Anda di halaman 1dari 18

Laporan Praktikum

Dasar-Dasar Agronomi

POLA TANAM

NAMA : ANI NURHIDAYAT


NIM : G011 18 1104
KELAS : DASAR-DASAR AGRONOMI I
KELOMPOK : 1 (SATU)
ASISTEN : ALIFAH NURKHAIRINA

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam melakukan kegiatan bercocok tanam, terdapat suatu pola yang
disebut pola tanam. Sebenarnya kita bisa saja asal menanam tanaman sesuai
keinginan kita, akan tetapi dengan adanya pola tanam ini akan memudahkan kita
dalam penggunaan lahan, membuat penanaman lebih efisien, dan tentunya juga
memudahkan kita untuk mengatur jadwal atau kalender penanaman. Selain itu
pola tanam juga bisa bermanfaat agar penggunaan sumber daya (input) menjadi
lebih optimal dan untuk menghindari resiko kegagalan penanaman.Pola tanam
memiliki arti penting yaitu suatu cara penanaman dengan mengurutkan jarak
setiap tanaman dalam sebidang lahan dan proses pengolahan tanah dalam sistem
produksi tanaman. Dengan begitu, pola tanam berarti memanfaatkan, memadukan,
dan membudidayakan berbagai komponen sumber daya yang tersedia (tanah,
tanaman, tenaga kerja, teknik, dan ekonomi). Pola tanam dibedakan menjadi dua,
yaitu monokultur dan polikultur. Jenis pola tanam tersebut dapat digunakan sesuai
dengan varietas yang akan ditanam, kondisi lahan, serta faktor-faktor pendukung
lain dari lingkungan sekitar.
Pola tanam adalah usaha penanaman pada sebidang lahan dengan mengatur
susunan tata letak dan urutan tanaman selama periode waktu tertentu termasuk
masa pengolahan tanah dan masa tidak ditanami selama periode tertentu. Pola
tanam ada dua macam, yaitu monokultur dan polikultur, pertanian monokultur
adalah pertanian dengan menanam tanaman sejenis. Misalnya sawah ditanami
padi saja, jagung saja, atau kedelai saja. Sedangkan polikultur adalah pertanian
dengan menenam beberapa jenis tanaman.
Pola tanam digunakan sebagai landasan untuk meningkatkan produktivitas
lahan, sehingga sangat cocok untuk di terapkan para petani untuk menanam
mentimun. Hanya saja, dalam pengolaannya diperlukan pemahaman kaedah
teoritis dan keterampilan yang baik tentang semua faktor yang menentukan
produktivitas lahan tersebut. Biasanya, pengelolaan lahan sempit untuk
mendapatkan hasil atau pendapatan yang optimal maka pendekatan pertanian
terpadu, ramah lingkungan, dan semua hasil tanaman merupakan produk utama
adalah pendekatan yang bijak dan tepat bagi tanaman.
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilaksanakan praktikum mengenai
pola tanam yang dapat digunakan sebagai landasan untuk meningkatkan
produktivitas lahan.
1.2. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah agar mahasiswa mengetahui
pengertian pola tanam, fungsi dan manfaat pola tanam, jenis-jenis pola tanam,
dasar-dasar dalam melakukan pola tanam.
Kegunaan dilakukannya praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat
menerapkan ilmu tentang pola tanam pada masa yang akan datang dan dapat
memenuhi tugas mata kuliah dasar-dasar agronomi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pola Tanam


Pola tanam adalah suatu proses penanaman dengan memerhatikan dan
mengatur jarak, susunan, atau tata letak tanaman pada sebidang lahan selama
periode atau waktu tanam tertentu termasuk waktu pengolahan tanah dan masa
tidak ditanami selama periode tertentu. Pola tanam berfungsi untuk memudahkan
kita dalam penggunaan lahan, membuat penanaman lebih efisien, dan tentunya
juga memudahkan kita untuk mengatur jadwal atau kalender penanaman. Pola
tanam digunakan sebagai landasan untuk meningkatkan produktivitas lahan.
Hanya saja, dalam pengelolaannya diperlukan pemahaman kaedah teoritis dan
keterampilan yang baik tentang semua faktor yang menentukan produktivitas
lahan tersebut. Biasanya, pengelolaan lahan sempit untuk mendapatkan hasil atau
pendapatan yang optimal maka pendekatan pertanian terpadu, ramah lingkungan,
dan semua hasil tanaman merupakan produk utama (Awaliah, 2015).
Pola tanam adalah usaha penanaman pada sebidang lahan dengan mengatur
susunan tata letak dan urutan tanaman selama periode waktu tertentu termasuk
masa pengolahan tanah. Pola tanam merupakan bagian atau sub sistem dari sistem
budidaya tanaman, maka dari sistem budidaya tanaman ini dapat dikembangkan
satu atau lebih sistem pola tanam. Pola tanam diterapkan dengan tujuan
memanfaatkan sumber daya secara optimal dan untuk menghindari resiko
kegagalan, namun yang penting persyaratan tumbuh antara kedua tanaman atau
lebih terhadap lahan hendaklah mendekati kesamaan (Anwar, 2012).
2.2 Jenis-jenis Pola Tanam
Jenis-jenis pola tanam dibedakan menjadi dua berdasarkan jumlah varietas
yang ditanam dalam satu lahan, yaitu monokultur dan polikultur.
2.2.1 Pola Tanam Monokultur
Monokultur berasal dari kata mono dan culture. Mono berarti satu, dan
culture berarti pengelolaan atau pengolahan. Jadi, pola tanam monokultur
merupakan suatu usaha untuk pembudidayaan tanaman yang memiliki tujuan
untuk membudidayakan satu jenis varietas tanaman pada satu lahan dan dalam
satu waktu periode tanam tertentu (Novita, 2015).
Sistem pertanian monokultur adalah pertanian dengan menanam tanaman
sejenis. Misalnya sawah ditanami padi saja, jagung saja, atau kedelai saja. Tujuan
menanam secara monokultur adalah meningkatkan hasil pertanian. Sistem
penanaman monokultur menyebabkan terbentuknya lingkungan pertanian yang
tidakmantap. Buktinya tanah pertanian harus diolah, dipupuk dan disemprot
dengan insektisida. Jika tidak, tanaman pertanian mudah terserang hama dan
penyakit. Jika tanaman pertanian terserang hama, maka dalam waktu cepat hama
itu akan menyerang wilayah yang luas. Petani tidak dapat panen karena
tanamannya terserang hama. Kelebihan sistem ini yaitu teknis budidayanya relatif
mudah karena tanaman yang ditanam maupun yang dipelihara hanya satu jenis. Di
sisi lain, kelemahan sistem ini adalah tanaman relative mudah terserang hama
maupun terserang penyakit (Setiawan dkk,. 2015).
2.2.2 Pola Tanam Polikultur
Polikultur berasal dari kata poli dan culture. Poli berarti banyak,danculture
berarti pengelolaan atau pengolahan. Jadi, pola tanam polikultur merupakan suatu
usaha pembudidayaan tanaman yang bertujuan untuk membudidayakan lebih dari
satu jenis varietas tanaman pada satu lahan dalam satu periode tanam. Menurut
Novita S (2015), pola tanam polikultur ialah pola pertanian dengan banyak jenis
tanaman pada satu bidang lahan yang tersusun dan terencana dengan menerapkan
aspek lingkungan yang lebih baik. Sistem pola polikultur memiliki keuntungan
anatara lain:
1. Mengurangi serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), karena
tanaman yang satu dapat mengurangi serangan OPT lainnya, selain itu
siklus hidup hama atau penyakit dapat terputus.
2. Menambah kesuburan tanah. Misalnya dengan menanam tanaman yang
mempunyai perakaran berbeda, misalnya tanaman berakar dangkal ditanam
berdampingan dengan tanaman berakar dalam, maka tanah disekitarnya
akan lebih gembur.
3. Memperoleh hasil panen yang beragam. Penanaman lebih dari satu jenis
tanaman akan menghasilkan panen yang beragam. Ini menguntungkan
karena bila harga salah satu komoditas rendah, dapat ditutupi oleh harga
komoditas lainnya
Menurut Novita (2015), pola tanam polikultur memiliki juga kekurangan,
yaitu:
1. Terjadi persaingan penyerapan unsur hara antar tanaman
2. Organisme pengganggu tanaman (OPT) banyak sehingga sulit untuk dalam
mengendalikannya.
Menurut Novita (2015), tanaman polikultur terbagi menjadi empat jenis,
antara lain sebagai berikut:
1. Tumpang Sari, adalah penanamann lebih dari satu tanaman pada waktu yang
bersamaan atau selama periode tanam pada satu tempat yang sama.
2. Tumpang Gilir, dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan
mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapat keuntungan
maksimum.
3. Tanaman Bersisipan, merupakan pola tanam dengan menyisipkan satu atau
beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok (dalam waktu tanam yang
bersamaan atau waktu yang berbeda).
4. Tanaman Campuran, merupakan penanaman terdiri dari beberapa tanaman
dan tumbuh tanpa diatur jarak tanam maupun larikannya, semua tercampur
menjadi satu. Lahan efisien, tetapi riskan terhadap ancaman hama dan
penyakit.
5. Tanaman Bergiliran, merupakan penanaman dua jenis tanaman atau lebih
yang dilakukan bergiliran. Setelah tanaman yang satu panen kemudian baru
ditanam berikutnya pada sebidang lahan yang sama.
2.3 Deskripsi Tanaman Yang Ditanam
2.3.1 Selada Merah dan Hijau
Selada (Lactuca sativa L) adalah tanaman yang termasuk dalam famili
Compositae. Selada merupakan sayuran yang populer karena memiliki warna,
tekstur, serta aroma yang menyegarkan tampilan makanan. Tanaman ini
merupakan tanaman setahun yang dapat di budidayakan di daerah lembab, dingin,
dataran rendah maupun dataran tinggi. Di daerah pegunungan tanaman selada
dapat membentuk bulatan krop yang besar sedangkan pada daerah dataran rendah,
daun selada berbentuk krop kecil dan berbunga (Sunarjono, 2014).
Selada memiliki sistem perakaran tunggang dan serabut. Akar serabut
menempelpada batang dan tumbuh menyebar ke semua arah pada kedalaman 20-
50 cm atau lebih. Daun selada memiliki bentuk, ukuran dan warna yang beragam
tergantung varietasnya. Tinggi tanaman selada daun berkisar antara 30-40 cm dan
tinggi tanaman selada kepala berkisar antara 20-30 cm. Umur panen selada
berbeda-beda menurut kultivar dan musim, umurnya berkisar 30-85 hari setelah
pindah tanam. Bobot tanaman sangat beragam, mulai dari 100g sampai 400 g.
Panen yang terlalu dini memberikan hasil panen yang rendah danpanen yang
terlambat dapat menurunkan kualitas. Secara umum selada yang berkualitas bagus
memiliki rasa yang tidak pahit, aromanya menyegarkan, renyah, tampilan fisik
menarik serta kandungan seratnya rendah (Saparinto, 2013).
Menurut Saparinto (2013), kedudukan selada dalam sistematika tumbuhan
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Magnoliphyta
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Lactuca
Spesies : Lactuca sativa L
2.3.2 Pakcoy
Pakcoy (Brassica rapa L.) adalah jenis tanaman sayur-sayuran yang
termasuk keluarga Brassicaceae. Tumbuhan pakcoy berasal dari China dan telah
dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di China selatan dan China pusat
serta Taiwan. Sayuran ini merupakan introduksi baru di Jepang dan masih
sefamili dengan Chinese vegetable. Saat ini pakcoy dikembangkan secara luas di
Filipina, Malaysia, Indonesia dan Thailand. (Setiawan 2014).
Menurut Setiawan (2014), adapun klasifikasi tanaman sawi pakcoy adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Rhoeadales
Famili : Brassicaceae
Genus : Brassica
Spesies : Brassica rapa L
Daun pakcoy bertangkai, berbentuk oval, berwarna hijau tua, dan
mengkilat, tidak membentuk kepala, tumbuh agak tegak atau setengah mendatar,
tersusun dalam spiral rapat, melekat pada batang yang tertekan. Tangkai
daun, berwarna putih atau hijau muda, gemuk dan berdaging, tanaman mencapai
tinggi 15–30 cm. Pakcoy mempunyai kecocokan terhadap iklim, cuaca dan
tanah di Indonesia sehingga bagus untuk dikembangkan (Prasasti,2014).
2.3.3 Cabai
Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman sayuran
yang tergolong tanaman tahunan berbentuk perdu. Menurut Cronquist (2009),
klasifikasi tanaman cabai merah adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Solanaless
Family : Solanaceae
Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum annuum L.
Tanaman ini berbentuk perdu yang tingginya mencapai 1,5–2 m dan lebar
tajuk tanaman dapat mencapai 1,2 m. Daun cabai pada umumnya berwarna hijau
cerah pada saat masih muda dan akan berubah menjadi hijau gelap bila daun
sudah tua. Daun cabai ditopang oleh tangkai daun yang mempunyai tulang
menyirip. Bentuk daun umumnya bulat telur, lonjong dan oval dengan ujung yang
runcing dan ada juga yang tumpul (Prabowo, 2011).
Bunga cabai berbentuk terompet atau campanulate, sama dengan
bentuk bunga keluarga Solonaceae lainnya. Bunga cabai merupakan bunga
sempuna dan berwarna putih bersih, bentuk buahnya berbeda-beda menurut
jenis dan varietasnya. Buah cabai bulat sampai bulat panjang, mempunyai 2-3
ruang yang berbiji banyak. Buah yang telah tua (matang) umumnya berwarna
kuning sampai merah dengan aroma yang berbeda sesuai dengan varietasnya.
Bijinya kecil, bulat pipih dan berwarna kuning kecoklatan(Sunaryono, 2013).
Secara umum cabai merah dapat ditanam dilahan basah (sawah) dan lahan
kering (tegalan). Cabai merah dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang
mempunyai ketinggian sampai 900 m dari permukaan laut. Serta anah kaya akan
bahan organik dengan pH 6-7 dan tekstur tanah remah (Sudiono, 2016).
Tanaman cabai merah termasuk tanaman semusim yang tergolong kedalam
suku Solonaceae. Buah cabai sangat digemari karena memilki rasa pedas dan
dapat merangsang selera makan. Selain itu, buah cabai memiliki banyak
kandungan gizi dan vitamin, diantaranya kalori, protein, lemak, karbohidrat,
kalsium, vitamin A, B1 dan vitamin C (Parayudi, 2010).
2.4 Pengertian Mulsa
Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang
disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah
dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban, struktur, kesuburan tanah,
serta menghambat pertumbuhan gulma (rumput liar). Mulsa digunakan sebagai
penutup tanah tempat dimana tanaman yang dibudidayakan guna
mempertahankan kelembaban tanah, mencegah pertumbuhan gulma, dan menjaga
suhu tanah agar tanah tumbuh dengan baik. Penggunaan mulsa dapat
memperbaiki sifat fisik, kimia,dan biologi tanah yang akan mempermudah
penyediaan unsur hara yang dibutuhkan tanaman serta berguna untuk penekanan
OPT (Sulastri, 2012).
2.4.1 Macam-macam Mulsa
Menurut Sulastri F (2012), mulsa pada dasarnya dapat dikelompokkan
dalam tiga kelompok, yaitu :
1. Mulsa Organik
Mulsa organik meliputi semua bahan sisa pertanian yang secara ekonomis
kurang bermanfaat seperti jerami padi, batang jagung, batang kacang tanah,
batang kedelai, daun pisang, pelepah batang pisang, daun tebu, alang-alang
dan serbuk gergaji.
2. Mulsa Anorganik
Mulsa anorganik meliputi semua bahan batuan dalam berbagai bentuk dan
ukuran seperti batu kerikil, batu koral, pasir kasar, batu bata, dan batu
gravel. Untuk tanaman semusim, bahan mulsa ini jarang digunakan. Bahan
mulsa ini lebih sering digunakan untuk tanaman hias dalam pot.
3. Mulsa kimia
Mulsa kimia sintesis meliputi bahan-bahan plastik dan bahan-bahan kimia
lainnya. Bahan-bahan plastik berbentuk lembaran dengan daya tembus sinar
matahari yang beragam. Bahan plastik yang saat ini paling sering digunakan
sebagai bahan mulsa adalah plastik transparan, plastik hitam, plastik perak,
dan plastik perak hitam. Penggunaan bahan mulsa tersebut tergantung efek
pemulsaan yang diharapkan.
2.4.2 Manfaat Mulsa
Pada komoditas hortikultura mulsa dapat mencegah percikan air hujan yang
menyebabkan infeksi pada tempat percikan tersebut. Pemberian mulsa pada
musim kemarau akan menahan panas matahari pada permukaan tanah bagian atas.
Penekanan penguapan mengakibatkan suhu relatif rendah dan lembab pada tanah
yang diberi mulsa. Pemberian mulsa paitan (Tithonia diversifolia) mampu
mengendalikan gulma dengan berkurangnya jumlah jenis individu gulma yang
dapat tumbuh dan mampu meningkatkan hasil tomat (Sudjianto, et al, 2009).
Menurut Anisa (2014), manfaat mulsa adalah sebagai berikut :
1. Menekan pertumbuhan gulma.
2. Menjaga kelembaban tanah.
3. Menurunkan suhu tanah saat terlalu panas.
4. Mengurangi laju evaporasi dari permukaan tanah.
5. Menjaga struktur tanah.
6. Melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan dan erosi.
7. Mengurangi serangan hama dan penyakit tanaman.
Mulsa jerami atau mulsa yang berasal dari sisa tanaman lainnya mempunyai
konduktivitas panas rendah sehingga panas yang sampai ke permukaan tanah akan
lebih sedikit dibandingkan dengan tanpa mulsa atau mulsa dengan konduktivitas
panas yang tinggi seperti plastik. Efektivitas penggunaan mulsa plastik di daerah
tropis diperoleh dari kemampuan fisik mulsa plastik melindungi tanah dari terpaan
langsung butiran hujan, menggemburkan tanah di bawahnya, mencegah pencucian
hara, mencegah percikan butiran tanah ke tanaman, mencegah penguapan air
tanah, dan memperlambat pelepasan karbondioksida tanah hasil respirasi aktivitas
mikroorganisme. Warna permukaan mulsa plastik memiliki kemampuan optis
dalam mengubah kuantitas dan kualitas cahaya yang dapat dimanfaatkan tanaman
dalam melakukan proses pertumbuhan. Pemberian jenis mulsa yang berbeda pada
tanaman memberikan pengaruh yang berbeda pula pada pengaturan suhu,
kelembaban, kandungan air tanah, penekanan gulma dan organisme pengganggu
yang menyerang pada tanaman (Tinambunan, et al., 2013).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum pola tanam dilaksanakan di Teaching Farm, Fakultas Pertanian,
Universitas Hasanuddin, Makassar pada hari Selasa, 12 Februari 2019 pukul
16.00 WITA samapi selesai.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang di gunakan dalam praktikum pola tanam adalah cangkul,
sekop, meteran, parang dan kaleng bekas.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah pupuk kandang,
mulsa plastik, pelapah pisang, benih benih selada merah dan benih selada hijau.
3.3 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja dari pelaksanaan praktikum pola tanam yaitu:
1. Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan.
2. Membersihkan lahan yang akan ditanami.
3. Membuat 2 buah bedengan dengan ukuran masing-masing 2 m x 1 m dengan
tinggi gundukan tanah 30 cm.
4. Menambahkan pupuk kandang pada bedengan.
5. Meratakan bedengan sehingga bagian atas bedengan menjadi lurus.
6. Memasang mulsa plastik pada bedengan, lalu diberi lubang untuk tempat
penanaman.
7. Melakukan penyemaian benih selama 2 minggu.
8. Melakukan penanaman bibit cabai dan selada merah pada bedengan 1,
sedangkan pada bedengan 2, yaitu selada merah dan selda hijau.
9. Melakukan penyiraman tanaman setiap hari.
10. Melakukan penyulaman pada tanaman yang mati.
11. Melakukan penyiangan jika ada gulma yang tumbuh disekitar tanaman dan
bedengan.
12. Mengamati pertumbuhannya dan mencatat parameter pengamatan.
3.3.2 Penyemaian
Prosedur penyemaian adalah sebagai berikut:
1. Menyemai benih-benih tanaman akan ditanam dengan menggunakan wadah
yang telah diletakkan tissue/rockwoll yang lembab.
2. Meletakkan benih-benih tanam yang akan ditanam kedalam wadah yang
tersebut.
3. Menjaga kelembaban tissue/rockwoll selama proses penyemaian.
4. Memindahkan semaian yang telah tumbuh ke media tanaman sementara
yang berupa polybag kecil atau gelas- gelas kecil.
3.3. Penanaman
Prosedur penamaman adalah sebagai berikut:
1. Membuat lubangan tanah berdasarkan lubang yag terdapat pada mulsa.
2. Memindahkan tanaman hasil persemaian dari media tanam sementara ke
bedengan.
3. Menutupi lubangan tanah yang berisi tanaman tersebut menggunakan pupuk
kandang.
4. Menutupi tanaman tersebut dengan menggunakan pelepah pisang.
3.4 Parameter Tanaman
Parameter pengamatan pada praktikum Pola Tanam adalah sebagai berikut:
1. Jumlah Tanaman.
2. Tinggi Tanaman.
3. Jumlah Daun.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka diperoleh hasil sebagai
berikut:
Tabel 1. Pengamatan Pola Tanam Monokultur

Single Row Selada


Parameter
1 2 3 4
Jumlah Tanaman 9 17 23 25
Tinggi Tanaman 1.8 2,4 3 4,5
Jumlah Daun 2 2 3 5
Sumber : Data Primer, 2019
Tabel 2. Pengamatan Pola Tanam Polikultur

Parameter Cabai Selada


Tinggi Tanaman 9,2 7,3
Jumlah Daun 4 6
Sumber: Data Primer, 2019

4.1. Pembahasan
Dari hasil pengamatan pola tanam monokultur pada tanaman selada hijau
dapat dilihat pada tabel pertama yang memperlihatkan bahwa tanaman selada
hijau mengalami pertumbuhan yang baik dari pekan ke pekan. Dimana dari pekan
1 ke pekan 2 pertumbuhannya bertambah sekitar 0.6 cm dan untuk dua pekan
selanjutnya terjadi pertumbuhan yang baik dari 3 cm hingga 4,5 cm. Begitupun
dari jumlah daunnya meningkat dimana pekan 1 dan 2 terdapat 2 helai, pekan 3
terdapat 3 helai, dan pekan 4 terdapat 5 helai. Hal ini dikarenakan bedengan bebas
dari gulma-gulma karena penggunaan mulsa, dimana tidak terdapat kompetisi
untuk mendapatkan unsur hara pada tanaman akibat tumbuhnya gulma. Hal ini
sesuai dengan pendapat Fahmi (2017) bahwa, penggunaan mulsa dapat
memperlambat laju pertumbuhan dari gulma. Dan menurut Supriadi (2017) bahwa
gulma merupakan tumbuhan yang dapat memberikan dampak negatif bagi
pertumbuhan tanaman budidaya, seperti terhambatnya pertumbuhan tanaman.
Sesuai dengan pembahasan diatas bahwa pertumbuhan selada hijau baik dari
pekan ke pekan. Hal ini sesuai dengan pendapat Tambunan (2011) bahwa tidak
adanya persaingan atau kompetisi dalam memperebutkan hara, air dan sinar
matahari.
Pada hasil pengamatan tanaman polikultur dapat dilihat bahwa tanaman
cabai memiliki pertumbuhan yang baik hari pekan ke pekan, sedangkan pada
tanaman selada merah pertumbuhannya agak terhambat. Hal ini dikarenakan ada
perebutan unsur hara pada kedua tanaman ini sehingga kompetisi untuk
mendapatkan hara lebih besar dan salah satu dari kedua tanaman tersebut akan
terhambat pertumbuhannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Awaliah (2015)
bahwa, pada tanaman yang diterapkan sistem pola tanam polikultur akan terjadi
perebutan unsur hara dalam tanah sehingga kebutuhan nutri unsur hara semakin
besar dibutuhkan.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Pola tanam mempengaruhi persaingan atau kompetisi dalam mendapatkan
hara, sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan dari
tanaman.
2. Mula merupakan bahan yang digunakan untuk menutupi bedengan atau
permukaan tanah yang berfungsi untuk menekan laju pertumbuhan gulma
serta menjaga bedengan tidak terjadi erosi akibat air hujan maupun angin
5.2 Saran
Sebaiknya praktikum yang dilaksanakan dipahami dengan baik terlebih
dahulu sebelum mengerjakannya agar tidak terjadi kesalahan-kesalahan fatal di
dalamnya sehingga praktikum tidak berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan
DAFTAR PUSTAKA

Anisa. 2014. Fungsi/Manfaat Mulsa. Agroekologi. Departemen Pertanian:


Malang.
Anwar, S. 2012. Pola Tanam Tumpang Sari. Surabaya: Balai Besar Pembenihan
dan Proteksi Tanaman PerkebunanAgroteknologi. Litbag. Deptan.
Awaliah N. 2015. Budidaya Tanaman Tanam dan Pola Tanam. Malang:
Universitas Brawijaya.
Cronquist, A. 2009. An Integrated System Of Clasification Of Flowering Plants.
Colombia University Press. New York.
Fahmi, Biyan Adi. 2107. Pengaruh Berbagai Dosis Pupuk Guano dan Jenis
Mulsa Organik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Tomat
(Lycopersicum escelentum L.) Varietas TOTI. Bandung: Universitas Islam
Negeri Sunan Gunung Djati.
Novita S. 2015. Analisis Usahatani Pada Beberapa Pola Tanam di Lahan Sawah
dan Hubungannya dengan tingkat Pendapatan dan Kesejahteraan Rumah
Tangga Petani di Kecamatan Abung Surakarta Kabupaten Lampung Utara.
Fakultas Pertanian [Skripsi]. Lampung: Universitas Lampung.
Parayudi, G. 2010. Membudidayakan Tanaman Cabai. IPB. Bogor
Prabowo, B. 2011. Statistik Tanaman Sayuran dan Buah Semusim Indonesia.
Kanisius. Yogyakarta.
Prahasta, A. 2009. Agribisnis Jagung. Bandung: CV. Pustaka Grafika.
Prasasti, D. 2014. Perbaikan Kesuburan Tanah Liat dan Pasir Dengan
Penambahan Kompos Limbah Sagu Untuk Pertumbuhan dan Produktivitas
Tanaman Pakcoy (Brassica rapa Var Chinensis). Semarang: Universitas
Diponegoro..
Saparinto, C. 2013. Grow Your Own Vegetables-Panduan Praktis Menanam 14
Sayuran Konsumsi Populer di Pekarangan. Yogyakarta: Penebar Swadaya.
Setiawan, A.N, Isnawan, B.H, Aini L.N. 2015. Laporan Penelitian Unggulan
Prodi Sistem Pengelolaan Lahan Pasir Pantai Untuk Pengembangan
Pertanian. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah.
Setiawan, A. 2014. Budidaya Tanaman Pakcoy. IPB. Bogor.
Sudjianto, U. dan V. Kristina. 2009. Studi Pemulsaan dan Dosis NPK pada Hasil
Buah Melon (Cucumis melo L.). Jurnal Sains dan Teknologi. 2(2):1-7.
Sunarjono, H. 2014. Bertanam 36 Jenis Sayuran. Jakarta: Penebar Swadaya.
Sulastri F. 2012. Pengaruh Proporsi Penambahan Kompos BioPA dan Mulsa
Jerami Terhadap Serapan Hara Na, Mg serta Kandungan Klorofil
Tanaman Kacang Hijau yang Ditanam di Kawasan Pantai Pandansari
Bantu . Yogyakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Negeri.
Supriyadi, Dede Martino, dan Elly Indraswari. 2017. Pengaruh Naungan Terhadap
Pertumbuhan Selada Merah (Lactuca sativa L var. Red rapids) Secara
Hidroponik Sistem Wick.Jurnal Pertanian Vol. 1
Tambunan, Sonia. 2011. Kompetisi Tanaman Jagung dan Ubi Kayu dalam Sistem
Tumpang Sari. Medan: USU.
Tinambunan, E, Setyobudi, L, Suryanto, A. 2013. Penggunaan Jenis Mulsa
Terhadap Produksi Baby Wortel (Daucus carota L.) Varietas Hibrida.
Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.

Anda mungkin juga menyukai