Anda di halaman 1dari 4

Nama: Afra Nafiul Ilma Q

NIM: 014.06.0002

Tugas essay: dr. Putu Dian Saraswati, Sp.A

Gizi Buruk dan Penatalaksanaannya

Gizi buruk adalah suatu kondisi yang ditandai dengan berat badan dan tinggi badan
balita  jauh di bawah rata-rata. Maka itu, untuk mengetahui status gizi yang satu ini, indikator
yang digunakan adalah grafik berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Selain berat dan
tinggi badan, lingkar lengan atas (LILA) juga masuk ke dalam pemeriksaan klinis gizi buruk
pada balita.

Kondisi gizi buruk tidak terjadi secara instan atau singkat. Artinya, yang masuk ke
dalam kategori gizi buruk sudah mengalami kekurangan berbagai zat gizi dalam jangka
waktu yang sangat lama. Dikategorikan mengalami kondisi tersebut jika status gizinya
kurang dari 70% nilai median hasil berat badan/tinggi badan. Pada skor standard deviasi atau
Z-score, berat badan menurut tinggi atau panjang badan (BB/TB-PB) -2 SD menunjukkan
bahwa anak berada pada batas terendah dari kisaran normal, dan < -3SD menunjukkan sangat
kurus (severe wasting). Nilai BB/TB atau BB/PB sebesar -3SD hampir sama dengan 70%
BB/TB atau BB/PB rata-rata (median) anak. 

Patologi kondisi gizi buruk dipengaruhi oleh asupan gizi pada janin, kelainan genetik,
faktor infeksi dimana memiliki pengaruh jangka pendek dan panjang yaitu:
 Jangka pendek: Perkembangan otak, pertumbuhan otot dan tulang, kondisi berat dan
panjang badan, pengaruh pada metabolisme (karbohidrat, lemak, protein, hormon,
reseptor, dan gen).
 Jangka panjang: Kapasitas kognitif dan edukasi, proses imunitas tubuh, Akibat dari
pengaruh metabolisme yaitu; Diabetes, obesitas, penyakit kardiovaskuler, stroke
karena hipertensi, kanker.
Adapun tanda dan gejala klinis kondisi gizi buruk yaitu:
 Gizi buruk yang dengan edema disebut Kwashiorkor (Perubahan status mental,
rambut tipis/kemerahan, wajah bulat dan sembab, mata terlihat sayu, pembesaran
hepar, otot hipotrofi, bercak pada kulit, dan adanya infeksi yang bersifat akut)
 Gizi buruk yang tanpa edema disebut Marasmus (Tampak sangat kurus, wajah
seperti orang tua, cengeng/rewel, perut cekung, tulang rusuk menonjol, sering
memiliki infeksi kronis berulang yang dapat menyebabkan diare persisten)
 Gizi buruk Marasmik-Kwashiorkor (Pada kondisi ini biasanya gejala yang
muncul merupakan gambaran gejala yang sama antara marasmik dan
kwashiorkor).

Penilaian triase anak dengan gizi buruk dengan tatalaksana syok pada anak dengan
gizi buruk, Jika ditemukan ulkus kornea, beri vitamin A dan obat tetes mata kloramfenikol/
tetrasiklin dan atropin; tutup mata dengan kasa yang telah dibasahi dengan larutan garam
normal, kemudian dibalut. Jangan beri obat mata yang mengandung steroid. Jika
terdapat anemia berat, diperlukan penanganan segera. Penanganan umum meliputi 10 langkah
dan terbagi dalam 2 fase yaitu: fase stabilisasi dan fase rehabilitasi.

Neunatal Resusitasi

Resusitasi adalah segala usaha untuk mengembalikan fungsi sistem pernafasan,


peredaran darah dan otak yang terhenti atau terganggu sedemikian rupa agar kembali normal
seperti semula. Tujuan resusitasi, yaitu mencegah berhentinya sirkulasi dan respirasi,
memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari pasien yang mengalami
henti jantung dan memberikan oksigenasi pada otak, jantung dan organ vital.

Resusitasi dilakukan sesuai dengan kondisi bayi. Terdapat empat tindakan yang bisa
dilakukan secara berurutan selama resusitasi bayi. Bayi mungkin hanya perlu menerima satu
atau lebih dari empat tindakan ini. Pengambilan keputusan untuk maju melakukan setiap
tindakan di bawah ini ditentukan oleh penilaian dari tiga tanda vital, yaitu pernapasan, detak
jantung, dan warna kulit bayi.

Resusitasi pada neonatus lebih memfokuskan pada pembebasan jalan nafas dan
ventilasi, karena etiologi gangguan keadaan bayi baru lahir selalu disebabkan oleh masalah
pernafasan sehingga harus dilakukan pemeriksaan dari A (Airway), B (Breathing), C
(Circulation) dan D (Drug) sebagai penatalaksanaan resusitasi neonatus.
Etika saat resusitasi neonatus yang perlu diperhatikan yaitu: Apakah bayi perlu di
lakukan tindakan resusitasi, memperhatikan waktu resusitasi yang diberikan, pertimbangan
dan diskusi dengan orang tua. Kasus yang perlu diresusitasi atau tidak dengan menilai apakah
bayi anencephaly, sangat imatur/tingkat bertahan hidup sangat rendah, Penyulit/anomali
kongenital pada bayi, Bayi yang sakit lama dengan infeksi dan suhu tubuh sangat rendah atau
bayi telah meninggal. Tindakan resusitasi tidak dilakukan harus didokumentasikan pada
rekam medik dan telah di tanda-tangani oleh orang tua bayi.
Untuk penghentian tindakan resusitasi apabila bayi tidak merespon dan detak jantung
tidak ada setelah 10 menit tindskan resusitasi telah dilakukan sampai maksimal.

Anda mungkin juga menyukai