yang bersangkutan. Jika diperlukan, konselor dapat memberikan arahan awal
tentang materi yang perlu dibaca atau dipelajari, prosedur atau cara mengakses,
serta petunjuk teknis lainnnya berkenaan dengan pemanfaatan bahan-bahan
kepustakaan.

4. Format
Dalam pelaksanaan kegiatan TKp konselor perlu memperhatikan kelima format
layanan konseling.
a. Format Individual, pada dasarnya TKp dilaksanakan sendiri-sendiri oleh individu
atau klien yang bersangkutan.
b. Format Kelompok, kegiatan TKp dapat dilaksanakan terhadap sekelompok
individu. Sekelompok siswa misalnya diminta mempelajari bahan tertentu
diperpustakaan.

11
c. Format Klasikal, kegiatan TKp dalam kelompok dapat diperlukan menjadi
kegiatan klasikal. Semua siswa dalam satu kelas diminta mempelajari bahan
tertentu diperpustakaan.
d. Format Lapangan, kegiatan TKp dapat terselanggara dalam format lapangan,
dalam arti individu yang menjadi peserta mecari sendiri bahan-bahan kepustakaan
ditempat yang berbeda.
e. Format Kolaboratif, format ini dilaksanakan oleh konselor dalam rangka
pengadaan bahan-bahan kepustakaan, agar menjadi ada dan semakin lengkap,
serta kemudahan dalam prosedur dan cara-cara pengaksesan bahan-bahan tersebut
oleh siapapun juga, terutama klien dan peserta TKp lainnya.

5. Teknik
Pelaksanaan TKp oleh individu atau klien secara mandiri memerlukan teknik atau
arahan yang tepat agar kegiatan tersebut efektif. Teknik dan arahan tersebut adalah;
a. Teknik mencari bahan yang diperlukan, dalam hal ini dapat memanfaatkan
katalog, daftar subjek dalam buku, dan lain-lain.
b. Teknik membaca cepat dan tepat, melalui kemampuan 5M;
1) Membaca yang tertulis dengan akurat

2) Memahami maksud dan makna yang dibaca

3) Meringkas intisari bacaan

4) Mempertanyakan materi yang dibaca

5) Memperkaya materi yang dibaca dengan bacaan atau bahan-bahan lain.

c. Arah aplikasi materi yang dibaca, bahan yang diambil dan dibaca dari kumpulan
tampilan kepustakaan akan memperoleh makna yang lebih besar apabila dapat
diterapkan dalam praktik.

12
F. Alih tangan kasus
Alih tangan kasus yaitu kegiatan untuk memindahkan penanganan masalah
peserta didik ke pihak lain sesuai keahlian dan kewenangannya. Di mana alih tangan
kasus merupakan kegiatan untuk memperoleh penanganan yang lebih tepat dan tuntasatas
permasalahan yang dialami klien dengan memindahkan penanganan kasus ke pihak lain
yang lebih kompeten, seperti guru mata pelajaran atau konselor, dokter setra ahli
lainnyadengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh penangananyang lebih tepat
dan tuntas atas permasalahan yang dihadapinya melalui pihak yang lebih kometen.
Fungsi kegiatan ini adalah pengentasan.

Materi alih tangan kasus pada pokok kasus yang dialih tangankan adalah
keseluruhan kasus yang dialih tangankan. Secara khusus, materi alih tangan ialah bagian
permasalahan yang belum tuntas ditangani konselor sekolah dan materi itu di luar bidang
keahlian ataupun kewenangan konselor sekolah. Penyelenggaraan alih tangan kasus
hanya dilakukan apabila konselor sekolah menjumpai kenyataan bahwa sebagian atau
keseluruhan inti permasalahan siswa berada di luar kemempuan atau kewenangan
konselor sekolah.

1. Tujuan
Tujuan umum ATK adalah diperolehnya pelayanan yang optimal, setuntas mungkin
atas masalah yang dialami klien.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus berkaitan dengan fungsi-fungsi konseling yaitu :
a. Fungsi pengentasan. Tenaga ahli yang menjadi arah ATK diminta memberikan
pelayanan yang secara spesifik lebih menuntaskan pengentasan masalah klien.
b. Fungsi pemahaman. Untuk memahami masalah yang sedang dihadapi klien guna
pengentasan.
c. Fungsi pencegahan. Merupakan dampak positif yang diharapkan dari ATK untuk
menghindari masalah yang lebih pelik lagi.
d. Fungsi pengembangan dan pemeliharaan. Dengan terentaskannya masalah
berbagai potensi dapat terpelihara dan terkembang.

13
e. Fungsi advokasi. Berhubungan dengan masalah klien berkenaan dengan
terhambatnya atau teraniayanya hak-hak klien.
3. Komponen
a. Klien dengan masalahnya
Tidak semua masalah dapat dialih tangankan, untuk itu perlu dikenali masalah-
masalah apa saja yang menjadi kewenangan konselor. Seperti masalah-masalah
berkenaan dengan :
1) Penyakit, baik penyakit fisik ataupun mental (kejiwaan), Kriminalitas,
dengan segala bentuknya.
2) Psikotropika, yang didalamnya dapat terkait masalah kriminalitas dan
penyakit.Guna-guna, dalam segala bentuknya yaitu kondisi yang berada
diluar akal sehat.
3) Keabnormalan akut, kondisi fisik dan mental yang bersifat luar biasa dalam
arah dibawah normal.

Apabila konselor mengetahui bahwa klien secara substansial berkenaan


dengan salah satu atau lebih dari tersebut diatas, konselor harus mengalih
tangankannya ke ahli lain yang berwenang. Namun bila berkenaan dengan
kekhawatiran takut terkena penyakit atau guna-guna, hal ini menjadi
kewenangan konselor untuk menanganinya. Bila berkenaan dengan masalah
kriminal, siapapun yang mengetahuinya harus segera melapor ke pihak yang
berwenang. Dalam hal ini konselor hanya menangani klien yang masalah
kriminalnya telah diproses oleh pihak yang berwajib dan yang lainnya.

b. Konselor
Dalam menangani klien, hal-hal yang perlu dikenali secara langsung oleh
konselor, yaitu :
1) Keadaan keabnormalan diri klien.
2) Substansi masalah klien.
Hanya klien-klien yang normal saja yang ditangani konselor, diluar itu
dialih tangankan kepada ahlinya. Untuk dapat mengalih tangankan klien

14
dengan baik, konselor dituntut untuk memiliki pengetahuan yang memadai
tentang para ahli yang dapat menjadi arah ATK beserta nama dan alamatnya
hendak dimiliki konselor.
c. Operasionalisasi
1) Perencanaan

Menetapkan kasus yang akan di ATK, meyakinkan klien akan ATK,


menghubung ahli lain yang menjadi arah ATK, menyiapkan materi ATK
dan kelengkapan administratif.

2) Pelaksanaan

Mengkomunikasikan rencana ATK kepada pihak terkait dan


mengalihtangankan klien kepada pihak terkait itu.

3) Evaluasi

Membahas hasil ATK melalui: Klien, laporan dari ahli lain dan analisis
hasil ATK kemudian mengkaji hasil ATK terhadap pengentasan masalah
klien.

4) Analisis hasil evaluasi

Melakukan analisis terhadap efektifitas ATK terhadap


pengentsan masalah klien secara menyeluruh.

5) Tindak lanjut

Menyelenggarakan layanan lanjutan oleh konselor jika diperlukan atau


klien memerlukan ATK ke ahli lain lagi.

6) Pelaporan

Menyusun laporan kegiatan ATK, menyampaikan laporan dan


mendokumentasi laporan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Anas Salahudin, Amirah Diniyati, T. (2013). Modul Praktikum Aplikasi Instrumentasi BK bagi
Mahasiswa Prodi BK Jurusan KI. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9),
1689–1699. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Anas Salahudin. (2012). Bimbingan & Konseling, 1, 1–10.

Damayanti, M., Anni, C. T., & Mugiarso, H. (2016). Indonesian Journal of Guidance and
Counseling. Indonesian Journal of Guidance and Counseling : Theory and Application,
5(1), 39–44. Retrieved from journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jbk

16

Anda mungkin juga menyukai