STEMI Inferior
Disusun oleh:
dr. Danawan Rahmanto
Pendamping:
dr. Kartika Radianti Wardhani
LAPORAN KASUS
KELUHAN UTAMA :
Nyeri dada
Pasien laki-laki, usia 55 tahun datang ke IGD RSUD Pesanggrahan dengan keluhan
nyeri dada. Dada terasa sesak seperti ditindih benda berat secara terus menerus. Nyeri
dada dirasakan seluruh area dada dan seperti menembus hingga belakang. Nyeri dada
dirasakan terus menerus. Nyeri tidak berkurang dengan istirahat. Sesak (+) terutama
saat melakukan aktivitas. Nyeri menjalar sampai ke tangan. Keluhan dirasakan
memberat sejak tadi pagi pukul 10.30 (4,5 jam SMRS). Pasien juga merasakan
keringat dingin. Keluhan lain seperti pusing, mual, muntah disangkal. Nyeri perut (-),
Napsu makan pasien baik. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Riwayat merokok
disangkal.
Di dalam keluarga pasien, tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang
sama seperti pasien. Pasien merupakan seorang kepala keluarga dan berprofesi
sebagai guru. Pembiayaan dengan BPJS non-PBI.
Tanda Vital :
B. Status Generalis
Kepala
• Kepala : Normocepali, Jejas -.
• Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
• Mata : Konjungtiva tidak pucat, kelopak mata cekung -/-
sklera ikterik -/-, pupil isokor 3mm/3mm,
refleks cahaya +/+, oedem palpebra -/-
• Telinga : Liang telinga lapang +/+, serumen -/-,
sekret -/-
• Hidung : Cavum nasi lapang, sekret -/-, deviasi septum -,
pernafasan cuping hidung -
• Bibir : Mukosa bibir kering +, sianosis -
• Gigi geligi : Tidak ada kelainan
• Lidah : DBN
• Tonsil : T2 – T2, hiperemis -/-
• Faring : Hiperemis -
• Leher : Kelenjar Getah bening tidak teraba membesar
JVP distensi (-), trakea ditengah, kelenjar tiroid dalam
batas normal.
Dada
Paru
• Inspeksi : Pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris
Retraksi (-)
• Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama
• Perkusi : Perkusi perbandingan kanan dan kiri sama sonor
• Auskultasi : Bunyi napas dasar bronkovesikuler
Ronkhi +/+ halus , Wheezing -/-
Jantung
• Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
• Palpasi : Ictus cordis teraba di IC V lateral midclavicula sinistra
• Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
• Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur -, gallop -
Abdomen
• Inspeksi : Perut tampak datar
• Auskultasi : Bising usus (+) 6x/menit
• Perkusi : nyeri ketuk (-)
• Palpasi :supel, BU (+) Timpani,
nyeri tekan (-) hepatosplenomegali(-)
Kulit : Warna sawo matang, ikterik -, petechie -, turgor melambat +,
keringat dingin.
Ekstremitas : Bentuk biasa, deformitas -, akral hangat, edema -/-
sianosis – , CRT <2”
Pemeriksaan refleks :
PEMERIKSAAN PENUNJANG
KESAN :
Cor dan Pulmo dalam batas normal
RESUME
Pasien laki-laki, usia 55 tahun datang ke IGD RSUD Pesanggrahan dengan keluhan
nyeri dada. Dada terasa sesak seperti ditindih benda berat secara terus menerus. Nyeri
dada dirasakan seluruh area dada dan seperti menembus hingga belakang. Nyeri tidak
berkurang dengan istirahat. Sesak (+) terutama saat melakukan aktivitas. Nyeri
menjalar sampai ke tangan. Keluhan dirasakan memberat sejak tadi pagi pukul 10.30
(4,5 jam SMRS). Pasien juga merasakan keringat dingin. Keluhan lain seperti pusing,
mual, muntah disangkal. Nyeri perut (-), Napsu makan pasien baik. BAB dan BAK
tidak ada keluhan. Riwayat DM tipe II, rutin minum obat glibenclamid dan
metformin. Riwayat merokok disangkal. Riwayat Hipertensi disangkal. Di keluarga
pasien, tidak ada yang memiliki keluhan yang sama .
Pemeriksaan fisik :
Leher : JVP distensi (-)
Paru : Bunyi napas dasar bronkovesikuler
Ronkhi +/+ halus , Wheezing -/-
Jantung : Batas jantung melebar kekiri dan kanan , bunyi
jantung I dan II ireguler, murmur -, gallop –
Abdomen : Bising usus (+) normal, supel, nyeri tekan (-) seluruh,
hepatosplenomegali -
Kulit : Warna sawo matang, ikterik -, petechie -, turgor
melambat +, keringat dingin.
STEMI INFERIOR
Hipertensi Emergensi dd/ Hipertensi Urgensi
DM Tipe II
PROGNOSIS
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
STEMI INFERIOR
Definisi
Klasifikasi
Klasifikasi
Etiologi
2. penyempitan aterosklerotik
3. trombus
4. plak aterosklerotik
Patofisiologi
Manifestasi Klinis
Nyeri dengan gambaran di bawah ini bukan karakteristik iskemia miokard
(nyeri dada nonkardiak) :
1. Nyeri pleuritik (nyeri tajam yang berhubungan dengan respirasi atau batuk)
2. Nyeri abdomen tengah atau bawah
3. Nyeri dada yang dapat ditunjuk dengan satu jari, terutama di daerah apeks
ventrikel kiri atau pertemuan kostokondral.
4. Nyeri dada yang diakibatkan oleh gerakan tubuh atau palpasi
5. Nyeri dada dengan durasi beberapa detik
6. Nyeri dada yang menjalar ke ekstremitas bawah
Diagnosis
Diagnosis STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut
disertai elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan.
Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak memerlukan menunggu hasil
peningkatan marka jantung. Diagnosis pada ST Elevation (STEMI) ditegakkam
berdasarkan EKG yaitu adanya elevasi segmen ST > 1 mm pada sadapan ekstremitas
dan > 2 mm pada sadapan prekordial. Sebagian besar pasien dengan presentasi awal
elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang
akhirnya Universitas Sumatera Utara didiagnosis infark miokard gelombang Q. Jika
obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak
kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya
mengalami angina pektoris tak stabil atau NSTEMI. 3,4
1. Tirah baring
2. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi
O2 arteri
3. Aspilet 150-300 mg, di berikan pada pasien yang baru saja mengalami
kejadian iskemik atau setelah serangan jantung. Dosis aspilet tersebut
adalah dosis harian yang langsung di minum dalam satu kali perhari.
4. Clopidogrel 300 mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 75
mg/hari
5. Isosorbid dinitrat (ISDN) sub lingual 2,5-15 mg(onset 5 menit ), oral
15-80 mg/hari di bagi 2-3 dosis. Intravena 1,25-5 mg/jam.
6. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri
dada yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat jika
nyeri dada tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang
setiap lima menit sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin intravena
diberikan pada pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis
NTG sublingual dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat
(ISDN) dapat dipakai sebagai pengganti
7. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi
pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual
Terapi Reperfusi
Terapi reperfusi segera, baik dengan IKP atau farmakologis,
diindikasikan untuk semua pasien dengan gejala yang timbul dalam 12
jam dengan elevasi segmen ST yang menetap atau Left Bundle Branch
Block (LBBB) yang (terduga) baru. Terapi reperfusi (sebisa mungkin
berupa IKP primer) diindikasikan apabila terdapat bukti klinis maupun
EKG adanya iskemia yang sedang berlangsung, bahkan bila gejala
telah ada lebih dari 12 jam yang lalu atau jika nyeri dan perubahan
EKG tampak tersendat. Dalam menentukan terapi reperfusi, tahap
pertama adalah menentukan ada tidaknya rumah sakit sekitar yang
memiliki fasilitas IKP. Bila tidak ada, langsung pilih terapi fibrinolitik.
BIla ada, pastikan waktu tempuh dari tempat kejadian (baik rumah
sakit atau klinik) ke rumah sakit tersebut apakah kurang atau lebih dari
(2 jam). Jika membutuhkan waktu lebih dari 2 jam, reperfusi pilihan
adalah fibrinolitik. Setelah fibrinolitik selesai diberikan, jika
memungkinkan pasien dapat dikirim ke pusat dengan fasilitas IKP.
Komplikasi
Gangguan hemodinamik
Gagal Jantung Dalam fase akut dan subakut setelah STEMI, seringkali
terjadi disfungsi miokardium. Bila revaskularisasi dilakukan segera
dengan IKP atau trombolisis, perbaikan fungsi ventrikel dapat segera
terjadi, namun apabila terjadi jejas transmural dan/atau obstruksi
mikrovaskular, terutama pada dinding anterior, dapat terjadi
komplikasi akut berupa kegagalan pompa dengan remodeling
patologis disertai tanda dan gejala klinis kegagalan jantung, yang
dapat berakhir dengan gagal jantung kronik.
Hipotensi
Hipotensi ditandai oleh tekanan darah sistolik yang menetap di bawah
90 mmHg. Keadaan ini dapat terjadi akibat gagal jantung, namun
dapat juga disebabkan oleh hipovolemia, gangguan irama atau
komplikasi mekanis.
Kongesti paru
Kongesti paru ditandai dispnea dengan ronki basah paru di segmen
basal, berkurangnya saturasi oksigen arterial, kongesti paru pada
Roentgen dada dan perbaikan klinis terhadap diuretik dan/atau terapi
vasodilator.
Syok kardiogenik
Syok kardiogenik terjadi dalam 6-10% kasus STEMI dan merupakan
penyebab kematian utama, dengan laju mortalitas di rumah sakit
mendekati 50%. Meskipun syok seringkali terjadi di fase awal setelah
awitan infark miokard akut, ia biasanya tidak didiagnosis saat pasien
pertama tiba di rumah sakit. Syok kardiogenik biasanya dikaitkan
dengan kerusakan ventrikel kiri luas, namun juga dapat terjadi pada
infark ventrikel kanan.
1. Kabo & Karim (2002). EKG dan Penanggulangan beberapa Penyakit Jantung
untuk Dokter Umum. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
2. Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius.
3. Perhimpunan dokter specialis kardiovaskuler Indonesia. Pedoman
Tatalaksaksana Sindrom Coroner Akut. Jurnal Kardiologi Indonesia. 2015
4. Cannon, C.P., Braunwald, E., 2005. Unstable Angina and Non-ST-Elevation
Myocardial Infarction. In: Kasper, D.L., Fauci, A.S., Longo, D.L., Braunwald,
E., Hauser, S.L., Jameson, J. L., eds. Harrison’s Principles of Internal
Medicine. 16 th ed. USA: McGraw-Hill.