Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diare merupakan salah satu penyakit tertua pada manusia.
Karenanya tidak mengherankan jika bahan-bahan yang digunakan untuk
menyembuhkan penyakit tersebut menempati tempat yang khusus dalam
sejarah kedokteran. Dokter Sumeria pada tahun 3000 SM telah
menggunakan sediaan antidiare dari opium. Penyakit diare atau juga disebut
gastroenteritis masih merupakan salah satu masalah utama negara
perkembang termasuk Indonesia (Goodman dan Gilman, 2003).
Dua penyakit yang menonjol sebagai penyebab utama kematian pada
anak kelompok umur 1 sampai 4 tahun adalah diare dan penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi, yaitu campak, batuk rejan dan tetanus
(Anggarini, 2004).
Gastroenteritis atau diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali
sehari, dengan tau tanpa darah pada tinja. Diare akut adalah diare yang
terjadi mendadak pada orang yang sebelunya sehat dan berlangsung kurang
dari 2 minggu (Noerasid dkk., 1988)
Angka kesakitan penyakit diare adalah sekitar 200 – 400 kejadian
diantara 1000 penduduk setiap tahunnya. Dengan demikian di Indonesia
dapat ditemukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahunnya,
dengan sebagian besar (70% - 80%) penderita ini adalah anak dibawah umur
lima tahun, yang disebabkan karena dehidrasi. Hal inilah yang
menyebabkan sejumlah 350.000 - 500.000 anak di bawah umur 5 tahun
meninggal setiap tahunnya (Noerasid dkk., 1988)
Diare sebenarnya bukan merupakan hal asing bagi masyarakat,
karena sebagian besar dari anggota masyarakat pernah menderita penyakit
ini. Namun, angka kematian yang tinggi akibat diare terutama pada bayi dan
anak-anak yaitu sebesar 23,2% di wilayah Surabaya (Zeinb, 2004)

1
Pada banyak pasien, onset diare terjadi secara tiba-tiba tetapi tidak
terlalu parah dan dapat sembuh sendiri tanpa memerlukan pengobatan. Pada
kasus yang parah, resiko terbesar adalah dehidrasi dan ketidakseimbangan
elektrolit terutama pada bayi, anak-anak dan manula yang lemah. Oleh
karena itu, terapi rehidrasi oral merupakan kunci utama penanganan untuk
pasien sakit diare akut (Zeina, 2004).
Kematian akibat diare biasanya bukan karena adanya infeksi dari
bakteri atau virus, tetapi terjadinya dehidrasi pada diare hebat yang serius
disertai dengan muntah–muntah, sehingga tubuh akan kehilangan banyak
cairan tubuh. Sehingga bisa berakibat dehidrasi, asidosis, hipokalemia yang
tidak jarang akan berakhir dengan kejang dan kematian. Pada bayi dan anak-
anak kondisi ini lebih berbahaya karena cadangan intrasel dalam tubuh
mereka kecil dan cairan ekstrasel lebih mudah dilepaskan jika dibandingkan
orang dewasa. Pada pasien diare akut yang parah harus segera masuk rumah
sakit untuk rawat inap, selanjutnya dilakukan upaya pengobatan (Setiawan,
2005).

B. Rumusan Masalah
1. Apa penngertian Diare ?
2. Apa saja Klasifikasi diare ?
3. Bagaimana Etiologi diare ?
4. Apa saja manifestasi klinis diare ?
5. Bagaimana patofisiologis Diare ?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang diare ?
7. Apa saja komplikasi diare ?
8. Apa saja penatalaksanaan diare ?

C. Tujuan
Agar mahasiswa mampu menyusun asuhan keperawatan yang
terdiri dari pengkajian, membuat diagnosa keperawatan, menyusun

2
rencana keperawatan, melaksanakan tindakan keperawatan dan melakukan
evaluasi keperawatan pada pasien diare.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada
bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat
berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah/lendir saja
(Ngastiyah, 2005: 223).
Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang
terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih BAB dengan tinja yang encer
atau cair. Diare dapat disebabkan oleh berbagai infeksi, selain penyebab
lain seperti malabsorbsi. Diare sebenarnya merupakan salah satu gejala
dari penyakit pada system gastrointestinal atau penyakit lain di luar
saluran pencernaan. Tetapi sekarang lebih dikenal dengan “penyakit diare”
karena dengan sebutan penyakit diare akan mempercepat tindakan
penanggulangan. Penyakit diare terutam pada bayi perlu mendapatkan
tindakan secepatnya karena dapat membawa bencana bila terlambat.
Walaupun penyakit diare tidak semua menular misalnya karena
faktor malabsorbsi, tetapi perlu perawatan di kamar yang terpisah dengan
perlengkapan cuci tangan untuk mencegah infeksi serta tempat pakaian
kotor tersendiri. Masalah pasien diare yang perlu diperhatikan ialah resiko
terjadi gangguan sirkulasi darah, kebutuhan nutrisi, resiko terjadi
komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman, kurangnya pengetahuan
mengenai penyakit.
Penyakit diare dapat menyerang siapa saja mulai dari anak, dewasa
maupun orang tua (lansia) dan penyakit diare ini biasanyakebanyakan
disebabakan oleh infeksi.

4
B. Klasifikasi
1. Diare Akut Adalah diare yang terjadi secara mendadak dan berlangsung
kurang dari 7 hari pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat.
2. Diare Kronis Adalah diare yang berlangsung paling sedikit 2 minggu
3. Diare osmotik : Diare yang berhenti jika pemberian makanan (obat-
obatan dihentikan). Pada diare osmotik, osmolatitas tinja diare
merupakan beban osmotik utama yang tidak terabsorbsi dan atau tidak
diabsorbsi. Tinja mempunyai kadar Na+ rendah (< 50 mEq/l dan beda
osmotiknya bertambah besar (> 160 mOsm/L). Dapat disebabkan oleh
malabsorbsi makanan, kekurangan kalori protein, bayi berat badan lahir
rendah dan bayi baru lahir. Kelainan-kelainan yang menyebabkan diare
osmotik kronis dapat diklasifikasi dari mekanisme patofisiologinya,
umur pada saat mulainya/pola tampilannya.
4. Diare sekretorik : Diare yang menetap walaupun penderita dipuasakan.
Diare sekretorik jarang dan merupakan kelainan pada bayi. Frekuensi
BAB > 5x/24 jam, encer, volumenya banyak. Tinja mempunyai kadar
Na+ tinggi (> 90 mEq/L) dan perbedaan osmotiknya < 20 mOsm/L.

C. Etoilogi
Diare terjadi ketika makanan cairan yang Anda makan berlalu terlalu
cepat dan atau terlalu besar jumlahnya pada saluran pencernaan (usus).
Secara normal, usus besar akan menyerap cairan dari makanan yang Anda
makan, dan meninggalkan kotoran (tinja) yang setengah padat.
Akan tetapi ketika cairan dari makanan yang Anda makan tidak
diserap,maka hasilnya adalah kotoran (fesese) yang cair atau encer.
Penyakit diare mungkin berhubungan dengan infeksi virus atau bakteri dan
terkadang efek dari keracunan makanan.
Secara umum penyebab diare antara lain :
1. Infeksi bakteri dan parasit
Masuk melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
2. Infeksi Virus

5
Rotavirus adalah penyebab diare pada anak (akut) yang paling
sering.
3. Intoleransi
Paling sering adalah tolerensi laktosa (gula pada susu) pada
sebagian orang, sehingga sebagian orang, sehingga diare terjadi
setelah makan / minum produk susu.
4. Operasi kandung empedu atau lambung
Apabila tidak ingin penyakit diare bertambah parah, sebaiknya
Anda juga menghindari makanan berikut, yaitu :
a. Makanan berlemak
b. Susu,mentega, es krim dan keju
c. Minuman alcohol dan kafein
d. Sorbitol dan pemanis buatan lainnya
e. Makanan yang menyebabkan gas berlebih

D. Manifesta Klinis
Manifestasi klinis menurut Ngastiyah, 2005 adalah : Mula-mula
pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan
berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair mungkin
disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah
kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah
sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin
asam sebagai ak ibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa
yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat timbul
sebelum dan sesudah diare, dan dapat disebabkan karena lambung turut
meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
Akan terjadi dehidrasi mulai nampak, yaitu berat badan turun, turgor
berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung (pada bayi), selaput
lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.

6
Manifestasi klinis yang terjadi pada klien diare berdasarkan dehidrasi:
1. Diare dengan dehidrasi ringan
 Kehilangan cairan 5% dari berat badan
 Kesadaran baik (samnolen)
 Mata agak cekung
 Turgor kulit kurang dan kekenyalan kulit normal
 Berak cair 1-2 kali per hari
 Lemah dan haus
 Ubun-ubun besar agak cekung

2. Diare dengan dehidrasi sedang


 Kehilangan cairan lebih dari 5-10% dari berat badan
 Keadaan umum gelisah
 Rasa haus
 Denyut nadi cepat dan pernafasan agak cepat
 Mata cekung
 Turgor dan tonus otot agak berkurang
 Ubun-ubun besar cekung
 Kekenyalan kulit sedikit berkurang dan elastisitas kembali sekitar 1-2
detik

3. Diare dengan dehidrasi berat


 Kehilangan cairan lebih dari 10% dari berat badan
 Keadaan umum dan kesadarna umum koma (apatis)
 Denyut nadi cepat nsekali
 Pernafasan kusmaul (cepat sekali)
 Ubun-ubun besar cekung sekali
 Mata cekung sekali
 Turgor/tonus kurang sekali
 Selaput lendir kurang/asidosis

7
E. Patofisologis
Sebagai akibat diare baik akut / kronis akan terjadi :
1. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output lebih banyak daripada
input) merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
2. Gangguan keseimbangan asambase (asidosis-metabolik)
Asidosis metabolik terjadi karena: Kehilangan natrium bikarbonat
bersama tinja, Adanya ketosil kelaparan, Metabolisme lemak tidak
sempurna sehingga benda keton tertimbun di dalam tubuh.Terjadi
penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan. Pemindahan ion
Na dari cairan ekstra seluler
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% pada anak-anak yang
menderita diare.Padaorang dengan gizi cukup (baik, hipoglikemia jarang
terjadi, lebih sering terjadi pada anak sebelumnya pernah menderita lalep).
4. Gangguan gizi
Ketika orang menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan
akibat terjadinya penurunan BB dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan
karena makanan yang sering tidak dicerna dan diabsorbsi baik karena
hiperperistaltik. Meningkatnya motilitas dan cepatnya pengosongan pada
intestinal merupakan akibat dari gangguan absorbsi dan ekskresi cairan-
cairan dan elektrolit yang berlebihan. Mikroorganisme yang masuk akan
merusak sel mukosa intestinal sehingga menurunkan areapermukaan
intestinal, perubahan kapasitas intestinal dan terjadi gangguan absorbsi
cairan dan elektrolit.
5. Gangguan sirkulasi darah
Sebagai akibat diare dengan/tanpa disertai muntah dapat terjadi
gangguansirkulasi darah berupa kegiatan (syok) hipovolemik. Akibat
perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat

8
dan mengakibatkan perdarahan pada otak, kesadaran menurun dan bila
tidak segera ditolong penderita dapat meninggal.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Makroskopis
Bentuk tinja dan jumlah tinja dalam sehari kurang lebih 250 mg.
2. Mikroskopis
Na dalam tinja ( normal : 56-105 mEq/l ) Chloride dalam tinja ( normal :
55-95 mEq/l ), kalium dalam tinja ( normal : 25-26 mEq/l ), HCO3,
dalam tinja ( normal : 14-31 mEq/l ). PH dan kadar gula dalam tinja
dengan kertas lakmus dan label klining test bisa diduga terjadi intoleransi
gula. PH normal kurang dari 6, Gula tinja, normalnya tidak terjadi gula
dalam tinja. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam
darah, lebih cepat dilakukan dengan pemeriksaan analisa gas darah.
Dalam pemeriksaan gas darah nilai jika terjadi alkaliosis
metabolic/asidosis respiratorikmaka nilai CO2 lebih tinggi dari nilai O2,
sedangkan jiaka terjadi asidosis metabolikalkalosis respiratori maka nilai
CO2 lebih rendah dari O2. Pemeriksaan kadar urin dan kreatinin untuk
mengetahui fool ginjal. Urin normal 20-40 mg/dl. Jika terjadi
peningkatan menunjukan adanya dehidrasi. Kreatinin normal 0,5-1,5
mg/dl. Jika terjadi peningkatan menunjukan adanya penurunan fungsi
ginjal. Pemeriksaan darah lengkap, Darah lengkap meliputi elektroda
serum, kreatinin, menunjukan adanya dehidrasi. Nilai normal
hemoglobin adalah 13-16 g/dl, hematokrit 40-48 vol%. Hemoglobin dan
hematokrit biasanya mengalami penurunan diare akut. Duodeual
Intubation. Gunanya untuk mengetahui kuman secara kuantitatif terutama
pada diare kronik. Penyebab yang ditemukan tidak ada yang berupa
mikroba tunggal baik itu Shigela, Crypto Sporodium danE.
Colienteroagregatif. Hasil pemeriksaan duodeual intubation berupa +++ (
positif 3 ) menunjukan adanya 3 kuman bakteri yang menjadi penyebab
diare.

9
G. Komplikasi
1. Dehidrasi
Dehidrasi meliuti ringan, sedang dan berat. Dehidrasi ringan terdapat
tanda atau lebih dari keadaan umumnya, mata terlihat normal, rasa haus
normal. Minum biasa dan turgor kulit kembali ceat. Dehidasi sedang
keadaan umumnya terlelihat gelisah dan rewel, mata terlihat cekung, haus
dan merasa ingin minum bayak dan turgor kulitnya kembali lambat.
Sedangkan dehidrasi berat keadaan umumnya terlihat lesu, lunglai atau
tidak sadar, mata terlihat cekung, dan turgor kulitnya kembali sangat
lambat > 2 detik. ( Depkes RI, 2008 )
2. Hipernatremia
Hipernatremia biasanaya terjadi pada diare yang disertai muntah,
menurut penelitian jurnalis, sayoeti dan dewi tahun (2008), menemukan
bahwa 10,3 % anak yang menderita diare akut dengan dehidrasi berat
mengalami hipernatremia.
3. Hipotremia
Hipotremia terjadi pada anak yang hanya minum air putih saja atau
hanya mengandung sedikit garam, ini sering terjadi pada anak yang
mengalami infeksi shigella dan malnutrisi berat dengan edema ( syoeti &
dewi tahun 2008)
4. Hipokalemia
Hiokalemia terjadi karena kurang kalium (K) selama rehidrasi yang
menyebabkan terjadinya hipokalemia ditandai dengan kelemahan otot,
eristaltik usus berkurang, gangguan fungsi ginjal, dan aritmia. ( ngrastiyah,
2005 dalam penelitian 2015)
5. Demam
Demam sering ditemukan pada kasus diare. Biasanya demam timbul
jika penyebab diare berinvansi kedalam sel epitel usus ( Grace & Jerald,

10
2010). Bakteri yang masuk kedalam tubuh dianggap sebagai antigen oleh
tubuh. Bakteri tersebut mengeluarkan toksin lipoposakarida dan membran
sel. Sel yang bertugas menghanurkan zat – zat toksin atau infeksi tersebut
adalah neutrofil dan makrofag dengan cara fagosistosis. Sekresi fagosik
menginduksi timbulnya demam. ( Ariani, 2016 )

H. Penatalaksanaan
Pengetahuan dan pemahaman mengenai proses yang menyebabkan
terjadinya diare memungkinkan klinis untuk mengembangkan terapi obat
yang paling efektif. Campuran yang seimbang antara glukosa dan elektrolit
dalam volume yang setara dengan cairan yang hilang dapat mencegah
terjadinya dehidrasi (Goodman dan Gilman, 2003).
Terapi diare didasarkan pada diagnosa yang tepat dan penggantian cairan
dan elektrolit yang hilang dan juga penggunaan obat – obat antidiare yang
spesifik, dan juga menghindari makanan dan obat – obat yang dapat
menyebabkan timbulnya diare, seperti obat laksatif, antasida dan obat-obat
yang mempengaruhi motilitas usus (Watts, 1984).
Diare akut pada orang dewasa selalu terjadinya singkat bila tanpa
komplikasi, dan kadang – kadang sembuh sendiri meskipun tanpa
pengobatan. Tidak jarang penderita mencari pengobatan sendiri atau
mengobati sendiri dengan obat – obatan anti diare yang dijual bebas.
Biasanya penderita baru mencari pertolongan medis bila diare akut sudah
lebih dari 24 jam belum ada perbaikan dalam frekwensi buang air besar
ataupun jumlah feses yang dikeluarkan. Prinsip pengobatan adalah
menghilangkan kausa diare dengan memberikan antimikroba yang sesuai
dengan etiologi, terapi supportive atau fluid replacement dengan intake cairan
yang cukup atau dengan Oral Rehidration Solution (ORS) yang dikenal
sebagai oralit, dan tidak jarang pula diperlukan obat simtomatik untuk
menyetop atau mengurangi frekwensi diare. Untuk mengetahui
mikroorganisme penyebab diare akut dilakukan pemeriksaan feses rutin dan
pada keadaan dimana feses rutin tidak menunjukkan adanya mikroorganisme,

11
maka diperlukan pemeriksaan kultur feses dengan medium tertentu sesuai
dengan mikroorganisme yang dicurigai secara klinis dan pemeriksaan
laboratorium rutin. Indikasi pemeriksaan kultur feses antara lain, diare berat,
suhu tubuh > 38,5º C, adanya darah dan atau lendir pada feses, ditemukan
leukosit pada feses, laktoferin, dan diare persisten yang belum mendapat
antibiotik (Zeinb, 2004).

12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian keperawatan
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi ada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan 6 – 11 bulan.
Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhada infeksi, hal ini
membantu menjelaskan penurunan inseden penyakit ada anak yang lebih
besar. Ada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk.
Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimtomatik dan kuman, enteric
menyebar terutama dilihat dari ola makan dan perawatannya.
2. Keluhan utama
BAB lebih dari 3 kali sehari.
3. Riwayat penyakit sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamur lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu engeluaran : 3 – 5 hari
(diare akut), lebih dari 7 hari (diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari
(diare kronis).
4. Riwayat penyakit dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakaian antibiotik atau
kortikosteroid jangka panjang (perubahan Kandida albiKans dari sarofit
menjadi parasit), alergi makanan, IspA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak toddler makanan yang diberikan seerti pada orang dewasa, porsi
yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan ssusu.

13
Kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan. Cara pengelolahan
makanan yang baik. Menjaga kebersihan dan sanitasi makanan. Kebiasaan
cuci tangan.
6. Riwayat kesehatan keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7. Riwayat kesehatan lingkungan
Penyimanan makanan ada suhu kamar, kurang menjaga keberihan,
lingkungan tempat tinggal.
8. Riwayat pertumbhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan
Kenaikan BB karena umur 1-3 tahun berkisar antara 1,5 – 2,5 kg
( rata-rata 2kg ), B 6-10 cm ( rata-rata 8 cm ) pertahun
Kenaikan lingkar kepala : 12 cm ditahun ertama dan 2 cm ditahun
kedua dan seterusnya.
Tumbuh gigi 8 buah: ambahan gigi susu, geraham ertama dan gigi
taring, seluruhnya berjumalah 14 – 16 buah.
Erusi gigi : geraham pertama menyusul ggi taring.
b. Perkembangan
Taha perkembangan psikoseksual menurut Sigmund Freud :
Fase anal : engeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido. Mulai
menunjukan keakuannya, inta diri sendiri/egoistik,mulai kenal dengan
tubuhnya, tugas utamanya adalah latihan kebersihan, perkembangan
biraa dan bahasa (meniru dan mengulang kata sderhana, hubungan
interpersonal, bermain).
Taha perkembangan psikososial menurut Erik Erikson:
Autonomy vs Shame and doundt
Perkembangan keteramilan motorik dan bahasa dielajari anak toddler
dari lingkungan dan keuntungan yang isa perolah dari kemampuannya
untuk mandirii (tak tergantung). Melalui dorongan orang tua untuk
makan, berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua terlalu over rotektif
menuntut harapan yang terlalu tinggi maka anak akan merasa dan ragu

14
– ragu seerti juga halnya perasaan tidak mampu yang dapat
berkembang pada diri anaknya.
Gerakan kasar dan halus, bira, bahasa dan keerdasan, bergaul dan
mandiri : umur 2 – 3 tahun :
1. Berdiri dengan stau kaki tanpa berpegangan sedikitpun
2. Hitungan (GK)
3. Meniru membuat garis lurus (GH)
4. Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK)
5. Melepas pakaian seniri (BM)
9. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan
mengeil, lingkar keala, lingkar membesar.
b. Keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun
c. Kepala : ubun – ubun tak teraba cekung karena sudah menutu ada anak
1 tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem penernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, eristaltik
meningkat > 35/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum
normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum
sedikit atau kelihatan bisa minum
f. Sistem pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena
asidosis metabolik (kontraksi otot pernafasan).
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat 120x/mnt dan lemah, tensi menurun
ada diare sedang.
h. Sistem integumen : waran kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu
meningkat > 370 C, akral hangat, akral dingin (waspada syok), aillary
refill memanjang > 2 detik, kemerahan ada daerah peranal
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria samai anuria ( 200 – 400
ml/24jam), frekuensi berkurang dari sebelum sakit
j. Dampak hositalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami
stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap

15
tindakan invasive reson yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan
kemudian menerima.
10. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium
 Fese kultur : bakteri, virus, parasit, candida
 Serum elektolit : hiponatremi, hipernatremi, hipokalemi
 AGD : asidosis metabolik (Ph menurun, PO 2 Meningkat, PCO2
meningkat, HCO3 menurun)
 Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
2) Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni

B. Diagnosa Keperawatan
1. gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan cairan
sekunder terdahap diare
2. perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare
atau output berlebihan dan intake yang kurang
3. resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
sekunder terhadap diare
4. resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan
frekuensi diare
5. kecemasan anak berhubungan dengan krisis situasi, kurang pengetahuan.

C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 : gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan sekunder terhadap diare.
Tujuan : setelah dilakukan tindakana keperawatan selama 3 x 24 jam
keseimbangan dan elektrolik di pertahankan secara maksimal
Kriteria Hasil :
 Tanda vital dalam batas normal ( N: 120-60 x/mnt, S:36 – 37 o C, RR : <
40x/mnt )

16
 Turgor elastis, membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB
tidak cekung.
 Konsistensi BAB lembek, frekuensi 1 kali serhari

Intervensi :
1. Pantau tanda dan gejala kekurangan airan dan elektrolit
R/ penurunan sirkulasi volme airan menyebabkan kekeringan mukosa dan
pemekatan urine. Deteksi dini memungkinkan terap pergantian airan
segera untuk memperbaiki defisit
2. Beri LRO ( larutan rehidrasi oral )
R/ untuk rehidrasi dan penggantian kehilangan airan melalui feses
3. Berikan LRO sedikit tapi sering/anjurkan keluarga untuk memberi minum
banyak ada klien 2-3 lt/hari
R/ mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
4. Setelah rehidrasi berikan diet regular ada anak sesuai toleransi
R/ karena penelitian menunjukan pemberian ulang diet normal secara dini
bersifat menguntungkan untuk menurunkan jumlah defekasi dan
penurunan berat badan serta pemendekan durasi penyakit
5. Pantau intake dan output ( urin, feses, dan emesis )
R/untuk mengevaluasi keefektifan intervensi
6. Timbang berat badan setia hari
R/mendeteksi kehilangan cairan, penurunan 1 kg BB sama dengan
kehilangan airan 1 lt
7. Kaji TTV, turgor kulit, membrane mukosa, status mental stiap 4 jam atau
sesuai indikasi
R/untuk mengkaji hidrasi
8. Hindari masukan cairan jernih seerti us buah, minuman berkarbonat, dan
gelatin
R/ karena airan ini biasanya tinggi karbohidrat, rendah elektrolit, dan
mempunyai osmolaritas yang tinggi

17
9. Kolaborasi :
- Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K, Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbangan airan dan elektroit, BUN untuk megetahui
faalginjal (komensasi)
- Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ mengganti airan dan elektrolit seara adekuat dan cepat.
- Obat – obatan : ( antisekresin, antisasmolitik, antibiotik )
R/ anti sekresi untuk proses menurunkan sekresi cairan dan elektrolit
agar seimbang, antisasmolitik untuk roses absorbsi normal, antibiotik
sebagai anti bakteri bersektrum luas untuk menghambat endotoksin.
10. Instruksikan keluarga dalam memberikan terapi yang tepat, pemantauan
masukkan dan keluaran, dan mengkaji tanda – tanda dehidrasi
R/ untuk menamin hasil optimum dan memperbaiki kepatuan tehadap
aturan terapeutik

Diagnosa 2 : perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


tidak adekuatnya inatake dan ouput
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama dirumah sakit kebutuhan
nutrisi tepenuhi
Kriteria :
 nafsu makan meningkat
 BB meningkat atau normal sesuai umur

Intervensi :
1. Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet ( makana berserat tinggi,
berlemak dan air terlalu panas atau dingin )
R/ serat tinggi, lemak, air terlalu panas/dingin dapat merangsang
mengiritasi lambung dan saluran usus
2. Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau
sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.

18
3. Berikan jam istirahat ( tidur ) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
R/ mengurangi emakaian energi yang berlebihan
4. Observasi dan atat respon terhadap pemberian makan
R/ untuk mengkaji toleransi pemberian makan
5. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
a. Terai gizi : diet TKTp rendah serat, susu
b. Obat – obatan atau vitamin ( A )
R/ mengandung zat yang dierlukan, untuk proses pertumbuhan
6. Instruksi keluarga dalam pemberian diet yang tepat
R/ untuk menigkatkan kepatuhan program terapeutik

Diagnosa 3 : resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi


dampak sekunder dari diet
Tujuan : setalah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam tidak terjadi
penigkatan suhu tubuh
Kriteria hasil :
 suhu tubuh dalam batas normal ( 36 – 37, 5o C )
 Tdak terdapat tanda infesi ( rubor, dolor, kalor, tumor, fungtio laesa )
Intervensi :
1. Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya
infeksi )
2. Berkan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas
tubuh
3. Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ merangsang pusat pengatur di otak

Diagnosa 4 : resiko gangguan integritas kulit perinatal berhubungan dengan


peningkatan frekuensi BAB ( diare )

19
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawaan selama dirumah sakit integritas
kulit terganggu
Kriteria hasil :
 tidak terjadi iritasi : kemerahan. Lecet, kebersihan terjaga
 Keluarga mamu mendemonstrasiakan perawatan perinatal dengan baik dan
benar
Intervensi :
1. Diskusian dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ kebersihan menegah perkembangan biakan kuman
2. Demontrasikan serta libatkan kelurga dalam merawat perinatal ( bila basah
dan mengganti pakaian bawah serta alasannya )
R/ menegah terjadinya iritasi kulit dan tak diharakan oleh karena lembaban
dan keasaman fese
3. Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2 – 3 jam
R/ melanarkan vaskulerisasi, mengurangi penekana yang lama sehingga
tak tejadi iskemik dan iritasi

Diagnosa 5 : kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama dirumah sakit, klien
mampu beradaptasi
Kriteria hasil : mau menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak
rewel
Intervensi :
1. Libatkan keuarga dalam melakukan tindakan perawatan
R/ pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
2. Hindari persepsi yang salah perawatan dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS
3. Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan
pengobatan
R/ menambahkan rasa percaya diri anak akan keberanian dan
kemamuannya

20
4. Lakukan kontak sesering mungkind an lakukan komunikasi baik verbal
maupun nonverbal ( sentuhan, belaian dll )
R/ kasih sayang serta pengenalan diri perawat akan menumbuhkan rasa
aman ada klien
5. Berikan mainan sebagai rangsangan sensori anak

Diagnosa 6 : perubahan keluarga berhubungan dengan krisis situasi, kurang


pengetahuan.
Tujuan : keluarga memahami tentang penyakit anaknya dan pengobatannya serta
mampu memberikan perawatan
Kriteria hasil : keluarga menunukan kemampuan untuk merawat anak, khususnya
dirumah.
Intervensi :
1. Berikan informasi pada keluarga tentang penyakit anak dan tindakan
teraeutik
R/ untuk mendorong kepatuahan terhadap program terapeutik, khususnya
jika sudah berada di rumah.
2. Bantu keluarga dalam memberikan rasa nyaman dan dukungan ada anak
R/ untuk memenuhi kebutuhan rasa aman dan nyaman pada anak sert mau
kooeratif
3. Izinkan anggota keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan anak
sebanyak yang mereka inginkan
R/ untuk memenuhi kebutuhan anak dan keluarga
4. Intruksikan keluarga mengenai penegahan
R/ untuk menegah penyebaran infeksi
5. Atur perawatab kesehatan asa hospitalisasi
R/ untuk menjamin pengkajian dan pengobatan yang kontinu
6. Rujuk keluarga pada lembaga perawatan kesehatan komunitas
R/ untuk pengawasan perawatan di rumah sesuai kebutuhan.

D. Implementasi

21
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana tindakan yang
telah direncanakan sebelumnya.

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan pengukuran keberhasilan sejauh mana tujuan tersebut
tercapai. Bila ada yang belum tercapai maka dilakukan pengkajian ulang,
kemudian disusun rencana, kemudian pelaksanaan dalam implementasi
keperawatan lalu dievaluasi, bila dalam evaluasi belum ada yang teratasi
maka dilakukan langkah awal lagi dan seterusnya sampai tujuan tercapai.

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa
darah atau lendir dalam tinja. Diare juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan
dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi
karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau
cair.
Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal
yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai
atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses
inflamasi pada lambung atau usus.

22
B. SARAN
Diharapan mahasiswa lebih banyak lagi mengembangkan ilmu
pengetahuan terutama bidang keperawatan sehingga kedepannya ilmu kesehatan
terutama ilmu keperawatan lebih maju.

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, dkk. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson.Jakarta: EGC.


Dona. 1996. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4.Jakarta: EGC.
Hinchliff, Sue. 1999. Kamus Keperawatan Edisi 17.Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I.Jakarta:
Media Aesculapius.
Ngastiyah. 2002. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2.Jakarta: EGC.
Ahmad. 2003. Kamus Kedokteran Edisi 24.Jakarta: Djambatan.
Suharyono, dkk. 1998. Gastroenterologi Anak Praktis.Jakarta:Gaya Baru.
Suntosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. 2005-2006.
Definisi dan Klasifikasi.Yogyakarta: Prima Medika.

23
Suriadi, dkk. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: PT. Fajar
Interpratama.

24

Anda mungkin juga menyukai