Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada


sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya.
Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan
dan pada 80% bayi kurang bulan. Ikterus merupakan salah satu penyakit yang
berkaitan dengan sistem imun. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat
patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan
kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian
terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau
kadar bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam.
Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1
minggu serta bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang
menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut
penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus
dapat dihindarkan.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan hiperbilirubin ?
2. Apakah yang menjadi penyebab terjadinya hiperbilirubin ?
3. Bagaimana manifestasi klinis penyakit hiperbilirubin?
4. Bagaimana komplikasi yang terjadi pada penyakit hiperbilirubini?
5. Bagaimana patofisiologi terjadinya penyakit hiperbilirubin, ?
6. Bagaimana hiperbiliruin berhubungan dengan asi?

C. Tujuan
1. Mengetahui tentang definisi hiperbilirubin.
2. Mengetahui tentang penyebab terjadinya hiperbilirubin.

1
3. Mengetahui gambaran tentang manifestasi klinis penyakit hiperbilirubin.
4. Mengetahui gambaran tentang komplikasi yang terjadi pada penyakit
hiperbilirubin.
5. Mengetahui gambaran tentang patofisiologi terjadinya penyakit hiperbilirubin.
6. Mengetahui hubungan pemberian asi dengan penyakit hiperbilirubin.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Hiperblirubin

Hiperbilirubin adalah keadaan icterus yang terjadi pada bayi baru lahir,
yang dimaksud dengan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir adalah
meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga terjadi
perubahaan warna menjadi kuning pada kulit, konjungtiva, mukosa dan alat
tubuh lainnya. (Ngastiyah, 2000) 
Hiperbilirubin merupakan gejala fisiologis (terdapat pada 25 – 50%
neonatus cukup bulan dan lebih tinggi pada neonatus kurang bulan). (IKA II,
2002).
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang
kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001).
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam
darah berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus (Dorothy R.
Marlon, 1998)
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam
darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis
pada neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa
dan cairan tubuh (Adi Smith, G, 1988).
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum
(hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat
menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002)

3
B. Metabolisme Bilirubin

75% dari bilirubin yang ada pada BBL yang berasal dari penghancuran
hemoglobin ,dan 25%dari mioglobin ,sitokrom ,katalase dan tritofan
pirolase .satu gram bilirubin yang hancur menghasilkan 35 mg bilirubin. Bayi
cukup bulan akan menghancurkan eritrosit sebanyak satu gram/hari dalam
bentuk bilirubin indirek yang terikat dengan albumin bebas (1 gram albumin
akan mengikat 16 mg bilirubin). Bilirubin indirek larut dalam lemak dan bila
sawar otak terbuka, bilirubin akan masuk kedalam otak dan
terjadilah kernikterus. yang memudahkan terjadinya hal tersebut ialah
imaturitas, asfiksia/hipoksia, trauma lahir, BBLR (kurang dari 2500 gram),
infeksi, hipoglikemia, hiperkarbia.didalam hepar bilirubin akan diikat oleh
enzim glucuronil transverse menjadi bilirubin direk yang larut dalam air,
kemudian diekskresi kesistem empedu, selanjutnya masuk kedalam usus dan
menjadi sterkobilin. sebagian di serap kembali dan keluar melalui urin
sebagai urobilinogen.
Pada BBL bilirubin direk dapat di ubah menjadi bilirubin indirek didalam
usus karena disini terdapat beta-glukoronidase yang berperan penting
terhadap perubahan tersebut. bilirubin indirek ini diserap kembali oleh usus
selanjutnya masuk kembali ke hati (inilah siklus enterohepatik).

Keadaan ikterus di pengaruhi oleh :


a. Faktor produksi yang berlebihan melampaui pengeluaran nya terdapat
pada hemolisis yang meningkat seperti pada ketidakcocokan golongan
darah (Rh, ABO antagonis,defisiensi G-6-PD dan sebagai nya).
b. Gangguan dalam uptake dan konjugasi hepar di sebabkan imaturitas
hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi (mengubah) bilirubin,
gangguan fungsi hepar akibat asidosis,hipoksia, dan infeksi atau tidak
terdapat enzim glukuronil transferase (G-6-PD).
c. Gangguan tranportasi bilirubin dalam darah terikat oleh albumin
kemudian di angkut oleh hepar. Ikatan ini dapat di pengaruhi oleh obat

4
seperti salisilat dan lain-lain. Defisiensi albumin menyebabkan lebih
banyak bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat
pada otak (terjadi krenikterus).
d. Gangguan dalam ekskresi akibat sumbatan dalam hepar atau di luar
hepar. Akibat kelainan bawaan atau infeksi, atau kerusakan hepar oleh
penyebab lain.

C. Klasifikasi
Terdapat 2 jenis ikterus yaitu yang fisiologis dan patologis.
1. Ikterus fisiologi
Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga
serta tidak mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai potensi
menjadi karena ikterus. Adapun tanda-tanda sebagai berikut :
a. Timbul pada hari kedua dan ketiga
b. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada
neonatus cukup bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari.
d. Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.
e. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
f. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.
2. Ikterus Patologi
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau
kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia.
Adapun tanda-tandanya sebagai berikut:
a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau
melebihi 12,5% pada neonatus kurang bulan.
c. Pengangkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.
d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.

5
f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik. (Arief ZR, 2009.
hlm. 29)

D. Etiologi Dan Faktor Resiko

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
2. Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam
hati.
3. Gangguan konjugasi bilirubin.
4. Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan
sel darah merah. Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat
pula timbul karena adanya perdarahan tertutup.
5. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan,
misalnya Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan
tertentu.
6. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa
mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati
dan sel darah merah seperti : infeksi toxoplasma. Siphilis.
7. Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri
ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor:
 Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuannya bayi untuk mengeluarkannya, misal pada
hemolisis yang meningkat pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan
darah lain, defisiensi enzim G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan
sepsis.
 Gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar.
Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar, kurangnya substrat
untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia
dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom

6
Criggler-Najjar) penyebab lain atau defisiensi protein Y dalam hepar yang
berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.
 Gangguan transportasi.
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar.
Ikatan bilirubin dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya
salisilat, dan sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak
terdapat bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke
sel otak.
 Gangguan dalam ekskresi.
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar.
Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan.
Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi/kerusakan hepar oleh
penyebab lain.

Faktor resiko terjadinya hiperbilirubin antara lain:


1. Faktor Maternal
 Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
 Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
 Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
 ASI
2. Faktor Perinatal
 Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
 Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
3. Faktor Neonatus
 Prematuritas
 Faktor genetic
 Polisitemia
 Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
 Rendahnya asupan ASI
 Hipoglikemia
 Hipoalbuminemia

7
E. Manifestasi Klinis

Bayi baru lahir(neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya


kira-kira 6mg/dl(Mansjoer at al, 2007). Ikterus sebagai akibat penimbunan
bilirubin indirek pada kulit mempunyai kecenderungan menimbulkan warna
kuning muda atau jingga. Sedangkan ikterus obstruksi(bilirubin direk)
memperlihatkan warna kuning-kehijauan atau kuning kotor. Perbedaan ini hanya
dapat ditemukan pada ikterus yang berat(Nelson, 2007).
 Gambaran klinis ikterus fisiologis:
a) Tampak pada hari 3,4
b) Bayi tampak sehat(normal)
c) Kadar bilirubin total <12mg%
d) Menghilang paling lambat 10-14 hari
e) Tak ada faktor resiko
f) f)Sebab: proses fisiologis(berlangsung dalam kondisi fisiologis)(Sarwono
et al, 1994)
 Gambaran klinik ikterus patologis:
a) Timbul pada umur <36 jam
b) Cepat berkembang
c) Bisa disertai anemia
d) Menghilang lebih dari 2 minggu
e) Ada faktor resiko
f) Dasar: proses patologis (Sarwono et al, 1994)

Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :


1. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama
kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan
hipotoni.
2. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry)
meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya

8
menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis,
gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan
displasia dentalis). Sedangakan menurut Handoko (2003)
gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit, membrane
mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar
bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l.

F. Komplikasi

Komplikasi yang dapat ditimbulkan penyakit ini yaitu terjadi kern ikterus
yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada kern
ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau
menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary
movements), kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus.
Selain itu dapat juga terjadi Infeksi/sepsis, peritonitis, pneumonia.

G. Patofisiologi

Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar(85-90%) terjadi


dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil(10-15%) dari senyawa lain seperti
mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan
hemoglobin yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian
mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan
memutuskan cincin heme untuk menghasilkan tertapirol bilirubin, yang
disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air(bilirubin tak terkonjugasi,
indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin
untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan
melewati lobulus hati ,hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan
larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam glukoronat(bilirubin terkonjugasi,
direk)(Sacher,2004).

9
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut
masuk ke sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus
,bilirubin diuraikan oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat
diubah menjadi sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian
urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta
membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini umumnya
diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian
dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai
senyawa larut air bersama urin(Sacher, 2004).
Pada dewasa normal level serum bilirubin <1mg/dl. Ikterus akan muncul
pada dewasa bila serum bilirubin >2mg/dl dan pada bayi yang baru lahir akan
muncul ikterus bila kadarnya >7mg/dl(Cloherty et al, 2008).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang
melebihi kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh
kegagalan hati (karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan
dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi
hati juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini,
bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai
tertentu(sekitar 2-2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang
kemudian menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus ataujaundice(Murray et
al,2009).

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan bilirubin serum


a. Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4
hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
b. Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara
5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak
fisiologis.
2. Pemeriksaan radiology

10
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
3. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan
ekstra hepatic.
4. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar
seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic
selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati,
hepatoma.
5. Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi
untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit
ini.
6. Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi
untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini

I. Hiperbilirubinemia yang berhubungan dengan pemberian ASI

Keberhasilan proses menyusui ditentukan oleh faktor ibu dan bayi.


Hambatan pada proses menyusui dapat terjadi karena produksi ASI yang tidak
cukup, atau ibu kurang sering memberikan kesempatan pada bayinya untuk
menyusu. Pada beberapa bayi dapat terjadi gangguan menghisap. Hal ini
mengakibatkan proses pengosongan ASI menjadi tidak efektif. ASI yang tertinggal
di dalam payudara ibu akan menimbulkan umpan balik negatif sehingga produksi
ASI menurun. Gangguan menyusui pada ibu dapat terjadi preglandular (defisiensi
serum prolaktin, retensi plasenta), glandular (jaringan kelenjar mammae yang
kurang baik, riwayat keluarga, post mamoplasti reduksi), dan yang paling sering
gangguan postglandular (pengosongan ASI yang tidak efektif).

11
Hiperbilirubinemia yang berhubungan dengan pemberian ASI dapat berupa
breastfeeding jaundice (BFJ) dan breastmilk jaundice (BMJ). Perbedaannya dapat
dilihat pada bayi yang mendapat ASI eksklusif dapat mengalami hiperbilirubinemia
yang dikenal dengan BFJ. Penyebab BFJ adalah kekurangan asupan ASI. Biasanya
timbul pada hari ke-2 atau ke-3 pada waktu ASI belum banyak. Breastfeeding
jaundice tidak memerlukan pengobatan dan tidak perlu diberikan air putih atau air
gula. Bayi sehat cukup bulan mempunyai cadangan cairan dan energi yang dapat
mempertahankan metabolismenya selama 72 jam. Pemberian ASI yang cukup dapat
mengatasi BFJ. Ibu harus memberikan kesempatan lebih pada bayinya untuk
menyusu. Kolostrum akan cepat keluar dengan hisapan bayi yang terus menerus.
ASI akan lebih cepat keluar dengan inisiasi menyusu dini dan rawat gabung.

Breastmilk jaundice mempunyai karakteristik kadar bilirubin indirek yang


masih meningkat setelah 4-7 hari pertama. Kondisi ini berlangsung lebih lama dari
pada hiperbilirubinemia fisiologis dan dapat berlangsung 3-12 minggu tanpa
ditemukan penyebab hiperbilirubinemia lainnya.

Penyebab BMJ berhubungan dengan pemberian ASI dari seorang ibu tertentu
dan biasanya akan timbul pada setiap bayi yang disusukannya. Semua bergantung
pada kemampuan bayi tersebut dalam mengkonjugasi bilirubin indirek (bayi
prematur akan lebih berat ikterusnya). Penyebab BMJ belum jelas, beberapa faktor
diduga telah berperan sebagai penyebab terjadinya BMJ. Breastmilk jaundise
diperkirakan timbul akibat terhambatnya uridine diphosphoglucoronic acid
glucoronyl transferase (UDPGA) oleh hasil metabolisme progesteron yaitu
pregnane-3-alpha 20 beta-diol yang ada dalam ASI ibu-ibu tertentu. Pendapat lain
menyatakan hambatan terhadap fungsi glukoronid transferase di hati oleh
peningkatan konsentrasi asam lemak bebas yang tidak di esterifikasi dapat juga
menimbulkan BMJ.

Faktor terakhir yang diduga sebagai penyebab BMJ adalah peningkatan


sirkulasi enterohepatik. Kondisi ini terjadi akibat (1) peningkatan aktifitas beta-
glukoronidase dalam ASI dan juga pada usus bayi yang mendapat ASI, (2)

12
terlambatnya pembentukan flora usus pada bayi yang mendapat ASI serta (3) defek
aktivitas uridine diphosphateglucoronyl transferase (UGT1A1) pada bayi yang
homozigot atau heterozigot untuk varian sindrom Gilbert.

Bayi baru lahir (BBL) yang mengalami sakit kuning atau jaundice biasanya


disebabkan oleh salah satu dari 4 hal dibawah ini:

1. Physiologic Jaundice, atau sakit kuning yang umumnya memang dialami


oleh banyak sekali BBL (lebih dari 50%), termasuk BBL prematur dan
BBL yang ibunya menderita diabetes. Kondisi ini dimulai pada usia bayi
2-3 hari, dan biasanya berlangsung selama 1-2 minggu. Sesungguhnya
penyebabnya adalah simpel, yaitu BBL mempunyai lebih banyak sel-sel
darah merah yang terkandung dalam 1 ml darah dibandingkan dengan
orang dewasa. Ketika sel-sel darah merah yang terdapat dalam tubuh BBL
tersebut mati (suatu proses yang normal dialami oleh manusia), maka
hemaglobin yang terkandung didalamnya mulai pecah. Bilirubin, yang
larut dalam lemak (fat soluble), merupakan salah satu komponen pecahan
hemaglobin tersebut, dan harus dibikin larut dalam air (water soluble)
untuk dapat dibuang dari tubuh bayi melalui BAB-nya. Hati atau lever
bayi bertugas untuk menjadikan Bilirubin larut dalam air. Normalnya, hati
atau lever bayi seringkali belum matang atau dapat berfungsi secara
sempurna ketika dia baru lahir, sehingga Bilirubin tersebut tidak dapat
terbuang semua dari tubuh bayi. Kuning seperti ini adalah normal, dan
sering sekali dijumpai pada BBL. Sebenarnya penangannya hanya 1, yaitu
HARUS SERING MINUM ASI, minimal 8-12 kali dalam 24 jam untuk
membantu pembuangan Bilirubin melalui BAB bayi. Kolostrum, yaitu
ASI yang pertama kali keluar setelah persalinan dan memang jumlahnya
sangat sedikit sehingga harus sering-sering diberikan, mengandung zat
laksatif, sehingga bayi cenderung lebih sering BAB dan Bilirubin yang
terdapat dalam BAB-nya dapat dikeluarkan.

13
2. Pathologic Jaundice, seperti Blood Group Incompatibility yaitu sakit
kuning yang disebabkan oleh ketidakcocokan rhesus (Rh) atau golongan
darah antara ibu dan bayi. Dalam kondisi seperti ini, jumlah sel-sel darah
merah yang mati melebihi jumlah rata-rata, sehingga mengakibatkan
terbentuknya lebih banyak lagi Bilirubin -- atau dalam hal ketidakcocokan
golongan darah, kandangkala golongan darah ibu yang berbeda dapat
membentuk antibodi yang justru bersifat menghancurkan sel-sel darah
merah BBL. Sekarang ini, jarang sekali ditemukan kasus Rh
incompatability (yang biasanya juga disertai oleh permasalahan seputar
metabolisme bayi, gagal jantung dan anemia), yang mungkin lebih sering
adalah kasus ketidakcocokan golongan darah antara ibu dan bayi.
Beberapa penyebab Pathologic Jaundicelainnya adalah:
a. gangguan metabolik seperti galaktosemia
b. gangguan medis seperti kekurangan glukosa-6-fosfat
c. kelenjar tiroid yang kurang aktif
d. infeksi saluran kencing
e. gangguan fungsi lever.
Selain dilakukan penanganan dan pengobatan penyakit yang menyebabkan
jenis jaundice tersebut (bila diperlukan), BBL juga HARUS LEBIH SERING
MINUM ASI sehingga Bilirubin dapat terbuang melalui BAB-nya.
3. Breastfeeding Jaundice, disebabkan ketika Bilirubin yang telah laut dalam
air (water soluble) masuk ke dalam usus untuk dibuang melalui BAB,
ternyata ada sebagian yang akan terserap kembali oleh tubuh setelah oleh
dinding usus diubah lagi komposisinya menjadi larut dalam lemak (fat
soluble). Semakin banyak BAB yang berhasil mengeluarkan Bilirubin,
maka akan semakin sedikit yang terserap kembali oleh tubuh bayi. Oleh
karena itu, PENTING SEKALI bagi BBL untuk MINUM ASI dalam
bentuk KOLOSTRUM yang banyak mengandung zat laksatif sehingga
Bilirubin dapat dikeluarkan secara maksimal sehingga sedikit sekali yang
akan terserap kembali ke dalam tubuhnya. Bayi yang TIDAK SERING

14
MINUM ASI dapat mengalami gejala ini, maka penting sekali untuk
sering-sering menyusui BBL (minimal 8-12x dalam 24 jam), dan
memastikan bahwa BAYI MINUM ASI dan tidak hanya ngempeng pada
puting/payudara ibu. Makanya disebut Breastfeeding Jaundice, karena
umumnya disebabkan oleh KURANG MINUM ASI.
4. Conjugated Hyperbilirubinemia, kalau ketiga kondisi diatas adalah yang
"normal" atau "biasa" dijumpai pada BBL, maka yang ini adalah "tidak
normal" dan seringkali mempunyai resiko yang serius. Penyebabnya
adalah bayi lahir dengan kondisi hati atau lever yang rusak, atau saluran
yang menghubungkan lever dengan usus bayi tersumbat, sehingga
Bilirubin yang telah larut dalam air (water soluble) tidak dapat masuk ke
dalam usus dan akan masuk kembali ke dalam darah bayi. Salah satu
gejalanya adalah warna BAK bayi kecoklat-coklatan, tidak bening seperti
BAK bayi yang minum ASI dengan baik. Hal ini disebabkan karena
Bilirubin yang sudah larut dalam air (water soluble) tidak dapat terbuang
melalui BAB, tetapi justru melalui BAK. Bayi dengan tingkat Conjugated
Bilirubin yang sangat tinggi perlu segera diteliti penyebabnya, apalagi jika
disertai gejala BAK berwarna kecoklatan.
Penanganan secara tepat dapat dilakukan apabila sudah ditangani sejak
awal. Kondisi ini juga TIDAK MENGHALANGI bayi untuk diberikan dan
minum ASI.
Seperti bisa anda baca sendiri, untuk kasus (1) sampai (3), hubungan
antara sakit kuning dengan ASI hanya 1: BBL sedikit minum ASI atau bahkan
tidak minum ASI sama sekali justru memperparah kondisi sakit kuning-nya.

Mengapa BBL sampai sedikit minum ASI atau bahkan tidak minum ASI
sama sekali ?

1. BBL sudah diberikan asupan prelaktal, yaitu cairan/makanan lainnya (susu


formula, air gula) sebelum mulai menyusu;
2. BBL tidak diberikan kesempatan untuk meyusu dengan sering, minimal 8-
12x dalam 24 jam; dan

15
3. BBL sering menyusu tetapi TIDAK MINUM ASI alias HANYA
NGEMPENG saja pada puting/payudara ibu. Hal ini disebabkan karena
posisi badan bayi dan pelekatan mulut bayi pada payudara ibu belum tepat,
sehingga bayi mengalami kesulitan untuk mengeluarkan
ASI/KOLOSTRUM dari payudara ibu.

Jadi, dalam hal ini, justru TIDAK PERLU untuk berhenti menyusui dan
minum ASI untuk mengetahui apakah kuningnya disebabkan oleh ASI, karena
setelah kita baca, kuningnya justru akan menjadi semakin parah apabila
KURANG MINUM ASI.

Yang terakhir sering disebut-sebut adalah : Breastmilk Jaundice. Kondisi


ini biasanya timbul setelah bayi berusia sekitar 1 minggu dan memuncak pada hari
ke-10 sampai ke-21, namun dapat berlangsung selama 2-3 bulan. Selama kurun
waktu tersebut, walaupun bayi banyak minum ASI, pertambahan BB-nya bagus,
BAB sering, BAK berwarna bening, bayi sehat, aktif, lincah dan responsif, namun
Bilirubin-nya tetap tinggi dan bayi tetap kelihatan kuning. Belum diketahui secara
pasti apa yang menyebaban kondisi ini, namun kalangan medis mencurigai
bahwa Beta Glucuronidase, suatu zat yang terdapat dalam ASI mengurangi
kemampuan lever bayi untuk mengatasi kadar Bilirubin dalam
tubuhnya. Breastmilk Jaundice adalah normal. Tidak perlu untuk berhenti
menyusui dalam rangka melakukan "diagnosa" atas kondisi ini. Apabila bayi
dalam kondisi sehat seperti disebutkan diatas, maka tidak ada alasan untuk
berhenti menyusui dan memberikan ASI.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Hiperbilirubin adalah suatu kedaaan dimana kadar bilirubin serum total


yang lebih dari 10 mg % pada minggu pertama yang ditendai dengan ikterus pada
kulit, sclera dan organ lain. Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern
ikterus, yaitu keadaan kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin
pada otak. Hiperbilirubin ini keadaan fisiologis (terdapat pada 25-50 % neonatus
cukup bulan dan lebih tinggi pada neonates kurang bulan).
Hiperbilirubin ini berkaitan erat dengan riwayat kehamilan ibu dan prematuritas.
Selain itu, asupan ASI pada bayi juga dapat mempengaruhi kadar bilirubin dalam
darah.

Hiperbilirubinemia dapat terjadi pada bayi cukup bulan sehat yang


menyusui. Hiperbilirubinemia yang berhubungan dengan pemberian ASI dapat
berupa breastfeeding jaundice (BFJ) dan breastmilk jaundice (BMJ). Penyebab BFJ
adalah kekurangan asupan ASI, biasanya timbul pada hari ke-2 atau ke-3 pada
waktu ASI belum banyak. Penyebab BMJ belum begitu jelas. The American

17
Academy of Pediatrics (AAP) tidak menganjurkan penghentian ASI dan
merekomendasikan pemberian ASI terus menerus (minimal 8-10 kali dalam 24 jam).
Sedangkan Gartner dan Auerbach merekomendasikan dilakukan penghentian ASI
sementara pada sebagian kasus BMJ dan tetap mendapat ASI selama dalam proses
terapi BFJ.

B. Saran

Dari semua pengertian dan penjelasan mengenai Hiperblirubin pada anak


di atas, diharapkan bukan hanya sang ibu saja yang harus memahami tentang
Hiperblirubin pada anak ini melainkan kita sebagai keluarga juga harus tahu, apa
maksud dari tanda dan gejala, pengertian, komplikasi, dan lain – lain, apa
tujuannya dan untuk apa.

REFERENSI

http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/indikasi-terapi-sinar-pada-bayi-menyusui-
yang-kuning
(diunduh pada tanggal 5 November 2018, pukul 15:00)
https://aimi-asi.org/layanan/lihat/sakit-kuning-dan-menyusui
(diunduh pada tanggal 5 November 2018, pukul 15:10)
http://maulaya-triowk.blogspot.com/2014/09/makalah-hiperbilirubin.html
(diunduh pada tanggal 5 november 2018, pukul 15:20)

18

Anda mungkin juga menyukai