Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

STEMI Inferior

Disusun oleh:
dr. Danawan Rahmanto

Pendamping:
dr. Kartika Radianti Wardhani

PESERTA PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA (PIDI)


PERIODE OKTOBER 2019 – OKTOBER 2020
RSUD PESANGGRAHAN KOTA JAKARTA SELATAN
MEI 2020
BAB 1

LAPORAN KASUS

I.I IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. Cecep Ahmadsyah
No. RM : 69717
Umur : 55 tahun
Tanggal lahir : 23 Juli 1947
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Ulujami, Pesanggrahan
Status pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Guru
Agama : Islam
Tanggal masuk : 9 Maret 2020

ANAMNESIS (09 Maret 2020 / Pukul 15.03)

KELUHAN UTAMA :

Nyeri dada

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien laki-laki, usia 55 tahun datang ke IGD RSUD Pesanggrahan dengan keluhan
nyeri dada. Dada terasa sesak seperti ditindih benda berat secara terus menerus. Nyeri
dada dirasakan seluruh area dada dan seperti menembus hingga belakang. Nyeri dada
dirasakan terus menerus. Nyeri tidak berkurang dengan istirahat. Sesak (+) terutama
saat melakukan aktivitas. Nyeri menjalar sampai ke tangan. Keluhan dirasakan
memberat sejak tadi pagi pukul 10.30 (4,5 jam SMRS). Pasien juga merasakan
keringat dingin. Keluhan lain seperti pusing, mual, muntah disangkal. Nyeri perut (-),
Napsu makan pasien baik. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Riwayat merokok
disangkal.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU:

 Riwayat Hipertensi disangkal


 Riwayat DM, rutin minum obat glibenclamid 1x sehari, dan metformin 3x1

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA:

Di dalam keluarga pasien, tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang
sama seperti pasien. Pasien merupakan seorang kepala keluarga dan berprofesi
sebagai guru. Pembiayaan dengan BPJS non-PBI.

PEMERIKSAAN FISIK (Pemeriksaan saat pertama datang ke IGD (09 Maret


2020), pukul 15.05
A. Keadaan Umum dan Tanda-tanda vital termasuk status gizi
Kesadaran : Compos mentis (GCS 15)
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Tinggi badan : 165 cm
Berat Badan : 60 Kg

Status Gizi : Normal

Tanda Vital :

Tekanan Darah : 175/111 mmHg


Nadi : 87x / menit
Pernafasan : 20x / menit
Suhu : 36,2˚ C
Saturasi : 98 %

B. Status Generalis
 Kepala
• Kepala : Normocepali, Jejas -.
• Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
• Mata : Konjungtiva tidak pucat, kelopak mata cekung -/-
sklera ikterik -/-, pupil isokor 3mm/3mm,
refleks cahaya +/+, oedem palpebra -/-
• Telinga : Liang telinga lapang +/+, serumen -/-,
sekret -/-
• Hidung : Cavum nasi lapang, sekret -/-, deviasi septum -,
pernafasan cuping hidung -
• Bibir : Mukosa bibir kering +, sianosis -
• Gigi geligi : Tidak ada kelainan
• Lidah : DBN
• Tonsil : T2 – T2, hiperemis -/-
• Faring : Hiperemis -
• Leher : Kelenjar Getah bening tidak teraba membesar
JVP distensi (-), trakea ditengah, kelenjar tiroid dalam
batas normal.

Dada
Paru
• Inspeksi : Pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris
Retraksi (-)
• Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama
• Perkusi : Perkusi perbandingan kanan dan kiri sama sonor
• Auskultasi : Bunyi napas dasar bronkovesikuler
Ronkhi +/+ halus , Wheezing -/-
Jantung
• Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
• Palpasi : Ictus cordis teraba di IC V lateral midclavicula sinistra
• Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
• Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur -, gallop -

Abdomen
• Inspeksi : Perut tampak datar
• Auskultasi : Bising usus (+) 6x/menit
• Perkusi : nyeri ketuk (-)
• Palpasi :supel, BU (+) Timpani,
nyeri tekan (-) hepatosplenomegali(-)
Kulit : Warna sawo matang, ikterik -, petechie -, turgor melambat +,
keringat dingin.
Ekstremitas : Bentuk biasa, deformitas -, akral hangat, edema -/-
sianosis – , CRT <2”
Pemeriksaan refleks :

- Refleks fisiologis : ++/++


- Refleks patologis : -/-
- Rangsan Meningen : -/-
- Kekuatan motorik : 55555 55555
55555 55555
Anus dan rektum : Tidak dilakukan pemeriksaan
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

 LABORATORIUM (9 Maret 2020; Pukul 16.50)

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI KETERANGAN


NORMAL
HEMATOLOGI
RUTIN:
Hemoglobin 13,9 g/dl 11,7-15,5
Jumlah leukosit 15.510 /uL 3.600-11.000 H
Jumlah trombosit 300.000 /uL 150.000-450.000
Jumlah eritrosit 4,84 10^6/uL 3,8-5,2
Hematokrit 40 % 35-47
Hitung jenis
leukosit
 Eosinofil 0 % 2-4
 Basofil 0 % 0-1
 Neutrofil 90 % 50-70 H
 Limfosit 7 % 25-40 L
 Monosit 3 % 2-8
MCV 82,6 fL 80,0-100,0
MCH 28,7 pg 26,0-34,0
MCHC 34,8 g/dL 32,0-36,0
KIMIA KLINIK :
Gula darah sewaktu 205 mg/dL 70-140 H
Ureum 18 mg/dL 10-50
Creatinin 1,2 mg/dL 0,5-0,9
 EKG (9 Maret 2020; Pukul 15.30)
Interpretasi:
1. Irama : Sinus Ritme
2. Denyut Jantung : 85 kali/menit
3. Aksis : Normoaksis
4. Gelombang P : 0,08 detik
5. PR interval : 0,12 detik
6. Kompleks QRS : 0,08 detik
7. Q patologi : (-)
8. ST-Elevasi : II, III, AVF
9. ST-Depresi : (-)
10. T-tall : (-)
11. T-inverted : (-)
Kesimpulan:
EKG irama sinus, HR 99 x/i, normoaxis, ST elevasi di sadapan II, III,
AVF, ST OMI Inferior.
 FOTO THORAX

KESAN :
Cor dan Pulmo dalam batas normal

RESUME

Pasien laki-laki, usia 55 tahun datang ke IGD RSUD Pesanggrahan dengan keluhan
nyeri dada. Dada terasa sesak seperti ditindih benda berat secara terus menerus. Nyeri
dada dirasakan seluruh area dada dan seperti menembus hingga belakang. Nyeri tidak
berkurang dengan istirahat. Sesak (+) terutama saat melakukan aktivitas. Nyeri
menjalar sampai ke tangan. Keluhan dirasakan memberat sejak tadi pagi pukul 10.30
(4,5 jam SMRS). Pasien juga merasakan keringat dingin. Keluhan lain seperti pusing,
mual, muntah disangkal. Nyeri perut (-), Napsu makan pasien baik. BAB dan BAK
tidak ada keluhan. Riwayat DM tipe II, rutin minum obat glibenclamid dan
metformin. Riwayat merokok disangkal. Riwayat Hipertensi disangkal. Di keluarga
pasien, tidak ada yang memiliki keluhan yang sama .

Kesadaran : Compos mentis (GCS 15)


Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Tekanan Darah : 175/111 mmHg
Nadi : 87x / menit
Pernafasan : 20x / menit
Suhu : 36,5˚ C
Saturasi : 98%, room air
Status Gizi : Normal

Pemeriksaan fisik :
Leher : JVP distensi (-)
Paru : Bunyi napas dasar bronkovesikuler
Ronkhi +/+ halus , Wheezing -/-
Jantung : Batas jantung melebar kekiri dan kanan , bunyi
jantung I dan II ireguler, murmur -, gallop –
Abdomen : Bising usus (+) normal, supel, nyeri tekan (-) seluruh,
hepatosplenomegali -
Kulit : Warna sawo matang, ikterik -, petechie -, turgor
melambat +, keringat dingin.

Ekstremitas : Bentuk biasa, deformitas -, akral hangat,

edema -/-, sianosis –, CRT<2”

DIAGNOSA KERJA (9 Maret 2020. Jam 15.30)

 STEMI INFERIOR
 Hipertensi Emergensi dd/ Hipertensi Urgensi
 DM Tipe II

PENATALAKSANAAN (9 Maret 2020. Jam 15.30)

 Oksigenasi 3 lpm/ menit, nasal canul


 Infus RL 10 tpm
 Aspilet 4 x 80 mg (4 tablet) po kunyah
 Clopidogrel 8 x 75 mg po
 ISDN 1 tablet (sublingual)
 Pasang DC
RUJUK KE RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (karena memerlukan
fasilitas yang lebih seperti peralatan Primary PCI bila diperlukan, ruangan iccu dan
dokter spesialis jantung)

PROGNOSIS

Ad vitam : Dubia ad bonam


Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

STEMI INFERIOR

Definisi

STEMI adalah sindroma koroner akut yang didefinisikan oleh gejala


karateristik dari Iskemik miokard dimana pemeriksaan Elektrokardiografi
(EKG) menunjukkan elevasi segmen ST dan keluarnya biomarker yang
merupakan hasil dari nekrosis miokard.1

Klasifikasi

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram


(EKG), dan pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner Akut dibagi
menjadi:
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation
myocardial infarction)
2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment
elevation myocardial infarction)
3. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)

Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (STEMI) merupakan indikator


kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini memerlukan
tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan reperfusi
miokard secepatnya; secara medikamentosa menggunakan agen fibrinolitik
atau secara mekanis, intervensi koroner perkutan primer.

Klasifikasi Killip adalah sistem yang digunakan pada individu dengan infark


miokard akut (serangan jantung), untuk stratifikasi risiko mereka. Individu
dengan kelas Killip rendah kurang mungkin untuk meninggal dalam 30 hari
pertama setelah infark miokard mereka daripada individu dengan kelas Killip
tinggi. Klasifikasi Killip dibuat sebagaai berikut :1,2

Klasifikasi

Etiologi

Beberapa faktor yang dapat menimbulkan ST Elevation (STEMI)


1. penyempitan arteri koroner non sklerotik

2. penyempitan aterosklerotik

3. trombus

4. plak aterosklerotik

5. lambatnya aliran darah di daerah plak atau viserasi plak

6. peningkatan kebutuhab oksigen miokardium

7. penyempitan arteri oleh karena perlambatan jantung selama tidur

Faktor Risiko Menurut American Heart Association’s factor resiko Sindroma


Koroner Akut (SKA) dibagi menjadi Faktor risiko yang tidak dapat diubah
(nonmodifiable risk factor)seperti ; Umur, jenis kelamin, ras dan keturunan.
Sedangkan faktor risiko yang dapat diubah (modifiable risk factor) seperti ;
riwayat merokok, kolestrol, hipertensi, obesitas.3

Patofisiologi

STEMI umumnya disebabkan penurunan atau berhentinya aliran darah secara


tiba-tiba akibat oklusi trombus pada arteri koroner yang sudah mengalami
arterosklerosis. Pada kebanyakan kasus, proses akut dimulai dengan ruptur
atau pecahnya plak aterotoma pembuluh darah koroner, dimana trombus
mulai timbul pada lokasi ruptur dan menyebabkan oklusi arteri koroner, baik
secara total atau parsial. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak
atau penipisan fibrous cap yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan
diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Faktor-
faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II, hipertensi,
dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi endotelial. Pemaparan
terhadap faktor-faktor di atas menyebabkan injury bagi sel endotelial.Akibat
disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi molekul vasoaktif
seperti nitric oxide.Pasokan oksigen yang berhenti selama kira-kira 20 menit
dapat menyebabkan nekrosis pada miokardium4

Manifestasi Klinis
Nyeri dengan gambaran di bawah ini bukan karakteristik iskemia miokard
(nyeri dada nonkardiak) :
1. Nyeri pleuritik (nyeri tajam yang berhubungan dengan respirasi atau batuk)
2. Nyeri abdomen tengah atau bawah
3. Nyeri dada yang dapat ditunjuk dengan satu jari, terutama di daerah apeks
ventrikel kiri atau pertemuan kostokondral.
4. Nyeri dada yang diakibatkan oleh gerakan tubuh atau palpasi
5. Nyeri dada dengan durasi beberapa detik
6. Nyeri dada yang menjalar ke ekstremitas bawah

Diagnosis
Diagnosis STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut
disertai elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan.
Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak memerlukan menunggu hasil
peningkatan marka jantung. Diagnosis pada ST Elevation (STEMI) ditegakkam
berdasarkan EKG yaitu adanya elevasi segmen ST > 1 mm pada sadapan ekstremitas
dan > 2 mm pada sadapan prekordial. Sebagian besar pasien dengan presentasi awal
elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang
akhirnya Universitas Sumatera Utara didiagnosis infark miokard gelombang Q. Jika
obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak
kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya
mengalami angina pektoris tak stabil atau NSTEMI. 3,4

Diagnosis NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil ditegakkan jika


terdapat keluhan angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten
di dua sadapan yang bersebelahan. Rekaman EKG saat presentasi dapat
berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar,
gelombang T pseudo-normalization, atau bahkan tanpa perubahan .
Sedangkan Angina Pektoris tidak stabil dan NSTEMI dibedakan berdasarkan
kejadian infark miokard yang ditandai dengan peningkatan marka jantung.
Marka jantung yang lazim digunakan adalah Troponin I/T atau CK-MB. Bila
hasil pemeriksaan biokimia marka jantung terjadi peningkatan bermakna,
maka diagnosis menjadi Infark Miokard Akut Segmen ST Non Elevasi (Non
ST-Elevation Myocardial Infarction, NSTEMI). Pada Angina Pektoris tidak
stabil marka jantung tidak meningkat secara bermakna.

Pada sindroma koroner akut, nilai ambang untuk peningkatan CK-MB


yang abnormal adalah beberapa unit melebihi nilai normal atas (upper limits
of normal, ULN). Jika pemeriksaan EKG awal tidak menunjukkan kelainan
(normal) atau menunjukkan kelainan yang nondiagnostik sementara angina
masih berlangsung, maka pemeriksaan diulang 10-20 menit kemudian. Jika
ulangan EKG tetap menunjukkan gambaran nondiagnostik sementara keluhan
angina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam. EKG
diulang tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang1,3
Penatalaksanaan
Terapi awal
Terapi awal adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan diagnosis
kerja Kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan angina di ruang
gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau marka
jantung. Terapi awal yang dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat,
Aspirin (disingkat MONA), yang tidak harus diberikan semua atau
bersamaan. 4

1. Tirah baring
2. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi
O2 arteri
3. Aspilet 150-300 mg, di berikan pada pasien yang baru saja mengalami
kejadian iskemik atau setelah serangan jantung. Dosis aspilet tersebut
adalah dosis harian yang langsung di minum dalam satu kali perhari.
4. Clopidogrel 300 mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 75
mg/hari
5. Isosorbid dinitrat (ISDN) sub lingual 2,5-15 mg(onset 5 menit ), oral
15-80 mg/hari di bagi 2-3 dosis. Intravena 1,25-5 mg/jam.
6. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri
dada yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat jika
nyeri dada tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang
setiap lima menit sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin intravena
diberikan pada pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis
NTG sublingual dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat
(ISDN) dapat dipakai sebagai pengganti
7. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi
pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual

Terapi Reperfusi
Terapi reperfusi segera, baik dengan IKP atau farmakologis,
diindikasikan untuk semua pasien dengan gejala yang timbul dalam 12
jam dengan elevasi segmen ST yang menetap atau Left Bundle Branch
Block (LBBB) yang (terduga) baru. Terapi reperfusi (sebisa mungkin
berupa IKP primer) diindikasikan apabila terdapat bukti klinis maupun
EKG adanya iskemia yang sedang berlangsung, bahkan bila gejala
telah ada lebih dari 12 jam yang lalu atau jika nyeri dan perubahan
EKG tampak tersendat. Dalam menentukan terapi reperfusi, tahap
pertama adalah menentukan ada tidaknya rumah sakit sekitar yang
memiliki fasilitas IKP. Bila tidak ada, langsung pilih terapi fibrinolitik.
BIla ada, pastikan waktu tempuh dari tempat kejadian (baik rumah
sakit atau klinik) ke rumah sakit tersebut apakah kurang atau lebih dari
(2 jam). Jika membutuhkan waktu lebih dari 2 jam, reperfusi pilihan
adalah fibrinolitik. Setelah fibrinolitik selesai diberikan, jika
memungkinkan pasien dapat dikirim ke pusat dengan fasilitas IKP.

Intervensi koroner perkutan primer ( IKP Primer )


IKP primer adalah terapi reperfusi yang lebih disarankan dibandingkan
dengan fibrinolisis apabila dilakukan oleh tim yang berpengalaman
dalam 120 menit dari waktu kontak medis pertama. IKP primer
diindikasikan untuk pasien dengan gagal jantung akut yang berat atau
syok kardiogenik, kecuali bila diperkirakan bahwa pemberian IKP
akan tertunda lama dan bila pasien datang dengan awitan gejala yang
telah lama. Stenting lebih disarankan dibandingkan angioplasti balon
untuk IKP primer. Tidak disarankan untuk melakukan IKP secara rutin
pada arteri yang telah tersumbat total lebih dari 24 jam setelah awitan
gejala pada pasien stabil tanpa gejala iskemia, baik yang telah maupun
belum diberikan fibrinolisis. Bila pasien tidak memiliki indikasi kontra
terhadap terapi antiplatelet dual (dual antiplatelet therapy-DAPT) dan
kemungkinan dapat patuh terhadap pengobatan, drug-eluting stents
(DES) lebih disarankan daripada bare metal stents (BMS) dengan
fibrinolitik hingga revaskularisasi (bila dilakukan) atau selama dirawat
di rumah sakit hingga 5 hari (Kelas I-A).

Antikoagulan yang digunakan dapat berupa:


1. Enoksaparin secara subkutan (lebih disarankan dibandingkan
heparin tidak terfraksi)
2. Heparin tidak terfraksi diberikan secara bolus intravena sesuai berat
badan dan infus selama 3 hari
3. Pada pasien-pasien yang diberikan streptokinase, Fondaparinuks
intravena secara bolus dilanjutkan dengan dosis subkutan 24 jam
kemudian pemindahan pasien ke pusat pelayanan medis yang mampu
melakukan IKP setelah fibrinolisis diindikasikan pada semua pasien
IKP “rescue”diindikasikan segera setelah fibrinolisis gagal, yaitu
resolusi segmen ST kurang dari 50% setelah 60 menit disertai tidak
hilangnya nyeri dada . IKP emergency diindikasikan untuk kasus
dengan iskemia rekuren atau bukti adanya reoklusi setelah fibrinolisis
yang berhasil Hal ini ditunjukkan oleh gambaran elevasi segmen ST
kembali.4

Komplikasi
Gangguan hemodinamik
Gagal Jantung Dalam fase akut dan subakut setelah STEMI, seringkali
terjadi disfungsi miokardium. Bila revaskularisasi dilakukan segera
dengan IKP atau trombolisis, perbaikan fungsi ventrikel dapat segera
terjadi, namun apabila terjadi jejas transmural dan/atau obstruksi
mikrovaskular, terutama pada dinding anterior, dapat terjadi
komplikasi akut berupa kegagalan pompa dengan remodeling
patologis disertai tanda dan gejala klinis kegagalan jantung, yang
dapat berakhir dengan gagal jantung kronik.

Hipotensi
Hipotensi ditandai oleh tekanan darah sistolik yang menetap di bawah
90 mmHg. Keadaan ini dapat terjadi akibat gagal jantung, namun
dapat juga disebabkan oleh hipovolemia, gangguan irama atau
komplikasi mekanis.
Kongesti paru
Kongesti paru ditandai dispnea dengan ronki basah paru di segmen
basal, berkurangnya saturasi oksigen arterial, kongesti paru pada
Roentgen dada dan perbaikan klinis terhadap diuretik dan/atau terapi
vasodilator.

Syok kardiogenik
Syok kardiogenik terjadi dalam 6-10% kasus STEMI dan merupakan
penyebab kematian utama, dengan laju mortalitas di rumah sakit
mendekati 50%. Meskipun syok seringkali terjadi di fase awal setelah
awitan infark miokard akut, ia biasanya tidak didiagnosis saat pasien
pertama tiba di rumah sakit. Syok kardiogenik biasanya dikaitkan
dengan kerusakan ventrikel kiri luas, namun juga dapat terjadi pada
infark ventrikel kanan.

Aritmia dan gangguan konduksi


Dalam fase akut Aritmia dan gangguan konduksi sering ditemukan
dalam beberapa jam pertama setelah infark miokard. Monitor jantung
yang dipasang dalam 11 ±5 hari sejak infark miokard akut melaporkan
insidensi fibrilasi atrium awitan baru sebesar 28%, VT yang tidak
berlanjut sebesar 13%, blok AV derajat tinggi sebesar 10% (≤30 detak
per menit selama ≥8 detik), sinus bradikardi sebesar 7% (≤30 detak
per menit selama ≥8 detik), henti sinus sebesar 5% (≥5 detik), VT
3,4
berkelanjutan sebesar 3% dan VF sebesar 3%.
BAB III
KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari laporan kasus ini adalah sebagai berikut :

1. Diagnosa kerja Observasi dyspnea ec STEMI Inferior + NSTEMI susp SKA


dengan dd Infark Miocard Akut. dapat ditegakan pada anmnesis dengan
keluhan dada terasa sesak leslesan, Sesak (+) terutama saat melakukan
aktivitas.dan nyeri dada akut seperti ditekan atau ditimpah benda berat dan
nyeri menjalar di pundak sampai ke belakang. Keluhan dirasakan memberat
sejak tadi pagi jam 07.00, keluhan lain seperti pusing , mual, muntah
disangkal. nyeri perut (-), Napsu makan pasien baik, BAK / BAK tidak ada
keluhan. pada pemeriksaan fisik di dapatkan Tekanan Darah: 215/109
mmHg, Nadi : 62x / menit , Pernafasan: 30x / menit ,Suhu : 36,8˚ C, Saturasi
: 90 % pemeriksaan penujang ekg: Kelaian: ST elevasi lead II, III, AVF, ST
Inpresed lead I,AVL, V2, V3, V4 dan hasil rontagen dengan Kesan :
Cardiomegali dan Edema Pulmonum.
2. Berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
yang dilakukan dapat ditegakan bahwa pasien ini mengalami Observasi
dyspnea ec STEMI Inferior + NSTEMI susp SKA dengan dd Infark Miocard
Akut. Pada pasien ini telah dilakukan terapi medikmentosa awal di igd dan
sudah sesuai dengan teori yang ada dan karena memerlukan fasilitas yang
lebih. Seperti ruangan iccu dan dokter spesialis jantung makan pasien dirujuk
ke rumah sakit yang lengkap fasilitasnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kabo & Karim (2002). EKG dan Penanggulangan beberapa Penyakit Jantung
untuk Dokter Umum. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
2. Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius.
3. Perhimpunan dokter specialis kardiovaskuler Indonesia. Pedoman
Tatalaksaksana Sindrom Coroner Akut. Jurnal Kardiologi Indonesia. 2015
4. Cannon, C.P., Braunwald, E., 2005. Unstable Angina and Non-ST-Elevation
Myocardial Infarction. In: Kasper, D.L., Fauci, A.S., Longo, D.L., Braunwald,
E., Hauser, S.L., Jameson, J. L., eds. Harrison’s Principles of Internal
Medicine. 16 th ed. USA: McGraw-Hill.

Anda mungkin juga menyukai