Anda di halaman 1dari 216

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin atau keduanya. Kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor

dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsive

insulin pada membran sel yang mengakibatkan hiperglikemia. Hiperglikemia ini

dapat menyebabkan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) atau radikal bebas

yang berlebihan dan memicu terjadinya stress oksidatif yang akan menyebabkan

kerusakan jaringan. Stres oksidatif berperan penting pada patogenesis diabetes

mellitus serta komplikasi kroniknya. Paparan stress oksidatif dapat menyebabkan

kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, seperti

mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah, disfungsi sel beta pankreas dan

resistensi insulin. Selain itu, hiperglikemia juga akan menyebabkan peningkatan

jalur poliol yang akan menurunkan antioksidan endogen. Enzim Superoxide

Dismutase (SOD) merupakan antioksidan endogen yang berperan dalam

mengontrol ROS dan menghindari paparan stress oksidatif.1,2,6

Diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau mulai

terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga

morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi ini. WHO

memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada

tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Diabetes mellitus

1
merupakan masalah nasional yang menempati urutan keempat di Indonesia dari

prioritas penelitian nasional untuk penyakit degeneratif setelah penyakit

kardiovaskular, serebrovaskular dan geriatri. Angka prevalensi penderita diabetes

tanah air berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes) pada tahun 2008

mencapai 5,7% dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 12 juta jiwa.

Prevalensi pre-diabetes mencapai dua kali lipatnya atau 11% dari total penduduk

Indonesia. Penelitian di Semarang, oleh Sutardjo pada tahun 1975 menunjukkan

prevalensi diabetes mellitus sebesar 1,45%. Pekajangan Diabetic Study oleh

Djoko Moeljanto dkk di Desa Pekajangan, Pekalongan mendapatkan prevalensi

diabetes mellitus pada tahun 1959 sebesar 2,29% dan pada tahun 2003 meningkat

menjadi 7,80%.3,4,5

Dunia kedokteran saat ini makin banyak menggunakan tanaman-tanaman

herbal dalam bentuk produk obat-obatan sebagai terapi medis. DLBS-3233

merupakan obat kombinasi ekstrak herbal asli Indonesia terdiri dari

Lagerstroemia speciosa yang diperoleh dari Cianjur, Jawa Barat dan

Cinnamomum burmannii yang diperoleh dari Kerinci, Jambi, Indonesia, yang

dipercaya mempunyai efek anti diabetik. Penelitian mengenai mekanisme kerja,

efek, dan toksikologi menunjukkan bahwa kedua herbal ini bekerja secara sinergis

dalam memperbaiki status resistensi insulin dan meningkatkan penggunaan

glukosa, sehingga dapat dipergunakan sebagai salah satu modalitas terapi DM tipe

2.8,9

DLBS-3233 memperbaiki resistensi insulin melalui mekanisme kerja: (1)

meningkatkan fosforilasi pada reseptor insulin, yaitu tirosin, sehingga terjadi

penurunan resistensi insulin; (2) meningkatkan translokasi dan sintesa GLUT-4

2
dari sitoplasmanya menuju membran sel; (3) up regulator PPAR- dan PPAR-,

sehingga meningkatkan sintesa, jumlah dan translokasi GLUT-4 yang baru; (4).

menurunkan kadar TNF-, sehingga terjadi penurunan free fatty acid (FFA),

penurunan translokasi PKC- dan PKC-, penurunan fosforilasi serine, sehingga

resistensi insulin juga akan menurun.8,9,10

Studi toksisitas akut, subkronik, dan teratogenik juga telah dilakukan

untuk mengetahui keamanan dari bioactive fraction ini.11,12,1 Hasil tersebut

dikonfirmasi dengan profil keamanan yang baik pada uji klinis fase I. Studi lebih

lanjut pada uji klinis fase II menggambarkan potensi DLBS-3233 dalam

menurunkan kadar glukosa darah dan resistensi terhadap insulin.14,15

Superoxide Dismutase (SOD) adalah sistem pertahanan enzim

antioksidan terhadap ROS, khususnya radikal anion superoksida. SOD merupakan

family enzim yang terdapat di berbagai organ tubuh, yang berfungsi untuk

mengkatalisis dismutase dari anion superoksida secara efisien. Produk akhir dari

katalisasi ini menghasilkan oksigen dan hidrogen peroksida. Enzim ini merupakan

antioksidan yang penting untuk mempertahankan sel terhadap paparan radikal

bebas.2

Bila terjadi paparan stress oksidatif, enzim SOD sebagai antioksidan

endogen akan meningkatkan aktivitasnya untuk menekan stress oksidatif tersebut

sehingga dapat melindungi sel-sel pankreas. Penelitian selanjutnya menemukan

bahwa terdapat 3 jenis SOD pada mamalia yang telah ditandai secara biokimiawi

dan molekular, yakni SOD 1 atau CuZn-SOD, SOD 2 atau Mn-SOD dan SOD 3

atau EC-SOD.2,7

3
Penelitian pengobatan herbal DLBS-3233 pada DM tipe 2 pernah

dilakukan pada hewan percobaan seperti tikus. Efek dari DLBS-3233 dalam

mengontrol kadar gula darah yang diteliti secara in vivo pada tikus strain wistar

yang resisten insulin. Pengobatan dengan DLBS-3233 dengan dosis 9 mg/Kg BB

selama 2 minggu menunjukkan penurunan yang signifikan terhadap 29,64 % gula

darah sewaktu, 30.62 % gula darah PP, dan 31.41 % gula darah puasa.9 Penelitian

pada manusia sudah dilakukan, sebagaimana yang dilaporkan oleh Ketut Suastika

dkk, pada naive type 2 diabetes, pada tahun 2010 namun pengaruh DLBS-3233

terhadap aktivitas SOD dalam memperbaiki resistensi insulin belum diketahui dan

belum pernah diteliti.10,16

Penelitian dilakukan pada penderita DM tipe 2 baru yaitu penderita yang

baru terdiagnosa pertama kali saat skrining penelitian dan belum pernah mendapat

pengobatan. Penelitian dilakukan di Desa Pekajangan dan Ambokembang,

Kecamatan Kedungwuni, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Desa Pekajangan

dan Ambokembang merupakan desa dengan angka perkawinan antar keluarga

yang tinggi dan perpindahan penduduk yang relatif kecil. Kecamatan Kedungwuni

sering menjadi tempat penelitian, sehingga perhatian serta antusiasme masyarakat

disana cukup baik dan pencatatan data masyarakat cukup lengkap.

B. Rumusan Masalah

1. Rumusan Masalah Umum:

a. Bagaimana pengaruh DLBS-3233 terhadap aktivitas SOD pada

penderita diabetes mellitus tipe 2 baru?

4
b. Apakah faktor usia, jenis kelamin, status olahraga, status diit,

BMI dan obesitas sentral berpengaruh terhadap aktivitas SOD

pada penderita diabetes mellitus tipe 2 baru?

2. Rumusan Masalah Khusus:

a. Berapa besar pengaruh DLBS-3233 terhadap aktivitas SOD

pada penderita diabetes mellitus tipe 2 baru?

b. Berapa besar pengaruh faktor usia, jenis kelamin, status

olahraga, status diit, BMI dan obesitas sentral terhadap

aktivitas SOD pada penderita diabetes mellitus tipe 2 baru?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

a. Mengetahui pengaruh DLBS-3233 terhadap aktivitas SOD

pada penderita diabetes mellitus tipe 2 baru.

b. Mengetahui pengaruh faktor usia, jenis kelamin, status

olahraga, status diit, BMI dan obesitas sentral terhadap

aktivitas SOD pada penderita diabetes mellitus tipe 2 baru.

2. Tujuan Khusus

a. Mengukur besar pengaruh DLBS-3233 terhadap aktivitas SOD

pada penderita diabetes mellitus tipe 2 baru.

b. Mengukur besar pengaruh faktor usia, jenis kelamin, status

olahraga, status diit, BMI dan obesitas sentral terhadap

aktivitas SOD pada penderita diabetes mellitus tipe 2 baru.

5
D. Manfaat Penelitian

1. Ilmu pengetahuan

Memberikan pengetahuan tentang pengaruh terapi DLBS-3233

terhadap aktivitas SOD pada penderita diabetes mellitus tipe 2

baru.

2. Aspek pelayanan

Memberikan informasi tentang efektifitas dosis 100 mg DLBS-

3233 terhadap aktivitas SOD pada penderita diabetes mellitus tipe

2 baru.

3. Aspek Penelitian

Landasan berpikir untuk penelitian yang berkaitan dengan terapi

DLBS-3233 dalam hubungannya dengan antioksidan yang dapat

memengaruhi timbulnya komplikasi kronis DM.

E. Orisinalitas Penelitian

Belum pernah ada penelitian tentang pengaruh DLBS-3233 terhadap

aktivitas SOD. Penelitian yang pernah ada seperti pada Tabel 1.

6
Tabel 1. Artikel penelitian eksperimental pada hewan percobaan berkaitan dengan DLBS-3233

dan perbaikan status resistensi insulin.

No. Peneliti Tahun Judul Sampel P Kesimpulan

1. Olivia 2011 Glucose lowering effect of In vivo tikus P< HOMA dari

Mayasari, DLBS-3233 is mediated Swiss albino 0.05 kelompok insulin

dkk through phosphorylation of 0.05 strain resisten meningkat >5

tyrosine and up regulation wistar yang kali dan kemudian

of ppar- and GLUT-4 resisten menurun secara

expression. insulin. signifikan setelah

diterapi dengan

DLBS-3233.

2. Florensia 2011 DLBS-3233 increases Swiss albino P< HOMA dari

Nailufar, glucose uptake by 0.05 kelompok insulin

dkk mediating upregulation of resisten meningkat >5

ppar and ppar expression. kali dan kemudian

menurun secara

signifikan setelah

diterapi dengan

DLBS-3233.

Penelitian dengan desain penelitian secara case control pada manusia,

terlihat pada Tabel 2, dimana DLBS-3233 dapat memperbaiki resistensi insulin.

7
Tabel 2. Daftar artikel penelitian case control pada manusia berkaitan dengan DLBS-3233 dan

perbaikan status resistensi insulin.

No. Peneliti Tahun Judul Sampel Dosis Kesimpulan

1. Ketut 2010 DLBS-3233, Naive type 2 Ekstrak DLBS-3233

Suastika, bioactive extract diabetes DLBS- memperbaiki

dkk of lagerstroemia 3233 resistensi insulin

speciose and dengan mengamati

cinnamomum perubahan dari

burmanii, lowers baseline pada rasio

blood glucose and HOMA-IR dan

improves lipid Fasting insulin,

profile in type 2 masing-masing 10.88

diabetes dan -14,4 %

2. Askandar 2014 Effect of add-on T2DM patients with Inlacin Add-on therapy with

Tjokropra therapy with A1C level of 7.0 % 50-100 DLBS-3233 in

wiro, dkk DLBS-3233 on after at least a 3- mg uncontrolled T2DM

glycemic control, month therapy with diberikan subjects was effective

lipid profile and a combination of selama in - Reducing post

adiponectin in metformin plus one 12 prandial glucose

patients with type- or more oral anti- minggu level as well as A1C

2-diabetes diabetic agents level Reducing LDL

mellitus. (uncontrolled / and total cholesterol

persistent level and reducing

hyperglycemia triglyceride level.

8
F. Hal-hal yang membedakan dengan penelitian sebelumnya

Dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, terdapat perbedaan pada

penelitian ini, seperti:

Populasi subyek penelitian adalah diabetes mellitus tipe 2 baru di

masyarakat

Evaluasi diit dengan recall diit (mengikuti dietitians)

Dosis DLBS-3233 100 mg

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Mellitus

1. Deskripsi diabetes mellitus tipe 2

Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang berlangsung

kronik progresif, dengan gejala hiperglikemia yang disebabkan oleh gangguan

sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya. Hiperglikemia kronik

pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang seperti disfungsi

atau kegagalan organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh

darah.15

Diabetes mellitus tipe 2 merupakan bentuk diabetes mellitus paling

banyak ditemukan pada semua bagian di dunia. Gejala khasnya adalah merasa

sangat haus, poliuri, pruritus dan kehilangan berat badan yang tidak dapat

dijelaskan. Patogenesis diabetes mellitus tipe 2 belum sepenuhnya diketahui,

tetapi paling tidak ada tiga faktor penting yang perlu diperhatikan yaitu: 1) Faktor

individu atau genetik etnis yang membuat rentan DM, 2) Kerusakan sel-

pankreas dan 3) Berkurangnya kerja insulin di dalam jaringan yang sensitif

insulin (resistensi insulin), termasuk otot skeletal, hati dan jaringan adiposa.16

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:17

1. Apabila didapatkan gejala klasik DM dan kadar glukosa darah sewaktu

200 mg/dL (11,1 mmol/L). Glukosa sewaktu merupakan hasil

10
pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan

terakhir.

2. Apabila didapatkan gejala klasik DM dan kadar glukosa darah puasa

126 mg/dL (7,0 mmol/L). Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori

tambahan sedikitnya 8 jam.

3. Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L).

TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa

yang setara dengan 75 gr glukosa anhydrous yang dilarutkan ke dalam air.

Menurut PERKENI, skrining untuk diabetes mellitus sebaiknya

dilaksanakan pada:

1. Skrining harus dipertimbangkan pada semua orang dewasa yang

kelebihan berat badan (BMI 25 kg/m2) dan memiliki faktor resiko

tambahan:

Insufisiensi aktivitas fisik

Riwayat keluarga DM (orang tua atau saudara kandung dengan DM)

Anggota populasi etnis berisiko tinggi

Perempuan yang melahirkan dengan berat bayi baru lahir > 4000

gram atau didiagnosis memiliki Gestational Diabetes Mellitus

(GDM)

Riwayat penyakit hipertensi

Kadar HDL-C < 35 mg/dL atau kadar trigliserida > 250mg/dL

Perempuan dengan Polycystic Ovary Syndrome (PCOS)

Teridentifikasi sebagai TGT atau Glukosa puasa terganggu

Kondisi klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin

11
Riwayat penyakit kardiovaskular

2. Apabila tidak didapatkan kriteria di atas, skrining diabetes dan pre

diabetes harus dimulai pada usia 45 tahun.

3. Jika hasil normal, skrining harus diulangi minimal 3 tahun sekali,

dengan pertimbangan frekuensi skrining akan lebih sering tergantung

pada hasil awal dan status risiko.

2. Komplikasi diabetes mellitus

Diabetes mellitus memiliki angka morbiditas dan kematian dini yang

tinggi, pencegahan komplikasi merupakan masalah utama. Komplikasi

vaskular pada diabetes mellitus dapat disebabkan oleh mikro dan makro angiopati.

Kerusakan retina, ginjal dan saraf t erm asuk mikroangiopati, sedangkan

kerusakan yang diakibatkan makroangiopati adalah penyakit arteri koroner,

arteri karotis, arteri perifer, infark miokard, stroke dan penyakit kaki

diabetes.16,17

Uji klinis skala besar pada DM tipe 1 dan tipe 2 telah menunjukkan

bahwa hiperglikemia berperan penting dalam patogenesis komplikasi

mikrovaskular. Terdapat peningkatan 10 kali lipat risiko mikrovaskular dan

peningkatan 2 kali lipat risiko makrovaskular sebagai akibat HbA1c meningkat

5,59,5%.9 Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa hiperglikemi menyebabkan

kerusakan jaringan, namun hiperglikemia bukan satu-satunya penyebab dari

mikroangiopati dan makroangiopati. Hipertensi, merokok, hiperkolesterolemia,

dislipidemia, obesitas dan hiperhomosisteinemia turut berperan serta dalam

proses mikroangiopati dan makroangiopati. Semua faktor yang telah disebutkan

menciptakan keadaan konstan dan progresif yang menimbulkan kerusakan pada

12
dinding pembuluh darah.18

Gambar 1. Hiperglikemia dan diabetes tissue damage19


Hiperglikemia menyebabkan kerusakan pada jaringan, jika berkepanjangan menyebabkan
perubahan akut yang terjadi berulang pada metabolisme selular dan terjadinya akumulasi
perubahan-perubahan patologis pada makromolekul. Hal ini dipengaruhi juga oleh faktor
genetik dan juga kelainan penyerta seperti hipertensi dan hiperlipidemia.19

3. Resistensi insulin dan efeknya pada jaringan

Mekanisme utama resistensi insulin belum sepenuhnya diketahui.

Melihat jalurnya mulai dari sel sampai pengambilan glukosa, faktor-faktor

yang berperan untuk terjadinya resistensi insulin adalah20 :

1. Perubahan pada pemecahan proinsulin

Di dalam sel pulau Langerhans proinsulin dibentuk sebagai peptida

rantai panjang. Sebelum insulin disekresikan, C-peptide berhubungan

dengan rantai-A dan rantai-B dari insulin, yang terpisah dari proinsulin.

Insulin dengan struktur yang terdiri dua rantai peptida dihubungkan oleh

jembatan sulfur. Saat sekresi insulin distimulasi oleh peningkatan kadar

gula darah, insulin dan C-peptide disekresikan. Pada diabetes mellitus

tipe 2 selalu hanya satu dari dua tempat ikatan C-peptide yang lepas,

13
C-peptide yang tersisa berhubungan dengan rantai-A atau rantai-B.

Produk yang terbentuk kurang efektif ikatannya dengan reseptor insulin.

Dibutuhkan peningkatan jumlah insulin untuk mendapatkan efek yang

sama dari insulin normal.20

2. Perubahan pada tempat ikatan insulin

Insulin berikatan dengan reseptor insulin sehingga terjadi peningkatan

transport glukosa ke dalam sel. Pada beberapa keadaan seperti pada

akantosis nigrikans terdapat antibodi yang menempati reseptor insulin

sehingga insulin tidak dapat berfungsi dan terjadi resistensi insulin18, 19

3. Perubahan pada reseptor insulin

Perubahan struktur dari reseptor insulin yang menginduksi resistensi

insulin sangat jarang. Sensitivitas insulin dipengaruhi oleh fosforilasi

tirosin, sedangkan fosforilasi serin akan menyebabkan resistensi

insulin. Pada beberapa keadaan metabolik fosforilasi serin meningkat,

menyebabkan hambatan atau penurunan fosforilasi tirosin dan

mengurangi transfer pesan insulin yang diekspresikan sebagai resistensi

insulin18, 19

Penelitian San Antonio Heart Study pada laki-laki diabetes atau

gangguan toleransi glukosa menunjukkan bahwa resistensi insulin yang tinggi

meningkatkan risiko kardiovaskular 2,5 kali lipat. Meskipun telah dilakukan

perbaikan pada faktor risiko kardiovaskular, termasuk LDL, HDL, trigliserida,

tekanan darah sistolik dan merokok, subyek yang resisten insulin masih

memiliki 2 kali lipat peningkatan risiko penyakit jantung. P a d a o besitas

sentral, jaringan adiposa dapat melepas asam lemak bebas (FFA) yang dapat

14
berpengaruh pada proses pembentukan sinyal insulin melalui mekanisme

stimulasi terhadap isoform protein kinase (PKC) sehingga menginduksi resistensi

insulin.80 Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar risiko penyakit

kardiovaskular disebabkan oleh resistensi insulin. Resistensi insulin

meningkatkan fluks FFA dari adiposit ke sel endotel arteri, yang ditunjukkan

secara skematik pada Gambar 2. Dalam sel endotel makrovaskular terjadi

peningkatan fluks FFA oksidasi oleh mitokondria, tetapi tidak dalam sel

endotel mikrovaskular. Karena asam lemak -oksidasi dan oksidasi FFA dari

Asetil KoA oleh S iklus TCA menghasilkan donor elektron yang sama (NADH

dan FADH2) yang dihasilkan oleh oksidasi glukosa, peningkatan oksidasi FFA

mengakibatkan mitokondria memproduksi Reactive Oxygen Species (ROS)

berlebih dengan mekanisme yang sama seperti hiperglikemia. Seperti

hiperglikemia, peningkatan ROS akibat FFA mengaktifkan jalur Advanced

Glycation End products (AGEs), Protein Kinase C (PKC), heksosamin, dan NFB

(Gambar 2).19

Gambar 2. Resistensi insulin dan produksi ROS mitokondria19


Resistensi insulin yang mengakibatkan peningkatan kadar asam lemak bebas dari
jaringan adiposit yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi ROS mitokondria
dan akan mengakibatkan peningkatan produksi AGE, PKC, GLcNAc, NFkB.19
4. Empat jalur utama kerusakan akibat hiperglikemia

15
Terdapat 4 jalur utama kerusakan akibat hiperglikemia seperti yang

tampak pada gambar 3 yaitu: (1) Polyol, (2) AGEs, (3) Heksokinase, (4)

PKC.19

Gambar 3. Jalur utama kerusakan yang tinggi akibat hiperglikemia19


Jalur utama kerusakan sel akibat hiperglikemi dapat dilihat pada gambar 3 yaitu 1) tingginya kadar
glukosa darah akan menyebabkan peningkatan sintesa sorbitol dan fruktosa melalui kerja enzim
yang diperantarai oleh kofaktor NADPH dan NADH. 2) kadar Fruktosa-6-P yang tinggi akan
meningkatkan sintesa glukosamin-6-P melalui enzim GFAT (Glutamin Fruktosa-6-P
Amidotransferase) yang akan dirubah menjadi UDP-GLcNAc 3) Peningkatan kadar Glyceraldehyde-
3P akan dirubah menjadi DHAP yang menyebabkan peninggian kadar DAG (diasilgliserol) yang akan
menyebabkan tingginya kadar PKC 4) Kadar glyceraldehyde yang tinggi juga akan menyebabkan
peningkatan Methylglyoxal yang mengakibatkan tingginya kadar AGEs.19

A. Jalur Polyol

Jalur polyol yang ditunjukkan secara skematik pada gambar 4, berfokus

pada enzim Aldose reduktase (AR). Aldose reduktase aktif bila konsentrasi

glukosa dalam sel melebihi nilai hiperglikemia tertentu. Aldose reduktase

menggunakan kofaktor NADPH untuk mereduksi glukosa menjadi sorbitol, yang

kemudian dioksidasi menjadi fruktosa melalui sorbitol dehidrogenase (SDG).

R eaksi ini menggunakan NAD+ sebagai kofaktor. NADPH juga merupakan

kofaktor yang esensial untuk regenerasi antioksidan intraseluler. NADPH dapat

mengurangi jumlah glutathione. Jalur polyol meningkatkan kerentanan

terhadap stres oksidatif intraselular (reduced glutathione). Menurunnya NADPH

16
sel akibat fluks AR sangat mengganggu terbentuknya NO di sel endotel dan

mengubah keseimbangan reduksi oksidasi. Peningkatan fluks lewat SDG

menaikkan rasio NADH/NAD+ pada enzim, dan selanjutnya mengakibatkan

komplikasi. Rasio yang meningkat ini penting untuk diperhatikan sebab

keadaan ini menghambat glyceraldehyde-3-phosphate dehydrogenase (untuk

membentuk piruvat/laktat) dan mempercepat produksi a-glycerol-3-phosphate,

suatu prekursor DAG yang merangsang PKC.19

Gambar 4. Jalur polyol yang menginduksi sitotoksik sel19


ROS yang merupakan toxic aldehydes akan diubah oleh enzim Aldose reductase menjadi
alkohol inaktif dan sorbitol. Sorbitol sendiri dengan perantara SDH akan diubah menjadi
Fruktosa yang memiliki berat molekul besar, sehingga akan mengganggu permeabilitas
membran sel yang berujung pada disekuilibrium membran sel dan kerusakan sel.19

B. Jalur Advanced Glycation End products (AGEs)

AGEs adalah kelompok produk yang dihasilkan dari glikasi non

enzimatik protein yang beragam dalam struktur kimiawinya. Terbentuknya AGE

dapat merusak sel karena mengganggu struktur protein intrasel dan esktrasel

seperti kolagen. AGEs dapat juga mengubah faal sel dengan mengikat

reseptor RAGE (AGE-receptor), suatu reseptor trans membran yang masuk

kelompok immunoglobulin superfamily of protein.9,19 Ikatan ini merangsang

sinyal MAPK, PKC, ROS, produksi sitokin inflamasi dan faktor pertumbuhan.

17
Reseptor lain seperti macrophage scavenger receptor, P60, P90 dan galectin-3

dilaporkan juga mengikat AGEs. Pada endotel mikrovaskular manusia, AGEs

menghambat produksi prostasiklin dan menginduksi PAI-1 sehingga terjadi

agregasi trombosit dan stabilisasi fibrin yang memudahkan terjadinya

trombosis. Mikrotrombus yang dirangsang oleh AGEs berakibat hipoksia lokal,

meningkatkan angiogenesis dan akhirnya progresi mikroangiopati.9 Secara garis

besar ada 3 mekanisme kerusakan yang diakibatkan AGEs, yaitu: (1) Modifikasi

protein intrasel yang penting, misalnya protein yang terlibat dalam regulasi

transkripsi gen, (2) Prekursor AGEs dapat berdifusi keluar dari sel dan

memodifikasi molekul matriks ekstra sel di sekitarnya, mengakibatkan

perubahan signal antara matriks dan sel dan mengakibatkan disfungsi selular,

(3) Prekursor AGEs berdifusi keluar dari sel dan memodifikasi protein sirkulasi

pada darah seperti albumin. Protein sirkulasi yang termodifikasi dapat melekat

pada reseptor AGEs dan aktivasinya akan mengakibatkan produksi sitokin

inflamasi dan faktor pertumbuhan sehingga terjadi kerusakan vaskular.19 Jalur

AGEs secara skematis dijelaskan pada Gambar 5.

Gambar 5. Jalur AGEs


Glukosa yang masuk intrasel akan membentuk AGEs dan mempunyai reseptor RAGE.
AGEs dan RAGE yang berikatan akan merusak sel.19
C. Jalur Heksosamine

18
Ketika kadar glukosa tinggi di dalam sel, sebagian besar glukosa

yang dimetabolisme melalui glikolisis, awalnya akan menjadi glukosa-6 fosfat,

kemudian fruktosa-6 fosfat, dan kemudian sisanya melalui jalur glikolitik.

Namun, beberapa dari fruktosa-6 fosfat akan dialihkan ke jalur sinyal di mana

enzim yang disebut GFAT (glutamin: fruktosa-6 fosfatamidotransferase)

mengubah fruktosa-6 fosfat menjadi glucosamine-6 fosfat dan akhirnya menjadi

UDP (uridindifosfat) N-asetil glukosamin. Setelah itu N-asetil glukosamin akan

diletakkan ke residu serin dan treonin dari faktor transkripsi, seperti proses

fosforilasi, dan modifikasi oleh glukosamin ini sering menyebabkan perubahan

patologis dalam ekspresi gen. Meningkatnya modifikasi dari faktor transkripsi

SP1 (Spesific Protein 1) mengakibatkan peningkatan ekspresi transforming

growth faktor-1 dan plasminogen activator inhibitor-1, keduanya merusak

pembuluh darah pada diabetes. Heksosamin adalah faktor yang berperan dalam

patogenesis komplikasi diabetes, telah ditunjukkan dalam kelainan ekspresi gen

sel glomerulus akibat hiperglikemia dan disfungsi kardiomiosit yang diinduksi

hiperglikemia dalam percobaan kultur sel. Dalam plak arteri karotid dari subyek

dengan diabetes tipe 2, modifikasi protein sel endotel oleh jalur heksosamin juga

meningkat secara signifikan.19

19
(Gambar 6)

Gambar 6. Jalur heksosamin yang menghasilkan PAI-1 dan TGF-19


Glukosa yang berlebih akan meningkatkan UDPGlcNAc akan mencetuskan mRNA untuk
mengkode sintesis PAI-1 dan TGF- yang dapat menghambat fibrinolisis.

D. Jalur Protein Kinase C (PKC)

PKC adalah molekul sinyal yang banyak berperan dalam faal

vaskuler seperti: (1) permeabilitas, (2) vasodilatasi, (3) aktivasi endotel, (4)

sinyal pertumbuhan. Pospholipase-C mengaktifkan pembentukan PKC dengan

cara merangsang Ca2+ dan kadar DAG. DAG (diasilgliserol adalah kofaktor

penting untuk mengaktifkan isoform klasik protein kinase-C,-,-,-). Keadaan

patologis yang ditemukan pada diabetes adalah karena glycolitic pathway flux

meningkatkan glyceraldehide-3-phospatase intrasel, sintesis DAG dan aktivasi

PKC. Disamping itu PKC dan DAG secara indirek dapat diaktivasi ROS dan

AGE.11,12 Aktivasi PKC pada diabetes dan hiperglikemi berkorelasi dengan

naiknya DAG di jaringan vaskular (retina, aorta, jantung dan glomerulus) dan di

jaringan bukan vaskuler (hati dan otot) tetapi tidak di susunan saraf sentral

maupun perifer.19 Dengan menaikkan glukosa dari 100 menjadi 400 mg/dl,

maka dalam 3-5 hari, terlihat DAG naik secara maksimal di sel retina, aorta

20
dan otot polos. PKC terdapat di susunan saraf pusat, spinal cord, otot skelet,

sistem hemopoietik, sel pankreas, monosit, otak, retina, ginjal dan jantung.

Meningkatnya PKC pada pembuluh retina, ginjal dan saraf menyebabkan

kerusakan vaskuler dengan cara19:

A. Permeabilitas meningkat,

B. Disregulasi NO sintase yang menghasilkan eNOS,

C . Terjadi adhesi lekosit,

D . Gangguan aliran darah,

E . Induksi growth factors (VEGF, TGF-), angiogenesis, permeabilitas dan

sinyal (VEGF, ET-1),

F . Menaikkan aktivitas Na+-K+-ATPase,

G. Kontraktilitas, kontraksi dan koagulasi meningkat sehingga kemungkinan

stenosis ulang akan meningkat,


H. Penebalan membran basal yang berperan pada alur sinyal, khususnya

yang menggunakan MAP kinase dari nuclear transcription factor.19

Skema jalur PKC dan berbagai dampak terhadap kerusakan vascular dapat dilihat

pada Gambar 7.

Gambar 7. Jalur Protein Kinase C dan berbagai dampaknya terhadap kerusakan vaskular19
21
Hiperglikemia akan meningkatkan peningkatan kadar DAG dan PKC yang akan
mengaktifkan jalur sinyal stress selular. Mekanisme ini juga yang akan berperan dalam
progresivitas dan komplikasi penyakit diabetes mellitus seperti yang bisa dilihat pada
gambar 7.19
5. Stres oksidatif

Peningkatan kadar asam lemak bebas berkorelasi positif dengan

resistensi insulin dan penurunan fungsi sel beta pankreas.21 Efek tersebut timbul

akibat stres oksidatif. Stres oksidatif menggambarkan suatu ketidakseimbangan

yang persisten antara produksi radikal bebas yang berlebihan dengan kapasitas

pertahanan antioksidan tubuh yang menurun, yang mengakibatkan terjadinya

kerusakan jaringan tubuh. Stres oksidatif timbul akibat peningkatan kadar

ROS/RNS.22 Contoh ROS adalah superoxide, hydroxyl radical, dan spesies tak

bermuatan seperti hydrogen peroxide. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa

pembentukan ROS disebabkan oleh hiperglikemi dan peningkatan kadar asam

lemak bebas.22

ROS dapat berfungsi sebagai messenger terhadap sel manusia yang

mengakibatkan teraktivasinya cellular stress-sensitive pathways yang akhirnya

menimbulkan stres oksidatif. Stres oksidatif mengakibatkan rusaknya sel

tersebut.23 Mekanisme yang sama juga diketahui berperan penting terhadap

timbulnya resistensi insulin dan penurunan sekresi insulin. ROS dan stres

oksidatif memiliki peranan penting terhadap timbulnya resistensi insulin dan

disfungsi sel pankreas melalui aktivasi cellular stress-sensitive signaling

pathway.24 (Gambar 8)

Mekanisme radikal bebas menyebabkan stres oksidatif dapat

diklasifikasikan menjadi 3 yaitu menyerang lipid bilayer membran sel, cross-

linking protein dan fragmentasi DNA. ROS/RNS menyerang membran sel

22
mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan membran sel yang berujung pada

gangguan tekanan osmotik sel tersebut, sehingga sel menjadi tidak stabil dan

rusak. Radikal bebas juga mengakibatkan terjadinya perubahan pada kerja

asam amino. Asam amino satu akan berikatan dengan yang lainnya. Hal ini

merupakan akibat dari radikal bebas yang menempel pada salah satu rantai asam

amino, sehingga mengakibatkan buruknya transmisi sinyal antar struktur sel. Sel

menjadi tidak berfungsi dengan baik. Pada akhirnya mengaktifkan jalur sinyal

stres selular yang mengakibatkan sel menjadi tidak aktif dan apoptosis.24

Fragmentasi DNA memiliki mekanisme yang sama dengan cross-linking

protein namun bekerja pada struktur paling dasar dari sebuah sel yaitu DNA.

Pada fragmentasi DNA dapat mengakibatkan sistem selular tidak berfungsi

dengan baik. Pada akhirnya menyebabkan sel tersebut menjadi tidak berfungsi,

rusak, dan apoptosis.25

Gambar 8. ROS mengaktivasi stress signaling pathway25


O2- akan menjadi H2O2 dan akan mengaktifkan jalur transduksi sinyal stres pada sel yang
terkena dan pada akhirnya akan memengaruhi kinerja enzim dan akan menjadi ekspresi gen
yang malfungsi.25

Pada hiperglikemia ROS diproduksi dalam jumlah besar. Untuk mengerti

bagaimana hal ini bisa terjadi, kita harus mengingat terlebih dahulu tentang

metabolisme glukosa (Gambar 9). Oksidasi glukosa intrasel dimulai dengan

glikolisis di sitoplasma yang menghasilkan NADH dan piruvat.25 Jumlah

23
NADH sitoplasma dapat mengimbangi rantai elektron transpor mitokondrial dan

mereduksi piruvat menjadi laktat yang keluar dari sel untuk menyediakan

substrat glukoneogenesis hepatik. Piruvat ditransport ke mitokondria lalu

dioksidasi melalui siklus asam trikarboksilik (TCA) untuk menghasilkan CO2,

H2O, empat molekul NADH, dan satu molekul FADH2. NADH dan FADH2

(Flavinadeninedinucleotide) mitokondria menghasilkan energi untuk produksi

adenosinetriphosphate (ATP) lewat fosforilasi oksidatif rantai elektron.

Komplikasi diabetes akan menurunkan total radical-trapping antioxidant

parameter (TRAP) plasma, sehingga merusak pertahanan antioksidan natural di

plasma.25,26 Beberapa peneliti melaporkan bahwa pada pasien diabetes terdapat

kadar reduced gluthathione, Vit C dan Vit E yang rendah dan penanda stres

oksidatif (ox-LDL, isoprostane urin) meningkat. Glikolisis dan Siklus Kreb

menghasilkan energi yang ekuivalen untuk mendorong sintesis ATP

mitokondria, sebaliknya hasil samping fosforilasi oksidatif mitokondria

(termasuk radikal bebas dan anion superoksid) juga ditingkatkan oleh kadar

glukosa tinggi.25 Autooksidasi glukosa juga menaikkan radikal bebas. Stres

oksidatif mengakibatkan: (1) penurunan kadar NO, (2) merusak protein sel, (3)

adhesi lekosit pada endotel meningkat, sedangkan fungsinya sebagai imun

terhambat.26

24
Gambar 9. Siklus Krebs26
Glukosa yang ada di dalam tubuh akan menghasilkan energi dan piruvat, kemudian piruvat
tersebut juga akan digunakan di dalam S iklus Krebs untuk dihasilkannya energi dan
NADPH dan FADPH2 yang pada akhirnya akan diteruskan ke sistem transpor elektron.26

Pengaruh peningkatan kadar gula darah dan asam lemak bebas terhadap

timbulnya resistensi insulin dan disfungsi sel beta pankreas adalah melalui jalur

sebagai berikut.

A. Pengaruh ROS terhadap kerja insulin

Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa hiperglikemia mengaktifkan

jalur-jalur sinyal yang sudah disebutkan di atas dan menghasilkan advanced

glycation end products (AGEs) dan reseptor AGE (RAGE), protein kinase C

(PKC), dan jalur polyol.27-29 Penelitian paling jauh yang ada menemukan bahwa

target dari hiperglikemia, ROS, dan stres oksidatif adalah transkripsi dari

faktor NF-B yang memiliki peranan penting dalam respon imun dan inflamasi,

serta apoptosis sel. NF-B meregulasi banyak gen termasuk gen-gen yang

berhubungan dengan komplikasi diabetes (vascular endotelial growth factor

(VEGF) dan RAGE).30

25
Penelitian terbaru menyimpulkan bahwa hiperglikemia awalnya

menimbulkan peningkatan produksi ROS intraselular, diikuti aktivasi NF-B.

Selanjutnya mengakibatkan peningkatan aktivitas PKC, AGE, dan peningkatan

kadar sorbitol. Kerusakan mitokondria penghasil ROS akibat beberapa faktor

menyebabkan peningkatan hyperglycemia-induced akibat produksi ROS yang

mengakibatkan teraktivasinya NF-B. NF-B dipercaya sebagai sinyal awal

terhadap timbulnya sinyal-sinyal yang lain yang apabila menyebar ke sel atau

jaringan lainnya akan menyebabkan timbulnya kerusakan. Kesimpulannya,

pembentukan ROS adalah awal dari timbulnya aktivasi jalur-jalur yang dapat

menyebabkan kerusakan sel/jaringan (Gambar 10).29, 30

MAP (Mitogen Activated Protein) serine/threonine protein kinase yang

juga terdiri dari JNK/SAPK, p38 MAP kinase (p38 MAPKs) dan

Extracellular Signal- Related Kinases (ERKs).31-33 Berbeda dengan yang lainnya,

ERKs (yang juga dikenal sebagai MAPKs) diaktivasi oleh mitogen34, sedangkan

JNK/SAPK

26
Gambar 10. Pengaruh peningkatan kadar gula darah dan asam lemak bebas terhadap
timbulnya resistensi insulin dan disfungsi sel beta pancreas.2
Peningkatan kadar glukosa darah dan asam lemak bebas secara kronik akan menyebabkan
terbentuknya ROS mitokondria yang dapat meningkatkan sorbitol, AGE, RAGE, DAG,
PKC yang mengakibatkan resistensi insulin, Sitokin dan protanoid yang menyebabkan
disfungsi sel beta pankreas.29,30

dan p38 MAPK diketahui teraktivasi oleh stress activated kinase. Stress

activated kinase distimulasi stress endogen maupun eksogen berupa

hiperglikemia, ROS, stres oksidatif, stres osmotik, sitokin pro-inflamasi, heat

shock, radiasi sinar UV. JNK/SAPK juga berperan penting terhadap timbulnya

apoptosis sel akibat stres oksidatif yang ditimbulkan oleh hiperglikemia

dengan pembentukan H2O2. Mekanisme yang sama juga terjadi pada aktivasi

jalur Hexosamine.35

Resistensi insulin dikompensasi dengan kondisi hyperinsulinemia. Pada

kondisi tersebut, toleransi glukosa masih bisa dipertahankan dengan baik.


27
Perburukan dari toleransi glukosa terjadi bila salah satu atau kedua mekanisme,

yakni penurunan sekresi insulin kompensasi, atau peningkatan resistensi insulin.36-38

Dapat disimpulkan bahwa NF-B, JNK/SAPK, p38 MAPK, dan

Hexosamine pathways adalah stress-sensitive signaling pathways yang

diaktivasi oleh hiperglikemia dan ROS baik secara in vivo maupun in vitro.

Aktivasi kronik dari jalur transduksi sinyal diatas juga berperan terhadap

percepatan progresifitas penyakit dan timbulnya komplikasi diabetes mellitus.32, 33

B. Pengaruh ROS terhadap Reseptor Insulin

Secara in vitro, ROS dan stres oksidatif mengakibatkan aktivasi dari

kaskade serine threonin kinase secara multipel dengan reseptor insulin (IR)

maupun substrat reseptor insulin (IRS) sebagai target.39-41 Fosforilasi thyrosine

akan meningkatkan sensitivitas insulin dengan memperbaiki regulasi GLUT-4 ke

membran sel dan memperbaiki kerja insulin, sedangkan fosforilasi serine akan

mengganggu sensitivitas insulin. Peningkatan fosforilasi serine dan penurunan

fosforilasi thyrosine akhirnya akan menurunkan aktivitas insulin dalam tubuh.42

Gambar 11. Mekanisme resistensi insulin oleh fosforilasi serine/threonine19

Pada keadaan stres oksidatif, peningkatan IKK beta dan Ser/Thr stres kinase akan
mengakibatkan tidak terjadinya fosforilasi thyrosine dan digantikan oleh fosforilasi ser/thr
pada reseptor insulin, yang menyebabkan penurunan aktivitas insulin yang akan berujung
pada resistensi insulin.43

28
Pada gambar 11 dijelaskan bahwa aktivasi serine kinase pada stres

oksidatif menyebabkan timbulnya resistensi insulin. Stimulus seperti

hiperglikemia, peningkatan kadar FFA, peningkatan kadar sitokin proinflamasi

akan mengakibatkan meningkatnya produksi ROS/RNS dan menyebabkan

meningkatnya insiden stres oksidatif. Aktivasi multiple stress-sensitive

serine/threonine (Ser/Thr) kinase signaling cascades seperti IKK-, dan sitokin

lainnya menimbulkan fosforilasi pada banyak target seperti reseptor insulin (IR)

atau protein reseptor insulin (IRS-1 dan IRS-2)43. Peningkatan fosforilasi IR

dan atau IRS pada situs serine atau threonin (pS/T) akan menurunkan

fosforilasi insulin yang distimulasi oleh tirosin (pY). Akibatnya terjadi

penurunan aktivitas phosphatidylinositol 3-kinase (PI3K) yang menyebabkan

penurunan aktivitas insulin (resistensi insulin).42-44

C. Pengaruh ROS terhadap sel beta pankreas

Selain insulin dan reseptornya, target lain dari stres oksidatif adalah sel

beta pankreas. Sel ini yang paling bertanggung jawab dalam sekresi insulin

sebagai respon terhadap stimulus glukosa darah. Banyak penelitian yang

menyebutkan bahwa disfungsi sel beta pankreas adalah akibat dari paparan

kadar glukosa dan asam lemak bebas yang tinggi dalam jangka waktu yang

panjang. Hal ini diakibatkan oleh produksi ROS/RNS yang meningkat pada sel

beta pankreas. Sel beta pankreas sangat sensitif terhadap ROS/RNS karena

rendahnya kadar antioksidan endogen seperti katalase, glutathione peroksidase,

dan SOD pada sel ini.43

29
Pada sebuah penelitian, stres oksidatif yang ditimbulkan oleh produksi

H2O2 akan meningkatkan produksi p21 (inhibitor cyclin-dependent kinase),

sehingga terjadi penurunan insulin mRNA, ATP sitosol, dan penurunan

pompa kalsium di sitosol atau mitokondria, yang akhirnya akan menyebabkan

apoptosis.45, 46

B. Radikal Bebas dan SOD

1. Radikal bebas

Radikal bebas adalah molekul dengan elektron tidak berpasangan.

Dalam pencarian mereka menemukan elektron lain, radikal bebas sangat reaktif

dan menyebabkan kerusakan pada molekul sekitarnya. Namun, radikal bebas juga

berguna karena mereka membantu reaksi penting dalam tubuh kita dan dapat

dimanfaatkan untuk memproduksi obat-obatan, plastik yang dirancang khusus

dan bahan inovatif lainnya. Radikal bebas yang ada di tubuh manusia berasal

dari 2 sumber yakni endogen (dari dalam tubuh) dan eksogen (dari luar

tubuh). Eksogen yang berasal dari luar tubuh seperti polusi udara, radiasi UV,

sinar-X, pestisida dan asap rokok. Radikal bebas endogen adalah radikal bebas

yang berasal dari dalam tubuh sendiri seperti autoksidasi, oksidasi enzimatik

dan respiratory burst. Radikal bebas yang mengancam manusia berada di

mana-mana, bisa di luar atau di dalam tubuh. Radikal bebas berkontribusi

terhadap berbagai penyakit kronis dan penyakit degeneratif seperti serangan

jantung, alzheimer, stroke dan kanker. Radikal bebas merupakan suatu

atom molekul atau senyawa yang mengandung satu atau lebih elektron yang

tidak berpasangan sehingga sangat reaktif.2, 47

30
Radikal bebas dapat terbentuk dalam tubuh saat bernafas sebagai hasil

samping proses oksidasi atau pembakaran, olahraga yang berlebihan, ketika

terjadi peradangan, terpapar polusi lingkungan seperti dari asap rokok, kendaraan

bermotor, radiasi, dan sebagainya.48

Pada saat terjadi infeksi, radikal bebas diperlukan untuk membunuh

mikroorganisme penyebab infeksi. Namun, paparan radikal bebas yang

berlebihan dan secara terus menerus dapat menyebabkan kerusakan sel,

mengurangi kemampuan sel untuk beradaptasi terhadap lingkungannya, dan pada

akhirnya dapat menyebabkan kematian sel. Radikal bebas yang bersifat reaktif

dapat menyebabkan kerusakan sel, kematian sel, mengurangi kemampuan

adaptasi sel sehingga timbul gangguan atau penyakit.2,47,48

a. Jenis-jenis Radikal Bebas

I. Asap rokok

Oksidan dalam rokok mempunyai peranan yang besar untuk

terjadinya kerusakan saluran napas. Diperkirakan bahwa setiap hisapan

rokok mempunyai bahan oksidan dalam jumlah yang sangat besar,

meliputi aldehida, epoxida, peroxida, dan radikal bebas lain yang

mungkin cukup berumur panjang dan bertahan hingga menyebabkan

kerusakan alveoli paru. Bahan lain seperti nitrit oksida, radikal peroksil,

dan radikal yang mengandung karbon ada dalam fase gas dan radikal lain

yang relatif stabil a d a dalam fase tar.48

II. Polusi udara

Polusi dari kendaraan bermotor, industri, asap rokok, mesin foto

copy, pendingin ruangan, dan makanan yang tidak sehat, merupakan

31
sumber radikal bebas yang berbahaya bagi tubuh manusia. Selain itu,

proses alami respirasi dan fungsi metabolisme yang buruk di dalam

tubuh, juga menjadi penyebab internal meningkatkan radikal bebas dalam

tubuh.2,47

III. Radiasi UV

Matahari memancarkan sinar dengan radiasi panjang gelombang

dengan rentang yang sangat lebar, tetapi yang masuk ke bumi dan

mendapat perhatian khusus adalah sinar ultra violet yang memiliki energi

cukup besar . Hal ini memicu bahkan menimbulkan radikal bebas dalam

tubuh terutama pada kulit.25,48,50

IV. Pestisida

Pestisida kimia merupakan bahan beracun yang sangat berbahaya

bagi kesehatan dan lingkungan. Hal ini disebabkan karena pestisida

bersifat polutan dan menyebarkan radikal bebas yang dapat

menyebabkan kerusakan organ tubuh seperti mutasi gen dan gangguan

syaraf pusat.2 , 4 7

V. Obat-obatan

Beberapa macam obat dapat meningkatkan produksi radikal bebas

dalam bentuk peningkatan tekanan oksigen. Bahan-bahan tersebut

bereaksi bersama superoksida dan mempercepat kerusakan di tingkat sel.

Obat tersebut antara lain golongan nitrofurantoin (berikatan dengan logam

untuk aktivitasnya) dan antibiotika golongan quinolon. Selain itu, radikal

bebas juga berasal dari fenilbutason dan asam mefenamat.

Aktivitas pro-oksidan terdapat pada Methotrexate dan obat kanker

32
seperti bleomycin, anthracyclines (adriamycin). Komponen

aminosalisilat dari sulfasalasin dapat menginaktifasi protease. Asam

askorbat dalam jumlah banyak dapat mempercepat peroksidasi lemak.48

VI. Olahraga berlebihan

Olahraga berlebihan akan membuat tubuh membutuhkan suplai

oksigen yang sangat banyak, sehingga memicu timbulnya radikal bebas

dalam tubuh. Jika gaya olahraga semacam ini dilakukan dengan frekuensi

yang sering, maka terjadi penumpukan radikal bebas dalam tubuh.

Peningkatan pembentukan radikal bebas dalam aktivitas olahraga dapat

disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu oleh rusaknya jaringan

otot akibat dari gerakan-gerakan yang bersifat eksposif. Olah raga dengan

intensitas tinggi dan durasi lama ternyata juga terbukti dapat

menimbulkan kerusakan sel. Konversi radikal bebas lemah (superoxide)

menjadi radikal bebas yang lebih merusak (hydroxyl) oleh akumulasi

asam laktat otot serta dari peningkatan metabolisme energi yang

meningkatan jumlah molekul oksigen (O2) di dalam tubuh.

Ketidakseimbangan antara jumlah radikal bebas yang terbentuk di dalam

tubuh dengan kapasitas kemampuan antioksidan alami tubuh untuk

menjinakannya dapat menyebabkan kondisi yang disebut sebagai

stres oksidatif (oxidative stress). Stres oksidatif yang dipicu oleh

peningkatan jumlah radikal bebas di dalam tubuh akibat dari peningkatan

metabolisme energi, kualitas udara yang buruk ataupun sebab lainnya

dapat menyebabkan kerusakan pada sel, jaringan dan organ tubuh.6,47

33
VII. Radiasi

Radioterapi memungkinkan terjadinya kerusakan jaringan yang

disebabkan oleh radikal bebas. Radiasi elektromagnetik (sinar X, sinar

gamma) dan radiasi partikel (partikel elektron, photon, neutron, alfa, dan

beta) menghasilkan radikal primer dengan cara memindahkan energinya

pada komponen seluler seperti air. 48

VIII. Autooksidasi

Autooksidasi merupakan produk dari proses metabolisme aerobik.

Molekul yang mengalami autooksidasi berasal dari katekolamin,

hemoglobin, mioglobin, sitokrom C yang tereduksi, dan thiol.

Autooksidasi dari molekul diatas menghasilkan reduksi dari oksigen

diradikal dan pembentukan kelompok reaktif oksigen. Superoksida

merupakan bentukan awal radikal. Ion ferrous (Fe II) juga dapat kehilangan

elektronnya melalui oksigen untuk membuat superoksida dan Fe III

melalui proses autooksidasi.48

IX. Oksidasi enzimatik

Beberapa jenis sistem enzim mampu menghasilkan radikal bebas

dalam jumlah yang cukup bermakna, meliputi xanthine oxidase

(activated in ischemia-reperfusion), prostaglandin synthase,

lipoxygenase, aldehyde oxidase, dan amino acid oxidase. Enzim

myeloperoxidase hasil aktivasi netrofil, memanfaatkan hidrogen

peroksida untuk oksidasi ion klorida menjadi suatu oksidan yang kuat

asam hipoklor.2,47,48

34
X. Respiratory burst

Sel fagositik menggunakan oksigen dalam jumlah yang besar

selama fagositosis. Lebih kurang 70-90 % penggunaan oksigen tersebut

dapat diperhitungkan dalam produksi superoksida. Fagositik sel tersebut

memiliki sistem membran bound flavoprotein cytochrome-b-245

NADPH oxidase. Enzim membran sel seperti NADPH-oxidase keluar

dalam bentuk inaktif. Paparan terhadap bakteri yang diselimuti

imunoglobulin, kompleks imun, komplemen 5a, atau leukotrien dapat

mengaktifkan enzim NADPH-oxidase. Aktivasi tersebut mengawali

respiratory burst pada membran sel untuk memproduksi superoksida.

Kemudian H2O2 dibentuk dari superoksida dengan cara dismutasi

bersama generasi berikutnya dari OH dan HOCl oleh bakteri.48

b. Dampak Radikal Bebas Pada Tubuh

I. Penyakit kronis

Penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas bersifat kronis, yaitu

dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk penyakit tersebut menjadi

nyata. Contoh penyakit yang sering dihubungkan dengan radikal bebas

adalah serangan jantung, kanker, katarak dan menurunnya fungsi ginjal.

Untuk mencegah atau mengurangi penyakit kronis karena radikal bebas

diperlukan antioksidan2,47,48.

II. Kerusakan DNA

Seperti pada protein kecil kemungkinan terjadinya kerusakan di

DNA menjadi suatu reaksi berantai, biasanya kerusakan terjadi bila ada

lesi pada susunan molekul, apabila tidak dapat diatasi, dan terjadi sebelum

35
replikasi maka akan terjadi mutasi. Radikal oksigen dapat menyerang

DNA jika terbentuk disekitar DNA seperti pada radiasi biologis. Radikal

bebas yang mengambil elektron dari sel tubuh manusia dapat

menyebabkan perubahan struktur DNA sehingga terjadi mutasi. Bila

perubahan DNA ini terjadi bertahun-tahun, maka dapat menjadi

penyakit kanker.56

III. Kerusakan jaringan

Pada umumnya semua sel jaringan organ tubuh dapat menangkal

serangan radikal bebas karena di dalam sel terdapat sejenis enzim khusus

yang mampu melawannya, tetapi karena manusia secara alami mengalami

degradasi atau kemunduran seiring dengan peningkatan usia, akibatnya

pemusnahan radikal bebas tidak dapat terpenuhi dengan baik, maka

kerusakan jaringan terjadi secara perlahan-lahan. 56

c. Pencegahan

I. Pola hidup sehat dan cerdas.

Pola hidup sehat dan cerdas dapat menghindari ancaman bahaya

radikal bebas dalam tubuh seperti menghindari polusi dan berhenti

merokok. Tubuh manusia dapat menetralisir radikal bebas ini, hanya saja

bila jumlahnya berlebihan, maka kemampuan untuk menetralisirnya

akan semakin berkurang. Merokok adalah kegiatan yang secara sengaja

memasukkan berbagai jenis zat berbahaya yang dapat meningkatkan

jumlah radikal bebas ke dalam tubuh. Tubuh manusia didesain untuk

menerima asupan yang bersifat alamiah, sehingga bila menerima

masukan seperi asap rokok, akan berusaha untuk mengeluarkan berbagai

36
racun kimiawi ini dari tubuh melalui proses metabolism. Tetapi proses

metabolisme ini sebenarnya menghasilkan radikal bebas.45

II. Olah raga dengan intensitas rendah dan hindari olahraga

berlebihan

Olahraga teratur dan tidak berlebihan dapat membantu mengatasi

radikal bebas dalam tubuh. Tetapi sebaliknya olahraga berlebihan akan

membuat tubuh membutuhkan suplai oksigen yang sangat banyak,

sehingga memicu timbulnya radikal bebas dalam tubuh. Jika sudah merasa

lelah, sebaiknya beristirahatlah sebentar dan atur pernafasan agar normal

kembali. Meningkatkan ketahanan tubuh kita secara bertahap melalui

program latihan olah raga dengan intensitas rendah yang disarankan

seperti jalan cepat, jogging, berenang, dan bersepeda statis dapat

meningkatkan enzim antioksidan endogen seperti enzim superoksid

dismutase, glutation peroksidase dan katalase untuk mencegah kerja

setiap radikal bebas yang merusak. Ada beberapa pedoman dasar yang

dapat kita pergunakan untuk merencanakan program latihan olahraga

dengan intensitas rendah ini, yaitu berolah raga dengan frekuensi 3 - 5

kali dalam satu minggu dan lama berolah raga 45 - 60 menit.6,47

III. Konsumsi sayur dan buah

Buah dan sayur adalah sumber antioksidan terbaik. Antioksidan

merupakan zat yang mampu memperlambat atau mencegah proses

oksidasi. Zat ini secara nyata mampu memperlambat atau menghambat

oksidasi zat yang mudah teroksidasi, meskipun dalam konsentrasi rendah.

Antioksidan adalah senyawa-senyawa yang melindungi sel dari efek

37
berbahaya radikal bebas oksigen reaktif.47 Jika berkaitan dengan

penyakit, radikal bebas ini dapat berasal dari metabolisme tubuh

maupun faktor eksternal lainnya. Komponen kimia yang berperan sebagai

antioksidan adalah senyawa golongan fenolik dan polifenolik. Senyawa-

senyawa golongan tersebut banyak terdapat dialam, terutama pada

tumbuh-tumbuhan, dan memiliki kemampuan untuk menangkap radikal

bebas. Antioksidan yang banyak ditemukan pada bahan pangan, antara

lain vitamin E, vitamin C, dan karotenoid. Penggunaan vitamin dan

suplemen makan tergantung dari pada usia, jenis kelamin, tingkat

kegiatan, bobot badan serta kondisi tubuh dan penyakit yang sedang

diderita.2,47

2. Antioksidan

a. Definisi

Antioksidan didefinisikan sebagai substansi yang bila dalam kadar rendah

dibanding bahan yang dapat dioksidasi, sangat memperlambat atau

menghambat oksidasi bahan tersebut. Antioksidan merupakan senyawa pemberi

elektron (elektron donor) atau reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul

kecil, tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara

mencegah terbentuknya radikal bebas atau dengan mengikat radikal bebas dan

molekul yang sangat reaktif.25,48 Terdapat 2 jenis antioksidan, yaitu

antioksidan eksogen dan antioksidan endogen.

38
(Gambar 12. Antioksidan eksogen dan endogen)

Gambar 12. Antioksidan eksogen dan endogen48


penggolongan antioksidan berdasarkan kekuataan perlindungannya terhadap radikal bebas
dan asalnya baik yang dihasilkan tubuh dan yang berasal dari luar tubuh.

b. Jenis Antioksidan

1. Antioksidan eksogen (dietary antioxidant) yaitu:48

Sejenis polifenol

Polifenol merupakan senyawa turunan fenol yang mempunyai

aktivitas sebagai antioksidan. Antioksidan fenolik biasanya digunakan

untuk mencegah kerusakan akibat reaksi oksidasi pada makanan,

kosmetik, farmasi, dan plastik. Fungsi polifenol sebagai penangkap

dan pengikat radikal bebas dari rusaknya ion-ion logam. Senyawa

polifenol banyak ditemukan pada buah, sayuran, kacang-kacangan,

teh dan anggur. Pemberian antioksidan dan komponen senyawa

polifenol menunjukkan dapat menangkap radikal bebas, mengurangi

stres oksidatif, menurunkan ekspresi TNF-.45, 69

Bioflavonoid (flavon, flavonol, flavanon, katekin, dan isoflavon)48

Kelompok ini terdiri dari kumpulan senyawa polifenol dengan

aktivitas antioksidan cukup tinggi. Senyawa flavonoid mempunyai


39
ikatan gula yang disebut sebagai glikosida. Senyawa induk atau

senyawa utamanya disebut aglikon yang berikatan dengan berbagai

gula dan sangat mudah terhidrolisis atau mudah terlepas dari gugus

gulanya. Di samping itu senyawa ini mempunyai sifat antibakteri dan

antivirus. Ekstrak dari biji anggur mengandung sejumlah flavonoid

yaitu proantosianidin yang dapat meningkatkan sensitifitas insulin serta

mengurangi pembentukan radikal bebas. Pemberian flavonoid quercetin

ternyata mampu menghambat perkembangan katarak diabetik.45,69

Vitamin C

Vitamin C mempunyai efek multifungsi, tergantung pada kondisinya.

Vitamin C ini dapat berfungsi sebagai antioksidan, proantioksidan,

pengikat logam, pereduksi dan penangkap oksigen. Dalam bentuk

larutan yang mengandung logam vitamin C bersifat sebagai

proantioksidan dengan mereduksi logam menjadi katalis aktif untuk

oksidasi dalam tingkat keadaan rendah. Bila tidak ada logam, vitamin

C sangat efektif sebagai antioksidan pada konsentrasi tinggi. Tubuh

sangat memerlukan vitamin C, karena kekurangan vitamin C dalam

darah dapat menyebabkan beberapa penyakit seperti: asma, kanker,

diabetes, dan penyakit hati. Selain daripada itu vitamin C dapat

memperkecil terbentuknya penyakit katarak dan penyakit mata.25,48

Vitamin E

Vitamin E merupakan antioksidan yang cukup kuat dan memproteksi

sel- sel membran serta LDL (Low Density Lipoprotein) kolesterol

dari kerusakan radikal bebas. Vitamin E dapat juga membantu

40
memperlambat proses penuaan pada arteri dan melindungi tubuh dari

kerusakan sel-sel yang akan menyebabkan penyakit kanker, penyakit

hati dan katarak. Vitamin E dapat bekerja sama dengan antioksidan

lain seperti vitamin C untuk mencegah penyakit-penyakit kronik

lainnya, dan mencegah terjadinya kanker prostat. Namun dalam

mengkonsumsi vitamin ini dianjurkan jangan terlalu berlebihan karena

akan menekan vitamin A yang masuk ke dalam tubuh.50,56

Karotenoid

Beta karotein adalah salah satu dari kelompok senyawa yang

disebut karotenoid. Dalam tubuh senyawa ini akan dikonversi

menjadi vitamin A. Kekurangan beta-karotein dapat menyebabkan

kanker servik. Kanker ini banyak menyerang kaum perempuan yang

mempunyai kadar beta-karotein, vitamin E dan vitamin C rendah

dalam darah. Golongan senyawa karotenoid antara lain: alfa karotein,

zeaxanthin, lutein dan likopen.50,56

Katekin

Katekin termasuk dalam senyawa golongan polifenol dari gugusan

flavonoid yang banyak terdapat pada teh hijau. Dalam ekstrak teh

terkandung 30-40% katekin. Epigallokatekin merupakan katekin yang

sangat penting dari teh hijau karena mempunyai daya antioksidan

yang cukup tinggi, serta berperan dalam pencegahan penyakit jantung

dan kanker. Dalam daun kering, teh hijau terdapat sekitar 30-50 mg

flavonoid.56, 68

41
2. Antioksidan endogen

Tubuh manusia mengandalkan beberapa mekanisme pertahanan endogen

untuk melawan radikal bebas penginduksi kerusakan sel. Enzim antioksidan

seperti glutathione peroxidase, catalase, dan superoxide dismutase (SOD)

memetabolisme produk intermediate toksik oksidatif dan membutuhkan kofaktor

mikronutrien seperti selenium, besi, copper, zink, mangan untuk aktivitas katalisis

yang optimum.48

Yang termasuk antioksidan endogen adalah:

Bilirubin

Thiols, seperti glutathione, lipoic acid, N-acetylcysteine

NADPH and NADH

Ubiquinone (coenzyme Q10)

Uric acid

Enzim antioksidan terdiri dari:

Copper/zinc and manganese-dependent superoxide dismutase (SOD)

Iron-dependent catalase

Selenium-dependent glutathione peroxidase

c. Faktor yang memengaruhi antioksidan

1. Polusi udara

Polusi udara berasal dari berbagai sumber, dengan hasil pembakaran bahan

bakar fosil merupakan sumber utama. Contoh sederhana adalah pembakaran

mesin diesel yang dapat menghasilkan partikulat (PM), nitrogen oksida,

dan precursor ozon yang semuanya merupakan polutan berbahaya. Polutan yang

42
ada diudara dapat berupa gas (misal SO2, NOx, CO, Volatile Organic Compounds)

ataupun partikulat. Polutan berupa partikulat tersuspensi, disebut juga PM

(Particulate Matter) merupakan salah satu komponen penting terkait dengan

pengaruhnya terhadap kesehatan. PM dapat diklasifikasikan menjadi 3;

yaitu coarse PM (PM kasar atau PM2,5-10) berukuran 2,5-10 m, bersumber dari

abrasi tanah, debu jalan (debu dari ban atau kampas rem), ataupun akibat agregasi

partikel sisa pembakaran. Partikel seukuran ini dapat masuk dan terdeposit di

saluran pernapasan utama pada paru (trakheobronkial); sedangkan fine PM (<2,5

m) dan ultrafine (<0,1 m) berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan dapat

dengan mudah terdeposit dalam unit terkecil saluran napas (alveoli) bahkan dapat

masuk ke sirkulasi darah sistemik.41

Tabel 3. Indeks standar pencemaran udara (ISPU), Depkes RI 2015

Pencemaran
ISPU Dampak Kesehatan Tindakan Pengamanan
Udara Level
0 50 Baik Tidak ada dampak kesehatan

51 100 Sedang Tidak ada dampak kesehatan

101 199 Tidak Sehat Dapat menimbulkan gejala Menggunakan masker atau penutup
iritasi pada saluran pernafasan hidung bila melakukan aktivitas di luar
Bagi pernderita penyakit rumah
jantung, gejalanya akan Aktivitas fisik bagi penderita jantung
semakin berat dikurangi
200 299 Sangat Tidak Pada penderita ISPA, pneumonia, Aktivitas diluar rumah harus dibatasi
Sehat dan jantung maka gejalanya akan Perlu dipersiapkan ruang khusus untuk
meningkat perawatan penderitas ISPA,pneumonia
berat di RS, Puskesmas, dll
Aktivitas bagi penderita jantung
dikurangi
300 399 Berbahaya Bagi penderita suatu penyakit, Penderita penyakit ditempatkan pada
gejalanya akan semakin serius ruang bebas pencemaran udara
Orang sehat akan merasa Aktivitas kantor dan sekolah harus

43
Pencemaran
ISPU Dampak Kesehatan Tindakan Pengamanan
Udara Level
mudah Lelah menggunakan AC
>400 Sangat Berbahaya bagi semua orang, Semua harus tinggal di rumah dan tutup
Berbahaya terutama: balita, ibu hamil, orang pintu serta jendela
tua, dan penderita gangguan Segera lakukan evakuasi selektif bagi
pernafasan orang yang berisiko, seperti: balita, ibu
hamil, orang tua, dan penderita
gangguan pernafasan ke tempat/ruang
bebas pencemaran udara

Pembakaran yang tidak sempurna misalnya asap rokok yang tidak

menghasilkan CO2 tetapi CO, demikian juga asap dari kendaraan bermotor

merupakan radikal bebas yang berbahaya sekali untuk paru-paru. Disamping itu

juga dari asupan makanan yang mengandung logam-logam berat memungkinkan

terbentuknya radikal bebas akibat oksidasi dari luar. Beberapa macam radikal

bebas antara lain superperoksida (O2-), hidrogen peroksida (H2O2), hidroxyl

radikal OH, singlet oxygen O2, hypoclorus radical OCL, ozone O3.48

Senyawa hasil pemanggangan daging berlemak disebut benzoapirene.

Senyawa ini jika masuk ke dalam tubuh akan berubah menjadi senyawa radikal

7,8-diol-9-10 epoksida.41 Pelepasan senyawa radikal bebas tersebut memicu

respon anti-inflamasi dari tubuh dengan melepaskan SOD yaitu antioksidan

endogen sebagai lini pertama dalam menangkal ROS.

2. Asap rokok

Oksidan dalam rokok mempunyai peran yang cukup besar untuk terjadinya

kerusakan saluran napas. Telah diketahui bahwa oksidan asap tembakau

menghabiskan antioksidan intraseluler dalam sel paru (in vivo) melalui

mekanisme yang dikaitkan terhadap tekanan oksidan. Diperkirakan bahwa tiap


44
hisapan rokok mempunyai bahan oksidan dalam jumlah yang sangat besar,

meliputi aldehida, epoxida, peroxida, dan radikal bebas lain yang mungkin cukup

berumur panjang dan bertahan hingga menyebabkan kerusakan alveoli. Bahan lain

seperti nitrit oksida, radikal peroksil, dan radikal yang mengandung karbon ada

dalam fase gas dan relatif stabil juga dalam fase tar. Contoh radikal dalam fase tar

meliputi semiquinone moieties dihasilkan dari bermacam-macam quinone dan

hydroquinone.2,47

Perdarahan kecil berulang sangat mungkin disebabkan dari desposisi besi

dalam jaringan paru perokok. Besi dalam bentuk tersebut meyebabkan

pembentukan radikal hidroksil yang mematikan dari hidrogen peroksida. Juga

ditemukan bahwa perokok juga mengalami peningkatan netrofil dalam saluran

napas bawah yang mempunyai kontribusi pada peningkatan lebih lanjut

konsentrasi radikal bebas.44

Penelitian pada tikus yang terpapar asap rokok (satu batang rokok per lima

belas menit selama enam puluh menit) selama tiga puluh hari tanpa perlakuan

menunjukkan hasil terjadi kenaikan kadar MDA (malondialdehyde) dan

penurunan aktivitas SOD. Hal ini dikarenakan keadaan stres akibat pemaparan

asap rokok dapat meningkatkan jumlah radikal bebas, menyebabkan penggunaan

SOD semakin banyak sehingga jumlahnya makin berkurang.44

3. Sinar ultraviolet

Sinar UV memiliki rentang panjang gelombang 180 380nm atau seringkali

disebut 200-400nm. Sinar UV memiliki energi yang cukup besar untuk dapat

mengeksitasi elektron, karenanya dapat memicu bahkan menimbulkan radikal

bebas dalam tubuh terutama kulit. Sinar UV yang masuk ke bumi dibagi menjadi

45
dua yaitu: ultraviolet A (UV-A) dan ultraviolet B (UV-B).48

UV-A adalah radiasi pada daerah 320-360 nm. UV-A lebih mudah untuk

berpenetrasi ke dalam lapisan kulit terdalam dibandingkan dengan UV-B. UV-A

tidak dapat tersaring oleh gelas dan diperkirakan sekitar 50% dari pemaparan UV-

A di tempat teduh. Pemaparan terhadap UV-A dapat menyebabkan photoaging

serta fotodermatosis akut dan kronik.48

UV-B adalah radiasi pada daerah 290-320 nm. Lebih besar energinya, dapat

menimbulkan efek seperti eritema, udema, tanning, penipisan lapisan epidermis

dan dermis, dan sintesis vitamin D. Pemaparan kronis terhadap UV-B dapat

menghasilkan photoaging (efek penuaan kulit oleh cahaya), imunosupresi, dan

fotokarsinogenesis. Keduanya berhubungan dengan imunosupresi dan

karsinogenesis. Energi dari Sinar UV yang diabsorbsi oleh kulit dapat

menghasilkan senyawa kimia baru seperti (6-4) DNA fotoproduk, radikal bebas

dan lain sebagainya. Absorbsi ini dan diikuti oleh konversi energi yang berperan

pada proses pembentukan etiologi kanker kulit dan photoaging.48,50

4. Bahan aditif pangan (Red E120 dan asam karmiat)

Senyawa radikal bebas yang terbentuk akan berperan sebagai inisiator

dalam proses peroksidasi lipid sehingga menimbulkan kerusakan jaringan.41

5. Pestisida atau karbon tetraklorida (CCl4)

Senyawa ini setelah masuk ke dalam tubuh akan bereaksi dengan sitokrom

P450 monooksigenase dan menghasilkan radikal triklorometil (CCl3) dan

triklorometil peroksil (CCl3O2).25

6. Radiasi

Radioterapi memungkinkan terjadinya kerusakan jaringan yang disebabkan

46
oleh radikal bebas. Radiasi elektromagnetik (sinar X dan sinar gamma) serta

radiasi partikel (partikel elektron, photon, neutron, alfa, dan beta) menghasilkan

radikal primer dengan cara memindahkan energinya pada komponen seluler

seperti air. Radikal primer tersebut dapat mengalami reaksi sekunder bersama

oksigen yang terurai atau bersama cairan seluler.48

7. Logam transisi seperti Cu dan Fe

Logam transisi seperti Cu dan Fe akan membentuk radikal hidroksil yang

sangat bahaya, melalui reaksi Haber-Weiss dan Feton. Logam Fe dan Cu akan

bereaksi dengan radikal hidroksil, kemudian akan menghancurkan struktur sel.25

8. Obat-obatan

Beberapa macam obat dapat meningkatkan produksi radikal bebas dalam

bentuk peningkatan tekanan oksigen. Bahan-bahan tersebut bereaksi bersama

hiperoksia dapat mempercepat tingkat kerusakan. Termasuk didalamnya

antibiotika kelompok quinoid atau berikatan logam untuk aktivitasnya

(nitrofurantoin), obat kanker seperti bleomycin, anthracyclines (adriamycin), dan

methotrexate, yang memiliki aktivitas pro-oksidan. Selain itu, radikal juga berasal

dari fenilbutason, beberapa asam fenamat dan komponen aminosalisilat dari

sulfasalasin dapat menginaktifasi protease, dan penggunaan asam askorbat dalam

jumlah banyak mempercepat peroksidasi lemak.27

9. Stres

Stres dapat memicu produksi hormon-hormon tertentu seperti adrenalin,

yang jika berlebih dapat merugikan. Selain itu, kondisi stres juga akan memicu

munculnya senyawa fitokin berlebihan yang dapat merusak sel.27

10. Makanan berlemak

47
Lemak sangat bermanfaat bagi tubuh kita tetapi konsumsi lemak yang

berlebihan khususnya konsumsi lemak polyunsaturated dan lemak hidrogenasi,

sangat berpotensi menghasilkan radikal bebas. Lemak polyunsaturated disebut

juga lemak tidak jenuh, artinya lemak yang mempunyai ikatan rangkap pada atom

C-nya. Adanya ikatan rangkap tersebut mudah sekali dioksidasi atau terserang

peroksidasi lipid membentuk radikal peroksida lipid. Makanan yang banyak

mengandung lemak polyunsaturated antara lain mayonnaise dan saos salad.

Lemak hidrogenasi adalah lemak yang ikatan rangkap tak jenuhnya telah

disubtitusi dengan hidrogen, disebut margarin atau mentega tiruan. Lemak

hidrogenasi sangat berbahaya karena dapat mengubah kemampuan serap selaput

sel, sehingga mengakibatkan fungsi selaput sel sebagai pelindung menjadi tidak

berarti.65

11. Jenis kelamin

Pada perempuan hormon seks utama adalah estrogen. Perempuan

memproduksi estrogen 0,5 mg setiap harinya. Pada orang dewasa level estrogen

naik turun sesuai dengan siklus menstruasi. Estrogen bukan hanya sekedar

hormon pada perempuan, tetapi estrogen merupakan antioksidan alami yang

dimiliki oleh perempuan apabila tubuh mengalami stress, baik berupa psikis

maupun mental akan memengaruhi produksi estrogen. Jika produksi estrogen

terganggu, antioksidan dalam tubuh tidak mampu mengimbangi oksidan di dalam

tubuh keadaan tersebut yang dinamakan stress oksidatif. Jika stress oksidatif

berada dalam level puncak, maka tubuh memerlukan bantuan antioksidan dari

luar, baik berupa makanan ataupun sulpemen antioksidan.69

48
Glutamat plasma yang berlebih memicu penumpukan radikal bebas atau

Reactive Oxygen Spesies (ROS) yang menyebabkan peningkatan peroksidasi lipid

dan menimbulkan terjadinya stress oksidatif. Meningkatnya peroksidasi lipid

mengakibatkan ablasi pada nukleus arcuata dan nukleus ventromedial dalam

hipotalamus. Kerusakan pada hipotalamus mengakibatkan penurunan sekresi

GnRH, yang kemudian akan menyebabkan sekresi FSH dan LH juga menurun dan

selanjutnya memengaruhi produksi testosterone sehingga akan berakibat

menurunnya morfologi, viabilitas, motilitas spermatozoa. Apabila antioksidan

menurun maka akan memicu timbulnya infertilitas sekunder.69

12. Usia: 7

Fungsi sistem imunitas tubuh (immunocompetence) menurun sesuai usia.

Kemampuan imunitas tubuh melawan radikal bebas menurun termasuk

kecepatan respon imun dengan peningkatan usia.

Meningkatnya resiko angka kesakitan yang disebabkan oleh perjalanan

alamiah penyakit yang berkembang secara lambat dan gejala gejalanya

tidak terlihat sampai beberapa tahun kemudian.

Berhubungan dengan penyakit degeneratif, seperti stroke, penyumbatan

pembuluh jantung, arthritis rheumatoid. Hal ini disebabkan oleh

meningkatnya radikal bebas dalam tubuh dan berkurangnnya antioksidan

endogen.

Pada diabetes juvenil, ditemukan penurunan glutation eritrosit, glutation total,

-tokoferol plasma, dan -karoten plasma secara bermakna. Penurunan

berbagai antioksidan tersebut terkait dengan pembentukan senyawa penanda

49
adanya stres oksidatif. Sedangkan pada diabetes usia 50 60 tahun ditemukan

peningkatan peroksidase lipid sejak onset diabetes.7

13. Olahraga

Terdapat tiga isoform SOD pada mamalia (SOD1, SOD2, SOD3). Dua

isoform tersebut terdapat diantara sel, sedangkan 1 isoform ditemukan pada ruang

interselular. Pembagian dari isoenzim SOD1 dan SOD2 bervariasi pada masing-

masing jaringan. Pada otot skeletal, 15-35% aktifitas total dari SOD terdapat di

mitokondria, dan sisanya sebanyak 65-85% terdapat pada sitosol. Pada otot

skeletal tikus, aktifitas SOD paling tinggi pada otot oksidatif yang mengandung

banyak serat tipe I dan IIa dibandingkan dengan otot yang mengandung volume

mitokondria yang sedikit.47,48 Aktifitas SOD pada otot skeletal tidak konstan dan

dapat dimodifikasi oleh pola aktifitas. Banyak penelitian menyimpulkan bahwa

olahraga dapat meningkatkan kerja dari SOD sebanyak 20-112% pada otot-otot

yang dipakai saat berolah raga. Besarnya perubahan aktifitas SOD pada otot

skeletal yang dipicu oleh olahraga tergantung pada intensitas dan durasi dari

oleahraga yang dilakukan, dapat dilihat dari hewan yang diberi perlakuan untuk

berolahraga dengan intensitas dan durasi yang lebih panjang mempunyai

peningkatan presentase aktifitas SOD yang lebih tinggi. Peningkatan tertinggi

aktifitas SOD pada serat-serat otot terdapat pada oot yang mengadung banyak

serat oksidatif. Hal ini dikarenakan serat-serat otot yang kaya akan serat oksidatif

digunakan lebih aktif pada saat olahraga dibandingkan dengan otot dengan jumlah

serat oksidatif lebih rendah.47,48

50
d. Hubungan antara DM dengan antioksidan

Beberapa penelitian skala besar telah menunjukkan bahwa kontrol glukosa

intensif sebelumnya akan mengurangi risiko komplikasi DM, baik komplikasi

mikro dan makrovaskular. Studi epidemiologi dan beberapa data mendukung

bahwa ada efek jangka panjang pada hasil klinis yang diawali dengan kontrol

metabolik. Ada 6 Antioksidan pada pasien DM yang mungkin menghambat

aktivitas radikal bebas melalui beberapa mekanisme termasuk tindakan sebagai

enzim yang menghancurkan radikal bebas, kemampuannya untuk mengikat logam

yang merangsang produksi radikal bebas dan dengan demikian dapat menghambat

pembentukan radikal bebas, serta bertindak sebagai penghambat dari radikal

bebas (Gambar 13).23,24,27

Berbagai studi secara konsisten menunjukkan defisiensi status pertahanan

antioksidan total pada penderita diabetes. Status pertahanan tersebut meliputi

glutation, vitamin C, antioksidan enzim superoksida dismutase (SOD), dan

katalase.23,24,27

Beberapa peneliti mengungkapkan adanya penurunan vitamin E pada

penderita diabetes. Selain vitamin E, glutation juga ditemukan menurun pada

penderita diabetes. Glutation dalam bentuk tereduksi (GSH) terdapat dalam

plasma manusia, intraseluler, dengan kemampuan sebagai antioksidan untuk

menghambat radikal bebas dengan fungsi secara umum sebagai buffer redoks, dan

kofaktor enzim GPX. Bukti terbaru mengungkapkan bahwa GSH berperan

penting pada diabetes mellitus. Perubahan terhadap rasio GSH

tereduksi/teroksidasi (GSH/GSSG) memengaruhi respons sel beta terhadap

glukosa dan perbaikan aksi insulin, serta menurunkan aktivitas enzim GPX.23,24,27

51
Nuttal menemukan penurunan status antioksidan total secara bermakna pada

penderita diabetes berusia lanjut. Meskipun demikian, pada kelompok tersebut

tidak didapatkan perbedaan konsentrasi vitamin E serum secara bermakna.

Gambar 13. Mekanisme antioksidan dalam diabetes mellitus

Berbagai macam antioksidan telah dikembangkan saat ini dalam

penanganan stres oksidatif pada DM, antara lain penggunaan vitamin dan

suplemen, juga penggunaan beberapa komponen dari tanaman dan buah-buahan

segar yang memiliki manfaat antioksidan pada DM. Dalam beberapa penelitian

terakhir dinyatakan juga bahwa, beberapa obat yang rutin digunakan dalam terapi

DM ternyata juga memiliki manfaat antioksidan. Pemberian antioksidan berupa

vitamin dapat mengurangi stres oksidatif bagi penderita DM-1 baik kronis

maupun akut. Sebagian besar antioksidan dalam plasma dapat berkurang pada

pasien DM-2, dikarenakan komplikasi diabetes yang menyebabkan berbagai

komplikasi antara lain aterosklerosis dan penyakit jantung koroner.23,24,27

52
Antioksidan vitamin bermanfaat dapat mengurangi kerusakan oksidatif pada

penderita diabetes. Hasil penelitian di Turki menunjukkan pada tiga puluh

penderita DM-2 ditemukan adanya ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan

dalam plasma penderita diabetes dibanding kontrol. Demikian juga berdasarkan

hasil penelitian Centers for Disease and Prevention (CDC) kadar vitamin A,

vitamin E lebih rendah, tidak untuk konsentrasi vitamin C pada penderita diabetes

dibanding kontrol. Pemberian vitamin C dosis tinggi 2 g/hari dapat memperbaiki

kesehatan penderita diabetes.45,47

Vitamin C membantu mencegah komplikasi DM-2 dengan penghambatan

produksi sorbitol. Sorbitol adalah hasil sampingan metabolisme gula yang akan

diakumulasikan di dalam sel dan berperan terhadap perkembangan neuropati dan

katarak. Dianjurkan bagi penderita diabetes untuk banyak mengkonsumsi

makanan dengan kandungan vitamin C cukup tinggi, di antaranya adalah jeruk,

jambu biji, cabe hijau, kecambah dan brokoli. Karena konsumsi vitamin C dapat

mencegah berbagai komplikasi diabetes.2,47,48

e. Antioksidan pada resistensi insulin

Stres oksidatif tidak hanya terkait dengan komplikasi diabetes, tetapi juga

dikaitkan dengan resistensi insulin in vitro dan in vivo. Resistensi insulin dan

penurunan sekresi insulin merupakan penyebab utama dari diabetes tipe 2. Ketika

glukosa dan asam lemak bebas (FFA) meningkat, mereka menyebabkan stres

oksidatif bersama dengan aktivasi jalur sinyal sensitif stres. Aktivasi jalur ini akan

memperburuk kerja insulin juga sekresi insulin yang mengarah ke DM tipe 2.49, 50

53
Mekanisme molekuler dimana stres oksidatif menyebabkan resistensi

insulin masih belum jelas. Dalam berbagai jaringan, hiperglikemia dan

peningkatan FFA mengakibatkan pembentukan ROS dan RNS, yang

menyebabkan peningkatan stres oksidatif. Dengan tidak adanya respon

kompensasi yang sesuai dari jaringan antioksidan endogen, sistem menjadi kacau

(ketidakseimbangan redoks). Hal mengarah ke aktivasi jalur sinyal sensitif stres,

seperti NF-B, p38 MAPK, JNK/SAPK, PKC, AGE/RAGE, sorbitol, dan lain-

lain. Konsekuensinya adalah produksi produk gen seperti VEGF dan lain-lain

yang menyebabkan kerusakan sel, dan akhirnya bertanggung jawab atas

komplikasi jangka panjang dari diabetes. Selain itu, aktivasi jalur yang sama dapat

memediasi terjadinya resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.49, 50

Oksigen yang diperlukan untuk proses aerobik akan dikonversi menjadi

anion superoksida, kemudian diubah menjadi molekul yang kurang reaktif. Enzim

utama yang mengatur proses ini adalah superoksida dismutase (SOD), Glutation

Peroksidase (GSH-Px) dan Katalase. 49,50

SOD dianggap sebagai pertahanan lini pertama terhadap ROS. Enzim ini

hadir dalam hampir semua sel, dan mengubah O2 menjadi H2O2. Sebab H2O2

masih dapat bereaksi dengan ROS lainnya, H2O2 perlu didegradasi oleh salah satu

dari dua enzim antioksidan lainnya, GSH-Px atau katalase. GSH peroksidase

terletak di mitokondria. Enzim ini mengkatalisis degradasi H2O2 dengan

mereduksi, di mana dua molekul Gluthathione (GSH) dioksidasi menjadi glutation

disulfida (GSSG). Regenerasi GSH oleh GSH-reduktase membutuhkan NADPH

yang dioksidasi menjadi NADP+.49,50

54
Katalase di sisi lain, terutama terletak pada peroksisom dan

mendetoksifikasi H2O2 yang berdifusi dari mitokondria ke sitosol, mengubahnya

menjadi air dan molekul oksigen. Ada juga mekanisme antioksidan nonenzimatik

yang sebagian besar membantu regenerasi GSSG kembali ke GSH. Vitamin

antioksidan seperti A, C, E dan asam alfa-lipoat berperan pada mekanisme ini.

Meskipun semua pertahanan antioksidan ini bekerja sama untuk menghilangkan

H2O2 (juga superoksida) dari sel, tetapi dengan adanya pengurangan logam

transisi (Cu, Fe), dapat mengubah H2O2 menjadi OH, yang merupakan ROS yang

sangat reaktif.49,50

Studi pada hewan model diabetes menunjukkan bahwa antioksidan,

terutama -asam lipoat (LA) meningkatkan sensitivitas insulin. Ada beberapa

antioksidan yang menjanjikan sebagai pendekatan baru untuk pengobatan

resistensi insulin, termasuk N-acetylcysteine, -lipoic acid (LA), dan flavanols.

Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa antioksidan LA, glutathione,

vitamin E, dan vitamin C meningkatkan sensitivitas insulin pada pasien dengan

resistensi insulin, T2D, dan / atau penyakit kardiovaskular.49, 50

1. Asam -lipoat

LA adalah asam lemak delapan karbon yang berfungsi secara alami

sebagai kofaktor dalam beberapa kompleks enzim mitokondria, yang

bertanggung jawab untuk metabolisme glukosa oksidatif dan produksi

energi sel. Menariknya, beberapa studi klinis telah melaporkan

peningkatan sensitivitas insulin dan metabolisme glukosa seluruh

tubuh pada pasien dengan T2D setelah infus intravena LA. Meskipun

mekanisme aksi yang tepat dari LA tidak diketahui, data in vitro telah

55
menunjukkan bahwa LA mempertahankan tingkat intraselular

glutation terreduksi (antioksidan intraseluler utama) di hadapan stres

oksidatif, dan blok aktivasi kinase serin yang terkait dengan resistensi

insulin. Dengan demikian, LA mungkin menjaga keseimbangan

redoks intraseluler (bertindak baik secara langsung atau melalui

antioksidan endogen lainnya seperti glutation), sehingga menghalangi

aktivasi kinase serin inflamasi penghambatan termasuk IKKb. LA

juga mungkin meningkatkan sensitivitas insulin melalui efek spesifik

jaringan pada AMP kinase (AMPK).49,50

2. Glutathione

Pada pasien dengan diabetes tipe 2, terdapat korelasi terbalik yang

signifikan antara konsentrasi FFA plasma puasa dan rasio berkurang /

teroksidasi glutation (antioksidan endogen utama). Pada subyek sehat,

infus FFA (sebagai Intralipid) menyebabkan peningkatan stres

oksidatif sebagaimana dinilai oleh meningkatnya kadar

malondialdehid dan penurunan rasio terreduksi / teroksidasi glutation

plasma. Malondialdehid, produk sampingan sangat beracun yang

dihasilkan sebagian oleh oksidasi lipid dan ROS, meningkat pada

diabetes mellitus. Dalam kedua individu normal dan pada subyek

dengan T2D, pemulihan keseimbangan redoks dengan menanamkan

glutathione meningkatkan sensitivitas insulin bersama dengan

meningkatkan fungsi sel-b.49,50

3. N-acetylcysteine (NAC)

N-acetylcysteine (NAC), antioksidan mengandung tiol yang

56
mengangkat kadar glutathione intraseluler, mulai menarik perhatian

untuk digunakan sebagai agen terapeutik pada pengaturan klinis di

mana ada bukti peningkatan stres oksidatif. Data yang telah

dipublikasikan menunjukkan bahwa NAC secara signifikan

meningkatkan sensitivitas insulin pada perempuan dengan PCOS. 49,50

4. Vitamin C

Resistensi insulin mempercepat terjadinya disfungsi endotel, yang

memegang peranan utama sebagai etiologi diabetik mikroangiopati.

Efek vitamin C (infus) pada sensitivitas insulin dan fungsi endotel

[diukur dengan flow-mediated dilation (FMD) dari arteri brakialis]

dievaluasi pada perokok, non perokok dengan gangguan toleransi

glukosa, dan non perokok dengan toleransi glukosa normal. Pada

perokok dan non perokok dengan toleransi glukosa terganggu, vitamin

C secara signifikan meningkatkan sensitivitas insulin, dan

menurunkan plasma asam thiobarbituric, indeks stres oksidatif. Pada

pasien dengan penyakit jantung koroner dan disfungsi endotel, vitamin

C infus menambah PMK dan meningkatkan sensitivitas insulin.

Merokok mengganggu fungsi endotel, dan merupakan salah satu

faktor risiko utama untuk hipertensi, aterosklerosis, dan penyakit

jantung koroner.49,50.

3. Definisi SOD (Superoxide Dismutase)

Evolusi organisme aerobik yang dapat bertahan dalam lingkungan yang

kaya oksigen membutuhkan sistem pertahanan yang efektif terhadap spesies

57
oksigen reaktif (ROS), yang diproduksi bila terdapat pengurangan elektron

tunggal dari molekul oksigen. Peningkatan konsentrasi ROS dapat berkontribusi

untuk perkembangan berbagai penyakit, seperti kanker, hipertensi, diabetes,

aterosklerosis, peradangan, dan penuaan dini. Superoxide dismutase (SOD)

adalah sistem pertahanan enzim antioksidan terhadap ROS, khususnya radikal

anion superoksida.47

Superoxide dismutase (SOD) adalah sebuah family enzim yang terdapat

di berbagai organ, berfungsi untuk mengkatalisis dismutasi dari anion

superoksida secara efisien. Produk akhir dari katalisasi ini menghasilkan

oksigen dan hidrogen peroksida. Karena itu, enzim ini merupakan antioksidan

yang penting untuk mempertahankan sel terhadap paparan oksigen. Sebagai

bahan dasar (kofaktor enzim) pembentukan enzim antioksidan, yang bertanggung

jawab terhadap terjadinya reaksi dismutasi ion superoksida pada SOD adalah inti

logam yang merupakan kofaktor protein SOD. Ion logam yang menjadi kofaktor

SOD adalah logam yang memiliki nilai valensi 2 atau lebih. 47

Berikut adalah reaksi dismutasi ion superoksida (O2-) oleh SOD:

Mn+ + O2- M(n-1)+ + O2

M(n+1) + O2- + 2H+ Mn+ + H2O2

Di mana M = Cu (n=1) ; Mn (n=2) ; Fe (n=2) ; Ni (n=2). Tingkat oksidasi dari

kation antara n dan n+1.

SOD pertama kali ditemukan pada tahun 1969 oleh J. McCord dan I.

Fridovich. SOD sebelumnya dikenal sebagai grup metalloprotein dengan fungsi

yang tidak diketahui, misalnya CuZn-SOD yang dulunya dikenal sebagai

58
eritrocuprein dan obat antiinflamasi Orgotein pada hewan. Brewer (1976)

mengindentifikasi sebuah protein yang akhirnya dikenal sebagai superoxide

dismutase atau indophenol oxidase. Pada manusia, terdapat 3 bentuk isozim SOD

yakni 3 jenis superoxide dismutase pada mamalia yang telah ditandai secara

biokimiawi dan molekular, yakni SOD 1 atau CuZn-SOD, SOD 2 atau Mn-

SOD, dan SOD 3 atau EC-SOD. Bentuk isozim SOD pada sitoplasma dan

cairan ekstrasel memiliki inti logam Cu dan Zn, sedangkan isozim SOD pada

mitokondria memiliki inti Mn.2,47

4. Jenis SOD (Superoxide Dismutase)

a. SOD 1 (CuZn - SOD)

SOD yang memiliki Cu dan Zn dalam pusat katalitiknya

terlokalisir baik dalam kompartemen intraseluler sitoplasma dikenal

sebagai CuZn-SOD atau SOD 1. SOD 1 memiliki massa molekul sekitar

32.000 Da dan telah ditemukan dalam sitoplasma, kompartemen

nukleus, dan lisosom sel mamalia. Enzim ini merupakan enzim

pertama yang ditemukan dan merupakan homodimer yang mengandung

tembaga dan seng. Urutan genom untuk SOD 1 telah diidentifikasi

pada tikus dan manusia. Susunan genom dari gen SOD 1 menunjukkan

kesamaan yang khas di antara spesies. Gen SOD 1 telah terlokalisir di

kromosom 21 (regio 21q22) pada manusia, kromosom 1 (regio 1q12

14) pada spesies sapi dan kromosom 16 (regio 16B4) pada tikus.47

Kromosom 21 manusia telah dipelajari secara intensif karena

hubungannya dengan Sindrom Down dan trisomi 21. Meskipun pasien

Sindrom Down menunjukkan peningkatan 50% aktivitas SOD 1, peranan

59
enzim ini pada Sindrom Down masih dipertanyakan. Sejak penemuan ini,

beberapa teori telah diajukan untuk menjelaskan mekanisme kerusakan

motor neuron yang disebabkan oleh mutasi pada SOD 1. Teori the

opposite gain-of- function menunjukkan mutasi pada gen SOD 1 akan

mengubah afinitas enzim menjadi natural dan substrat abnormal,

mengganggu kemampuan enzim untuk mengikat zinc, atau

meningkatkan agregasi enzim dalam neuron.47

SOD 1 memiliki distribusi luas di berbagai sel dan ekspresinya

di sitoplasma adalah stabil (Gambar 13). Pada tingkat mRNA, SOD 1

meningkat dalam menanggapi beragam stres mekanik, kimia, dan

biological messenger seperti heat shock, shear stress, UV-B dan X-

radiasi, logam berat, hidrogen peroksida, ozon, oksida nitrat, asam

arakidonat dan xenochemicals, seperti -naphthoflavone, t-butyl-

hidrokuinon, iodoacetamide, 2,3,7,8-tetrachlorodibenzo-p-dioxin dan

fenobarbital. 2,47

Ion logam adalah sumber poten untuk katalisis pada skala besar

dan produksi ROS dalam sel. Untuk menetralkan efek berbahaya mereka,

sel-sel meningkatkan sintesis SOD 1 melalui elemen logam responsif yang

terletak di 5 flanking region.47

Down regulation SOD 1 telah ditunjukkan dalam sel epitel

alveolar tipe II dan fibroblas paru-paru setelah terpapar hipoksia. Obat

antikanker, seperti mitomiycin C juga mengekpresikan transkripsi gen

SOD 1 di hepatoma manusia ( sel HepG2). Tingkat aktivitas mRNA dan

enzimatik untuk SOD 1 sedikit meningkat dari lahir sampai dewasa di

60
paru-paru dari guinea pig, tikus, dan kelinci. Peningkatan aktivitas

SOD 1 menyebabkan peningkatan sintesis mRNA. Perkembangan SOD

1 juga diatur dalam ginjal tikus di mana aktivitasnya meningkat 1,7 kali

lipat dari hari kehamilan ke-18 sampai ke-22, sedangkan di hati

aktivitasnya tetap tidak berubah. Pada tikus, pola ekspresi untuk SOD 1

sangat bervariasi pada strain yang berbeda, menunjukkan peningkatan

dalam paru-paru dan otak selama penuaan, tetapi tidak ada perbedaan

dalam tingkat mRNA di jantung dan ginjal. Beberapa kelompok tidak

menunjukkan peningkatan aktivitas SOD 1 dalam paru-paru manusia

selama periode akhir janin, sementara dokumentasi lain menunjukkan

peningkatan aktivitas mRNA serta enzimatik menjelang dewasa.

Alasannya untuk perbedaan ini tidak jelas, tetapi hal ini mungkin

disebabkan penggunaan metode pengujian yang berbeda dan atau

tingginya variasi kegiatan SOD 1 pada tiap individu.47

Gambar 14. Struktur SOD 1 (CuZn-SOD)


Struktur kompleks enzim SOD 1 pada manusia (N-terminus = biru, C-terminus =
merah) dengan cuprum (bulatan biru-hijau) dan zinc (bulatan abu-abu)51

61
b. SOD 2 (Mn - SOD)

SOD 2 atau Mn-SOD merupakan sebuah tetramer, dengan berat

molekul subunit sekitar 23.000 Da. SOD ini terdapat eksklusif di dalam

ruang mitokondria. SOD 2 telah terbukti memainkan peran utama

dalam mempromosikan diferensiasi selular, genesis tumor, dan

melindungi terhadap toksisitas paru yang diinduksi superoksida. Struktur

fisik gen SOD 2 terdiri dari 5 ekson dan 4 intron (Gambar 15). Gen

manusia dan tikus diduga mengandung elemen regulasi transkripsi NF

B. Pada manusia, hal itu terletak di 3 flanking region dari gen,

sementara tikus mengandung dua elemen potensial di regio 5 - flanking

region.47,51

Dengan menggunakan analisis enzimatik hibrida tikus/ manusia,

gen SOD 2 awalnya dilokalisasi dalam kromosom 6. Kemudian, gen SOD

2 itu disublokalisasi ke regio 6q25 oleh hibridisasi in situ fluoresensi

dan pemetaan sel hibrid somatik. Pentingnya fungsi SOD 2 dalam

organisme mamalia telah dikonfirmasi, dimana pada disrupsi gen SOD 2

yang ternyata menyebabkan kematian pada tikus karena

neurodegeneration dan kerusakan pada jantung.47,51 Beberapa variasi

genetik telah dijelaskan untuk gen SOD 2 manusia. Penggantian Ala-9

ke Val di mitokondria menyebabkan penuaan dini atau progeria dan

berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit motor neuron sporadis,

terutama pada perempuan dan idiopatic nonfamilial cardiomyopathy.

Gen SOD 2 tidak memiliki efek pada terjadinya penyakit Parkinson atau

ALS.47 Baru-baru ini, Ala- 9 Val polimorfisme juga telah dikaitkan

62
dengan peningkatan 1,5 kali lipat risiko kanker payudara pada populasi

Finlandia. Diasumsikan bahwa mutasi ini dapat mengganggu lokalisasi

subselular SOD 2, namun tidak ada bukti eksperimental yang

mendukung hipotesis ini. Substitusi lain, Ile 58 ke Thr, memunculkan

penurunan 3 kali lipat dalam aktivitas enzim SOD 2 dan mengurangi efek

penekan tumor. Setidaknya tiga mutasi heterozigot di proksimal

promotor SOD 2 manusia telah diidentifikasi dan berkaitan dengan

pengurangan aktivitas transkripsi.47

Analisis komputer dan foot-printing assay mengungkapkan

sejumlah binding site untuk faktor transkripsi SP1 dan AP2 di

promotor proksimal SOD 2 manusia. Kedua protein memiliki efek

berlawanan pada ekspresi SOD 2. Sementara SP1 yang merupakan unsur

positif yang berperan dalam meningkatkan transkripsi, protein AP2

secara signifikan menekan aktivitas promoter. Sitokin seperti interleukin

(IL) -1, IL - 4, IL - 6, TNF - , lipopolisakarida (LPS) dan IFN - adalah

aktivator ampuh SOD 2 di berbagai jenis jaringan dan sel.47

Ekspresi SOD 2 dalam beberapa kasus kanker menurun

kadarnya akibat proses metilasi rangkaian tertentu di regio intron dan

peningkatan kadar faktor transkripsi AP2, yang berinteraksi dengan 5

flanking region dari gen SOD 2. Ekspresi SOD 2 diatur tidak hanya

pada tingkat transkripsi, tetapi juga pada tingkat translasi oleh protein

pengikat RNA. Regio 41 bp, yang terletak di 3 untranslated part of

SOD 2 - mRNA mengikat protein tertentu yang meningkatkan efisiensi

translasinya. Profil ekspresi SOD 2 agak mirip dengan SOD 1 dan

63
tampaknya terkait dengan spesies yang spesifik. MRNA SOD 2

meningkat selama tahap perkembangan pada paru-paru guinea pig, tetapi

tidak menunjukkan perubahan pada paru-paru tikus. Tingkat protein SOD

2 meningkat di akhir tahap kehamilan sebesar 2,2 dan 2,5 kali lipat

pada paru-paru dan ginjal tikus. Pada domba dan marmut percobaan,

aktivitas SOD 2 ginjal dan konsentrasi mRNA meningkat pada neonatal

dan hewan dewasa dibandingkan dengan awal dan akhir kehamilan

janin. Pada manusia ekspresi profil SOD 1 dan SOD 2 terjadi hampir

bersamaan yaitu, meningkat menjelang masa dewasa dalam paru-paru

dan hati, tetapi tidak selalu berkorelasi pada tingkat mRNA.47,51

Gambar 15. Struktur SOD 2 (Mn-SOD)47


Struktur SOD 2. Mn sebagai gugus utama enzim tersebut yang terletak di tengah.47

c. SOD 3 (EC SOD)

SOD 3 atau EC-SOD adalah SOD yang paling baru ditemukan,

dan merupakan tetramer yang mengandung tembaga dan seng yang secara

eksklusif berada di ruang ekstraselular (Gambar 16). SOD 3 pertama

64
kali terdeteksi dalam plasma manusia, getah bening, asites, dan cairan

cerebrospinal.7

Pola ekspresi dari SOD 3 sangat terbatas pada jenis sel dan

jaringan tertentu di mana aktivitasnya dapat melebihi dari SOD 1 dan

SOD 2.47

Sampai saat ini, hanya satu mutasi yang terletak di pusat

carboxyl-terminal cluster bermuatan residu asam amino yang positif, dan

didefinisikan sebagai heparin- binding domain. Pergantian dari arginin ke

glisin pada posisi 213 menyebabkan peningkatan 8-15 kali lipat

konsentrasi plasma SOD 3. Pengaruh polimorfisme SOD 3 ini telah

ditemukan sebesar 4% (Swedia), 3% (Australia), dan 6% (Jepang). Subyek

yang diteliti, tidak sepenuhnya jelas, tetapi penelitian awal

menunjukkan bahwa mutasi asam amino ini mengganggu afinitas untuk

heparin dan endotel permukaan sel serta dapat mengurangi kerentanan

terhadap tripsin-like protease.47

Berbeda dengan SOD 1 dan SOD 2 intraseluler, ekspresi dari

SOD 3 terbatas untuk beberapa jenis sel di beberapa jaringan. Tingginya

kadar ekspresi SOD 3 telah didokumentasikan pada sel alveolar tipe II,

sel tubulus ginjal proksimal, sel-sel otot polos pembuluh darah, makrofag

paru-paru, dan beberapa barisan sel fibroblast yang dikultur. Hal yang

mengatur ekspresi SOD 3 secara spesifik belum diketahui, namun

disebutkan bahwa terdapat beberapa rangkaian pengaturan potensial

seperti respon elemen glukokortikoid, elemen respon xenobiotik, dan

elemen respon antioksidan. Dalam fibroblast manusia, SOD 3

65
ditingkatkan oleh IFN- dan IL-1. TNF- dan IFN- tampak sebagai

kombinasi yang poten untuk induksi ekspresi SOD 3 pada pneumosit

alveolar tipe II melalui aktivasi NFB.47 Karena SOD 3 memiliki

peranan sebagai pelindung penting dalam dinding pembuluh darah,

dan faktor vasoaktif seperti histamin, vasopresin, oxitocyn, endotelin - 1,

serotonin, dan heparin yang secara nyata meningkatkan kadar enzim

dalam sel otot polos arteri. Exercise training meningkatkan produksi

oksida nitrat dalam sel endotel pembuluh darah tikus, dan akan

meregulasi ekspresi SOD 3 dalam sel otot polos yang berdekatan.

Peningkatan konsentrasi SOD 3 dapat mencegah degradasi NO oleh

radikal oksigen. Angiotensin II sangat menginduksi aktivitas SOD 3 di

aorta tikus dan dalam kultur sel otot polos manusia melalui aktivasi

transkripsi dan stabilisasi mRNA.47

Ekspresi SOD 3 ditekan oleh berbagai jenis faktor pertumbuhan.

Transformasi faktor pertumbuhan- dalam fibroblast manusia dan

platelet-derived growth factor serta faktor pertumbuhan fibroblast dalam

sel otot polos pembuluh darah jelas menurunkan regulasi ekspresi dan

ekskresi SOD 3. Respon ini lambat dan berkembang selama beberapa

hari. Perkembangan ekspresi SOD 3 telah didokumentasikan hanya

dalam paru-paru kelinci yang prematur, usia 8 hari, 1 bulan, dan tahap

dewasa. Di saluran napas epitel dan sel endotel, lokalisasi SOD 3 jelas

berubah dari intraseluler pada janin menjadi ekstraselular setelah lahir

sampai dewasa. Pada tingkat mRNA SOD 3 pada tikus telah terdeteksi

sampai akhir kehamilan, hal ini menunjukkan bahwa SOD 3 sangat

66
penting untuk perlindungan paru-paru janin terhadap lingkungan yang

tinggi oksigen setelah lahir. Pada manusia, kadar plasma dari SOD 3

pada anak-anak jauh lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewasa

dan menurun menjelang dewasa sekitar 2% per tahun mencapai puncak

pada usia 20 tahun.47

Gambar 16. Struktur SOD 3 (EC-SOD)52

Struktur kompleks enzim SOD 3 manusia dengan kation cuprum

dan zinc (bulatan jingga dan abu-abu) SOD 3 pertama kali terdeteksi

dalam plasma manusia, getah bening, ascites, dan cairan

cerebrospinal.52

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Fumiaki Kimura di tahun

2003 tentang konsentrasi EC SOD (Extracellular Superoxide Dismutase)

pada pasien DM, terdapat kenaikan kadar EC SOD yang mencerminkan

penurunan ikatan EC SOD dengan dinding endotel, sehingga dinding

vaskuler lebih rentan terhadap kerusakan oksidatif. Penelitian tersebut

menyimpulkan bahwa konsentrasi EC SOD bisa menjadi penanda jejas

vaskular pada penderita DM. Semakin tinggi kadar EC SOD dalam darah,

67
berarti semakin besar komplikasi vaskular yang mungkin telah terjadi

pada orang tersebut, dikarenakan konsentrasi EC SOD yang terukur

dalam darah adalah EC SOD yang tidak berikatan dengan dinding

endotel. Hiperglikemi kronik akan menyebabkan glikasi non enzimatik

terhadap enzim SOD itu sendiri.52,55 Proses glikasi non enzimatik yang

terjadi pada enzim EC SOD menyebabkan penurunan afinitas heparin

sulfat pada dinding endotel terhadap EC SOD. Oleh sebab itu maka EC

SOD banyak yang tidak terikat dengan endotel sehingga pengukuran

kadarnya akan meningkat. Selain itu menurut penelitian Fumiaki

disebutkan bahwa homosistein serta peroksinitrit yang terbentuk akibat

degradasi NO karena hiperglikemi juga menyebabkan penurunan ikatan

EC SOD dengan dinding vaskular. Akibatnya pertahanan dinding

pembuluh darah terhadap stres oksidatif akan menurun karena EC SOD

tidak dapat bekerja pada dinding vaskular, dikarenakan afinitasnya

dirusak oleh kondisi hiperglikemi.53

5. Mekanisme Kerja SOD (Superoxide Dismutase)

Secara sederhana, SOD dihasilkan untuk melindungi sel dari toksisitas

superoksida. Radikal anion superoksida (O2-) secara spontan terdismutasi ke O2

dan hidrogen peroksida (H2O2) cukup cepat (~105 M-1s -1


pada pH 7) (Gambar

17). SOD diperlukan karena superoksida bereaksi dengan target seluler yang

sensitif dan kritis. Sebagai contoh, bereaksi terhadap radikal NO dan membuat

peroxynitrite yang beracun. Waktu paruh superoksida, meskipun sangat singkat

pada konsentrasi tinggi (misalnya 0,05 detik di 0,1 mM) sebenarnya cukup

68
panjang pada konsentrasi rendah (misalnya 14 jam pada 0,1 mM).2,23

Gambar 17. Cara kerja SOD

SOD bekerja dengan cara menetralisir Superoxida dan menghasilkan H2 O2 + Oksigen2,23

Gambar 18. Aktivitas antioksidan endogen (2)


Superoxida (radikal bebas) dinetralisir oleh SOD, menghasilkan Hidrogen peroksida (H2 O2).
H2O2 masih dapat bereaksi dengan ROS lainnya, oleh karena itu perlu didegradasi oleh salah satu
dari dua enzim antioksidan lainnya, GPx atau katalase menjadi molekul H2O dan O2.2

6. Pemeriksaan SOD

Pengukuran SOD dapat berupa kadar SOD dalam plasma darah dan aktivitas

SOD. Kadar SOD mengukur seberapa banyak SOD baik dalam ekstraseluler

maupun intraseluler, sedangkan aktivitas SOD menghitung secara kuantitatif

tingkat SOD yang aktif. Kadar SOD dapat diukur melalui metode ELISA dengan

69
antibody monoclonal dan juga metode spektrofotometri yang dibaca pada panjang

gelombang 580 nm.78,79

Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur aktivitas SOD

adalah: cythochrome c assay, potassium superoxide-based assay, dan nitroblue-

tetrazolium reduction (NBT). Metode NBT indirek lebih sering digunakan karena

lebih mudah dilakukan dan memiliki beberapa kelebihan. NBT mengukur

aktivitas SOD dengan menggunakan garam tetrazolium untuk mendeteksi radikal

superoxide yang terbentuk dengan mereaksikan xhantine oksidase dan xhantine.

Keunggulan dari metode NBT adalah lebih sensitive dibandingkan menggunakan

cytochrome c assay sebagai reductase dan selama proses pemeriksaan dapat

menjaga pH dari sampel sehingga memastikan bahwa SOD dapat berfungsi secara

efisien. Dengan metode potassium-superoxide based assay proses dilakukan

dalam pH yang dapat memengaruhi kerja dari SOD (tipe MnSOD).78,79 Namun

terdapat kekurangan berupa lemahnya solubilitas ke air terhadap formasi warna

yang terbentuk dan interaksinya dengan xanthine oxidase yang tereduksi. Metode

K-Assay menggunakan highly-soluble tetrazolium salt sehingga dapat mengatasi

kekurangan tersebut.78,79

K-ASSAY SOD Activity Kit dari Kamiya mengukur secara kuantitatif

aktivitas SOD di berbagai jenis sampel, dan semua jenis SOD baik intra maupun

ektraselular. Hasil akhir assay dinyatakan dalam U/ml. Satu unit SOD

didefinisikan sebagai jumlah enzim yang menyebabkan 50% inhibisi terhadap

reduksi NBT yang dicampur dengan ribloflavin pada suhu 25 C dan pH 7.8.

Setelah diambil, sampel diencerkan dalam pelaruh khusus tak berwarna, dan

terakhir dimasukkan Reagen Xantin Oksidase. Preparat kemudian didiamkan

70
dalam suhu ruangan selama 20 menit. Xantin Oksidase mengubah Oksigen

menjadi Superoxide, dimana Superoxide ini mengubah substrat yang tidak

berwarna menjadi berwarna kuning. Lalu hasil akhir produk yang berwarna

kuning ini dibaca dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 450 nm. Bila

terjadi peningkatan SOD activity, berarti terjadi penurunan kadar Superoxide,

yang berujung pada penurunan produk yang berwarna kuning. Lalu aktivitas SOD

dikalkulasi dengan rumus dan program khusus dalam satuan U/ml. Satu unit SOD

didefinisikan sebagai jumlah enzim yang menyebabkan 50% inhibisi terhadap

NBT yang dicampur dengan riboflavin pada suhu 25 C dan pH 7.8.78,79

7. Hubungan SOD dengan Diabetes Mellitus Tipe 2

Pada penderita DM tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin

dengan reseptor. Ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor

yang responsif insulin pada membran sel, sehingga mengakibatkan hiperglikemia.

Hiperglikemia ini dapat menyebabkan produksi reaktif oksigen spesies (ROS)

atau radikal bebas yang berlebihan dan memicu terjadinya stres oksidatif. Dengan

adanya peningkatan paparan stres oksidatif, maka diperlukan ketersediaan enzim

SOD sebagai antioksidan endogen dalam jumlah yang cukup. Stres oksidatif

yang semakin tinggi yang berdampak pada rendahnya aktivitas enzim SOD.

Rendahnya aktivitas SOD membuktikan tingginya stres oksidatif dalam tubuh,

sehingga tidak mampu mengeliminasi banyaknya oksidan (radikal bebas).57-59

Penelitian oleh Sait Celik di tahun 2009 tentang kadar SOD, catalase,

dan Total antioxidant capacity yang dilakukan terhadap mencit dengan kondisi

DM yang diinduksi secara artifisial, didapatkan hasil penurunan ketiga

71
parameter antioksidan tersebut. Dari penelitian ini dihipotesiskan penurunan

aktivitas enzim antioksidan tersebut dikarenakan terganggunya fungsi enzim

SOD oleh kondisi hiperglikemi itu sendiri.57 Bahkan menurut Michiels, hidrogen

peroksida sebagai radikal bebas juga merusak enzim antioksidan yaitu SOD.58

Pavlovi dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dengan membaiknya

sensitivitas terhadap insulin, dan sekresi insulin yang meningkat, akan

mencegah glikasi non enzimatik terhadap SOD, sehingga diharapkan aktivitas

SOD tersebut akan meningkat.59

Dari ketiga penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan

pemberian Inlacin/DLBS-3233 yang bertujuan memperbaiki kondisi

hiperglikemi dan memperbaiki sensitivitas insulin, diharapkan aktivitas SOD

selanjutnya akan menurunkan progresifitas komplikasi DM.57-59 Hal ini

dimungkinkan oleh teori yang beranggapan bahwa hiperglikemi itu sendiri

mencetuskan aktivitas glikasi non enzimatik terhadap antioksidan SOD, sehingga

aktivitasnya akan berkurang. Dengan menurunkan kadar glukosa darah oleh

kerja DLBS- 3233 maka diharapkan glikasi tersebut tidak terjadi dan

aktivitas enzim SOD dapat meningkat.57

Penelitian sebelumnya oleh Adachi pada tahun 2004 mengukur kadar

SOD pada pasien DM tipe 2. Dari hasil penelitiannya didapatkan bahwa kadar

SOD berbanding lurus dengan adiponektin dan berbanding terbalik dengan

kadar glukosa puasa, BMI, serta HOMA-R. Hanya saja obat yang diberikan

terhadap subyek adalah Pioglitazon, obat hipoglikemik golongan

thiazolidinediones yang bekerja memperbaiki sensitivitas insulin, sementara pada

penelitian ini adalah Inlacin. Setelah pasien diberi pioglitazon, diukur kadar EC

72
SOD, adiponektin, serta TNF-. Data dari penelitian itu menunjukkan

peningkatan kadar EC SOD dan adiponektin, sementara terjadi penurunan kadar

TNF-. Adachi berhipotesis bahwa kenaikan EC SOD kemungkinan diakibatkan

oleh penurunan TNF-, dimana TNF- ini menghambat ekspresi antioksidan

tersebut. Dengan pemberian pioglitazon, kadar glukosa darah akan membaik,

stress oksidatif seperti TNF-alfa yang diinduksi hiperglikemi akan menurun dan

kesemuanya itu akan memperbaiki kadar SOD.60

Dr. K. Ciechanowski dalam penelitiannya di tahun 2003 mengemukakan

bahwa kondisi hiperglikemi jangka panjang memang menurunkan fraksi SOD

vaskular. Teori yang dikemukakan masih sama dengan penelitian Sait Celik,

yaitu hiperglikemi akan mencetuskan glikasi non enzimatik terhadap EC SOD,

sehingga aktivitasnya untuk mengikat radikal bebas di dinding vaskular akan

menurun. Glikasi non enzimatik juga merusak ikatan EC SOD terhadap

heparin sulfat pada dinding endotel. Pada penelitian Dr. K. Ciechanowski,

diberikan heparin terhadap pasien DM, dan diukur lagi kadar EC SODnya.

Kemudian didapatkan hasil bahwa setelah pemberian heparin, yang merupakan

substrat penting untuk terikatnya EC SOD dengan dinding vaskuler, aktivitas EC

SOD meningkat. Hal ini karena terbentuk ikatan EC SOD dengan endotel,

sehingga enzim tersebut menemukan tempat kerjanya untuk menetralisir radikal

bebas yang merusak dinding pembuluh darah. Jika tidak terdapat gugus

heparin untuk berikatan, maka EC SOD tetap akan bebas dalam plasma tanpa

bisa bekerja di endotel.57, 61

Penelitian terbaru oleh Hisalkar di tahun 2012 tentang kadar berbagai

antioksidan baik endogen dan eksogen pada pasien DM tipe 2, didapatkan

73
hasil penurunan kadar semua jenis antioksidan tersebut. Parameter yang

diperiksa adalah SOD, Glutathione Peroxidase, Zinc, Asam Askorbat, Albumin,

Asam Urat, dan Kadar Bilirubin Total. Semua parameter tersebut menurun

kadarnya pada DM tipe 2, dimana diduga hiperglikemi memang menghambat

kapasitas antioksidan tersebut. Penelitian Hisalkar ini juga dapat dijadikan

dasar meta analisis, dimana dengan administrasi DLBS-3233 maka hiperglikemi

akan membaik, dan glikasi sebagai penghambat aktivitas SOD akan menurun

sehingga aktivitas antioksidan tersebut akan meningkat. Kadar SOD berbanding

lurus terhadap aktivitas SOD. Peningkatan aktivitas glikasi non enzimatik

terhadap SOD menyebabkan penurunan aktivitas, yang berdampak pada

menurunnya aktivitas untuk mengikat radikal bebas. 62

Tabel 4. Beberapa penelitian tentang aktivitas SOD pada DM tipe 2

No Peneliti Judul Sampel Kesimpulan

1 Sait Celik and Total 10 weeks old Penurunan SOD dan TAC

Hatice Akkaya Antioxidant 20 healthy rats pada diabetes yang

(2009) Capacity, and 20 rats termonitor menjelaskan

Catalase and with bahwa sistem memberikan

Superoxide experimentally perlindungan terhadap stres

Dismutase on induced oksidatif yang dapat

Rats Before diabetes mengganggu level TAC.

and After Level TAC kemungkinan

Diabetes dapat berfungsi sebagai

pemantau diabetes.

74
No Peneliti Judul Sampel Kesimpulan

2 Adachi, M Relationship of One hundred Terjadi peningkatan kadar

Inoue, H plasma and twenty two EC SOD oleh pemberian

Hara, E extracellular diabetic pioglitazone pada pasien

Maehata and superoxide patients (82 diabetes. TNF- yang

S Suzuki dismutase level men and 40 dikenal dapat menekan EC-

(2004) with insulin women) who SOD kadarnya diturunkan

resistance in showed a oleh pemberian

type 2 diabetic normal plasma pioglitazone pada pasien

patients creatinine level diabetes.

of below1`1

mg/dl and did

not receive

insulin or

pioglitazone

75
No Peneliti Judul Sampel Kesimpulan

3 Fumiaki Serum Serum EC- Tingkat konsentrasi serum

Kimura et al extracelluler SOD EC-SOD dapat menjadi

(2003) superoxide concentrations penanda cedera vaskular.

Dismutase in were Hal ini terjadi pada kondisi

patients with determined in cedera oksidatif

Type 2 222 patients hiperglikemia pada endotel

Diabetes: with type 2 pembuluh darah dan

Relationship to diabetes and penurunan pengikatan EC-

the 75 healthy SOD ke dinding pembuluh

development of control darah.

micro and subjects by an

macrovascular enzyme-linked

complications immunosorbent

assay

4 Dr.K.Ciechan Long-term 38 noninsulin Glikasi non enzimatik dapat

owski et al hyperglycaemia dependent menyebabkan penurunan

(2003) decreases patients with aktivitas pembuluh darah

vascular diabetes oleh EC-SOD.

fraction of mellitus (18

extrracellular men and 20

superoxide women) of 22

dismutase to 69 years of

age

76
No Peneliti Judul Sampel Kesimpulan

5 Hisalkar et al Assesment of 120 type 2 Peningkatan signifikan

(2012) plasma diabetic MDA plasma dan

antioxidant patients penurunan yang signifikan

levels in type 2 pada SOD dan GPx pada

diabetes pasien diabetes tipe 2

patients dibandingkan dengan orang

yang sehat merupakan

indikasi dari stres oksidatif.

Stres oksidatif

meningkatkan produksi

ROS melalui perubahan

potensi redoks glutathione

dan penurunan kapasitas

antioksidan total dalam

plasma yang turun.

C. Tatalaksana DM Tipe 2

1. Non Farmakologi

Modalitas non farmakologi pada penatalaksanaan diabetes mellitus

meliputi6:

a. Perubahan gaya hidup dengan melakukan pengaturan pola makan

yang dikenal sebagai terapi gizi medis, yang terdiri dari:

- Menurunkan berat badan.

- Menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik.

- Menurunkan kadar glukosa darah.

- Memperbaiki profil lipid.


77
- Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin.

- Memperbaiki sistem koagulasi darah.

b. Meningkatkan aktivitas jasmani.

c. Edukasi berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit diabetes.6

2. Farmakologi

Kegagalan pengendalian glikemia pada diabetes mellitus setelah melakukan

perubahan gaya hidup, memerlukan intervensi farmakoterapi agar dapat

mencegah terjadinya komplikasi diabetes atau paling sedikit dapat

menghambatnya. Dalam mengelola diabetes mellitus tipe 2, pemilihan

penggunaan obat sangat tergantung pada fase mana diagnosis diabetes

ditegakkan, yaitu sesuai dengan kelainan dasar yang terjadi1:

- Resistensi insulin pada jaringan lemak, otot, dan hati

- Kenaikan produksi glukosa oleh hati

- Kekurangan sekresi insulin oleh pankreas.1

Dalam melakukan pemilihan obat, perlu memperhatikan titik kerja obat

sesuai dengan macam-macam penyebab terjadinya hiperglikemi. Macam-

macam obat antihiperglikemi oral6,63:

a. Golongan Insulin Sensitizing

1. Biguanid (Metformin).

Konsentrasi tertinggi di dalam usus dan hati, secara cepat

dikeluarkan melalui ginjal. Metformin menurunkan glukosa darah

melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, dan

menurunkan produksi glukosa hati. Metformin juga berpengaruh pada

komponen lain resistensi insulin yaitu pada lipid, tekanan darah, dan
78
plasminogen activator inhibitor (PAI-1). Pemberian metformin dapat

menurunkan berat badan ringan dan sedang akibat penekanan nafsu

makan dan menurunkan hiperinsulinemia akibat resistensi insulin.

Efek samping metformin adalah asidosis laktat. Kontraindikasi pada

gangguan fungsi ginjal yang berat, gangguan fungsi hati, infeksi berat,

penggunaan alkohol berlebihan serta penderita gagal jantung.6,63

2. Glitazone (Thiazolindindiones : Rosiglitazone dan Pioglitazone).

Glitazone merupakan regulator homeostasis lipid, diferensiasi

adiposit, dan kerja insulin. Glitazone dapat meningkatkan berat badan

dan menyebabkan edema. Kontraindikasinya pada gangguan fungsi

hati, gagal jantung, dan edema.6

b. Golongan Insulin Secretagogue

Insulin secretagogue mempunyai efek hipoglikemi dengan

stimulasi sekresi insulin oleh sel pankreas. Golongan ini meliputi:

1. Sulfonilurea

Berdasarkan lama kerjanya, SU dibagi menjadi 3 golongan, yaitu6,64,65:

a. Generasi pertama: acetohexamide, tolbutamide, dan chlorpropamide

b. Generasi kedua: glibenclamide, glipizide, dan gliclazide

c. Generasi ketiga: glimepiride.

Kontraindikasi pada gagal ginjal, gangguan fungsi hati berat,

diabetes mellitus tipe 1, perempuan hamil, dan menyusui. Efek

sampingnya adalah kenaikan berat badan, gangguan pencernaan,

fotosensitifitas,dan flushing.

79
2. Glinid (Repaglinid dan Nateglinid)

Golongan ini terdiri dari dua macam obat, yaitu repaglinid

(derivat asam benzoat) dan nateglinid (derivat fenil alanin). Masa

kerja obat ini lebih pendek, sehingga digunakan sebagai obat

prandial.6, 64, 65

c. Penghambat Alfa Glukosidase (Acarbose)

Dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan

hiperglikemi postprandial. Obat ini bekerja di lumen usus, tidak

menyebabkan hipoglikemia, dan tidak berpengaruh pada kadar insulin.

Efek sampingnya adalah meteorismus, flatulence, dan diare.

Kontraindikasinya pada IBS, obstruksi saluran cerna, sirosis hati, dan

gangguan fungsi ginjal.64

d. Penghambat DPP-IV

Terdapat 4 macam, yaitu: sitagliptin, vildagliptin, saxagliptin,

linagliptin. Digunakan bila terdapat intoleransi pada metformin atau

pada usia lanjut. Efek sampingnya adalah nasofaringitis, ISK dan sakit

kepala.

D. DLBS-3233

1. Definisi DLBS-3233

DLBS-3233 (Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences) adalah

sebuah obat kombinasi ekstrak herbal yang terdiri dari Lagerstroemia speciosa

yang diperoleh dari Cianjur, Jawa Barat dan Cinnamomum burmannii yang

diperoleh dari Kerinci, Jambi, Indonesia yang dipercaya mempunyai efek anti

diabetik. Kedua tanaman ini telah diidentifikasi oleh Herbarium Bogoriense,

80
Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. DLBS-3233

dikelompokkan ke dalam golongan insulin sensitizer. Kombinasi herbal tersebut

telah diteliti mekanisme kerja, efek, dan toksikologi dengan hasil kedua herbal

ini bekerja secara sinergis dalam perbaikan status resistensi insulin dan

peningkatan penggunaan glukosa, yang dapat dipergunakan sebagai terapi DM

tipe 2.8, 66

2. Lagerstroemia speciose dan Cinnamomum burmannii

Terapi diabetes mellitus (DM) diberikan kepada penderita dengan target

dapat menurunkan kadar glukosa darah menjadi normal. Selain itu, terapi DM

juga diharapkan dapat mengurangi resiko komplikasi kardiovaskuler. Untuk

mencapai tujuan tersebut, dikembangkan terapi DM komprehensif yang tidak

hanya mengendalikan metabolisme glukosa (hipoglikemik), tetapi juga

metabolisme lemak (hipolipidemik). Penelitian dan pengembangan terapi DM

harus mencakup dua aspek metabolisme tersebut. 67

Bentuk terapi yang dapat diberikan adalah dengan pengobatan dan

perbaikan gaya hidup. Terapi pengobatan DM dapat dilakukan dengan

menggunakan obat-obatan kimiawi sintetik maupun ramuan tradisional. Terapi

dengan ramuan tradisional telah menjadi bagian dari budaya masyarakat di

berbagai belahan dunia. Hampir setiap negara di dunia mempunyai kebudayaan

sendiri tentang pemanfaatan alam (tumbuhan) untuk pengobatan. Berdasarkan

perkiraan WHO, lebih dari 80% penduduk di negara berkembang tergantung pada

ramuan tradisional untuk mengatasi masalah kesehatan mereka.67

Terapi dengan ramuan tradisional dirasakan lebih murah dengan prosedur

mudah dibandingkan dengan obat kimiawi sintetik. Peluang untuk mendapatkan

81
ramuan yang mujarab dan mudah diperoleh masih terbuka sangat lebar, mengingat

potensi tanaman obat Indonesia yang tinggi dan belum termanfaatkan semuanya.

Oleh karena itu penting untuk dilakukan penggalian informasi tentang obat-obatan

tradisional melalui tahap-tahap pengujian, penelitian, dan pengembangan secara

sistematik agar pemanfaatan dan khasiatnya dapat dipertanggungjawabkan secara

ilmiah.67

a. Langerstroemia speciose

Salah satu ramuan tradisional yang dapat digunakan untuk mengobati

penderita DM adalah ramuan dari daun Lagerstroemia speciosa atau daun bungur.

Lagerstroemia speciose merupakan tanaman obat yang dapat ditemukan di

Cianjur, Jawa Barat, Indonesia. Ekstrak Lagerstroemia speciose dari beberapa

pelarut diketahui memiliki aktivitas hipoglikemik baik secara in vivo maupun in

vitro. Pemberian ekstrak Lagerstroemia speciose diharapkan menjadi salah satu

bentuk terapi DM komprehensif yang mencakup dua aspek yaitu, hipoglikemik

dan hipolipidemik. Penelitian tentang aktivitas hipoglikemik Lagerstroemia

speciose telah dilakukan dan ditemukan kelompok senyawa aktifnya meskipun

secara detail masih belum jelas.67

Kemampuan ekstrak air daun bungur (EADB)/Lagerstroemia speciose

dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus diabetik berkaitan dengan aktivitas

biologis senyawa yang terkandung di dalam daun bungur. Mishra et al.

menyebutkan bahwa senyawa aktif yang dapat menurunkan kadar glukosa darah

tikus kemungkinan ada tiga kelompok yaitu, alkaloid, saponin, atau flavonoid. Liu

et al. berhasil menunjukkan secara in vitro bahwa senyawa aktif daun bungur

mampu meningkatkan kecepatan transport glukosa, namun belum diketahui

82
senyawanya. Hal ini kemudian dibuktikan oleh Hayashi et al. dengan mengisolasi

senyawa aktif tersebut. Setelah diteliti, ternyata diketahui senyawa aktif dalam

Lagerstroemia speciose tidak termasuk dalam ketiga kelompok senyawa di atas,

namun masuk dalam kelompok polifenol, yaitu ellagitanin.67

Ellagitanin yaitu lagerstroemin, flosin B, dan reginin A, memiliki sifat

yang mirip dengan hormon insulin (insulin-like compound). Secara in vitro, tiga

senyawa ini mampu meningkatkan aktivitas transport glukosa ke dalam sel

adiposa. Kemampuan lagerstroemin dan flosin B hampir setengah kali

kemampuan insulin dalam meningkatkan kecepatan transport glukosa. Bahkan,

reginin A memiliki kemampuan yang hampir sama dengan insulin. Dari uraian

tersebut, dapat diketahui bahwa aktivitas hipoglikemik EADB terjadi melalui

peningkatan kecepatan transport glukosa. Peningkatan kecepatan transport

tersebut terjadi melalui jalur yang sama dengan jalur kerja hormon insulin.67

Mekanisme molekuler EADB dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus

diilustrasikan dalam Gambar 19.

83
Gambar 19. Mekanisme molekuler senyawa aktif daun bungur dalam meningkatkan transport
glukosa.67
Senyawa aktif dalam EADB berikatan dengan protein IR (Insulin Receptor) yang merupakan
reseptor spesifik untuk hormon insulin. Ikatan tersebut menyebabkan autofosforilasi-aktivasi Tyr
dan diikuti dengan fosforilasi Tyr residue. Reaksi tersebut menyebabkan aktivasi IRS (Insulin
Receptor Substrate), sehingga membangkitkan docking site dari molekul SH2-containing protein,
yaitu protein subunit p85/p110 pada PI 3-kinase. Dengan aktifnya docking site tersebut, maka
molekul PI 3-kinase menjadi aktif dan menghasilkan PIP3 (Phosphatidylinosiltol 3,4,5-
phosphate). PIP3 berikatan dengan PH-domain (Plekstrin Homology-domain) dari PDK-1 (PIP3-
dependent kinase-1) dan Akt (protein Ser/Thr kinase B). Reaksi ini menyebabkan PDK-1 dan Akt
menjadi aktif, menyebabkan translokasi protein GLUT-4. Protein inilah yang menjadi perantara
dalam mekanisme tranport glukosa.67

Dalam sistem pencernaan, senyawa dalam EADB diserap dan masuk ke

dalam sistem sirkulasi darah kemudian disebarkan ke seluruh jaringan tubuh.

Setelah mencapai sel target misalnya sel adiposa, senyawa aktif dalam EADB

berikatan dengan protein IR (Insulin Receptor) yang merupakan reseptor spesifik

untuk hormon insulin. Ikatan tersebut menyebabkan autofosforilasi-aktivasi Tyr

kinase yang terletak pada bagian intraseluler reseptor dan diikuti dengan

fosforilasi Tyr residue. Reaksi tersebut menyebabkan aktivasi IRS (Insulin

84
Receptor Substrate), sehingga membangkitkan docking site dari molekul SH2-

containing protein, yaitu protein subunit p85/p110 pada PI 3-kinase. Dengan

aktifnya docking site protein subunit p85/p110, maka molekul PI 3-kinase menjadi

aktif dan menghasilkan PIP3 (Phosphatidylinosiltol 3,4,5-phosphate). PIP3

berikatan dengan PH-domain (Plekstrin Homology-domain) dari PDK-1 (PIP3-

dependent kinase-1) dan Akt (protein Ser/Thr kinase B). Reaksi ini menyebabkan

PDK-1 dan Akt menjadi aktif. Aktifnya molekul Akt, menyebabkan translokasi

protein GLUT-4. Protein inilah yang menjadi perantara dalam mekanisme tranport

glukosa.67

Secara umum, terapi OAD (baik tradisional maupun modern) termasuk

EADB memiliki mekanisme aktivitas hipoglikemik sebagai berikut67:

i. Meningkatkan glikogenesis

Mekanisme molekuler senyawa aktif EADB sebelumnya

menunjukkan bahwa EADB juga meningkatkan glikogenesis melalui

aktivasi enzim glikogen sintase. Aktivasi protein Akt oleh senyawa aktif

EADB tidak hanya menimbulkan efek molekuler translokasi protein

GLUT-4 saja, tetapi juga menyebabkan fosforilasi molekul GSK-3

(Glycogen Synthase Kinase-3), sehingga enzim glikogen sintase menjadi

aktif. Dengan aktifnya glikogen sintase, maka proses glikogenesis dapat

berlangsung. Untuk membuktikan mekanisme ini, perlu dilakukan

penelitian yang mengukur aktivitas enzim glikogen sintase setelah

perlakuan EADB. Kemungkinan mekanisme ini juga didasarkan pada

penelitian Hosoyama et al. yang menunjukkan bahwa di dalam daun

bungur terdapat senyawa yang dapat menghambat aktivitas enzim -

85
amilase. Pemecahan glikogen (glikogenolisis) membutuhkan kelompok

enzim amilo--glukosidase, yang tergolong dalam kelompok -amilase.

Penghambatan enzim tersebut dapat menghambat reaksi glikogenolisis. 67

ii. Menghambat aktivitas enzim aldose reduktase

Hidrolisis ellagitanin dalam EADB menghasilkan asam elagat yang

dapat menghambat aktivitas enzim aldose reduktase. Enzim ini berperan

dalam metabolisme glukosa jalur poliol (pembentukan sorbitol dan

fruktosa dari glukosa). Pada DM jalur ini mengalami kecenderungan

menuju ke reaksi pembentukan glukosa. Untuk itu, enzim aldose reduktase

harus dihambat. 67

iii. Merangsang sekresi hormon insulin oleh sel beta

Beberapa tanaman obat memiliki mekanisme aktivitas

hipoglikemik dengan merangsang sekresi hormon insulin oleh sel

pankreas, contohnya ragi Saccaromyces sp, Phelinus linteus, Allium

sativum, Gymnema sylvestra, Panax gingseng, dan Eleutherococcus

senticosus. Namun bukti yang jelas mengenai mekanisme tersebut pada

EADB belum ada. Meski demikian, tidak tertutup kemungkinan EADB

mampu merangsang sel untuk meningkatkan sekresi hormon insulin.

Untuk membuktikan mekanisme tersebut, perlu dilakukan pengamatan

mikroskopis sel pankreas dan pengukuran kadar hormon insulin pada

interval waktu tertentu setelah pemberian EADB.67

iv. Meningkatkan afinitas hormon insulin terhadap reseptornya

Ciglitazon adalah OAD yang mampu meningkatkan afinitas dan

sensitivitas hormon insulin terhadap reseptornya. Mengenai mekanisme

86
ini, Liu et al. membuktikan dengan mengkombinasikan perlakuan ekstrak

daun bungur dengan hormon insulin. Hasil penelitiannya menunjukkan

bahwa ada ataupun tidak ada hormon insulin, ekstrak daun bungur tetap

mampu meningkatkan kecepatan transport glukosa. Hal ini menunjukkan

bahwa tidak ada hubungan yang sinergis ataupun antagonis antara hormon

insulin dengan ekstrak daun bungur. 67

v. Meningkatkan ekspresi gen peroxisome proliferator-activated

receptor- / PPAR

Gen PPAR (Peroxisome Proliferator-Activated Receptor-) adalah

faktor gen yang mengatur ekspresi protein transporter GLUT-4, membantu

mengatur metabolism lemak, dan merangsang adipogenesis. Ekspresi gen

ini dapat ditingkatkan oleh obat anti diabetik thiazolidinediones (TZD).

TZD memiliki efek hipoglikemik jangka panjang (munculnya lambat),

sedangkan EADB menunjukkan efek jangka pendek yaitu 2 jam setelah

perlakuan. Dengan demikian, diketahui bahwa EADB dapat meningkatkan

ekspresi gen PPAR lebih cepat daripada TZD.67

vi. Meningkatkan aktivitas enzim heksokinase

Cassia auriculata adalah tanaman obat anti-diabetik yang dapat

meningkatkan aktivitas enzim heksokinase. Enzim ini berperan dalam

penggunaan glukosa (glucose utilization), dengan mengubah glukosa

menjadi glukosa-fosfat dalam proses glikogenesis. Mekanisme ini belum

dibuktikan pada EADB, sehingga perlu penelitian yang mengukur kadar

enzim heksokinase setelah perlakuan EADB.67

87
b. Cinnamomum burmanii

Cinnamon (kayu manis) adalah pohon cemara kecil, dengan tinggi 10-15

meter atau 32,849,2 kaki, family Lauraceae. Tanaman ini tersebar di Asia

Tenggara dan banyak terdapat di Indonesia. Cinnamon memiliki warna kehijauan,

buahnya berwarna ungu berry dengan panjang satu sentimeter yang berisi satu

biji. Memiliki aroma karena cinnamon adalah minyak esensial aromatik yang

komposisinya 0,5 sampai 1%. 68

Kandungan kimia di cinnamon adalah minyak esensial, senyawa resin,

asam sinamat, cinnamaldehyde, dan sinamat. Minyak esensial seperti trans-

cinnamaldehyde, oksida caryophyllene, L-borneol, L-bornyl asetate, eugenol, b-

caryophyllene, E-nerolidol, dan cinnamyl asetate dilaporkan oleh Tung et al. juga

terdapat beberapa konstituen lain, seperti Terpinolene, -terpineol, -Cubebene,

dan -Thujene1. Singh et al. melaporkan bahwa rasa pedas dan aroma berasal dari

cinnamaldehyde oleh karena penyerapan oksigen dalam jangka waktu yang lama,

sedangkan warna yang menggelapkan dan mengembangkan cinnamon diakibatkan

karena senyawa resin.69, 70

Senyawa bioaktif dari cinnamon antara lain flavonoid, terpene, kumarin,

dan alkaloid. Flavonoids adalah senyawa polifenol yang bersifat antioksidan

menghasilkan rasa buah-buahan / sayuran serta pigmen merah / biru tanaman, dan

telah digunakan dalam studi taksonomi angiosperma. Terpene bertanggung jawab

atas aroma minyak esensial yang terdiri dari isoprena yang memiliki satu unit

monoterpene dan dua unit isoprena. Coumarin paling banyak terdapat di rumput

dan telah ditemukan banyak aktivitasnya termasuk antimikroba, antivirus,

antitrombotik, dan sifat anti-inflamasi. Alkaloid adalah senyawa yang terdiri dari

88
cincin heterosiklik dengan atom nitrogen, contohnya kafein, morfin, dan

nikotin.69,70

Cinnamon merupakan rempah-rempah tua dan populer yang digunakan

secara luas untuk meningkatkan rasa pada makanan dan minuman, memiliki efek

positif pada pengobatan diabetes karena bersifat seperti insulin. Beberapa uji

klinis melaporkan bahwa cinnamon dapat mengurangi kadar gula darah sampai

30% yaitu dengan cara meningkatkan penyerapan glukosa. Di mana hal ini dapat

meningkatkan sensitivitas insulin. Cinnamon meningkatkan penyerapan glukosa

dengan cara mengaktifkan reseptor insulin kinase, autofosforilasi reseptor insulin,


68-70
dan aktivitas glikogen sintase.

Cinnamon digunakan secara oral untuk kondisi medis lainnya seperti diare,

dismenore, dan pencegahan mual, atau topikal dalam bentuk seperti semprotan

hidung dan pasta gigi. Cinnamon memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi,

karena memiliki kandungan polifenol yang tinggi. Kandungan polifenol ini

bekerja sebagai antioksidan dengan cara menghambat enzim 5-lipoxygenase.

Berbagai data menunjukkan asupan 500mg per hari selama 3 bulan dapat

menurunkan stres oksidatif dan menurunkan kadar gula darah puasa. Minyak

esensial dari cinnamon juga memiliki sifat antimikroba yang membantu dalam

pelestarian makanan tertentu. Cinnamon telah dilaporkan memiliki efek

farmakologis yang luar biasa dalam pengobatan DM tipe 2. 68

Ekstrak cinnamon memiliki efek yang dapat dijelaskan menurut biokimia/

perubahan fisiologis resistensi terhadap insulin, sistem enzim dari metabolisme

karbohidrat, transport glukosa melalui sel membran dan reseptornya. Efek

hipoglikemia dari cinnamon disebabkan oleh Metil Hidroksi Chalcone Polimer

89
(MHCP). Penelitian lain menunjukkan cinnamon dapat mencegah perkembangan

resistensi insulin dengan meningkatkan sinyal insulin dan melalui oksida nitrat

dalam jalur otot rangka. Kelompok peneliti menemukan bahwa asam fenolik,

komponen utama dari ekstrak cinnamon dapat menurunkan kadar glukosa darah

dengan meningkatkan transport glukosa.68,69

Mekanisme efek cinnamon pada glukosa darah dan lipid sudah terbukti.

Seperti yang telah diketahui, gejala resistensi insulin antara lain penurunan

sintesis glikogen otot, gangguan aktivitas glikogen sintase, dan menurunnya

penyerapan glukosa. Selain itu, perubahan kegiatan enzimatik, seperti peningkatan

aktivitas fosforilasi fosfatase dan seryl pada Insulin Receptor Substrate (IRS) oleh

glikogen sintase kinase-3 (GSK-3), juga telah terbukti terlibat dalam beberapa

kasus DM tipe 2. Defosforilasi reseptor subunit dikaitkan dengan penonaktifan

aktivitas kinase tersebut yang berhubungan dengan penurunan sinyal insulin.

Sehingga, fosforilasi yang maksimal dari reseptor insulin dikaitkan dengan

peningkatan sensitivitas insulin, yang berhubungan dengan peningkatan kadar

glukosa dan lipid. 68,69

Ekstrak cinnamon memaksimalkan kerja reseptor insulin dengan cara

mengaktifkan glikogen sintase, meningkatkan penyerapan glukosa, menghambat

glikogen sintase kinase-3, mengaktifkan insulin kinase reseptor, dan

menghambat defosforilasi reseptor insulin. Semua efek ini akan menyebabkan

sensitivitas insulin meningkat. Hal ini juga menunjukkan bahwa ekstrak cinnamon

dapat berfungsi sebagai antioksidan ampuh, yang merupakan tambahan manfaat

kesehatan dari zat ini. Karena kedaan hiperglikemia dapat menginduksi

pembentukan ROS/RNS yang meningkatkan stres oksidatif, maka peningkatkan

90
sensitivitas insulin oleh ekstrak cinnamon dapat memberikan manfaat antioksidan.

Dhuley menunjukkan cinnamon memiliki aktivitas antioksidan pada tikus yang

diberi diit tinggi lemak.71,72

Akilen dan rekannya menyatakan bahwa, polimer Methylhydroxychalcone

(MHCP) merangsang reseptor insulin substrat Phosphoinositide 3-kinase yang

dapat meningkatkan penyerapan glukosa dan menurunkan aktivitas glikogen

sintase kinase-3 yang terlibat dalam fosforilasi dan inaktivasi sintesis

glikogen.71,72

Penurunan kadar glukosa karena efek dari cinnamon telah ditunjukkan

pada studi secara in vitro maupun secara in vivo melalui peningkatan sensitivitas

insulin dan insulin signaling dengan meningkatkan aktivitas fosforilasi tirosin dan

mengurangi inaktivasi insulin yang dimediasi oleh reseptor phosphatase.

Dilaporkan bahwa ekstrak cinnamon dan kandungan polifenol cinnamon

merangsang insulin pada jalur transduksi melalui dua cara yang berbeda. Pertama,

dengan meningkatkan reseptor insulin protein yang terlibat dalam substrat

aktivasi reseptor insulin. Kedua, dengan meningkatkan protein transporter glukosa

4 (GLUT-4) yang terlibat dalam transportasi glukosa insulin. Hal ini menyatakan

bahwa rendahnya aktivitas GLUT-4 menghasilkan resistensi insulin karena

menghambat reseptor insulin tirosin pada fosforilasi substrat. Dengan demikian,

kandungan polifenol cinnamon mengurangi resistensi insulin dengan cara

meningkatkan protein GLUT-4. Peningkatan protein GLUT-4 meningkatkan

penyerapan glukosa di jaringan adiposa dan otot rangka. 71,72

Pemberian oral cinnamaldehyde menghasilkan efek antihiperglikemik

yang signifikan, menurunkan kolesterol total, dan menurunkan trigliserida.

91
Penelitian ini mengungkapkan potensi cinnamaldehyde untuk digunakan sebagai

agen alami, yang memiliki dua efek yaitu hipoglikemik dan hipolipidemik.

Ekstrak cinnamon dan polifenol dengan procyanidin polimer tipe-A berpotensi

untuk menurunkan jumlah TTP (Trombotic Thrombocytopenic Purpura), Insulin

Resistance, dan meningkatkan GLUT-4 (Glukosa Transporter-4) di 3T3-L1

Adipocytes.68-72

3. Mekanisme Kerja DLBS-3233

DLBS-3233 adalah hasil kombinasi 2 herbal asli Indonesia yang telah

terbukti memberikan efek klinis kontrol glukosa darah. Proses pembuatan DLBS-

3233 adalah dengan cara mengambil target gen atau target protein dari bahan aktif.

Target gen atau target protein ini akan mengalami serangkaian proses TCEBS

(Tandem Chemistry Expression Bioassay System), sehingga didapatkan DLBS-

3233. Kombinasi dari kedua jenis bahan ini menghasilkan efek sinergis dalam

hal kontrol gula darah. Studi pra klinis menunjukkan bahwa DLBS-3233

mempunyai kemampuan untuk menurunkan kadar gula darah melalui 1) aktivitas

peningkatan ekspresi PI3 Kinase, Akt, GLUT-4, PPAR-, dan PPAR- pada

mRNA yang diteliti di sel preadiposit tikus 3T3 Swiss Albino, 2) menurunkan

ekspresi gen resistin, dan 3 ) meningkatkan GLUT-4 serta adiponektin pada

mRNA. Studi toksisitas akut, subkronik, dan teratogenik juga telah dilakukan

untuk mengetahui keamanan dari bioactive fraction ini.9, 11, 73

Pengaruh berbagai konsentrasi DLBS-3233 pada penyerapan glukosa,

sekresi insulin dan adiponektin jalur sinyal di pre-adiposit tikus 3T3 Swiss Albino

diperiksa dalam studi pra klinis. Hasil studi menunjukkan bahwa DLBS-3233

92
terbukti mampu:8, 9

1. Meningkatkan ekspresi gen PPAR-

2. Meningkatkan PI3 kinase

3. Meningkatkan Akt

4. Menginduksi ekspresi GLUT-4, yang berhubungan dengan jalur

transduksi sinyal insulin dan resistensi insulin pada tingkat mRNA di pre-

adiposit tikus 3T3 Swiss Albino (Gambar 19).

Efek DLBS-3233 berperan dalam berbagai konsentrasi seperti glucose

uptake, sekresi adiponektin dan insulin signaling pathway pada tikus 3T3

Swiss Albino. Komponen DLBS- 3233 yang larut dalam air mempunyai efek

pada ekspresi gen PPAR- (Peroxisome Proliferator-Activated Receptor

Gamma), PI3 Kinase (Phosphatidylinositol-3kinase), Akt dan GLUT-4 (Glucose

Transporter 4) yang berhubungan dengan Insulin signal transduction pathway

PPAR- dan resistensi insulin pada tingkat mRNA pre-adiposit tikus 3T3

Swiss Albino. PPAR- adalah bagian dari golongan reseptor hormon

superfamily yang mengatur metabolisme lipid dengan cara menginduksi aktivitas

ekspresi dari enzim-enzim yang penting. Keadaan ini terutama melibatkan

adipogenesis dan GLUT-4 yang memediasi transport glukosa yang diinduksi oleh

insulin. DLBS-3233 yang berfungsi dalam menginduksi ambilan glukosa yang

telah diperiksa melalui gen, sehingga akan memperbaiki insulin signaling

pathway. Efek DLBS-3233 menginduksi ekspresi gen PPAR- pada tingkat

mRNA dibandingkan dengan pioglitazon dan glimepiride. Secara invitro DLBS-

3233 juga meningkatkan P13-kinase yang berperan dalam mediasi aksi insulin

pada seluruh jalur signal transduksi insulin. DLBS- 3233 juga dapat

93
menginduksi ekpresi gen Akt dan translokasi GLUT-4 menuju membran sel.

Berikut ini adalah penjelasan hasil studi tentang kemampuan DLBS-3233, antara

lain:8-9

i. DLBS-3233 meningkatkan ekspresi gen Peroxisome Proliferator-

activated Receptors Gamma (PPAR-)

Peroxisome Proliferator-activated Receptors Gamma (PPAR-)

adalah anggota dari superfamili reseptor hormon nuklir, yang membantu

mengatur metabolisme lemak dengan mengaktifkan ekspresi enzim

utama. PPAR- terutama terlibat dalam adipogenesis dan glucose

transporter-4 (GLUT-4) yang menjadi perantara untuk transpor glukosa


8,9
oleh insulin.

Dalam suatu studi, kemampuan DLBS-3233 untuk merangsang

penyerapan glukosa diperiksa oleh gen yang meningkatkan jalur sinyal

insulin. Pengaruh DLBS- 3233 pada induksi ekspresi PPAR- (mRNA

level) dibandingkan dengan pioglitazone dan glimepiride.8,9

Konsentrasi DLBS-3233 yang menstimulasi peningkatan terbesar

pada ekspresi PPAR- adalah 5g/ml. Konsentrasi ini meningkatkan

ekspresi PPAR- sebanyak 1,8 kali lebih besar dari sel kontrol. Di sisi lain,

pemberian pioglitazone (0,02 M) ke dalam sel tikus 3T3 Swiss Albino

meningkatkan ekspresi PPAR- hanya 1,5 kali lebih besar dibandingkan

sel kontrol, sedangkan Glimepiride (0,02 M) tidak terpengaruh. Hasil ini

menunjukkan bahwa DLBS-3233 mengandung senyawa aktif yang dapat

bertindak sebagai ligan untuk PPAR- secara langsung. Dengan kata lain,

94
DLBS- 3233 dapat mengatur ekspresi PPAR- baik secara langsung

maupun tidak langsung.8, 9

ii. DLBS-3233 meningkatkan ekspresi gen PI3-kinase

Phosphatidylinositol3-kinase (PI3-kinase) memiliki peran penting

dalam mediasi aksi biologi insulin melalui IRS-1 studi pra klinis DLBS-

3233 mengukur aktivasi PI3 kinase sebagai aktivator insulin dalam jalur

transduksi sinyal insulin. Dalam studi ini, konsentrasi DLBS-3233 yang

dapat menstimulasi ekspresi PI3-kinase tertinggi pada sel 3T3 adalah 5

g/ml. Konsentrasi tersebut meningkatkan ekspresi PI3-kinase 1,7 kali

lebih besar dari sel kontrol. Peningkatan tersebut bahkan lebih besar

daripada yang ditunjukkan oleh 0,02 M pioglitazone (1,25 kali kontrol).

Hasil ini menunjukkan peran DLBS- 3233 dalam mengaktifkan reseptor

insulin dan tirosin kinase.8,11

iii. DLBS-3233 meningkatkan ekspresi gen protein kinase B

Protein kinase B (PKB) yang juga disebut Akt, adalah anggota

dari famili serine/threonine spesifik protein kinase. Ada 3 gen dalam

keluarga Akt, yaitu Akt1, Akt2, dan Akt3. Akt2 merupakan molekul

sinyal penting dalam jalur sinyal insulin, yang diperlukan untuk

translokasi Glucose Transporter 4 (GLUT-4) yang diinduksi oleh insulin

ke membran plasma. Dalam studi ini, diteliti pengaruh DLBS-3233

terhadap induksi ekspresi Akt (pada tingkat mRNA) dibandingkan dengan

pioglitazone. Konsentrasi DLBS- 3233 yang menstimulasi peningkatan

ekspresi Akt terbesar pada sel 3T3 adalah 5g/ml. Konsentrasi tersebut

meningkatkan ekspresi Akt 1,5 kali lebih besar dari sel kontrol. Jumlah ini

95
sedikit lebih besar dibandingkan pioglitazone (0,02 uM), yang

meningkatkan ekspresi Akt 1,4 kali sel kontrol.8,9

iv. DLBS-3233 menginduksi ekspresi gen Trasporter glukosa 4/GLUT-4 (di

tingkat mRNA)

Aktivitas DLBS-3233 sebagai stimulan untuk transportasi

glukosa, dimulai dengan menganalisa ekspresi gen GLUT-4 di tingkat

mRNA. Konsentrasi DLBS- 3233 yang menstimulasi ekspresi GLUT-4

tertinggi adalah 5g/ml. Konsentrasi tersebut meningkatkan ekspresi

GLUT-4 1,9 kali lipat lebih besar dari sel kontrol. Hasil ini menunjukkan

bahwa DLBS- 3233 dapat meningkatkan ekspresi GLUT-4 secara

signifikan, yang berarti meningkatkan penyerapan glukosa ke dalam sel.

Dalam konsentrasi 5g/ml, DLBS-3233 dapat menginduksi ekspresi

GLUT-4 sampai 2 kali lipat dibandingkan kontrol, melebihi pioglitazone

(1,25 kali lipat) dan insulin (1,35 kali lipat).8, 9 Berikut skema mekanisme

kerja DLBS-3233 (Gambar 19).

96
Gambar 20. Disfungsi adiposit berakibat terhadap kejadian resistensi insuln
Disfungsi dari adiposit akan mengakibatkan resistensi insulin yang dapat menurunkan
pengambilan glukosa oleh GLUT-4, menghambat glukoneogenesis dan memengaruhi DNA

INSULIN RECEPTOR BINDING AFTERNITY

TNF : FFA - PKC AND TYROSIN PHOSPORYLATION


PKC SERINE INSULIN RESISTANCE
PHOSPORYLATION ( I.R.)

DLBS-3233
(INSULIN SENSITIZER)

GLUT-4 SYNTHESIS PPAR dan UP


AND TRANSLOCATION REGULATOR: GLUT-4
FROM NUMBER SYNTHESIS,
CYTOPLASM TO CELL TRANSLOCATION
MEMBRANE

Gambar 21. Mekanisme kerja DLBS-3233 (1)74


Meningkatkan fosforilasi pada reseptor insulin yang tepat, yaitu tyrosine, sehingga terjadi
penurunan resistensi insulin. DLBS- 3233 1 ) meningkatkan fosforilasi tirosin IRS
respon seluler sensitivitas insulin meningkat penurunan resistensi insulin. 2) meningkatkan
translokasi dan sintesa GLUT-4 dari sitoplasmanya menuju membran sel. Up regulator PPAR
- dan PPAR-, sehingga 3) meningkatkan sintesa, jumlah dan translokasi GLUT-4 yang baru.
Menurunkan kadar TNF, sehingga terjadi penurunan FFA penurunan translokasi dari
PKC- dan PKC- penurunan fosforilasi serinee produksi ROS menurun resistensi
insulin menurun. DLBS-3233 4) meningkatkan ekspresi gen dari PPAR- & PPAR- dimana
terjadi peningkatan sintesis GLUT-4, dan meningkatnya jumlah PPAR-, yang distimulasi oleh
aktivitas GLUT-4.

4. Farmakologi DLBS-3233

Farmakodinamik dari DLBS-3233 yang dilakukan pada hewan percobaan

terbukti bermanfaat dalam menurunkan kadar glukosa darah sewaktu, glukosa

darah puasa, dan glukosa darah post prandial. Selain itu DLBS-3233 juga dapat

memperbaiki dengan cara meningkatkan gen ekspresi ligand PPAR- . DLBS-

3233 memperbaiki resistensi insulin, melalui beberapa mekanisme kerja.8,66,74

1. Meningkatkan fosforilasi pada reseptor insulin yang tepat, yaitu tyrosine,

sehingga terjadi penurunan resistensi insulin. DLBS- 3233 meningkatkan

97
fosforilasi tirosin merangsang IRS mengaktifkan respon seluler

meningkatkan sensitivitas insulin penurunan resistensi insulin.

2. Meningkatkan translokasi dan sintesa GLUT-4 dari sitoplasmanya menuju

membran sel.

3. Up regulator PPAR- dan PPAR-, sehingga meningkatkan sintesa, jumlah

dan translokasi GLUT-4 yang baru.

4. Menurunkan kadar TNF, sehingga terjadi penurunan FFA

penurunan translokasi dari PKC- dan PKC- penurunan fosforilasi

serine produksi ROS menurun resistensi insulin menurun.

5. DLBS-3233 meningkatkan ekspresi gen dari PPAR- & PPAR- dimana

terjadi peningkatan sintesis GLUT-4, dan meningkatkan jumlah PPAR-,

yang distimulasi oleh aktivitas GLUT-4.

Gambar 22. Mekanisme kerja DLBS-3233 (2)


DLBS-3233. 1) meningkatkan fosforilasi tirosin IRS respon seluler sensitivitas
insulin meningkat penurunan resistensi insulin. 2) Meningkatkan translokasi dan
sintesa GLUT-4 dari sitoplasmanya menuju membran sel. 3) Up regulator PPAR- dan
PPAR-, sehingga meningkatkan sintesa, jumlah dan translokasi GLUT-4 yang baru. 4)
Menurunkan kadar TNF, sehingga terjadi penurunan FFA penurunan
translokasi dari PKC- dan PKC- penurunan fosforilasi serine produksi
ROS menurun resistensi insulin menurun. 5) DLBS-3233 meningkatkan ekspresi gen
dari PPAR- & PPAR- dimana terjadi peningkatan sintesis GLUT-4, dan
meningkatkan jumlah PPAR-, yang distimulasi oleh aktivitas GLUT-4.8,66,74

98
5. Hubungan DLBS-3233 dengan SOD

Resistensi insulin pada DM tipe 2 merupakan defek atau kelainan yang

bersifat genetik, dimana jaringan tubuh tidak memberikan respons yang

seharusnya terhadap insulin yang ada. Hal tersebut utamanya tidak disebabkan

karena kurangnya reseptor insulin pada sel secara kuantitas, tapi lebih disebabkan

adanya gangguan pada post reseptor. Gangguan tersebut berupa pembentukan

(sintesis) dan juga translokasi dari GLUT, suatu faktor yang penting bagi

pemindahan glukosa dari darah kedalam sel untuk selanjutnya di metabolisme. 75

Pada DM tipe 2, proses ini mengalami hambatan yaitu tidak pekanya

jaringan terhadap insulin. Hambatan utama adalah pada tahap 2, yakni pada tahap

pembentukan, pengaktifan, serta penempatan (translokasi) dari GLUT. Pada tahap

ini terdapat peran penting dari PPARs, yang tidak mengalami aktivasi pada DM

tipe 2 terutama PPAR. PPAR merupakan nuclear receptor yang bila teraktivasi

akan berfungsi dalam proses transkripsi dan juga translokasi GLUT. Dampak

lebih jauh dari inaktivasi PPAR, tidak hanya pada tidak optimalnya fungsi GLUT

sehingga muncul hiperglikemia, tapi juga berdampak negatif pada metabolisme

lipid. Secara normal, PPAR berperan tidak hanya dalam proses glikolisis,

glukoneogenesis, dan glikogenesis, tapi juga dalam proses fatty acid uptake,

lipogenesis, dan diferensiasi sel lemak. Inaktivasi PPAR memicu proses lipolisis

dan ekspresi sitokin inflamasi. Secara klinis, gangguan pada metabolisme

karbohidrat dan lipid ini menyebabkan berbagai kelainan diantaranya masalah

kardiometabolik. Pada dasarnya semua kerusakan jaringan pada DM tipe 2

berawal dari glucotoxicity dan lipotoxicity, erat kaitannya dengan resistensi

insulin. 75
99
Tahap 2 (post signaling) dari proses utilisasi glukosa dalam sel merupakan

proses setelah terjadi ikatan antara insulin dengan reseptor pada membran (IRS1

dan IRS2). Fase pertengahan ini merupakan suatu proses yang melibatkan banyak

senyawa protein dalam bentuk enzim, yang tujuan akhirnya adalah translokasi dan

kemudian aktivasi terhadap GLUT-4, suatu alat transportasi glukosa dari luar ke

dalam sel. Pada tingkat molekuler, resistensi insulin dapat disebabkan oleh defek

pada berbagai sistem enzim seperti PI3-kinase dan PKC (Gambar 22). 75

Hiperglikemia berpengaruh pada IRS yang menghalangi sintesis maupun

translokasi GLUT-4. Aktivasi PKC berperan dalam meningkatkan fosforilasi dari

serine dan menurunkan aktivitas reseptor insulin dan juga IRS-1. Hiperglikemia

juga memberi peluang bagi peningkatan glucosamine pathway sehingga

meningkatkan resistensi insulin. Hiperglikemia ini dapat menyebabkan produksi

Reactive Oxygen Species (ROS) atau radikal bebas yang berlebihan dan akan

memicu terjadinya stres oksidatif, yaitu suatu keadaan dimana jumlah radikal

bebas yang diproduksi melebihi kapasitas tubuh untuk menangkalnya. Dengan

adanya paparan stres oksidatif, enzim Superokida Dismutase (SOD) sebagai

antioksidan endogen akan meningkat aktivitasnya untuk meredam stres oksidatif

yaitu dengan mengubah anion superoksida (O2-) menjadi hidrogen peroksida

(H2O2) dan oksigen (O2), sehingga dapat melindungi sel pankreas.75

Peningkatan radikal bebas dapat memperlemah tekanan vaskular pada

diabetes, sehingga menyebabkan kadar gula darah semakin tidak terkendali. Selain

peningkatan kadar glukosa plasma, asam lemak bebas yang tinggi dalam serum

juga berkaitan dengan resistensi insulin. Obesitas dapat menyebabkan peningkatan

resistensi insulin melalui jalur gangguan pada aktivitas insulin reseptor kinase. 75

100
Gambar 23. Hubungan resistensi insulin dengan translokasi GLUT-4
Resistensi insulin menyebabkan terjadinya keadaan hiperglikemia yang berpengaruh pada IRS,
yang kemudian menghalangi sintesis dan translokasi GLUT-4. Hiperglikemia ini juga
meningkatkan produksi ROS yang mengaktifkan jalur proinflamasi (MAPK)75

Superoksida akan menghambat proses glikolisis dengan menurunkan enzim

GADPH (Glyceraldehyde-3 phosphate dehydrogenase) sehingga terjadi

glucolipotoxicity (Gambar 23). Kadar glukosa yang tinggi dalam sel, produksi

superoksida mitokondria berlebihan yang merusak DNA dan teraktivasinya PARP

merupakan urutan proses yang menghambat enzim GADPH.

Glucolipotoxicity

Gambar 24. Peningkatan superoksida mengakibatkan glucolipotoxicy


Peningkatan superoksida dapat menyebabkan kerusakan DNA, mengaktifkan jalur signal stres
seluler (polyol, hexosamine, DAG/PKC, AGES) yang memicu terjadinya kerusakan
mikrovaskular. Superoksida juga meningkatkan UCP2 dan menurunkan ATP/ADP yang kemudian
menurunkan sekresi insulin 75

101
Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Sait Celik et al, didapatkan

hipotesis adanya penurunan aktivitas enzim antioksidan yang disebabkan oleh

terganggunya fungsi enzim SOD karena kondisi hiperglikemi. Hal ini

dimungkinkan oleh teori yang beranggapan bahwa hiperglikemi mencetuskan

glikasi non enzimatik terhadap antioksidan SOD, sehingga aktivitasnya akan

berkurang.57 Menurut Michiels, hidrogen peroksida sebagai radikal bebas juga

akan merusak enzim antioksidan seperti SOD.58 Pavlovi dalam penelitiannya

menyebutkan bahwa dengan membaiknya sensitivitas terhadap insulin dan

sekresi insulin yang meningkat, akan mencegah glikasi non enzimatik terhadap

SOD, sehingga diharapkan aktivitas SOD tersebut akan meningkat.59 Dari ketiga

penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan pemberian DLBS-3233

yang bertujuan memperbaiki kondisi hiperglikemi dan memperbaiki

sensitivitas insulin, diharapkan aktivitas SOD pada penderita DM yang diberi

DLBS- 3233 akan meningkat.57-59 Dengan menurunkan kadar glukosa darah

oleh kerja DLBS- 3233, diharapkan glikasi tersebut tidak terjadi dan aktivitas

enzim SOD dapat meningkat.

Dalam penelitiannya, Adachi berhipotesis bahwa kenaikan EC SOD

kemungkinan diakibatkan oleh penurunan TNF-, dimana TNF- menghambat

ekspresi antioksidan tersebut. Dengan pemberian pioglitazon, kadar glukosa

darah akan membaik, stres oksidatif seperti TNF- yang diinduksi hiperglikemi

akan menurun dan semuanya itu akan memperbaiki aktivitas SOD.60

102
DLBS- TNF
3233

FFA ROS PKC- Fosforilasi serine


PKC- Fosforilasi tyrosine

SOD

Hiperglikemi Resistensi Insulin

Gambar 25. Mekanisme DLBS-3233 meningkatkan aktivitas enzim SOD. 57-60


DLBS-3233 menurunkan TNF-, yang mengakibatkan penurunan FFA, ROS, PKC-, dan PKC-,
fosforilasi serin dan meningkatkan fosforilasi tirosin. Hal ini menurunkan resistensi insulin yang
kemudian mengakibatkan menurunnya hiperglikemi. Keadaan ini dapat meningkatkan aktivitas
SOD yang pada akhirnya menurunkan ROS

6. Uji klinis fase 3

Penelitian pada manusia telah dilakukan, yaitu uji preklinik tahap I, II dan III

untuk menilai efektifitas pengobatan diabetes dengan beberapa parameter

metabolik. Pada tahun 2010, Ketut Suastika dkk, melaporkan hasil signifikan

perbaikan kontrol glikemik pada nave type 2 diabetes. Penelitian di Surabaya

tahun 2012-2013 dengan pemberian DLBS 3233 sebagai terapi tambahan (add-on

therapy) pada pasien diabetes yang telah mendapat terapi OHO sebelumnya

menunjukkan hasil signifikan dalam memperbaiki kontrol glikemik, profil lipid,

dan meningkatkan kadar adiponektin.10 Penelitian di Padang tahun 2014 oleh

Asman dkk, pada penderita prediabetes didapatkan DLBS 3233 dapat

menurunkan gula darah sewaktu dan gula darah post prandial secara bermakna.75

103
7. Efek samping

Tidak didapatkan laporan terjadinya efek samping pada dosis yang

disarankan. Penelitian toksisitas Inlacin pada tikus bisa dianggap tidak

mempunyai efek toksik akut maupun sub kronik, juga tidak mempunyai efek

teratogenik pada kehamilan. Peringatan dan perhatian:73

1. Hanya untuk penderita diabetes yang telah ditetapkan oleh dokter yang

boleh mengkonsumsi obat tersebut.

2. Selama penggunaan konsultasikan pada dokter secara berkala.

104
BAB III

KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

2.5 Kerangka Teori

Pada keadaan hiperglikemia dan resistensi insulin terjadi peningkatan ROS

(radikal bebas) sehingga dibutuhkan SOD (antioksidan) yang akan

mempertahankan sel dari paparan radikal bebas tersebut. Penelitian terdahulu

menduga kondisi hiperglikemi menghambat kapasitas antioksidan. Sementara itu,

resistensi insulin dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain sindroma

metabolik yang disebabkan oleh obesitas sentral dan dislipidemi. Keadaan ini

akan menyebabkan peningkatan asam lemak bebas yang meningkatkan radikal

bebas sehingga memacu peningkatan status stres oksidatif.

Pemberian DLBS-3233 diketahui dapat memperbaiki keadaan resistensi

insulin melalui berbagai mekanisme salah satunya dengan menghambat TNF

sehingga terjadi penurunan asam lemak bebas dan resistensi insulin dapat

diperbaiki. Dengan diperbaikinya resistensi insulin, kondisi hiperglikemi juga

akan membaik sehingga aktivitas SOD akan meningkat. Mekanisme DLBS-3233

meningkatkan aktivitas SOD dalam memperbaiki resistensi insulin digambarkan

pada bagan di bawah ini.

105
Gambar 26. Kerangka Teori

106
B. Kerangka Konsep

Penelitian ini mencari pengaruh DLBS-3233 terhadap aktivitas SOD.

Adanya faktor-faktor seperti obesitas sentral, dislipidemi, status diit, status

olahraga, usia, dan jenis kelamin akan memengaruhi hasil penelitian ini.

Gambar 27. Kerangka Konsep

C. Hipotesis

1. Mayor

DLBS-3233 mempengaruhi aktivitas SOD pada pasien diabetes mellitus

tipe 2 baru.

2. Minor

DLBS-3233 meningkatkan aktivitas SOD secara bermakna pada pasien

diabetes mellitus tipe 2 baru.

107
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Ilmu Penyakit Dalam, khususnya bidang endokrinologi.

2.6 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada periode 30 Mei 2014 - 17 Agustus 2014 di

Kecamatan Kedungwuni Desa Pekajangan dan Ambokembang, Kabupaten

Pekalongan, Jawa Tengah.

C. Desain Penelitian dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimental double blind randomized

controlled trial dengan rancangan parallel group pre dan post test design.

Peneliti melakukan perlakuan/tindakan pada subyek (DM tipe 2 baru)

yang diteliti dengan memberikan DLBS-3233 selama 3 bulan dan dihitung

aktivitas SOD serum sebelum dan sesudah diberikan perlakuan

dibandingkan dengan kontrol subyek (DM tipe 2 baru) yang diberikan

plasebo.

Kelompok perlakuan (DLBS-3233) dan kelompok kontrol (Edukasi

gaya hidup), akan dievaluasi pada awal minggu ke-0, dan minggu ke-12,

meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik, laboratorium, EKG, status diit

dengan Semi Food Frequency Questioner, serta pemantauan efek samping

pengobatan.
108
Kelompok Perlakuan

Kunjungan ke Kunjungan ke
Subjek R 1 hari ke-0 3 minggu ke
penelitian 12

Kelompok Plasebo

Gambar 28. Desain Penelitian dan Perancangan Penelitian

Keterangan:

R = Randomisasi

K = Kelompok kontrol: Edukasi gaya hidup + plasebo 12 minggu

P = Kelompok perlakuan: Edukasi gaya hidup + DLBS 3233 12 minggu

D. Populasi Studi dan Sampel

1. Populasi Target

Semua penderita DM tipe 2 baru

2. Populasi Terjangkau

Semua penderita DM tipe 2 baru di Kecamatan Kedungwuni Desa

Pekajangan dan Ambokembang, Kabupaten Pekalongan, Jawa

Tengah.

3. Sampel Penelitian

Sampel penelitan adalah penderita DM tipe 2 baru di Kecamatan

Kedungwuni Desa Pekajangan dan Ambokembang, Kabupaten

Pekalongan, Jawa Tengah yang memenuhi kriteria inklusi dan

kriteria eksklusi yang ditetapkan

109
E. Kriteria Egibilitas

1. Kriteria Inklusi

a. Laki-laki dan perempuan yang berusia 18-60 tahun.

b. Body Mass Index (BMI) 18,5 kg/m2.

c. Penderita DM tipe 2 baru yang didefinisikan dengan gula darah puasa

126 mg/dl, gula darah 2 jam post prandial > 200 mg/dl atau A1c 6,5%

pada saat penjaringan/ skrining dan belum pernah mengkonsumsi obat

hipoglikemik.

d. FPG 183 mg/dl (A1c 8%)

e. Kadar Hemoglobin 10 g/dl.

f. Memiliki fungsi hati yang normal: ALT serum 2,5 kali nilai normal.

g. Memiliki fungsi ginjal yang normal: kreatinin serum <1,5 kali nilai

normal.

h. Subjek dapat berpartisipasi, berkomunikasi baik dengan peneliti dan

bersedia mentaati protokol penelitian

i. Subjek mampu dan bersedia mencatat semua kejadian yang tidak

diharapkan di buku catatan harian dan melaporkan kepada peneliti bila

ada sesuatu yang dianggap penting

j. Bersedia menandatangai lembar persetujuan mengikuti penelitian

(informed consent)

2. Kriteria Eksklusi

a. Perempuan hamil, menyusui, atau memiliki rencana untuk hamil dalam

rentang masa penelitian atau belum menggunakan alat kontrasepsi

mantap.
110
b. Subjek dengan gagal jantung kongestif simptomatik, Unstable Angina

Pectoris, aritmia jantung atau penyakit arteri iskemik simptomatik yang

membutuhkan terapi medis.

c. Subyek dengan hipertensi tidak terkontrol, sistolik > 160 mmHg dan atau

diastolik > 100 mmHg.

d. Riwayat penyakit ginjal dan atau hati.

e. Riwayat atau sedang mengalami kejadian klinis malignansi/ keganasan.

f. Mengalami penyakit eksaserbasi kronis, infeksi berat dan akut,

komplikasi infeksi saat skrining.

g. Sedang menggunakan pengobatan dengan kortikosteroid sistemik atau

pengobatan herbal (alternatif).

h. Berpartisipasi dalam uji klinis lain dalam waktu 30 hari sebelum skrining.

F. Besar Sampel

Besar sampel penelitian dihitung dengan rumus besar sampel tunggal untuk

estimasi proporsi suatu populasi, maka nilai Z dua arah adalah 1,96 dan Z

sebesar 0,842. Penghitungan besar sampel adalah :

Z = 1.96

| (Z + Z)* s | 2 Z = 0.842

n1 = n2 = 2* | ------------------------------ |

| (X1-X2) | s= 1.39

| (1.96 + 0.846)* s | 2 (Xa-X0) = 0.95

= 2* | ------------------------------ |

| (X1-X2) | X1 = 5.36

= 33.6162

34

111
G. Cara Pengambilan Sampel

Pemilihan subjek (sampel) penelitian dengan cara consecutive sampling,

yaitu berdasarkan kedatangan pasien di tempat pengambilan sampel di masing-

masing pos di wilayah Kecamatan Kedungwuni Desa Pekajangan dan

Ambokembang, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Pasien yang sesuai dengan

kriteria penelitian akan diminta persetujuannya untuk menjadi subyek penelitian.

H. Variabel Penelitian

Variabel terikat (dependent) : Aktivitas SOD

Variabel bebas (independent) : DLBS-3233

Variabel perancu (confounders) : Usia, jenis kelamin, status olahraga,

status diit, obesitas sentral, BMI

112
I. Definisi Operasional

Tabel 5. Definisi Operasional

No Definisi Operasional Cara Pengukuran Satuan Skala

Variabel Depedent/ Terikat

1 Aktivitas SOD K-Assay SOD Activity U/mg Rasio

Aktivitas SOD adalah aktivitas enzim Superoxide Dismutase yang terdapat di Kit dari Kamiya

serum yang merupakan antioksidan penting untuk mempertahankan sel terhadap (menggunakan metode

eksposur oksigen. NBT)

Cut-off aktivitas SOD pada pasien diabetes mellitus tipe 2: 144.0933.54 U/mg 6

Variabel Independent/ Bebas

2 DLBS-3233 mg Ordinal

Obat herbal fitofarmaka yang merupakan kombinasi Lagerstroemia speciosa dan

Cinnamomum burmanii produksi dari Dexa Laboratories of Biomolecular

Sciences dengan dosis 100 mg.

113
No Definisi Operasional Cara Pengukuran Satuan Skala

Variabel Perancu/ confounders

3 Usia2 Anamnesis dan KTP Tahun Rasio

Usia adalah jumlah tahun hidup subjek penelitian sejak lahir hingga saat data

diambil.

4 Jenis Kelamin Anamnesis, Penilaian Laki-laki Nominal

Jenis kelamin adalah pembagian jenis seksual yang ditentukan secara biologis Fisik, dan KTP Perempuan

dan anatomis

5 Status Olahraga Anamnesis Ordinal

Kategori buruk bila melakukan olahraga < 3 kali seminggu selama < 20 menit.

Kategori baik bila melakukan olahraga 3 kali seminggu selama 30 menit.

6 Status Diit Semi Food Frequency Kalori/hari Rasio

Dinyatakan dalam perhitungan rata-rata asupan kalori/hari dalam 1 bulan Questioner

114
No Definisi Operasional Cara Pengukuran Satuan Skala

7 Obesitas sentral Pasien berdiri tegak, ikat cm Rasio

Obesitas diukur dengan cara mengukur panjang lingkar pinggang (lp) pinggang dilepas, celana

Normal : dilonggarkan, tempatkan

perempuan < 80 cm, laki-laki < 90 cm pita meter melingkari

Obesitas sentral : perut pada pertengahan

perempuan 80 cm, laki-laki 90 cm (IDF) arcus costae sisi aksiler

dan SIAS

8 BMI/IMT Rumus IMT= Kg/m2 Rasio

Pengukuran body mass/ indeks massa tubuh untuk menentukan status obesitas Berat badan (kg) Tinggi

badan2 (m)

dua angka di belakang

koma

115
J. Alat dan Bahan

1. Alat/Instrumen Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini sudah tersedia di pos-pos

penelitian dan laboratorium sentral GAKI, meliputi: kuesioner untuk recall

diet, dan olahraga, timbangan berat badan, meteran, tensimeter, stetoskop,

dispossable syringe, kaliper, vaccumeter, box transporter, autoanalyzer.

2. Bahan

Pengambilan sampel dari darah vena superficialis responden untuk

dilakukan pemeriksaan gula darah jam ke-0 dan 2 jam setelah puasa.

Sebelumnya subyek penelitian berpuasa minimal 8 jam, sekaligus untuk

pemeriksaan aktivitas SOD serum baik sebelum dan sesudah pemberian

obat DLBS-3233.

116
K. Alur Penelitian

Penduduk Kecamatan Kedungwuni,


Kabupaten Pekalongan

DM Tipe 2 Baru

Peneliti menanyakan kesediaannya Data


mengikuti penelitian dan memenuhi tidak
Tidak
kriteria inklusi - eksklusi diambil

Ya

Randomisasi

Aktivitas SOD 1

Peneliti Peneliti
memberikan memberikan
DLBS-3233 Plasebo

DLBS-3233 100 mg peroral Plasebo 100 mg peroral 1x


1x sehari selama 12 minggu sehari selama 12 minggu

Di evaluasi (anamnesa, Di evaluasi (anamnesa,


pem. fisik, lab, EKG, pem. fisik, lab, EKG,
status diit, pemantauan status diit, pemantauan
ESO) ESO)

Aktivitas SOD 2

Analisis data & penyusunan laporan


penelitian
117
Gambar 29. Alur Penelitian
L. Teknik Pengumpulan Data

Data adalah berupa data primer yang diperoleh dari pengisian kuesioner

kepada dan oleh responden tentang recall diit dalam 3 hari pada awal penelitian

dan 3 hari sebelum penelitian berakhir, dan pencatatan aktivitas olahraga dalam 1

minggu pada awal dan akhir penelitian. Data primer lainnya didapatkan dari hasil

pemeriksaan sampel darah vena responden yang dilakukan pada awal dan akhir

penelitian.

M. Analisa Data

Data yang telah masuk akan dilakukan pengecekan kembali (editing),

kemudian pengkodean jawaban (coding, selanjutnya dibuat tabel berdasarkan

variabel (tabulating) dan terakhir dimasukkan dalam program komputer (entry)

menggunakan program SPSS for Window versi 16.0.

Data yang telah diambil berdasarkan kuesioner dan pemeriksaan

laboratorium akan dianalisis melalui 2 tahap, yaitu:

i. Tahap I, data akan dianalisis secara deskripsi, yaitu karakteristik

responden dan faktor risiko DM tipe 2.

ii. Tahap II, data akan dianalisis secara bivariat, yaitu untuk mengetahui

perbedaan efek DLBS-3233 terhadap status resistensi insulin dengan

mengukur aktivitas SOD serum, melalui:

a. Pengujian normalitas data uji Shapiro wilk pada masing-masing

kelompok (jika kedua variabel berdistribusi normal).

b. Pada sebelum dan sesudah perlakuan penelitian, dilakukan uji

berpasangan pada tiap kelompok yang ditujukan untuk menilai

aktivitas SOD serum.


118
c. Untuk menilai kenormalan data dilakukan uji one sampling

Kolmogrov-Smirnov. Jika didapatkan data dengan distribusi normal

maka dilakukan uji dengan non parametrik Mann-Whitney.

iii. Tahap III, data akan dianalisis secara multivariat, untuk mengetahui

besar pengaruh variabel perancu terhadap variabel terikat.

N. Etika Penelitian

Prosedur penelitian telah mendapat persetujuan dari komite Etik Penelitian

Kesehatan FK Undip/RSUP Dr. Kariadi Semarang sebelum dilakukan penelitian.

Pasien DM tipe 2 baru, calon subyek penelitian telah diberikan penjelasan tentang

tujuan, manfaat, serta prosedur penelitian.

Pasien berhak menolak untuk diikutsertakan dalam penelitian dan tetap

mendapat pengobatan dan perawatan sesuai dengan prosedur tetap pengelolaan

kondisi pasien. Pasien yang bersedia untuk diikutsertakan dalam penelitian telah

diminta persetujuannya dengan informed consent tertulis. Identitas subyek

penelitian dijamin kerahasiaannya. Seluruh biaya yang berhubungan dengan

penelitian adalah menjadi tanggung jawab peneliti.

119
BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Demografi Pekajangan dan Ambokembang

Kecamatan Kedungwuni, Kabupaten Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah

memilikitotal 20 Desa, dua diantaranya adalah Desa Pekajangan dan Desa

Ambokembang. Desa Pekajangan berbatas langsung dengan Desa Ambokembang

di sebelah Selatan. Jumlah penduduk Desa Pekajangan sebanyak 9.523 jiwa, 4.760

laki-laki dan 4.763 perempuan. Jumlah penduduk Desa Ambokembang sebanyak

4.219 jiwa, 2.096 laki laki dan 2.123 perempuan.64

Pekerjaan penduduk di Desa Pekajangan mayoritas adalah wiraswasta

sebagai pengrajin batik (60%), buruh (34%), sedangkan sisanya pegawai negeri

dan petani. Penduduk Desa Ambokembang sebagian besar juga merupakan

wiraswasta pada industri konveksi, hal tersebut digambarkan pada 725 tenaga

kerja yang ada di Desa Ambokembang, bekerja sebagai tukang jahit atau bordir

untuk usaha konveksi celana jeans maupun kemeja jeans.64

Kondisi angkatan kerja didominasi oleh penduduk usia 18-56 tahun yang

tidak tamat SD, yaitu 1.524 jiwa. Tamat SD sebesar 1.161 jiwa, tamatan SMP 351

jiwa, tamatan SMA sebesar 325 jiwa, dan tamatan perguruan tinggi sebesar 160

jiwa. Desa Pekajangan merupakan daerah yang secara demografis dan kultur

budaya sama dengan Desa Ambokembang, karena lokasinya yang bersebelahan

dan hanya dipisahkan oleh jalan raya. Alasan itulah yang menyebabkan Desa

Ambokembang dipilih sebagai perluasan subyek penelitian karena jumlah subyek

penelitian di Desa Pekajangan belum memenuhi target yang diharapkan.64

120
B. Consolidated report of trial (consort)

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian besar karena melibatkan

responden cukup banyak yaitu 1814 orang. Penelitian di lapangan dimulai dengan

pengumpulan sampel yaitu 1214 responden merupakan penduduk Desa

Pekajangan dan 600 penduduk Desa Ambokembang. Kemudian terhadap subyek-

subyek tersebut dilakukan screening dengan TTGO dan didapatkan 385 responden

dengan TTGO positif dan tahap selanjutnya didapatkan 104 responden yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Setelah calon subyek dipilih dilakukan

pemilihan sampel dengan cara random sampling yang berarti data seluruh calon

subyek dikumpulkan terlebih dahulu, kemudian baru dilakukan pengambilan

secara acak. Karena desain penelitian adalah double blind RCT, maka subyek

dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok plasebo yang mendapat modifikasi

gaya hidup+plasebo sebanyak 53 subyek dan kelompok perlakuan yang mendapat

mendapatkan modifikasi gaya hidup+DLBS-3233 sebanyak 51 subyek. Dari

kelompok perlakuan, didapatkan ada 16 subyek yang dropout karena data yang

tidak lengkap, lost to follow up, dan kerusakan sampel. Dari kelompok plasebo,

didapatkan ada 18 subyek yang dropout karena data yang tidak lengkap, lost to

follow up, dan kerusakan sampel. Sehingga didapatkan jumlah 35 subyek untuk

masing-masing kelompok. Alur subyek penelitian ditampilkan pada Gambar 30.

Kemudian sebelum intervensi dilakukan, sampel darah diambil dari subyek

untuk menentukan aktivitas SOD pre intervensi. Pada bulan Mei intervensi mulai

dilakukan dan diteruskan selama 3 bulan hingga bulan Agustus. Setelah masa 3

bulan intervensi selesai, sampel darah kembali dikumpulkan untuk menentukan

aktivitas SOD post intervensi. Kemudian data akhir dikumpulkan dan diolah

secara statistik untuk menguji hipotesis penelitian.


121
Kelompok perlakuan
n=51

Kelompok perlakuan
n=35

Gambar 30. Rangkuman tahap pelaksanaan penelitian terangkai dalam skema penelitian

consolidated report of trial (consort)

122
C. Karakteristik umum penelitian

Karakteristik umum subyek penelitian ditampilkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Karakteristik umum penelitian


Karakteristik subjek penelitian Frekuensi n(%) Mean Median
Usia (tahun) 30-40 3(4.3%) 51.89 52.00
41-50 28(40.0%)
51-60 37(52.9%)
61-70 2(2.9%)
Jenis Kelamin Laki-laki 12(17.1%)
Perempuan 58(82.9%)
Pendidikan Tidak Sekolah 3(4.3%)
SD 29(41.4%)
SMP 8(11.4%)
SMA 24(34.3%)
D3/S1 6(8.6%)
Pekerjaan Tidak bekerja 12(17.1%)
PNS 5(7.1%)
Non PNS 53(75.7%)
Riwayat hipertensi Tidak Ada 50(71.4%)
Ada 20(28.6%)
Obesitas sentral Tidak Ada 20(28.6%)
Ada 50(71.4%)
BMI > 23 Tidak ada 23(32.9%)
Ada 47(67.1%)
Kebiasaaan berolahraga Tidak 42(60%)
Ya 28(40%)

Subyek penelitian yang berpartisipasi menjadi sampel penelitian adalah 70

orang, terdiri atas 58 orang perempuan (82.9%) dan 12 orang laki-laki (17.1%).

Dari distribusi usia didapatkan kategori usia 51-60 tahun merupakan kategori usia

terbanyak yaitu 37 orang (52.9%) diikuti kategori usia 41-50 sebanyak 28 orang

(40%). Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Grafik 1.

123
Grafik 1. A.Distribusi subyek penelitian menurut kategori jenis kelamin
B. Distribusi subyek penelitian menurut kategori usia

Grafik 2 menunjukkan strata pendidikan terbanyak adalah SD dengan

jumlah 29 orang (41.4%) diikuti dengan SMA 24 orang (34.3%) dan SMP 8 orang

(11.4%). Untuk pekerjaan, 53 orang (75.7%) bekerja pada ranah pekerjaan non-

PNS, 12 orang (17.1%) tidak bekerja, dan 5 orang (7.1%) sebagai PNS.

Grafik 2. A. Distribusi subyek penelitian menurut kategori strata pendidikan


B. Distribusi subyek penelitian menurut kategori pekerjaan

Grafik 3 menunjukan 50 orang (71.4%) tidak memiliki penyakit hipertensi

dan sebanyak 20 orang (28.6%) memiliki penyakit hipertensi. Untuk BMI terdapat

47 orang (67%) dengan BMI > 23 dan sebanyak 23 orang (32.9%) BMI < 23.

124
Grafik 3. A. Distribusi subyek penelitian menurut penyakit hipertensi
B. Distribusi subyek penelitian menurut BMI

Grafik 4 menunjukkan pengukuran lingkar pinggang pada laki-laki dengan

lingkar pinggang > 90 cm dan perempuan dengan lingkar pinggang > 80 cm. Hasil

menunjukkan ada 50 orang (71.4%) dengan lingkar pinggang berlebih, dan 20

orang (28.6%) tidak berlebih. Dari 70 subyek, diketahui sebanyak 42 orang (60%)

tidak melakukan olahraga, dan sebanyak 28 orang (40%) melakukan olahraga.

Grafik 4. A. Distribusi subyek penelitian menurut obesitas sentral


B. Distribusi subyek penelitian menurut status olahraga

125
D. Normalitas subyek penelitian pre-perlakuan

Uji yang dilakukan untuk mengetahui distribusi data normal atau tidak

adalah Kolmogorov-Smirnov karena jumlah populasi kelompok yang besar.

Faktor perancu yang terdapat pada penelitian ini yaitu : usia, jenis kelamin, lingkar

pinggang, BMI, status diit dan status olahraga. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov

menyatakan bahwa distribusi data faktor perancu usia tidak normal dengan nilai p

< 0.05, sementara data faktor perancu BMI dan status diit berdistribusi normal

dengan nilai p > 0.05. Faktor perancu jenis kelamin, lingkar pinggang dan status

olahraga tidak dilakukan uji normalitas karena skala data ketiga faktor perancu

tersebut berupa kategorik.

E. Homogenitas subyek penelitian pre-perlakuan berdasarkan kelompok

Subyek penelitian dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok kontrol

(plasebo) yang mendapatkan edukasi gaya hidup (diit dan olahraga) dan plasebo,

serta kelompok perlakuan yang mendapatkan edukasi gaya hidup (diit dan

olahraga) dan DLBS-3233.

Homogenitas variabel perancu dari subyek penelitian yang diperiksa pada

pre-perlakuan seperti usia, jenis kelamin, lingkar pinggang, status olahraga, BMI,

dan status diit disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 menyatakan bahwa kedua

kelompok homogen.

126
Tabel 7. Homogenitas subyek penelitian pre-perlakuan berdasarkan kelompok
Kelompok
Karakteristik Subyek Penelitian p
Perlakuan (n=35) Plasebo (n=35)
Usia 50.56,90 53.36,13 0.12
Jenis kelamin
- Laki-laki 4 (11.4%) 8 (22.9%)
0.34*
- Perempuan 31 (88.6%) 27 (77.1%)
Obesitas sentral
- Tidak ada 9 (26.5%) 11 (31.4%)
0.79*
- Ada 26 (74.3%) 24 (68.6%)
BMI 27.855.27 26.625.03 0.32
Status diit 1567.3325.3 1521.5265.3 0.52
Status Olahraga
-Tidak 22(62.9%) 20(57.1%)
0.81*
-Ya 13(37.1%) 15(42.9%)
Aktivitas SOD pre-perlakuan 4.381.99 4.231.82 0.7
Keterangan:
Usia, BMI, dan status diit dinyatakan sebagai reratasimpangan baku
* Uji 2
Uji t-independent
Uji Mann-Whitney

Sebagian besar subyek penelitian adalah perempuan. Hasil uji homogenitas

menunjukkan hasil yang tidak bermakna sehingga tidak memengaruhi hasil akhir.

Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan tidak bermakna antara distribusi jenis

kelamin subyek penelitian pada kelompok plasebo dan kelompok perlakuan

(p=0.34).

Pada kelompok plasebo maupun perlakuan sebagian besar subyek

penelitian memiliki lingkar pinggang berlebih. Hasil uji statistik menunjukkan

perbedaan tidak bermakna antara lingkar pinggang berlebih pada kelompok

plasebo dan perlakuan (p=0.79).

Pada BMI pre-perlakuan antara kelompok plasebo dan perlakuan

dilakukan uji statistik dan hasilnya menunjukkan perbedaan tidak bermakna

(p=0.32). Demikian pula hasil uji statistik status diit dan status olah raga

menunjukkan perbedaan tidak bermakna dari kedua kelompok subyek penelitian

(p=0.52 dan p=0.81).

127
Uji statistik terhadap aktivitas SOD pre-perlakuan antara dua kelompok

subyek menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p=0.7). Hal ini mencerminkan

bahwa keadaan awal aktivitas SOD dalam keadaan homogen dan penelitian ini

dapat dilanjutkan dengan keadaan awal yang sebanding (Tabel 6).

F. Pengaruh DLBS-3233 terhadap aktivitas SOD post

Uji statistik yang dilakukan adalah uji t-independent karena skala data

berupa numerik dan distribusi data normal. Aktivitas SOD pre pada kelompok

perlakuan lebih tinggi dibanding kelompok plasebo, namun hasil uji statistik

menunjukkan perbedaan tersebut tidak bermakna (p=0.7). Sementara itu

aktivitas SOD post pada kelompok perlakuan lebih tinggi secara bermakna

dibanding kelompok plasebo (p= 0.03). Aktivitas SOD post pada kelompok

perlakuan mengalami peningkatan dibanding pre dan secara statistik

bermakna (p=0.0001). Sementara itu, aktivitas SOD post pada kelompok

plasebo juga mengalami peningkatan dibanding pre dan secara statistik

bermakna (p=0.001).

128
Kelompok
Aktivitas SOD P
Perlakuan (n = 35) Plasebo (n = 35)
Pre-perlakuan 4.37 1.99 4.23 1.82 0.7
Post-perlakuan 6.06 1.32 5.35 1.39 0.03
P 0.0001 0.001

Tabel 8. Pemeriksaan aktivitas SOD


Keterangan :
Akitvitas SOD dinyatakan sebagai rerata simpang baku
Uji t-independent

Pemeriksaan aktivitas SOD dari pre-perlakuan sampai post-perlakuan pada

kedua kelompok dapat dilihat lebih jelas pada Grafik 5 di bawah ini.

129
Aktivitas SOD post pada kelompok perlakuan lebih tinggi dibandingkan

kelompok plasebo dan secara statistik terdapat perbedaan yang bermakna dengan

nilai p = 0,0001

G. Pengaruh faktor perancu terhadap aktivitas SOD post

G.1 Pengaruh usia terhadap aktivitas SOD post

Analisis untuk melihat pengaruh usia terhadap aktivitas SOD post pada

kelompok perlakuan dilakukan dengan uji korelasi Rank Spearman karena

skala data berupa numerik tetapi distribusi data tidak normal. Tidak

didapatkan hasil yang bermakna pada kelompok perlakuan dengan p=0.872.

Untuk melihat pengaruh usia terhadap aktivitas SOD post pada kelompok

plasebo dilakukan dengan uji korelasi Pearson karena data berupa numerik

dan distribusi data normal. Tidak didapatkan hasil yang bermakna pula,

dengan p=0.200 (Tabel 9).


130
G.2 Pengaruh jenis kelamin terhadap aktivitas SOD post

Variabel jenis kelamin yang diduga berpengaruh kemudian diujikan lebih

lanjut terhadap aktivitas SOD post. Dilakukan uji t-independent pada masing-

masing kelompok karena data berupa kategorik dan distribusi data normal.

Tidak didapatkan hasil bermakna, dimana didapatkan pada kelompok

perlakuan p=0.502 dan kelompok plasebo p=0.273 (Tabel 9).

G.3 Pengaruh status olahraga terhadap aktivitas SOD post

Status olahraga pada kelompok perlakuan dan kelompok plasebo diujikan

terhadap aktivitas SOD post dengan menggunakan uji t-independent karena

data berupa kategorik dan distribusi data normal. Tidak didapatkan perbedaan

bermakna antara status olahraga terhadap aktivitas SOD post pada kelompok

perlakuan p=0.555 dan kelompok plasebo p=0.421 (Tabel 9).

G.4 Pengaruh status diit terhadap aktivitas SOD post

Dilakukan uji korelasi Rank Spearman kembali pada variabel status diit

terhadap aktivitas SOD post kepada masing-masing kelompok karena data

berupa numerik dan distribusi data tidak normal. Hasil uji statistik tidak

memperlihatkan adanya kemaknaan, dimana pada kelompok perlakuan

didapatkan hasil p=0.478 dan pada kelompok plasebo didapatkan hasil

p=0.552 (Tabel 9).

G.5 Pengaruh BMI terhadap aktivitas SOD post

Variabel BMI post-perlakuan dilakukan uji korelasi Rank Spearman

terhadap aktivitas SOD post pada kelompok perlakuan karena data berupa

131
numerik dan distribusi data tidak normal. Hasil uji statistik tidak

memperlihatkan adanya pengaruh yang bermakna antara BMI post dengan

aktivitas SOD post, dimana didapatkan p=0.219. Dilakukan uji korelasi

Pearson terhadap kelompok plasebo untuk melihat pengaruh BMI post

terhadap aktivitas SOD post karena data berupa numerik dan distribusi data

normal. Hasil uji statistik tidak memperlihatkan hasil yang bermakna, dimana

didapatkan p=0.175 (Tabel 9).

G.6 Pengaruh obesitas sentral terhadap aktivitas SOD post

Variabel obesitas sentral post-perlakuan dilakukan uji korelasi Rank

Spearman karena data berupa numerik dan distribusi data tidak normal

dengan aktivitas SOD post pada kelompok perlakuan, mendapatkan hasil

tidak bermakna antara obesitas sentral post-perlakuan terhadap aktivitas SOD

post (p=0.679). Pada kelompok plasebo dilakukan uji korelasi Pearson untuk

melihat pengaruh antara obesitas sentral post-perlakuan dengan aktivitas SOD

post karena data berupa numerik dan distribusi data normal. Tidak didapatkan

hasil yang bermakna (p=0.221) (Tabel 9).

Pengaruh faktor perancu antara lain usia, jenis kelamin, status olahraga, status diit,

BMI, dan obesitas sentral dirangkum pada Tabel 9 di bawah ini.

132
Tabel 9. Pengaruh faktor perancu terhadap aktivitas SOD post
Perlakuan (n=35) Plasebo (n=35)
Variabel
p P
Usia 0.872$ 0.200#
Jenis kelamin 0.502 0.273
Status Olahraga 0.555 0.421
Status Diit 0.883$ 0.189$
BMI post 0.312$ 0.670#
Obesitas sentral 0.198$ 0.861#
Keterangan :
#
Korelasi Pearson.
$
Korelasi Rank Spearman.

Uji t-independent

Selain melihat pengaruh dari faktor-faktor perancu di atas, pada penelitian ini

dilakukan juga pemeriksaan untuk mengetahui pengaruh pemberian DLBS-3233

terhadap kadar gula darah puasa, gula darah 2 jam pp dan HbA1C. Hal ini

menyesuaikan kerangka teori yang membahas faktor-faktor yang memengaruhi

status glikemik dan berperan dalam resistensi insulin.

H. Pemeriksaan kadar gula darah puasa, gula darah 2 jam pp, dan HbA1C

Kadar gula darah puasa, gula darah 2 jam pp, dan HbA1C pre-perlakuan

dan post-perlakuan ditampilkan pada Tabel 10.

Tabel 10. Kadar gula darah puasa, gula darah 2 jam pp dan HbA1C subyek penelitian

Kelompok
Karakteristik Subyek Penelitian Perlakuan Plasebo p
(n=35) (n=35)
Kadar gula darah puasa
- Pre-perlakukan 110,733,39 115,838,33 0,6
- Post-perlakukan 106,938,02 122,975,71 0,4
p (pre vs post) 0,2 0,9
Kadar gula darah puasa 1,832,38 - 6,856,84 0,9
Gula darah 2 jam pp
- Pre-perlakukan 190,478,78 194,065,32 0,8
- Post-perlakukan 145,2 71,17 179,986,16 0,07
p (pre vs post) 0,01 0,1
Gula darah 2 jam pp 42,462,43 13,060,03 0,1
HbA1C
- Pre-perlakukan 6,90,93 6,91,27 0,9
- Post-perlakukan 6,41,15 6,61,22 0,4

133
Tabel 10. Kadar gula darah puasa, gula darah 2 jam pp dan HbA1C subyek penelitian

Kelompok
Karakteristik Subyek Penelitian Perlakuan Plasebo p
(n=35) (n=35)
p (pre vs post) 0,01 0,1
HbA1C 0,51,06 0,31,55 0,6
Keterangan:
Uji T-Independent
Uji Mann-Whitney

Uji T-Paired

Uji Wilcoxon

Kadar gula darah puasa

Kadar gula darah puasa pre-perlakuan pada kelompok plasebo adalah lebih

tinggi dibanding kelompok perlakuan namun hasil uji statistik menunjukkan

perbedaan tersebut adalah tidak bermakna (p=0.6). Kadar gula darah puasa post-

perlakukan pada kelompok plasebo lebih tinggi dibanding kelompok perlakuan

namun hasil uji statistik menunjukkan perbedaan tersebut juga tidak bermakna

(p=0.4) (Grafik 6).

134
Grafik 6. Kadar gula darah puasa dari saat pre-perlakuan sampai dengan post-perlakuan
pada kelompok plasebo (n=35) dan kelompok perlakuan (n=35)

Pada kelompok plasebo tampak adanya kecenderungan peningkatan kadar

gula darah puasa, sebaliknya pada kelompok perlakuan dijumpai adanya

kecenderungan penurunan kadar gula darah puasa. Kadar gula darah puasa post-

perlakuan pada kelompok plasebo adalah lebih tinggi dibanding pre-perlakuan,

namun hasil uji statistik menunjukkan perbedaan tersebut adalah tidak bermakna

(p=0.9). Pada kelompok perlakuan dijumpai kadar gula darah puasa post-

perlakuan yang lebih rendah dibanding pre-perlakuan, namun hasil uji statistik

menunjukkan perbedaan tersebut adalah tidak bermakna (p=0.2) (Grafik 7).

135
Pada Grafik 7 tampak pada kelompok perlakuan post-perlakuan terjadi penurunan

kadar glukosa darah puasa, namun demikian perbedaan tersebut adalah tidak

bermakna (p=0.2). Pada kelompok plasebo post-perlakuan justru terjadi

peningkatan gula darah puasa, namun demikian perbedaan tersebut juga tidak

bermakna (p=0.9).

Kadar gula darah 2 jam post prandial (2 jam pp)

Pada Tabel 10 tampak kadar gula darah 2 jam pp pre-perlakuan pada kelompok

plasebo lebih tinggi dibanding kelompok perlakuan, namun hasil uji statistik

menunjukkan perbedaan tersebut tidak bermakna (p=0.8). Kadar gula darah 2 jam

pp post-perlakuan pada kelompok plasebo adalah lebih tinggi dibandingkan

kelompok perlakuan, namun perbedaan tersebut adalah tidak bermakna (p=0.07)

(Grafik 8).

136
Grafik 8. Perubahan kadar gula darah 2 jam pp dari saat pre-perlakuan sampai dengan
post-perlakuan pada kelompok perlakuan (n=35) dan kelompok plasebo (n=35)

Pada Grafik 8 tampak pada kelompok plasebo maupun kelompok

perlakuan adanya kecenderungan penurunan kadar gula darah 2 jam pp, namun

tampak kecenderungan penurunan kadar gula darah 2 jam pp pada kelompok

perlakuan lebih besar dibanding pada kelompok plasebo. Pada Tabel 15 tampak

kadar gula darah 2 jam pp post-perlakuan pada kelompok plasebo lebih rendah

dibanding pre-perlakuan, namun hasil uji statistik menunjukkan perbedaan

tersebut adalah tidak bermakna (p=0.1).

Pada kelompok perlakuan dijumpai kadar gula darah 2 jam pp post-

perlakuan yang lebih rendah secara bermakna dibanding pre-perlakuan (p=0.01).

137
Pada Grafik 9 baik pada kelompok perlakuan maupun plasebo terjadi

penurunan kadar gula darah 2 jam pp. Pada kelompok perlakuan terjadi penurunan

yang bermakna pada kadar gula darah 2 jam pp post-perlakuan (p=0.01),

sedangkan pada kelompok plasebo terjadi penurunan tidak bermakna (p=0.1).

Kadar HbA1C

Pada Tabel 10 tampak kadar HbA1C pre-perlakuan pada kelompok

plasebo dan kelompok perlakuan kurang lebih sama. Hasil uji statistik

menunjukkan perbedaan tersebut tidak bermakna (p=0.9). Kadar HbA1C darah

post perlakuan pada kelompok plasebo lebih tinggi dibandingkan kelompok

perlakuan, namun perbedaan tersebut tidak bermakna (p=0.4) (Grafik 10).

Perlakuan
Plasebo

Grafi
k 10.
Perub
ahan
kadar
HbA
1C
darah
dari
saat
pre-
perla
kuan
samp
ai
denga
n
post-
perla
kuan pada kelompok plasebo (n=35) dan kelompok perlakuan (n=35)

138
Pada Grafik 10 tampak pada kelompok plasebo maupun kelompok

perlakuan adanya kecenderungan penurunan kadar HbA1C darah, namun tampak

kecenderungan penurunan kadar HbA1C darah pada kelompok perlakuan lebih

besar dibanding kelompok plasebo. Pada Tabel 10 tampak kadar HbA1C darah

post-perlakuan pada kelompok plasebo lebih rendah dibanding pre-perlakuan,

namun hasil uji statistik menunjukkan perbedaan tersebut tidak bermakna (p=0.1).

Pada kelompok perlakuan dijumpai kadar HbA1C darah post-perlakuan yang lebih

rendah secara bermakna dibanding pre-perlakuan (p=0.01) (Grafik 10).

Pada Grafik 10 tampak baik pada kelompok perlakuan maupun plasebo

terjadi penurunan kadar HbA1C. Pada kelompok perlakuan terjadi penurunan

yang bermakna pada kadar HbA1C post-perlakuan (p=0.01), sedangkan pada

kelompok plasebo penurunan kadar HbA1C post-perlakuan tidak bermakna

(p=0.1).

139
BAB VI

PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Desa Ambokembang dan Pekajangan

Desa Pekajangan saat ini masih merupakan daerah dengan prevalensi

diabetes cukup tinggi, hasil penelitian Pekajangan Diabetic Study (PDS)

menunjukkan bahwa terjadinya diabetes mellitus di Desa Pekajangan Kecamatan

Kedungwuni sebesar 7.8%. Belum diketahui secara pasti seberapa besar

prevalensi diabetes mellitus tipe 2 di Desa Ambokembang namun peneliti

berkeyakinan bahwa prevalensinya tidak berbeda dengan desa Pekajangan karena

memiliki demografi yang serupa. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui manfaat

DLBS-3233 100 mg/hari terhadap aktivitas SOD serum penderita DM tipe 2 baru.

Skrining dengan TTGO dilakukan pada 1814 penduduk untuk menjaring penderita

DM tipe 2 baru dan didapatkan 104 subjek penelitian. Hal ini berbeda dengan

penelitian yang dilakukan oleh Djoko Moeljanto dkk dimana hanya subyek

dengan faktor resiko diabetes tinggi yang dilakukan TTGO.64

B. Karakteristik Subyek Penelitian

Pada penelitian ini jenis kelamin subyek penelitian sebagian besar

perempuan yaitu 58 orang (82.9%) dan laki-laki 12 orang (17.1%) hal ini berbeda

dengan sebaran jenis kelamin menurut IDF (International Diabetes Federation)

dimana laki-laki dengan DM tipe 2 lebih banyak dibanding perempuan.76 Namun,

penelitian ini sesuai dengan RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar), dimana

prevalensi diabetes melitus lebih banyak pada perempuan.77


140
Distribusi usia didapatkan kategori tertinggi pada usia 51-60 tahun dengan

persentase sebanyak 52.9%, diikuti oleh usia 41-50 sebanyak 40% hal ini sejalan

dengan IDF (International Diabetes Federation) dimana rentang usia terbanyak

menderita DM tipe 2 adalah usia 40-60 tahun.76

Pada penelitian ini strata pendidikan SD paling banyak menderita DM tipe

2 yaitu sebesar 41.4% diikuti dengan SMA 34.3%, hal ini bertolak belakang

dengan hasil RISKESDAS dimana diketahui strata pendidikan paling banyak yang

menderita DM tipe 2 merupakan lulusan D1-D3/PT.77 Penyebab kondisi ini dapat

dikarenakan prevalensi terbanyak penduduk adalah tamatan SD.

Pekerjaan terbanyak penderita DM tipe 2 pada penelitian ini adalah non-

PNS yaitu sebesar 75.7%. Hal ini sesuai dengan demografi penduduk yang

mayoritas bekerja sebagai pengrajin batik, buruh, tukang jahit atau bordir untuk

usaha konveksi.

Mayoritas sampel penelitian ini tidak memiliki status hipertensi, hal ini

sesuai dengan RISKESDAS bahwa prevalensi hipertensi lebih banyak terjadi pada

penduduk di kota daripada desa. Hal ini berkaitan dengan perbedaan gaya hidup

antara penduduk di kota dan desa.77

Pada penelitian ini didapatkan hasil BMI lebih dari 23 lebih banyak

daripada BMI di bawah 23. Hal ini sesuai dengan data dari RISKESDAS bahwa

mayoritas penduduk di provinsi Jawa Tengah mengalami obesitas karena

cenderung lebih menyukai makanan manis.77

C. Uji Homogenitas Antar Kelompok

Data awal masing-masing variabel pada kelompok perlakuan dan kontrol

setelah di lakukan uji menggunakan Chi-square, Independent T-test dan Mann


141
Whitney terhadap variabel independen dan aktivitas SOD pre-perlakuan

menunjukkan bahwa data awal sudah homogen sehingga variabel-variabel tersebut

tidak mempunyai pengaruh terhadap hasil akhir penelitian dan dapat diabaikan.

D. DLBS-3233 dengan Aktivitas SOD

Hipotesis nol, mekanisme kerja DLBS-3233 adalah: 1) meningkatkan

fosforilasi tirosin sehingga sensitivitas insulin meningkat dan menurunkan

resistensi insulin 2) meningkatkan translokasi dan sintesa GLUT-4 dari

sitoplasmanya menuju membran sel 3) meningkatkan sintesa, jumlah dan

translokasi GLUT-4 yang baru 4) meningkatkan ekspresi gen dari PPAR- dan

PPAR- dimana terjadi peningkatan sintesis GLUT-4, dan meningkatnya jumlah

PPAR- yang distimulasi oleh aktivitas GLUT-4 5) menurunkan TNF-, sehingga

terjadi penurunan resistensi insulin.8,66,74

Hipotesis alternatif DLBS-3233 meningkatkan antioksidan sehingga

menurunkan resistensi insulin. Pada penelitian ini DLBS-3233 meningkatkan

antioksidan melalui penurunan TNF-, yang mengakibatkan penurunan FFA,

ROS, PKC-, dan PKC-, fosforilasi serin dan meningkatkan fosforilasi tirosin,

yang kemudian akan menurunkan resistensi insulin. Pada keadaan ini dapat terjadi

peningkatan aktivitas SOD yang pada akhirnya menurunkan ROS.54-57

Penelitian oleh Florensia Nailufar, dkk pemberian DLBS-3233 pada tikus

percobaan menurunkan HOMA dari kelompok insulin resisten secara signifikan.

Penelitian terbaru Askandar Tjokroprawiro, dkk memperlihatkan pemberian terapi

DLBS-3233 pada pasien DM tipe 2 efektif dalam menurunkan GDPP, kadar A1C,

kolestrol total, LDL dan kadar Triglyceride. Penelitian pada manusia sudah

dilakukan, sebagaimana yang dilaporkan oleh Ketut Suastika dkk, pada naive type
142
2 diabetes, pada tahun 2010 namun penelitian untuk mengetahui pengaruh

aktivitas SOD melalui pemberian DLBS-3233 belum diketahui dan belum pernah

dilakukan terhadap manusia, sehingga penelitian ini dapat dianggap sebagai suatu

novelity dalam DLBS-3233.

Penelitian sebelumnya memperlihatkan bahwa pada keadaan hiperglikemia

akan terjadi peningkatan jumlah ROS sehingga terjadi stress oksidatif. Hal ini

disebabkan oleh aktivitas molekular dalam sel yang terganggu sehingga

meningkatkan jumlah ROS dalam tubuh.6 Dengan adanya peningkatan paparan

stres oksidatif, maka diperlukan ketersediaan enzim SOD sebagai antioksidan

endogen dalam jumlah yang cukup untuk mengimbangi ROS yang beredar. Stres

oksidatif yang semakin tinggi juga berdampak pada rendahnya aktivitas enzim

SOD. Rendahnya aktivitas SOD menunjukkan tingginya stres oksidatif dalam

tubuh, sehingga tidak mampu mengeliminasi banyaknya oksidan (radikal bebas).

Hal ini dikenal juga sebagai penurunan mekanisme protektif antioksidan.6 Apabila

kadar SOD dalam tubuh rendah, antioksidan eksogen dapat digunakan untuk

membantu mengatasi stres oksidatif dalam tubuh. SOD sebagai antioksidan

endogen dapat pula berfungsi sebagai tanda tingginya stress oksidatif dalam

tubuh, oleh karena itu akan lebih baik jika sebelum diberi antioksidan eksogen,

kadar SOD diukur terlebih dahulu untuk menentukan perlu atau tidak diberi

antioksidan eksogen.6,54

Penelitian yang dilakukan oleh Sait Celik and Hatice Akkaya

menyimpulkan bahwa penurunan SOD dan TAC pada diabetes yang termonitor

menjelaskan bahwa sistem memberikan perlindungan terhadap stres oksidatif yang

dapat mengganggu serta level Total Antioxidant Capacity (TAC) kemungkinan

dapat berfungsi sebagai pemantau diabetes. Penelitian oleh Hisalkar di tahun 2012
143
didapatkan kadar berbagai antioksidan yang menurun kadarnya pada pasien DM

tipe 2, dimana diduga hiperglikemia memang menghambat kapasitas antioksidan

tersebut. Beberapa intervensi pada penelitian sebelumnya memperlihatkan bahwa

aktivitas SOD dapat diperbaiki melalui pemberian intervensi yang mencegah

peningkatan produksi ROS, seperti pemberian heparin dan terapi insulin.

Sedangkan pengaruh pemberian DLBS-3233 belum pernah dilakukan untuk

menilai perubahan aktivitas SOD. Dilakukan uji statistik untuk mengetahui

perbedaan faktor perancu pre-perlakuan dan aktivitas SOD pre-perlakuan pada

kelompok DLBS-3233 dan kelompok plasebo, hasil menunjukkan perbedaan tidak

bermakna. Data ini mencerminkan bahwa keadaan awal dari penelitian ini dalam

keadaan homogen. Dari hasil penelitian, uji statistik menunjukkan adanya

hubungan yang bermakna antara pemberian zat DLBS-3233 dengan aktivitas SOD

post-perlakuan. Hal ini sesuai dengan teori pada hipotesis nol dan alternatif yang

disebutkan diatas.8,54-57,66,74 Perbedaan antara perhitungan secara umum dengan

perhitungan uji multivariat pada masing-masing kelompok dikarenakan varian

data menjadi lebih beragam. Peningkatan aktivitas SOD pada kelompok perlakuan

tidak dipengaruhi oleh faktor perancu, yang mana mencerminkan bahwa

peningkatan tersebut murni merupakan efek dari pemberian DLBS-3233. Hal ini

mencerminkan peningkatan tersebut murni merupakan efek dari pemberian

DLBS-3233. Peningkatan SOD juga dapat diamati pada kelompok yang diberi

plasebo, hal ini karena efek plasebo menyebabkan peningkatan pada opioid

endogen yaitu -endorfin yang diproduksi oleh sistem limbik yang selanjutnya

dapat menyebabkan peningkatan pada aktivitas antioksidan total di dalam tubuh

subyek.78

144
SOD merupakan indikator aktivitas oksidasi di dalam sel. Apabila kadar

SOD meningkat di luar sel menandakan SOD telah bekerja mencegah terjadinya

proses oksidasi melalui penurunan sitokin inflamasi.79 Kenaikan SOD

kemungkinan diakibatkan oleh penurunan TNF-, dimana TNF- ini

menghambat ekspresi antioksidan tersebut. Dengan kadar glukosa darah yang

membaik, stress oksidatif seperti TNF- yang diinduksi hiperglikemi akan

menurun dan kesemuanya itu akan memperbaiki kadar SOD. Meskipun

peningkatan SOD juga dapat diamati pada kelompok yang diberi plasebo, namun

peningkatan aktivitas SOD pada kelompok perlakuan lebih tinggi dan secara

statistik bermakna.79

E. DLBS-3233 terhadap faktor perancu

a. Usia

Pertambahan usia berhubungan dengan terjadinya proses

degeneratif yang disebabkan terjadinya peningkatan radikal bebas

dalam tubuh dan berkurangnya antioksidan endogen.7 Pada

penelitian ini, dapat dilihat mayoritas terdiri dari usia 51-60 tahun

namun tidak didapatkan pengaruh yang bermakna antara usia

terhadap aktivitas SOD. Hal ini tidak sejalan dengan Hisalkar, et al

yang mengatakan bahwa semakin bertambahnya usia, aktivitas

SOD semakin menurun.67

b. Jenis kelamin

Hormon seks pada perempuan (estrogen) dan laki-laki (testoteron)

bekerja sebagai antioksidan endogen, namun produksi hormon seks

tersebut sangat dipengaruhi oleh status mental dan psikis.69 Pada


145
penelitian ini faktor jenis kelamin tidak mempunyai pengaruh yang

bermakna, berbeda dengan penelitian Hisalkar, et al yang

menyatakan bahwa terganggunya produksi tersebut akan memicu

peningkatan stress oksidatif69

c. Lingkar pinggang

Lingkar pinggang merupakan metode untuk menentukan terjadinya

obesitas sentral. Lingkar pinggang > 80 cm pada perempuan dan >

90 cm pada laki-laki menunjukkan adanya obesitas sentral.

Menurut Suastika, terjadinya obesitas diperkirakan menyebabkan

peningkatan resistensi insulin melalui jalur gangguan pada aktivitas

insulin reseptor kinase.80 Pada pre-perlakuan intervensi dapat

dilihat bahwa tidak ada pengaruh yang bermakna terhadap aktivitas

SOD, namun pada post-perlakuan pada kelompok plasebo

memperlihatkan adanya pengaruh yang bermakna sehingga

memungkinkan adanya peningkatan aktivitas SOD pada kelompok

plasebo post-perlakuan.

d. BMI

BMI digunakan untuk menentukan status obesitas. Pengaruh status

obesitas dengan BMI sejalan dengan lingkar pinggang, dimana

status obesitas menyebabkan peningkatan resistensi insulin.80

Menurunkan berat badan merupakan salah satu cara untuk

mengontrol gula darah.6 Namun pada penelitian ini, status BMI

tidak mempunyai pengaruh yang bermakna. Berbeda dengan

penelitian sebelumnya oleh Hisalkar, hal ini bisa disebabkan belum

terjadinya perubahan BMI yang signifikan yang dapat memberikan


146
dampak pada perbaikan aktivitas antioksidan.69

e. Status diit

Diit tinggi lemak akan berdampak pada produksi radikal bebas

yang berlebihan. Pilar pertama pada penatalaksanaan DM adalah

dengan perubahan gaya hidup, termasuk didalamnya diit sesuai

dengan anjuran untuk penderita DM.6 Namun dalam penelitian ini

status diit tidak memberikan pengaruh bermakna untuk perbaikan

aktivitas SOD pada masing-masing kelompok. Ini berbeda dengan

hasil penelitian oleh Hisalkar, et al bahwa diit banyak buah dan

sayur yang mengandung banyak vitamin akan meningkatkan

antioksidan dalam tubuh.69

f. Status olahraga

Status olahraga tidak memiliki pengaruh yang bermakna terhadap

perbaikan aktivitas SOD baik pada kelompok plasebo maupun

kelompok perlakuan. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian oleh

Hisalkar yang mengatakan bahwa olahraga teratur dapat membantu

mengatasi radikal bebas dalam tubuh.67 Tetapi sebaliknya olahraga

berlebihan akan membuat tubuh membutuhkan suplai oksigen

yang sangat banyak, sehingga peningkatan ini akan memicu

timbulnya radikal bebas dalam tubuh. Olahraga merupakan salah

satu upaya penatalaksanaan DM guna mengkontrol gula darah. 6,47

147
F. DLBS-3233 dengan Gula Darah Puasa, Gula Darah 2 Jam PP dan

HbA1C

Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa kadar gula darah puasa pada

kelompok perlakuan mengalami penurunan walaupun secara statistik tidak

bermakna (p=0.2). Kadar gula darah puasa pada kelompok plasebo sebaliknya

mengalami peningkatan yang secara statistik tidak bermakna (p=0.9). Sementara

itu, pada kelompok perlakuan terdapat penurunan gula darah 2 jam pp yang secara

statistik bermakna (p=0.01). Pada kelompok plasebo terdapat penurunan gula

darah 2 jam pp yang secara statistik tidak bermakna (p=0.1). Kadar HbA1C pada

kelompok perlakuan juga mengalami penurunan yang secara statistik bermakna

(p=0.01), sementara pada kelompok plasebo terdapat penurunan yang secara

statistik tidak bermakna (p=0.1).

Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa pemberian DLBS-3233

menurunkan kadar gula darah puasa walaupun secara statistik tidak bermakna

serta menurunkan kadar gula darah 2 jam pp dan HbA1C yang secara statistik

bermakna. Penurunan kadar gula darah puasa yang secara statistik tidak bermakna

ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa efek insulin sensitizer DLBS

dapat menurunkan kadar gula darah puasa. Namun penelitian yang dilakukan

Askandar,dkk dimana menunjukkan hasil bahwa DLBS-3233 mampu menurunkan

gula darah puasa, 2 jam pp dan HbA1C secara signifikan pada pemberian DLBS

3233 selama 12 minggu.

Pemberian DLBS-3233 dapat meningkatkan sensitivitas reseptor insulin

yang kemudian akan menurunkan resistensi insulin.

148
G. Keterbatasan Penelitian

1. Faktor kepatuhan subjek penelitian yang bervariasi, yang tentunya akan

berpengaruh pada hasil penelitian, meskipun sudah diberikan edukasi dan

lembaran kepatuhan minum obat

149
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pemberian DLBS-3233 100 mg peroral 1 kali sehari selama 12

minggu pada pasien diabetes mellitus tipe 2 baru di studi ekperimental

lapangan menghasilkan kesimpulan sebagai berikut :

1. Pemberian DLBS-3233 100 mg selama 12 minggu meningkatkan aktivitas

SOD pada pasien diabetes mellitus tipe 2 baru secara bermakna dibanding

kelompok plasebo.

2. Faktor perancu seperti usia, jenis kelamin, status diit, status olahraga,

lingkar pinggang, dan BMI berpengaruh terhadap peningkatan aktivitas

SOD post-perlakuan yang secara statistik tidak bermakna.

B. Saran

1. DLBS-3233 dapat menjadi salah satu pilihan dalam pengelolaan diabetes

mellitus tipe 2.

2. Hasil penelitian ini dapat diinformasikan ke pelayanan kesehatan terhadap

pasien diabetes mellitus tipe 2 baru yang mendapat DLBS-3233 yang

memberikan manfaat dalam meningkatkan aktivitas SOD serum sehingga

diharapkan tidak terjadi komplikasi kronik pada diabetes mellitus tipe 2.

3. Penelitian ini dapat diteruskan ke penelitian selanjutnya dengan

meminimalisir variabel-variabel perancu serta intervensi terhadap olahraga

dan pengaturan diit.

150
4. Rentang penelitian perlakuan DLBS-3233 dapat dilakukan dalam waktu

lebih panjang (lebih dari 3 bulan) untuk mendapatkan efek jangka panjang

DLBS-3233 terhadap resistensi insulin.

151
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnamasari D. Diagnosis dan Klasifikasi DM. In: Sudoyo AW, Setiyohadi

B, Alwi I, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed. Jakarta: Interna

Publishing; 2009:1880-3.

2. McCord JM, Fridovich I. Superoxide dismutase: the first twenty years (1968-

1988). Free Radic Biol Med 2002;5:363-9.

3. Suyono S. Patofisiologi Diabetes Mellitus. Penatalaksanaan DM Terpadu.

Jakarta: FKUI;2005:1-4.

4. Suyono S. Kecenderungan Peningkatan Jumlah Pasien Diabetes.

Penatalaksanaan DM Terpadu. Jakarta: FKUI; 2005:1-4.

5. Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes: Mekanisme terjadinya, diagnosis,

dan strategi pengelolaan. In: Sudoyo A.W SB, Alwi I, editor. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam, 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009:1922-9.

6. Hisalkar PJ, Patne AB, Fawade MM, Karnik AC. Evaluation of plasma

superoxide dismutase and glutathione peroxidase in type 2 diabetic patients.

Biology and Medicine 2012;4:65-72.

7. Gill-Garrison RO, Slater JL, Grimaidi K. Oxidative stress and Human

Genetic Variation. United States ;2005:13-32.

8. Tandrasasmita OM, Wulan DD, Nailufar F, Sinambela J, Tjandrawinata RR.

Glucose-lowering effect of DLBS3233 is mediated through phosphorylation

of tyrosine and upregulation of PPARgamma and GLUT-4 expression. Int J

Gen Med 2011;4:345-57.

9. Nailufar F, Tandrasasmita OM, Tjandrawinata RR. DLBS3233 increases

glucose uptake by mediating upregulation of PPAR and PPAR expression.


152
Biomed Prev Nutr 2011;1:71-8.

10. Suastika K, Nugrahini NE, Tjandrawinata RR, Saraswati R, Dwipayanan P,

Junita A, et al. DLBS3233, bioactive extract of lagerstroemia speciosa and

cinnamomum burmanii, lowers blood glucose and improves lipid profile in

type 2 diabetes. Original research DLBS3233 in type 2 diabetes 2014:1-20.

11. Nailufar F, Tjandrawinata R.R. Effect of DLBS3233, an insulin sensitizer, on

fructose-induced insulin resistance rat. Medicinus 2011;24:13-7.

12. Wijaya L, Hendri P, Nofiarny D, Tjandrawinata R.R. Clinical Trial Phase II

of DLBS3233. Medicinus 2010;22.

13. Sukandar EY, Sigit JI, Adnyana IK. Study of acute, subchronic toxicity and

teratogenicity of DLBS3233. Bandung: Bandung Institute of Technology,

2008.

14. Karam JH, German MS. Pancreatic Hormone and Diabetes Mellitus. In:

Greenspan FS, Gardner DG, editor. Basic and Clinical Endocrinology, 7th ed.

New York: McGrawHill;2004:658-66.

15. Suastika K. Diagnosis, klasifikasi, dan standar perawatan diabetes. Kumpulan

naskah ilmiah obesitas, sindrom metabolik, diabetes, dislipidemia, penyakit

tiroid: Universitas Udayana, 2008:66.

16. Hadisaputro S, Setyawan H. Epidemiologi dan faktor-faktor risiko terjadinya

diabetes mellitus. In: Darmono. Suhartono T, editor. Naskah lengkap diabeets

mellitus ditinjau dari berbagai aspek penyakit dalam. Semarang: UNDIP;

2007:133-7.

17. PERKENI. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2

di Indonesia. Jakarta: PB PERKENI; 2011:1-18.

18. Schalkwijk CG, Stehouwer CD. Vascular complications in diabetes mellitus:


153
the role of endothelial dysfunction. Clin Sci (Lond) 2005;109:143-59.

19. Brownlee M. The pathobiology of diabetic complications: a unifying

mechanism. Diabetes 2005;54:1615-25.

20. Krans HM. Insulin resistance and metabolic syndrome. In: Adi S,

Tjokroprawiro A, editor. Naskah lengkap The Mets- The 3rd stage of obesity

prevention and treatment. Surabaya: PERKENI;2007:126-34.

21. McGarry JD. Banting lecture 2001: dysregulation of fatty acid metabolism in

the etiology of type 2 diabetes. Diabetes 2002;51:7-18.

22. Ragheb R, Medhat AN. Mechanism of Fatty Acid-Induced Insulin Resistance

in Muscle and Liver. Diabetes Metabolism 2011;2:127.

23. Rosen P, Nawroth PP, King G, Moller W, Tritschler HJ, Packer L. The role

of oxidative stress in the onset and progression of diabetes and its

complications: a summary of a Congress Series sponsored by UNESCO-

MCBN, the American Diabetes Association and the German Diabetes

Society. Diabetes Metab Res Rev 2001;17:189-212.

24. Dias IHK, Griffiths HR. Oxidative Stress in Diabetic circulating advanced

glication and prroducts (AGEs), lipid oxidation and vascular disease. Life and

Health sciences;2011:1-3.

25. Kyaw M, Yoshizumi M, Tsuchiya K, Izawa Y, Kanematsu Y, Tamaki T.

Atheroprotective effects of antioxidants through inhibition of mitogen-

activated protein kinases. Acta Pharmacol Sin 2004;25:977-85.

26. Kyrk J. Glycolysis and krebs cycle [internet]. Available at:

http://homepage.smc.edu/wissmann_paul/physiology/krebscycle.html.

Accessed December, 2014.

27. Giacco FMB. Oxidative Stress and Diabetic complications. Cirs Res 2010;
154
107 (9):1058-70.

28. Bierhaus A, Schiekofer S, Schwaninger M, et al. Diabetes-associated

sustained activation of the transcription factor nuclear factor-kappaB.

Diabetes 2001;50:2792-808.

29. Nishikawa T, Edelstein D, Du XL, et al. Normalizing mitochondrial

superoxide production blocks three pathways of hyperglycaemic damage.

Nature 2000;404:787-90.

30. Feener EP, The Renin-Angiotensin System in Diabetic Cardiovasculer

Complications. In : Johnstone MT, Veves A, editor Diabetes and

Cardiovascular disease,2nd ed. New Jersey: Humarapress ;2005:73-84.

31. Ho FM, Lin WW, Chen BC, et al. High glucose-induced apoptosis in human

vascular endothelial cells is mediated through NF-kappaB and c-Jun NH2-

terminal kinase pathway and prevented by PI3K/Akt/eNOS pathway. Cell

Signal 2006;18:391-9.

32. Begum N, Ragolia L. High glucose and insulin inhibit VSMC MKP-1

expression by blocking iNOS via p38 MAPK activation. Am J Physiol Cell

Physiol 2000;278:C81-91.

33. Nakagami H, Morishita R, Yamamoto K. Phosphorilation of p38 mitogen-

activated protein kinease downstream leads to cell death induced by high D-

glucose in human endothelial cell. Diabetes; 2001;50 (6): 1472-81.

34. Purves T, Middlemas A, Agthong S, et al. A role for mitogen-activated

protein kinases in the etiology of diabetic neuropathy. Faseb J 2001;15:2508-

14.

35. Du XL, Edelstein D, Rossetti L, et al. Hyperglycemia-induced mitochondrial

superoxide overproduction activates the hexosamine pathway and induces


155
plasminogen activator inhibitor-1 expression by increasing Sp1 glycosylation.

Proc Natl Acad Sci U S A 2000;97:12222-6.

36. Reaven GM. Insulin resistance and its consequences: type 2 diabetes mellitus

and coronary heart disease. In: LeRoith D, Taylor SI, Olefsky JM, editor.

Diabetes mellitus: a fundamental and clinical test. Philadelphia: Lippincott

Williams & Wilkins; 2000:2-11.

37. Srivastava AF, Posner B, Insulin action. Canada: Spinger Sciences; 2012

:172-83.

38. Grodsky GM. Kinetics of insulin secretion: underlying metabolic event in

diabetes mellitus. In: LeRoith D, Taylor SI, Olefsky JM, editor. Diabetes

mellitus: a fundamental and clinical test. Philadelphia: Lippincott Williams &

Wilkins; 2000:604-15.

39. Ceriello A. Oxidative stress and glycemic regulation. Metabolism

2000;49:27-9.

40. Yaworsky K, Somwar R, Klip A. Interrelationship between oxidative stress

and insulin resistance. In: Packer L, Rosen P, Tritschler HJ, King GL, editor.

Antioxidants in diabetes management. New York: Marcel Dekker; 2000:275-

302.

41. Maddux BA, See W, Lawrence JC, Jr., Goldfine AL, Goldfine ID, Evans JL.

Protection against oxidative stress-induced insulin resistance in rat L6 muscle

cells by mircomolar concentrations of alpha-lipoic acid. Diabetes

2001;50:404-10.

42. Arora S. Molecular basis of insulin Resistance its relation to metabolic

syndrome.Insulin Resistance. India: InTech;2012. DOI: 10.5772/54620

43. Packer L, Rosen P, Tritschler HJ, King GL, Azzi A. Antioxidants in diabetes
156
management. New York: Marcel Dekker; 2000. p.1-13.

44. Jacob S, Lehmann R, Rett K. Oxidative stress and insulin action: a role for

antioxidants. In: Packer L, Rosen P, Tritschler HJ, King GL, editor.

Antioxidants in diabetes management. New York: Marcel Dekker; 2000:319-

38.

45. Blair AS, Hajduch E, Litherland GJ, Hundal HS. Regulation of glucose

transport and glycogen synthesis in L6 muscle cells during oxidative stress.

Evidence for cross-talk between the insulin and SAPK2/p38 mitogen-

activated protein kinase signaling pathways. J Biol Chem 2000;274:36293-9.

46. Yuan M, Konstantopoulos N, Lee J, et al. Reversal of obesity- and diit-

induced insulin resistance with salicylates or targeted disruption of Ikkbeta.

Science 2001;293:1673-7.

47. Zelko IN, Mariani TJ, Folz RJ. Superoxide dismutase multigene family: a

comparison of the CuZn-SOD (SOD1), Mn-SOD (SOD2), and EC-SOD

(SOD3) gene structures, evolution, and expression. Free Radic Biol Med

2002;33:337-49.

48. Shahidi F, Wanasundara. Antioxidants: science, technology, and applications.

2005. DOI: 10.1002/047167849X.bio002

49. Evans JL. Antioxidants: Do they have a role in the treatment of insulin

resistance? Indian J Med Res 2007;125:355-72.

50. Mejia CF, Monroy M. Oxidative Stress in Diabetes Mellitus and the Role Of

Vitamins with Antioxidant Actions. Intech Open Science 2013;9:209-32.

51. Cao X, Antonyuk SV, Seetharaman SV, et al. Structures of the G85R variant

of SOD1 in familial amyotrophic lateral sclerosis. J Biol Chem

2008;283:16169-77.
157
52. Antonyuk SV, Strange RW, Marklund SL, Hasnain SS. The structure of

human extracellular copper-zinc superoxide dismutase at 1.7 A resolution:

insights into heparin and collagen binding. J Mol Biol 2009;388:310-26.

53. Kimura F, Hasegawa G, Obayashi H, et al. Serum extracellular superoxide

dismutase in patients with type 2 diabetes: relationship to the development of

micro- and macrovascular complications. Diabetes Care 2003;26:1246-50.

54. Wiryana M, Suastika K, Bagianto H, Bhakta M. Peranan Terapi Insulin

Intensif terhadap Superoxide Dismutase, Tumor Necrosis Factor-a dan

Interleukin-6 pada Penderita Kritis Dengan Hiperglikemia. Universitas

Udayana;2009:1.

55. Wiryana M. The Role of Intensive Insulin Therapy in Increasing Superoxide

Dismutase (SOD) and Normalizing Hyperglycemia in Critically III Patients.

Acta med Indones-Indones. J Intern Med. 2009;41: 61.

56. Yuan G, Adhikary G, McCormick AA, Holcroft JJ, Kumar GK, Prabhakar

NR. Role of oxidative stress in intermittent hypoxia- induced immediate early

gene activation in rat PC12 cells. J Physiol. 2004;557:77383.

57. Celik S, Akkaya H. Total Antioxidant Capacity, Catalase and Superoxide

Dismutase on Rats Before and After Diabetes. Journal of Animal and

Veterinary Advances 2009;8:1503-8.

58. Arthur JR. The Glutathione peroxides. 2000: 1825-1835. Cell Mol Life

Sci. 2000 Dec;57(13-14):1825-35.

59. Pavlovic D, Kocic R, Kocic G, Jevtovic T, Radenkovic S, Mikic. Effect of

four week metformin treatment on plasma and erythrocyte antioxidative

defense enzymes in newly diagnosed obese patients with type 2 diabetes.

Diabetes Obes Metab 2000;2:251-6.


158
60. Adachi T. Relationship of plasma extracellular-superoxide dismutase level

with insulin resistance in type 2 diabetic patients. J Endocrinol 2004;181:413-

7.

61. Ciechanowski K. Long-term hyperglycaemia decreases vascular fraction

of extracellular superoxide dismutase. Diabetologia 2003;46:1026-7.

62. Hisalkar. Assessment of plasma antioxidant levels in type 2 diabetes

patients. Int J Biol Med Res 2012;3:1796-800.

63. Nugroho KH. The Role of Metformin in Prevention and Treatment of Type 2

DM and Vascular Complication. In: Soehartono S, Pemayun T, Nugroho

KH, editor. Simposium OHO IV 2012: Be Better in Knowledge move on a

good practice. Semarang: BP UNDIP, 2012:77-84.

64. Moeljanto D. Biochemical,Clinical Effects and The Limitation of Alfa

Glucose Oxidase Inhibitors. In: Soehartono S, Pemayun T, Nugroho KH,

editor. Simposium OHO IV 2012 : Be Better in Knowledge move on a good

practice. Semarang: BP UNDIP, 2012:59-64.

65. Moeljanto D. Biochemical, Clinical, and limitation of Thiazolidinediones. In:

Soehartono S, Pemayun T, Nugroho KH, editor. Simposium OHO 2012: Be

better in knowledge move on a good practice. Semarang; 2012:59-64.

66. Hernawan UA, Setyawan AD, Sutarno. Aktivitas Hipoglikemik dan

Hipolipidemik Ekstrak Air Daun Bungur (Lagerstroemia speciosa [L.] Pers.)

terhadap Tikus Diabetik Biofarmasi 2004;2:15-23.

67. Abduo H. Cinnamon Use for Type 2 Diabetes Management. Daman Drug

Info 2014;2:1-5.
159
68. Al-deen A. Antioxidant, Antidiabetic and Lipid Lowering Effect of

Cinnamon and Vitamin C in Hyperglicemic Rabbits. Bas J Vet Res

2011;10:33-48.

69. Cheng-hong Y. Antioxidant Activity of Various Parts of Cinnamomum cassia

Extracted with Different Extraction Methods. Molecules 2012;17:7294-304.

70. Jakhetia V, Patel R, Pahuja N, Garg S, Pandey A, Sharma s. Cinnamon: A

Pharmacological Review. J Adv Sci Res 2010;1:19-23.

71. Khan A. Cinnamon Improves Glucose and Lipids of People With Type 2

Diabetes. Diabetes Care 2003;26:3215-28.

72. DLBS. Diabetes. Available at: http://www.dlbs.co/http%3A/dev.ferron-

pharma.com/ethical/inlacin. Accessed January, 2015.

73. Tjokroprawiro A. Inlacin as add on therapy in patients with T2DM (provided

with the results of the prospective inlacin R-study in Surabaya).

MEDICINUS; 2014 : 27 (1).

74. Tjokroprawiro A. The Diitetic Regimen for Indonesian Patients with

Diabetes Mellitus, 2014. DIS 616.379.

75. Manaf A. Insulin Resistance as a Predictor of Worsening of Glucose

Tolerance in Type 2 Diabetes Mellitus. MEDICINUS 2014;2;27.

76. International Diabetes Federation. IDF Clinical Guidelines Task Force.

Global Guideline for type 2 diabetes. Brussels: 2012.p. 9-109.

77. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 [internet]. 2013 [cited 2015 Feb 28].

Available from: http://depkes.go.id/downloads/riskesdas2013/Hasil%20

Riskesdas%202013.pdf. Accessed January, 2015.

78. Allen RG, Tressini M,2000. Oxidative stress and gene regulation. Free

Radical Biol Med. 28;2000:463-99


160
79. Sozmen, E.Y., B. Sozmen, Y. Delen and T. Onat. Catalase/superoxide

dismutase (SOD) and catalase/paraoxonase (PON) ratios may implicate poor

glycemic control. Arch. Med. Res 2001 ;32: 283-287.

80. Pusparini. Obesitas sentral, sindroma metabolik dan diabetes mellitus tipe

dua. Universa Medicina 2007; 26:195-204.

161
Lampiran 1 ETHICAL CLEARANCE

162
Lampiran 2

PENJELASAN PROSEDUR PENGAMBILAN SAMPLING DARAH

KEPADA RESPONDEN

Penjelasan mengenai penelitian dengan judul:

PENGARUH DLBS-3233 TERHADAP AKTIVITAS

SUPEROXIDE DISMUTASE (SOD)

PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 BARU

Saya (dr. Diana Novitasari, Sp. PD) sedang melakukan penelitian yang bertujuan

menilai pengaruh DLBS-3233 terhadap aktivitas superoxide dismutase (SOD)

pada penderita diabetes mellitus tipe 2 baru, Bapak/Ibu/Saudara terpilih ikut serta

dalam penelitian ini, karena memenuhi syarat penelitian. Waktu pemeriksaan

kurang lebih 1 hari dengan tindakan berupa pengambilan darah. Darah yang

diambil kurang lebih 5 cc. Selain pemeriksaan darah juga dilakukan pemeriksaan

fisik dan pengisian kuesioner.

Manfaat yang akan diperoleh adalah dapat mengetahui pengaruh dan dosis

efektif terapi DLBS-3233 terhadap aktivitas superoxide dismutase (SOD) pada

penderita diabetes mellitus tipe 2 baru.

Risiko yang akan dialami akibat pemeriksaan ini adalah rasa sakit pada

saat pengambilan darah seperti pada pemeriksaan rutin pasien. Jika mengalami

risiko tersebut peneliti bertanggung jawab untuk membantu dalam hal pengobatan.

Semua keterangan yang diperoleh dari penelitian ini akan diperlakukan

secara rahasia. Bapak/Ibu/Saudara berhak menolak ikut dalam penelitian dan


163
berhak mengundurkan diri selama penelitian berlangsung. Selama penelitian

Bapak/Ibu/Saudara tidak dibebani biaya apapun, tetapi harus mengisi surat

persetujuan mengikuti penelitian secara sukarela. Jika sewaktu-waktu

membutuhkan penjelasan lebih lanjut, dapat menghubungi:

dr. Diana Novitasari, Sp.PD

Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNDIP/ RSUP Dr. Kariadi

Jl. Dr. Soetomo 18 Semarang

Telp (024) 8454873

Atau

HP 0811276280

164
Lampiran 3

PENJELASAN MENGENAI FOOD FREQUENCY QUESTIONER (FFQ)

PENGERTIAN FFQ

Food Frequency Questionnare Method (FFQ/Metode Kuesioner Frekuensi

Makanan) adalah Salah satu metode diitary assesment dalam konteks individu

yang mencatat frekuensi individu terhadap beberapa jenis makanan (<100) dalam

kurun waktu tertentu (1 bulan terakhir/6 bulan terakhir/1 tahun terakhir).

PRINSIP DAN PENGGUNAAN FFQ

1. Kuesioner Frekuensi makanan (FFQ) menilai energi dan/atau intake gizi

dengan menentukan seberapa sering seseorang mengkonsumsi sejumlah

makanan yang merupakan sumber nutrisi utama atau dari komponen

makanan tertentu dalam pertanyaan per hari (minggu atau bulan) selama

tertentu periode waktu (biasanya 6 bulan sampai 1 tahun).

2. Menyediakan data tentang kebiasaan asupan nutrisi yang dipilih, makanan

tertentu atau kelompok-kelompok makanan.

3. Kombinasi khusus dari makanan dapat digunakan sebagai prediktor untuk

asupan nutrisi tertentu atau non-gizi, asalkan komponen asupan makanan

terkonsentrasi dalam jumlah yang relatif kecil makanan atau kelompok

makanan tertentu, misalnya konsumsi vitamin c diperkirakan dari buah-

buahan segar dan jus buah.

165
4. FFQ sering dirancang untuk mendapatkan informasi tentang aspek-aspek

tertentu dari diit, seperti lemak makanan atau vitamin tertentu atau mineral

dan aspek lainnya mungkin kurang baik dicirikan.

5. Kuesioner ini terdiri dari daftar sekitar 100 atau lebih sedikit makanan

individu atau kelompok makanan yang kontributor penting untuk intake

energi penduduk atau nutrisi khusus menarik lainnya.

6. FFQ biasanya dikelola sendiri dan karena itu dirancang mudah untuk

diselesaikan oleh subyek penelitian (diwawancarai oleh pewawancara atau

mengisi kuesioner komputer atau melalui telepon)

7. FFQ sering mengandalkan asumsi tentang ukuran porsi dan dibatasi oleh

jumlah detail yang layak untuk disertakan dalam kuesioner. Hal ini

dimungkinkan untuk kuesioner menjadi semi-kuantitatif di mana subyek

diminta untuk memperkirakan ukuran porsi makan biasa.

8. Dalam epidemiologi, FFQ sering diisi dengan merujuk pada tahun

sebelumnya untuk memastikan pola konsumsi makanan yang biasa untuk

periode itu.

9. FFQ harus spesifik

JENIS FFQ

1. FFQ kualitatif, terdiri dari :

Daftar makanan : sifatnya spesifik (fokus pada kelompok-

kelompok makanan tertentu, atau makanan yang dikonsumsi secara

berkala dalam kaitannya dengan acara khusus atau musim) atau

luas (untuk memungkinkan perkiraan jumlah asupan makanan dan

keragaman makanan).
166
Frekuensi kategori respons penggunaan : harian, mingguan,

bulanan, tahunan.

2. FFQ Semi-kuantitatif (SQ-FFQ) adalah FFQ kualitatif dengan

penambahan perkiraan sebagai ukuran porsi: standar atau kecil, sedang,

besar. Modifikasi ini memungkinkan penurunan energi dan asupan gizi

yang dipilih.

FFQ KUALITATIF

Penggunaan metode Frekuensi Makanan Kualitatif

a. Klasifikasi pola diit biasa

b. Jelajahi korelasi kemungkinan dari retrospektif asupan makanan

jangkampanjang kebiasaan makanan / dengan penyakit kronis / kesehatan

c. Menilai program pendidikan gizi

d. Menilai kepatuhan diit individu atau kelompok

e. Mengidentifikasi orang-orang yang mungkin perlu penilaian diit lebih rinci

f. Menetapkan tren pembelian makanan

g. FFQ data umumnya dinilai cocok untuk membedakan peserta

pembelajaran yang sesuai dengan kebiasaan makanan atau asupan gizi

h. Peringkat individu ke dalam kategori yang luas, misalnya tinggi, sedang

dan rendah asupan.

Prosedur FFQ Kualitatif

1. Dari daftar makanan tertentu kelompok makanan/kelompok makanan yang

disukai, mintalah responden untuk mengidentifikasi seberapa sering

167
mereka biasanya mengkonsumsi setiap item makanan (kelompok makanan

(daftar kategori makanan. Bertindak sebagai membantu ingatan cepat)

2. Lima kategori untuk frekuensi makanan makanan yang tersedia: sehari-

hari (D), mingguan (W), bulanan (M), tahunan (Y), jarang / tidak pernah

(N).

3. Responden memilih kategori yang paling sesuai untuk frekuensi konsumsi

setiap item makanan yang dipilih, dan mencatat jumlah setiap kali item

makanan yang dikonsumsi dalam kotak yang sesuai

3. Dalam konteks sederhana atau non-kuantitatif FFQ pilihan ukuran porsi

tidak diberikan. Ini umumnya menggunakan "ukuran bagian standar"

diambil dari data yang besar-populasi.

Contoh format FFQ Kualitatif

Jenis Makanan Frekuensi

Harian Mingguan Bulanan Tahunan Tidak Pernah

Tempe

Tahu

Kacang kedelai

LANGKAH PELAKSANAAN FFQ

Dengan menggunakan metode frekuensi makanan maka dapat diperoleh gambaran

pola konsumsi bahan makanan secara kualitatif, tapi karena periode

pengamatannya lebih lama dan dapat membedakan individu berdasarkan ranking

tingkat konsumsi zat gizi, maka cara ini paling sering digunakan dalam

epidemiologi gizi. Kuesioner frekuensi makanan memuat tentang daftar bahan


168
makanan atau makanan dan frekuensi penggunaan makanan tersebut pada periode

tertentu. Bahan makanan yang ada dalam daftar kuesioner tersebut adalah yang di

konsumsi dalam frekuensi yang cukup sering oleh responden. Langkah-langkah

nya sebagai berikut :

1. Responden diminta untuk memberi tanda pada daftar yang tersedia pada

kuesioner mengenai frekuensi penggunaannya dan ukuran porsinya.

2. Lakukan rekapitulasi tentang frekuensi penggunaan jenis-jenis bahan

makanan terutama bahan makanan yang merupakan sumber-sumber zat

gizi tertentu selama periode tertentu pula

169
Lampiran 4

Pemeriksaan Aktivitas SOD

K-ASSAY SOD Activity Kit ini mengukur secara kuantitatif aktivitas SOD di

berbagai jenis sampel, dan semua jenis SOD baik intra maupun ektraselular.

Untuk mengukur konsentrasi SOD pada sampel, alat ini mencakup seperangkat

kalibrator. Kalibrator adalah pengujian pada saat yang sama sebagai sampel dan

memungkinkan operator untuk menghasilkan kurva kalibrasi dari kepadatan optik

dibandingkan konsentrasi SOD. Konsentrasi SOD pada sampel yaitu setelah

ditentukan dengan membandingkan sampel Outer Diameter (O.D) ke kurva

kalibrasi.

170
PRINSIP

Enzim SOD ini dihubungkan dengan immunosorbent assay menerapkan teknik

yang disebut qualitatif sandwich immunoessay. Microtiter plate tersedia pada alat

ini setelah pra-dilapisi dengan spesifik antibodi polyclonal untuk SOD. Kalibrator

atau sampel yaitu dengan ditambahkan ke mikrotiter plate wells dan SOD saat

sekarang, akan mengikat antibodi pra-dilapisi dengan baik. Pada urutan untuk

menentukan determinasi dengan kualitatif pada jumlah SOD disampelnya,

persiapan yang distandarisasi horseradish peroxidase (HRP)-terkojugasi antobodi

polyclonal, spesifik untuk SOD yaitu ditambahkan pada masing-masing ke

sandwich SOD bergerak pada plate. Microtiter plate mengalami inkubasi, dan

setelah baik sepenuhnya lalu dicuci untuk menghilangkan semua komponen yang

terikat. Selanjutnya cairan substrat A dan B ditambahkan masing-masing dengan

baik. Enzim (HRP) dan substrat dibiarkan bereaksi selama masa inkubasi yang

singkat. Hanya yang naik yang mengandung SOD dan enzim yang terkonjugasi

antibodi akan menunjukkan perubahan warna. Reaksi substrat enzim diakhiri

dengan penambahan larutan asam sulfat dan perubahan warna diukur dengan

spechtrophotometri pada panjang gelombang 450 nm.

KOMPONEN

Reagent Jumlah

Microtiter Plate 96 buah

Kalibrator 1 (0 g/mL) 1

Kalibrator 2 (1 g/mL) 1

171
Kalibrator 3 (2.5 g/mL) 1

Kalibrator 4 (5 g/mL) 1

Kalibrator 5 (10 g/mL) 1

Kalibrator 6 (25 g/mL) 1

Enzim Conjugate 1 x 10 Ml

Substrate A 1 x 6 mL

Substrate B 1 x 6 mL

Stop Solution 1 x 6 mL

Wah Buffer (100X concentrate) 1 x 10 mL

Lysis Buffer Solution 1 x 3 mL

Penyimpanan

Semua reagen yang tersedia dijual pada 4C. Lihat tanggal kadaluarsa pada tabel.

PENGUMPULAN SAMPEL DAN PENYIMPANAN

Serum

Menggunakan Serum Separator Tube (SST) dan memungkinkan sempel untuk

membeku selama 30 menit sebelum disentrifus selama 15 menit sekitar 1000 x g.

Hapus serum dan assay segera atau aliquot dan sampel pada -20C atau -80C.

Plasma

Pilih plasma menggunakan EDTA atau heparin sebagai antikoagulan. Sampel

disentrifus selam 15 menit pada 1000 x g pada 4C dengan 30 dikoleksi. Sampel

yang dijual pada -20C atau -80C. Hindari pengulangan siklus membeku-

mencair.

172
Cairan kultur sel dan cairan biologi yang lain

Hapus partikel dengan sentrifus dan essay segera atau aliquot dan sampel pada -

20C atau -80C. Hindari pengulangan siklus membeku-mencair.

PERSIAPAN REAGEN

Bawa semua komponen kit dan sampel ke temperatur ruangan (18-25C) sebelum

digunakan.

Cairan Pembersih

Mencairkan 10 mL dengan konsentrasi cairan pembersih (100x) dengan 990 mL

air diionisasi dan disuling atau dipersiapkan 1000 mL cairan pembersih (1x).

BAHAN TAMBAHAN

1. Microplate reader yang dapat mengukur absorbansi pada 450 nm.

2. Pipettes dan pipette tips.

3. 100 mL dan 1 liter graduated silinder.

4. Dikalibrasikan dengan pipet yang telah disesuaikan, sebaiknya menggunakan

plastik yang sekali pakai. (pipet yang berjenis multi-channel untuk tes besar).

5. Inkubator 37C.

6. Kertas absorbent.

7. Air disuling atau yang diionisasikan.

8. Analisa data dan grafik softwere. Kertas grafik : linear (Cartesian), log-log or

semi-log, or log-logit tergantung yang diinginkan.

9. Tabung untuk mempersiapkan kalibrator atau sampel pengenceran.

173
PROSEDUR ASSAY

Ini direkomendasikan pada semua kalibrator dan sampel ditambahkan pada

duplikat untuk Mikrotiter Plate.

1. Menjamin aman nomor yang dikehendaki dilapisi dengan baik untuk ditahan

kemudian ditambahkan 50L dari kalibrator atau sampel untuk yang sesuai

dengan baik pada antibodi pra-lapisan microtiter plate.

2. Tambahkan 100L konjugat masing-masing dengan baik. Campurkan.

Mencampur dengan baik merupakan langkah yang penting. Tutup dan

inkubasi selama satu jam pada suhu 37C.

3. Cuci mikrotiter plate menggunakan salah satu metode yang ditentukan

dibawah ini :

a. Mencuci secara manual : menghapus campuran inkubasi dengan

menghisap isi dari wadah ke westafel atau wadah limbah yang tepat.

Mengisi setiap wadah penuh dengan cairan pembersih yang diencerkan,

dan setelahnya isinya dihisap dari wadah ke wesatfel atau wadah limbah

yang tepat. Ulangi prosedur ini lima kali dari lima kali pembersihan.

Setelah dibersihkan, balikkan wadah, dan keringkan dengan memukulkan

ke kertas penyerap atau kertas handuk hingga tidak ada air yang muncul.

Catatan : tahan bagian sisi wadah dengan kuat saat mencuci untuk

memastikan bahwa semua jalur tetap aman dalam bingkai. Menghapus

secara lengkap pada setiap langkah sangat penting untuk kinerja yang baik.

b. Mencuci secara otomatis : cuci wadah lima kali dengan mencairkan cairan

pembersih (350-400L/well/cuci) menggunakan pembesih otomatis.

Setelah dibersihkan, keringkan wadah diatas. Ini direkomendasikan bahwa


174
alat pembersih diatur untuk waktu perendaman 10 detik dan waktu

pengkocokan 5 detik diantara setiap mencuci.

4. Tambahkan 50L substrat A dan 50L substrat B dengan baik, setelahnya.

Tutup dan inkubasi selama 15 menit pada suhu 20-25C. (terhindar dari sinar

matahari)

5. Tambahkan 50 L cairan pada masing-masing dengan baik. Campur dengan

baik.

6. Baca Optical Density (OD) pada 450 nm menggunakan pembaca microtiter

plate segera.

HASIL PERHITUNGAN

1. Kurva kalibrasi digunakan untuk menentukan jumlah sampel yang tidak

diketahui. Bentuk kurva kalibrasi dengan merencanakan rata-rata O.D.

(450nm) untuk setiap kalibrator axis vertikal (Y) terhadap konsentrasi axis

horisontal (X), dan menggambarkan kurva yang baik pada titik grafik.

2. Pertama, perhitungan nilai rata-rata O.D. untuk masing-masing kalibrator dan

sempel. Semua nilai O.D. dikurangi dengan nilai rata-rata kontrol blank

175
sebelum diinterpretasikan. Membentuk kurva kalibrasi menggunakan kertas

grafik atau softwere statistik.

3. Untuk menentukan setiap sampel, lokasi pertama nilai O.D. pada axis Y dan

memanjang garis horisontal ke kurva kalibrasi. Pada persimpangan, gambar

garis vertikal untuk axis X dan baca konsentrasi yang sesuai.

4. Banyak variasi di operator, pipetting dan teknik mencuci, waktu inkubasi atau

temperatur, dan waktu alat dapat menyebabkan variasi pada hasil. Masing-

masing pengguna harus mendapatkan kalibrasi mereka sendiri.

5. Sensitivitas pada assay ini yaitu 0,1 g/mL.

6. Pada assay ini sensitivitasnya tinggi dan spesifitasnya sempurna untuk

mendeteksi SOD. Tidak signifikan reaksi silang atau interferensi antara SOD

dan analog observasi.

Catatan: terbatas oleh keterampilan dan pengetahuan, ini memungkinkan

untuk kita melengkapi deteksi reaksi silang antara SOD dan semua analog,

untuk itu, reaksi silang mungkin masih ada dibeberapa kasus.

DEFINISI UNIT SOD

Satu unit SOD didefinisikan sebagai jumlah enzim yang menyebabkan 50%

inhibisi terhadap Nitro blue Tetrazolium (NBT) yang dicampur dengan riboflavin

pada suhu 25 C dan pH 7.8.

SENSITIVITAS

Sensitivitas berdasarkan K-Assay adalah kurang lebih 0.044 U/ml.

176
Lampiran 5 Evaluasi aktivitas SOD

Evaluasi dari Superoxide Dismutase dan Glutatihone Peroxidase

dalam Plasma pada Pasien Diabetes tipe 2

ABSTRAK

Antioksidan adalah agen yang melindungi, mencegah, atau mengurangi tingkat

kerusakan oksidatif pada biomolekul. Agen ini dapat berupa enzimatik, non-

enzimatik, atau chelators logam. Termasuk dalam kategori enzimatik adalah

katalase, superoksida dismutase (SOD), dan glutathione peroxidase (GPx). SOD,

tembaga, seng dan enzim mangan mengandung, bereaksi dengan superoksida

radikal untuk membentuk hidrogen peroksida, yang kemudian diubah menjadi air

dengan GPx (a selenoprotein glutathione-dependent), atau katalase, enzim heme.

penurunan aktivitas enzim-enzim antioksidan dapat meningkatkan kerentanan


177
pasien diabetes cedera oksidatif. Dukungan yang tepat dari persediaan antioksidan

dapat membantu dalam mencegah komplikasi klinis diabetes. Dalam pandangan

ini, elemen tambahan seperti selenium, tembaga, seng, dan mangan, komponen

penting dari enzim, mungkin berguna dalam mencegah perkembangan komplikasi

diabetes. Ada sejumlah faktor yang memengaruhi status oksidatif individu yang

meliputi jenis kelamin, usia, komposisi tubuh, status merokok, diet, tingkat

aktivitas fisik, dan kekuatan mekanisme pertahanan. Oleh karena itu, penelitian ini

dilakukan untuk melihat hubungan faktor-faktor ini dengan enzim antioksidan

dalam klinis didiagnosis tipe 2 pasien diabetes.

PENDAHULUAN

Antoksidan enzim adalah protein endogen yang bekerja dalam kombinasi untuk

melindungi sel dari kerusakan akibat spesies oksigen reaktif (ROS). Peningkatan

kadar produk dari kerusakan oksidatif lipid dan protein telah terdeteksi dalam

serum pasien diabetes dan kehadiran mereka berkorelasi dengan perkembangan

komplikasi (Brownlee, 2001). Studi yang berbeda telah memberikan bukti-bukti

dari stres oksidatif meningkat dengan berkurangnya enzim antioksidan dan

vitamin di kedua diabetes tipe 1 dan tipe 2 (Lapolla et al, 2007;. Lodovici et al,

2008;. Likidlilid et al, 2010;. Al-Rawi, 2011 ). Hiperglikemia, ciri dari kondisi

diabetes, menghabiskannya antioksidan alami dan memfasilitasi produksi ROS,

yang memiliki kemampuan untuk bereaksi dengan semua molekul biologis seperti

lipid, protein, karbohidrat, DNA dan memberi efek sitotoksik pada komponen

seluler (Dincer et al., 2002 ). Dengan demikian, peningkatan ROS dan gangguan
178
pertahanan antioksidan berkontribusi untuk inisiasi dan perkembangan komplikasi

mikro dan makrovaskular pada penderita diabetes (Ceriello et al, 1998;. Ceriello

dan Motz, 2004).

Antioksidan membalikkan banyak efek hiperglikemia pada fungsi endotel seperti

mengurangi endotel tergantung relaksasi dan tertunda replikasi sel (Manisha,

1999). Untuk mengontrol peroksidasi lipid, terdapat sistem pertahanan yang terdiri

dari enzim antioksidan yang memainkan peran penting dalam pemulungan ROS.

kerentanan organisme 'stres radikal bebas dan kerusakan peroxidative adalah

terkait dengan keseimbangan antara beban radikal bebas dan kecukupan

pertahanan antioksidan. Abnormal, tingginya tingkat peroksidasi lipid dan

penurunan simultan mekanisme pertahanan antioksidan dapat menyebabkan

kerusakan organel sel dan stres oksidatif. Banyak laporan yang tersedia berkaitan

dengan stres oksidatif dan status antioksidan dari pasien diabetes tipe 2 (Giugliano

et al, 1995, 1996;. Takakura, 1998;. Piarulli et al, 2009). Beberapa studi telah

melaporkan konsentrasi yang lebih rendah antioksidan non-enzimatik serta

antioksidan enzimatik pada diabetes tipe 2 (Lodovici et al, 2009;. Likidlilid et al,

2010;. BIGAGLI et al, 2012.), Tetapi tidak ada data yang cukup mengenai status

aktual dari enzim antioksidan pada pasien diabetes. Oleh karena itu, penelitian ini

direncanakan untuk menyelidiki efek dari enzim antioksidan - superoksida

dismutase (SOD) dan glutathione peroxidase (GPx) - pada diabetes tipe 2 pada

berbagai aspek.

METODE PENELITIAN

Pemilihan sampel

Penelitian ini melibatkan 120 pasien yang menderita diabetes tipe 2 setelah

179
pemeriksaan klinis dan dikonfirmasi diagnosis oleh dokter di ACPM Medical

College & Hospital, Dhule (Maharashtra). Informasi dasar dari usia, pekerjaan,

kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, durasi penyakit, riwayat keluarga,

penggunaan medis, serta komplikasi seperti hipertensi diperoleh. Seratus dua

puluh orang sehat non-diabetes normal hati-hati dipilih sebagai kontrol. Mereka

usia dan jenis kelamin yang serupa, tidak gemuk, tidak cenderung, aktif secara

fisik, dan kadar glukosa darah puasa mereka berkisar 70-100 mg%. Semua pasien

berada dalam kelompok usia 30-72 thn dari kedua jenis kelamin dan sebanding

dengan kelompok kontrol. Di sini, tidak ada pasien dan subjek kontrol mengambil

suplemen makanan seperti vitamin atau mineral. Sebuah informed consent dari

semua peserta diperoleh sebelum studi.

Metode

Superoksida dismutase diukur menggunakan RANSOD kit dan GPx diukur

menggunakan RANSEL kit (Randox Laboratories Ltd, Crumlin). Metode ini

didasarkan pada studi Paglia dan Valentine (1967).

Analisis statistik

Data dinyatakan sebagai mean SD. Signifikansi statistik dievaluasi dengan tes t.

Perbedaan dianggap signifikan pada p <0,05. Korelasi antara parameter yang diuji

dipelajari dengan analisis regresi.

HASIL PENELITIAN

Tabel 1. Distribusi jenis kelamin dan usia

Usia Jenis Kelamin Total Presentase


Pria Perempuan
3039 16 06 22 18.34
4049 41 28 69 57.50
50 15 14 29 24.16
Total 72 48 120 100.00

180
Tabel 2. Karakteristik pasien diabetes dan kontrol
Pasien Diabetes tipe 2 Kontrol (n = 120)
(n = 120)
Jenis kelamin (L/P) 72/48 68/52
Usia (tahun) (mean SD) 44.74 8.95 46.11 8.70
Lelaki 43.45 9.10 46.50 9.09
Perempuan 46.66 8.46 45.61 8.21
Perokok 17/72
Peminum alkohol 8/72
Hipertensi 46/120
GDP(mg/dl) 168.14 62.06* 89.16 17.59
Malondialdehyde (nmol/ml) 5.06 1.05* 2.69 1.10

Tabel 3. Enzim Antoksidan pada Pasien Diabetes dan Kontrol


n SOD (U/ml) GPx (U/ml)
Pasien diabetes 120 144.09 33.54 3792.48 1208.16
Kontrol 120 178.65 46.85 4785.65 1217.83
Pria non-diabetes 68 190.88 50.21 5277.61 1294.15
Perempuan non-diabetes 52 162.65 36.73 4142.30 718.07
Pria diabetes 72 136.09 32.52 3908.63 1322.41
Perempuan diabetes 48 156.08 31.73 3618.25 1001.14
Non-diabetik usia (3039 thn) 23 197.82 39.00 4947.39 1582.72
Non-diabetik usia (4049 thn) 62 180.14 52.79 4809.5 1079.23#
Non-diabetik usia (50 thn) 35 163.4 34.74 4637.11 1199.54
Diabetik age (3039 thn) 23 148.63 20.74 4065.90 711.67
Diabetik age (4049 thn) 62 145.28 35.12 3780.55 1318.16
Diabetik age (50 thn) 35 137.79 37.45 3613.44 1229.50
DM tidak terkontrol 53 140.69 35.24 3914.13 1219.36
DM terkontrol 67 146.77 32.15 3696.25 1199.61
Diabetes dengan hipetensi 46 138.41 41.27 3535.08 1386.74
Diabetes tanpa hipertensi 74 147.62 27.41 3952.48 1061.27

KESIMPULAN

Perubahan dalam SOD plasma dan GPx di tipe 2 pasien diabetes menunjukkan

menipisnya mekanisme antioksidan dan prognosis stres oksidatif. Hasil

menunjukkan bahwa jenis kelamin, usia, komposisi tubuh, status merokok, diet,

tingkat aktivitas fisik, dan kekuatan mekanisme pertahanan memengaruhi status

stress oksidatif. Oleh karena itu, estimasi enzim-enzim antioksidan dapat

181
digunakan sebagai penanda dalam pengelolaan kontrol glikemik dan

pengembangan komplikasi diabetes.

Lampiran 6 Analisis statistik

HOMOGENITAS (Tabel 6)
- USIA

Tests of Normal ity


a
Kolmogorov -Smirnov Shapiro-Wilk
Suby ek Stat istic df Sig. Stat istic df Sig.
Usia (tahun) DLBS3233 .116 35 .200* .946 35 .084
Plasebo .150 35 .044 .947 35 .090
*. This is a lower bound of the true signif icance.
a. Lillief ors Signif icance Correction

Tables

n Min Max Med Mean SD


Suby ek DLBS3233 Usia (tahun) 35 37 60 50.0 50.5 6.9
Plasebo Usia (tahun) 35 42 64 53.0 53.3 6.1

NPar Tests
Mann-Whitney Test

Test Statisticsa

Usia (tahun)
Mann-Whitney U 482.500
Wilcoxon W 1112.500
Z -1.536
Asy mp. Sig. (2-tailed) .124
a. Grouping Variable: Suby ek

- JENIS KELAMIN

Jenis kel amin * Subyek Crosstabulation

Suby ek
DLBS3233 Plasebo Total
Jenis kelamin Laki-laki Count 4 8 12
% wit hin Suby ek 11.4% 22.9% 17.1%
Perempuan Count 31 27 58
% wit hin Suby ek 88.6% 77.1% 82.9%
Total Count 35 35 70
% wit hin Suby ek 100.0% 100.0% 100.0%

182
Chi-Square Tests

Asy mp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 1.609b 1 .205
Continuity Correctiona .905 1 .341
Likelihood Ratio 1.635 1 .201
Fisher's Exact Test .342 .171
Linear-by -Linear
1.586 1 .208
Association
N of Valid Cases 70
a. Computed only f or a 2x2 table
b. 0 cells (.0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is
6.00.

- LINGKAR PINGGANG

LP>90 cm pria atau > 80 cm wanita * Subyek Crosstabulation

Suby ek
DLBS3233 Plasebo Total
LP>90 cm pria atau Tidak ada Count 9 11 20
> 80 cm wanit a % wit hin Suby ek 25.7% 31.4% 28.6%
Ada Count 26 24 50
% wit hin Suby ek 74.3% 68.6% 71.4%
Total Count 35 35 70
% wit hin Suby ek 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asy mp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .280b 1 .597
Continuity Correctiona .070 1 .791
Likelihood Ratio .280 1 .596
Fisher's Exact Test .792 .396
Linear-by -Linear
.276 1 .599
Association
N of Valid Cases 70
a. Computed only f or a 2x2 table
b. 0 cells (.0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is
10.00.

183
- BMI PRE-PERLAKUAN

Tests of Normal ity


a
Kolmogorov -Smirnov Shapiro-Wilk
Suby ek Stat istic df Sig. Stat istic df Sig.
BMI pre DLBS3233 .107 35 .200* .973 35 .530
Plasebo .104 35 .200* .937 35 .045
*. This is a lower bound of the true signif icance.
a. Lillief ors Signif icance Correction

Tables

n Min Max Med Mean SD


Suby ek DLBS3233 BMI pre 35 18.51 39.10 27.38 27.85 5.28
Plasebo BMI pre 35 18.75 42.85 27.00 26.62 5.03

T-Test

Independent Samples Test

Lev ene's Test f or


Equality of Variances t-t est f or Equalit y of Means
F Sig. t df Sig. (2-tailed)
BMI pre Equal v ariances
.008 .931 .994 68 .324
assumed
Equal v ariances
.994 67.841 .324
not assumed

- STATUS DIIT PRE-PERLAKUAN

Tests of Normal ity


a
Kolmogorov -Smirnov Shapiro-Wilk
Suby ek Stat istic df Sig. Stat istic df Sig.
Stat us Diet Pre DLBS3233 .130 35 .145 .906 35 .006
Plasebo .108 35 .200* .956 35 .178
*. This is a lower bound of the true signif icance.
a. Lillief ors Signif icance Correction

Tables

n Min Max Med Mean SD


Suby ek DLBS3233 Stat us Diet Pre 35 1050 2480 1598.0 1567.3 325.3
Plasebo Stat us Diet Pre 35 1050 1958 1516.0 1521.5 265.3

184
T-Test

Independent Samples Test

Lev ene's Test f or


Equality of Variances t-test f or Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-tailed)
Stat us Diet Pre Equal v ariances
.236 .628 .647 68 .520
assumed
Equal v ariances
.647 65.355 .520
not assumed

- STATUS OLAHRAGA

Kebiasaan berolahraga * Subyek Crosstabulation

Suby ek
DLBS3233 Plasebo Total
Kebiasaan berolahraga Tidak Count 22 20 42
% wit hin Suby ek 62.9% 57.1% 60.0%
Ya Count 13 15 28
% wit hin Suby ek 37.1% 42.9% 40.0%
Total Count 35 35 70
% wit hin Suby ek 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asy mp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .238b 1 .626
Continuity Correctiona .060 1 .807
Likelihood Ratio .238 1 .625
Fisher's Exact Test .808 .404
Linear-by -Linear
.235 1 .628
Association
N of Valid Cases 70
a. Computed only f or a 2x2 table
b. 0 cells (.0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is
14.00.

- AKTIVITAS SOD PRE-PERLAKUAN


Tests of Normal ity
a
Kolmogorov -Smirnov Shapiro-Wilk
Suby ek Stat istic df Sig. Stat istic df Sig.
.Akt iv it as SOD Pre (U/mL) DLBS3233 .131 35 .135 .952 35 .127
Plasebo .094 35 .200* .972 35 .509
*. This is a lower bound of the true signif icance.
a. Lillief ors Signif icance Correction

185
Tables

n Min Max Med Mean SD


Suby ek DLBS3233 .Aktiv itas SOD
35 1.27 8.55 4.23 4.38 1.99
Pre (U/mL)
Plasebo .Aktiv itas SOD
35 .92 8.00 3.87 4.24 1.82
Pre (U/mL)

T-Test

Independent Samples Test

Lev ene's Test f or


Equality of Variances t-test f or Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-tailed)
.Akt iv it as SOD Equal v ariances
.831 .365 .315 68 .754
Pre (U/ mL) assumed
Equal v ariances
.315 67.461 .754
not assumed

-----------DLBS-----------

Usia
Explore
Tests of Normality
a
Kolmogorov -Smirnov Shapiro-Wilk
St at ist ic df Sig. St at ist ic df Sig.
Usia (tahun) .116 35 .200* .946 35 .084
.Akt iv itas SOD Pre (U/mL) .131 35 .135 .952 35 .127
Aktiv it as SOD Post (U/mL) .121 35 .200* .938 35 .047
delta SOD .165 35 .017 .927 35 .023
*. This is a lower bound of the true signif icance.
a. Lillief ors Signif icance Correction

Frequencies
Statistics

.Akt iv itas SOD Aktiv it as SOD


Usia (tahun) Pre (U/mL) Post (U/ mL) delta SOD
N Valid 35 35 35 35
Missing 0 0 0 0
Mean 50.51 4.3789 6.0663 1.6874
Median 50.00 4.2300 5.8900 2.1700
St d. Dev iation 6.896 1.99131 1.32331 1.61186
Minimum 37 1.27 4.24 -1.56
Maximum 60 8.55 9.44 3.98

186
Correlations
Correlations

Usia (tahun)
Usia (tahun) Pearson Correlation 1
Sig. (2-tailed) .
N 35
.Akt iv it as SOD Pre (U/mL) Pearson Correlation -.085
Sig. (2-tailed) .629
N 35

Nonparametric Correlations
Correlations

Usia (tahun)
Spearman's rho Usia (tahun) Correlation Coef f icient 1.000
Sig. (2-tailed) .
N 35
Aktiv itas SOD Post (U/mL) Correlation Coef f icient -.028
Sig. (2-tailed) .872
N 35
delta SOD Correlation Coef f icient .105
Sig. (2-tailed) .550
N 35

Jenis kelamin
Tests of Normal ity
a
Kolmogorov -Smirnov Shapiro-Wilk
Jenis kelamin Stat istic df Sig. Stat istic df Sig.
Kadar SOD Laki-laki .266 4 . .840 4 .195
Post (U/ mL) Perempuan .121 31 .200* .942 31 .096
*. This is a lower bound of the true signif icance.
a. Lillief ors Signif icance Correction

Tables
n Min Max Med Mean SD
Jenis Laki-laki Kadar SOD Post (U/mL) 4 4.89 7.08 5.30 5.64 1.03
kelamin Perempuan Kadar SOD Post (U/mL) 31 4.24 9.44 6.06 6.12 1.36

T-Test
Group Statisti cs

St d. Error
Jenis kelamin N Mean St d. Dev iation Mean
Kadar SOD Post (U/mL) Laki-laki 4 5.6400 1.03315 .51658
Perempuan 31 6.1213 1.36034 .24432

187
Independent Samples Test

Lev ene's Test f or


Equality of
Variances t-t est f or Equalit y of Means
Sig.
F Sig. t df (2-tailed)
Kadar SOD Post (U/mL) Equal v ariances
.951 .337 -.679 33 .502
assumed
Equal v ariances
-.842 4.470 .442
not assumed

Independent Samples Test

t-t est f or Equality of Means


95% Conf idence
Interv al of the
Mean St d. Error Dif f erence
Dif f erence Dif f erence Lower Upper
Kadar SOD Post (U/mL) Equal v ariances
-.4813 .70868 -1.92312 .96054
assumed
Equal v ariances
-.4813 .57144 -2.00419 1.04161
not assumed

Status Olahraga
Tests of Normal ity
a
Kebiasaan Kolmogorov -Smirnov Shapiro-Wilk
berolahraga St at ist ic df Sig. St at ist ic df Sig.
Kadar SOD Tidak .146 22 .200* .941 22 .212
Post (U/ mL) Ya .195 13 .188 .903 13 .147
*. This is a lower bound of the true signif icance.
a. Lillief ors Signif icance Correction

Tables
n Min Max Med Mean SD
Kebiasaan Tidak Kadar SOD Post (U/mL) 22 4.24 7.70 5.98 5.96 1.08
berolahraga Ya Kadar SOD Post (U/mL) 13 4.34 9.44 5.56 6.24 1.69

T-Test
Group Statisti cs

St d. Error
Kebiasaan berolahraga N Mean St d. Dev iation Mean
Kadar SOD Tidak 22 5.9627 1.08425 .23116
Post (U/ mL) Ya 13 6.2415 1.68859 .46833

188
Independent Samples Test

Lev ene's Test


f or Equality of
Variances t-t est f or Equalit y of Means
Sig.
F Sig. t df (2-tailed)
Kadar SOD Post (U/mL) Equal v ariances
4.299 .046 -.597 33 .555
assumed
Equal v ariances
-.534 17.951 .600
not assumed

Independent Samples Test

t-t est f or Equality of Means


95% Conf idence
Interv al of the
Mean St d. Error Dif f erence
Dif f erence Dif f erence Lower Upper
Kadar SOD Post (U/mL) Equal v ariances
-.2788 .46737 -1.22969 .67207
assumed
Equal v ariances
-.2788 .52227 -1.37628 .81866
not assumed

Status Diit
Tests of Normal ity
a
Kolmogorov -Smirnov Shapiro-Wilk
St at ist ic df Sig. St at ist ic df Sig.
St at us Diet .130 35 .145 .906 35 .006
.Akt iv itas SOD Pre (U/mL) .131 35 .135 .952 35 .127
Aktiv it as SOD Post (U/mL) .121 35 .200* .938 35 .047
delta SOD .165 35 .017 .927 35 .023
*. This is a lower bound of the true signif icance.
a. Lillief ors Signif icance Correction

Frequencies
Statistics

.Akt iv itas SOD Aktiv it as SOD


St at us Diet Pre (U/mL) Post (U/mL) delta SOD
N Valid 35 35 35 35
Missing 0 0 0 0
Mean 1567.34 4.3789 6.0663 1.6874
Median 1598.00 4.2300 5.8900 2.1700
St d. Dev iation 325.264 1.99131 1.32331 1.61186
Minimum 1050 1.27 4.24 -1.56
Maximum 2480 8.55 9.44 3.98

189
Nonparametric Correlations
Correlati ons

Stat us Diet
Spearman's rho Stat us Diet Correlation Coef f icient 1.000
Sig. (2-tailed) .
N 35
.Akt iv it as SOD Correlation Coef f icient .203
Pre (U/ mL) Sig. (2-tailed) .243
N 35
Aktiv itas SOD Correlation Coef f icient .124
Post (U/ mL) Sig. (2-tailed) .478
N
35

delta SOD Correlation Coef f icient -.124


Sig. (2-tailed) .477
N 35

BMI
Explore
Tests of Normal ity
a
Kolmogorov -Smirnov Shapiro-Wilk
Stat istic df Sig. Stat istic df Sig.
.Akt iv it as SOD Pre (U/mL) .131 35 .135 .952 35 .127
Aktiv itas SOD Post (U/mL) .121 35 .200* .938 35 .047
delta SOD .165 35 .017 .927 35 .023
BMI pre .107 35 .200* .973 35 .530
BMI post .120 35 .200* .967 35 .358
Delt a BMI .197 35 .001 .828 35 .000
*. This is a lower bound of the true signif icance.
a. Lillief ors Signif icance Correct ion

Correlations
Correlations

BMI pre
BMI pre Pearson Correlation 1
Sig. (2-tailed) .
N 35
.Akt iv itas SOD Pre (U/ mL) Pearson Correlation -.098
Sig. (2-tailed) .575
N 35

190
Nonparametric Correlations
Correlati ons

BMI post
Spearman's rho BMI post Correlation Coef f icient 1.000
Sig. (2-tailed) .
N 35
Aktiv it as SOD Post (U/mL) Correlation Coef f icient .213
Sig. (2-tailed) .219
N 35

Nonparametric Correlations
Correlati ons

Delt a BMI
Spearman's rho Delt a BMI Correlation Coef f icient 1.000
Sig. (2-tailed) .
N 35
delta SOD Correlation Coef f icient .195
Sig. (2-tailed) .261
N 35

Lingkar pinggang
Explore
Tests of Normal ity
a
Kolmogorov -Smirnov Shapiro-Wilk
St at ist ic df Sig. St at ist ic df Sig.
Lingkar pinggang post
.103 35 .200* .968 35 .387
(cm)
Aktiv it as SOD Post (U/mL) .121 35 .200* .938 35 .047
delta SOD .165 35 .017 .927 35 .023
*. This is a lower bound of the true signif icance.
a. Lillief ors Signif icance Correction

Tables
n Min Max Med Mean SD
Lingkar pinggang
35 68 114 95.0 95.0 9.6
post (cm)

Nonparametric Correlations

191
Correlati ons

Lingkar
pinggang
post (cm)
Spearman's rho Lingkar Correlation Coef f icient 1.000
pinggang post Sig. (2-tailed) .
(cm) N 35
Aktiv it as SOD Correlation Coef f icient .072
Post (U/ mL) Sig. (2-tailed) .679
N 35
delta SOD Correlation Coef f icient .231
Sig. (2-tailed) .182
N 35

Pengaruh DLBS-3233 terhadap aktivitas pre-post (DLBS)


Tests of Normal ity
a
Kolmogorov -Smirnov Shapiro-Wilk
Stat istic df Sig. Stat istic df Sig.
.Akt iv it as SOD Pre (U/mL) .131 35 .135 .952 35 .127
Aktiv itas SOD Post (U/mL) .121 35 .200* .938 35 .047
*. This is a lower bound of the true signif icance.
a. Lillief ors Signif icance Correction

Statistics

Std. Error
Mean N Std. Dev iat ion Mean
Pair .Akt iv it as SOD Pre (U/mL) 4.3789 35 1.99131 .33659
1 Aktiv itas SOD Post (U/mL) 6.0663 35 1.32331 .22368

NPar Tests
Wilcoxon Signed Ranks Test
Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks


Aktiv it as SOD Post Negativ e Ranks 5a 9.50 47.50
(U/mL) - .Aktiv itas Positiv e Ranks 30b 19.42 582.50
SOD Pre (U/ mL) Ties 0c
Total 35
a. Aktiv it as SOD Post (U/mL) < .Aktiv itas SOD Pre (U/mL)
b. Aktiv it as SOD Post (U/mL) > .Aktiv itas SOD Pre (U/mL)
c. Aktiv it as SOD Post (U/mL) = .Aktiv itas SOD Pre (U/mL)

192
Test Statisticsb

Aktiv it as SOD
Post (U/ mL) -
.Akt iv itas SOD
Pre (U/mL)
Z -4.382a
Asy mp. Sig. (2-tailed) .000
a. Based on negativ e ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Regression
Variabl es Entered/Removedb

Variables Variables
Model Entered Remov ed Method
1 Lingkar
pinggang
post (cm),
Jenis
kelamin,
Usia
. Enter
(tahun),
St at us
Diet ,
Kebiasaan
berolahrag a
a, BMI post
a. All requested v ariables entered.
b. Dependent Variable: Akt iv it as SOD Post (U/mL)

Model Summary

Adjusted St d. Error of
Model R R Square R Square the Estimate
1 .237a .056 -.146 1.41654
a. Predictors: (Constant), Lingkar pinggang post (cm),
Jenis kelamin, Usia (tahun), St atus Diet , Kebiasaan
berolahraga, BMI post

ANOVAb

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 3.354 6 .559 .279 .942a
Residual 56.185 28 2.007
Total 59.539 34
a. Predictors: (Const ant), Lingkar pinggang post (cm), Jenis kelamin, Usia (tahun),
St at us Diet, Kebiasaan berolahraga, BMI post
b. Dependent Variable: Aktiv itas SOD Post (U/mL)

193
Coeffici entsa

Standar
dized
Unstandardized Coef f icie
Coef f icients nts
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 2.999 3.663 .819 .420
Stat us Diet .000 .001 .043 .234 .817
Usia (tahun) .028 .045 .145 .615 .543
Jenis kelamin .357 .763 .087 .467 .644
Kebiasaan berolahraga .097 .547 .036 .177 .860
BMI post .078 .090 .278 .867 .393
Lingkar pinggang post
-.015 .040 -.112 -.387 .702
(cm)
a. Dependent Variable: Aktiv itas SOD Post (U/mL)

-----------Plasebo-----------

Usia
Explore
Tests of Normal ity
a
Kolmogorov -Smirnov Shapiro-Wilk
St at ist ic df Sig. St at ist ic df Sig.
Usia (tahun) .150 35 .044 .947 35 .090
.Akt iv itas SOD Pre (U/mL) .094 35 .200* .972 35 .509
Aktiv it as SOD Post (U/mL) .069 35 .200* .969 35 .421
delta SOD .085 35 .200* .983 35 .842
*. This is a lower bound of the true signif icance.
a. Lillief ors Signif icance Correction

Frequencies
Statistics

.Akt iv itas SOD Aktiv it as SOD


Usia (tahun) Pre (U/mL) Post (U/ mL) delta SOD
N Valid 35 35 35 35
Missing 0 0 0 0
Mean 53.26 4.2351 5.3597 1.1246
Median 53.00 3.8700 5.2700 1.1900
St d. Dev iation 6.128 1.82055 1.39380 1.92189
Minimum 42 .92 3.03 -3.77
Maximum 64 8.00 7.98 5.00

194
Correlations
Correlati ons

Usia (tahun)
Usia (tahun) Pearson Correlation 1
Sig. (2-tailed) .
N 35
.Akt iv itas SOD Pre (U/mL) Pearson Correlation .094
Sig. (2-tailed) .591
N 35
Aktiv it as SOD Post (U/mL) Pearson Correlation .222
Sig. (2-tailed) .200
N 35
delta SOD Pearson Correlation .072
Sig. (2-tailed) .682
N 35

Jenis kelamin
Tests of Normal ity
a
Kolmogorov -Smirnov Shapiro-Wilk
Jenis kelamin Stat istic df Sig. Stat istic df Sig.
Kadar SOD Post (U/mL) Laki-laki .237 8 .200* .850 8 .096
Perempuan .128 27 .200* .965 27 .479
*. This is a lower bound of the true signif icance.
a. Lillief ors Signif icance Correction

Tables
n Min Max Med Mean SD
Jenis Laki-laki Kadar SOD Post (U/mL) 8 3.09 6.33 5.20 4.88 1.39
kelamin Perempuan Kadar SOD Post (U/mL) 27 3.03 7.98 5.27 5.50 1.39

T-Test
Group Statisti cs

St d. Error
Jenis kelamin N Mean St d. Dev iation Mean
Kadar SOD Post (U/mL) Laki-laki 8 4.8788 1.39028 .49154
Perempuan 27 5.5022 1.38844 .26720

Independent Samples Test

Lev ene's Test


f or Equality of
Variances t-t est f or Equality of Means
Sig.
F Sig. t df (2-tailed)
Kadar SOD Equal v ariances
.054 .817 -1.115 33 .273
Post (U/ mL) assumed
Equal v ariances
-1.114 11.479 .288
not assumed

195
Independent Samples Test

t-t est f or Equalit y of Means


95% Conf idence
Interv al of t he
Mean St d. Error Dif f erence
Dif f erence Dif f erence Lower Upper
Kadar SOD Equal v ariances
-.6235 .55906 -1.76088 .51394
Post (U/ mL) assumed
Equal v ariances
-.6235 .55947 -1.84862 .60168
not assumed

Status Olahraga
Tests of Normality
a
Kolmogorov -Smirnov Shapiro-Wilk
Kebiasaan
berolahraga St at ist ic df Sig. St at ist ic df Sig.
Kadar SOD Tidak .098 20 .200* .964 20 .631
Post (U/ mL) Ya .109 15 .200* .969 15 .845
*. This is a lower bound of the true signif icance.
a. Lillief ors Signif icance Correction

T-Test
Group Statisti cs

Kebiasaan St d. Error
berolahraga N Mean St d. Dev iation Mean
Kadar SOD Tidak 20 5.1925 1.43049 .31987
Post (U/ mL) Ya 15 5.5827 1.35925 .35096

Independent Samples Test

Lev ene's Test f or


Equality of
Variances t-test f or Equality of Means
Sig.
F Sig. t df (2-tailed)
Kadar SOD Equal v ariances
.020 .888 -.816 33 .421
Post (U/ mL) assumed
Equal v ariances
-.822 31.105 .418
not assumed

Independent Samples Test

t-t est f or Equality of Means


95% Conf idence
Interv al of the
Mean St d. Error Dif f erence
Dif f erence Dif f erence Lower Upper
Kadar SOD Equal v ariances
-.3902 .47843 -1.36355 .58322
Post (U/ mL) assumed
Equal v ariances
-.3902 .47485 -1.35851 .57817
not assumed

196
Status Diit
Tests of Normality
a
Kolmogorov -Smirnov Shapiro-Wilk
St at ist ic df Sig. St at ist ic df Sig.
St at us Diet .108 35 .200* .956 35 .178
.Akt iv itas SOD Pre (U/mL) .094 35 .200* .972 35 .509
Aktiv it as SOD Post (U/mL) .069 35 .200* .969 35 .421
delta SOD .085 35 .200* .983 35 .842
*. This is a lower bound of the true signif icance.
a. Lillief ors Signif icance Correction

Frequencies
Statistics

.Akt iv itas SOD Aktiv it as SOD


St at us Diet Pre (U/mL) Post (U/mL) delta SOD
N Valid 35 35 35 35
Missing 0 0 0 0
Mean 1521.46 4.2351 5.3597 1.1246
Median 1516.00 3.8700 5.2700 1.1900
St d. Dev iation 265.256 1.82055 1.39380 1.92189
Minimum 1050 .92 3.03 -3.77
Maximum 1958 8.00 7.98 5.00

Correlations
Correlati ons

Stat us Diet
Stat us Diet Pearson Correlation 1
Sig. (2-tailed) .
N 35
.Akt iv it as SOD Pre (U/mL) Pearson Correlation .184
Sig. (2-tailed) .289
N 35
Aktiv itas SOD Post (U/mL) Pearson Correlation -.104
Sig. (2-tailed) .552
N 35
delta SOD Pearson Correlation -.250
Sig. (2-tailed) .148
N 35

197
BMI
Explore
Tests of Normal ity
a
Kolmogorov -Smirnov Shapiro-Wilk
St at ist ic df Sig. St at ist ic df Sig.
.Akt iv itas SOD Pre (U/mL) .094 35 .200* .972 35 .509
Aktiv it as SOD Post (U/mL) .069 35 .200* .969 35 .421
delta SOD .085 35 .200* .983 35 .842
BMI pre .104 35 .200* .937 35 .045
BMI post .109 35 .200* .960 35 .235
Delt a BMI .177 35 .007 .768 35 .000
*. This is a lower bound of the true signif icance.
a. Lillief ors Signif icance Correction

Nonparametric Correlations
Correlati ons

.Akt iv itas SOD


Pre (U/mL)
Spearman's rho .Akt iv itas SOD Pre (U/ mL) Correlation Coef f icient 1.000
Sig. (2-tailed) .
N 35
BMI pre Correlation Coef f icient -.009
Sig. (2-tailed) .958
N 35

Correlations
Correlati ons

Aktiv itas SOD


Post (U/ mL)
Aktiv itas SOD Post (U/mL) Pearson Correlation 1
Sig. (2-tailed) .
N 35
BMI post Pearson Correlation -.234
Sig. (2-tailed) .175
N 35

Nonparametric Correlations
Correlati ons

delta SOD
Spearman's rho delta SOD Correlation Coef f icient 1.000
Sig. (2-tailed) .
N 35
Delt a BMI Correlation Coef f icient .129
Sig. (2-tailed) .459
N 35

198
Lingkar Pinggang
Explore
Tests of Normality
a
Kolmogorov -Smirnov Shapiro-Wilk
St at ist ic df Sig. St at ist ic df Sig.
Lingkar pinggang post
.128 33 .189 .960 33 .263
(cm)
Aktiv it as SOD Post (U/mL) .079 33 .200* .970 33 .489
*. This is a lower bound of the true signif icance.
a. Lillief ors Signif icance Correction

Tables
n Min Max Med Mean SD
Lingkar pinggang
35 76 130 96.0 98.7 13.5
post (cm)

Correlations
Correlati ons

Aktiv itas SOD


Post (U/ mL)
Aktiv itas SOD Post (U/mL) Pearson Correlation 1
Sig. (2-tailed) .
N 35
Lingkar pinggang post Pearson Correlation -.219
(cm) Sig. (2-tailed) .221
N 33

Pengaruh DLBS-3233 terhadap aktivitas pre-post (plasebo)


Tests of Normal ity
a
Kolmogorov -Smirnov Shapiro-Wilk
Stat istic df Sig. Stat istic df Sig.
.Akt iv it as SOD Pre (U/mL) .094 35 .200* .972 35 .509
Aktiv itas SOD Post (U/mL) .069 35 .200* .969 35 .421
*. This is a lower bound of the true signif icance.
a. Lillief ors Signif icance Correction

T-Test
Paired Samples Statistics

Std. Error
Mean N Std. Dev iat ion Mean
Pair .Akt iv it as SOD Pre (U/mL) 4.2351 35 1.82055 .30773
1 Aktiv itas SOD Post (U/mL) 5.3597 35 1.39380 .23559

199
Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.
Pair .Akt iv itas SOD Pre
1 (U/mL) & Aktiv itas 35 .308 .072
SOD Post (U/ mL)

Paired Samples Test

Paired Dif f erences


95% Conf idence
Interv al of the
Std. Std. Error Dif f erence
Mean Dev iation Mean Lower Upper
Pair .Akt iv it as SOD Pre
1 (U/mL) - Aktiv itas -1.1246 1.92189 .32486 -1.7848 -.4644
SOD Post (U/ mL)

Paired Sampl es Test

t df Sig. (2-tailed)
Pair .Akt iv itas SOD Pre
1 (U/mL) - Aktiv it as -3.462 34 .001
SOD Post (U/mL)

Regression
Variabl es Entered/Removedb

Variables Variables
Model Entered Remov ed Method
1 Lingkar
pinggang
post (cm),
St at us
Diet ,
Kebiasaan
. Enter
berolahrag
a, Jenis
kelamin,
Usia
(tahun), a
BMI post
a. All requested v ariables entered.
b. Dependent Variable: Akt iv it as SOD Post (U/mL)

Model Summary

Adjusted St d. Error of
Model R R Square R Square the Estimate
1 .502a .252 .080 1.32696
a. Predictors: (Constant), Lingkar pinggang post (cm),
St at us Diet, Kebiasaan berolahraga, Jenis kelamin,
Usia (tahun), BMI post

200
ANOVAb

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 15.458 6 2.576 1.463 .230a
Residual 45.782 26 1.761
Total 61.239 32
a. Predictors: (Const ant), Lingkar pinggang post (cm), Status Diet, Kebiasaan
berolahraga, Jenis kelamin, Usia (t ahun), BMI post
b. Dependent Variable: Aktiv itas SOD Post (U/mL)

Coeffici entsa

Standardi
zed
Unstandardized Coef f icie
Coef f icients nts
Std.
Model B Error Beta t Sig.
1 (Constant) 6.639 4.017 1.653 .110
Stat us Diet -.001 .001 -.173 -.791 .436
Usia (tahun) .032 .048 .145 .672 .508
Jenis kelamin 1.043 .624 .328 1.671 .107
Kebiasaan berolahraga .563 .500 .206 1.125 .271
BMI post -.022 .088 -.071 -.248 .806
Lingkar pinggang post
-.033 .030 -.317 -1.082 .289
(cm)
a. Dependent Variable: Aktiv itas SOD Post (U/ mL)

KELOMPOK DLBS-3233

DLBS --- Tests of Normal ity


a
Kolmogorov -Smirnov Shapiro-Wilk
St at ist ic df Sig. St at ist ic df Sig.
.Akt iv itas SOD Pre (U/ mL) .131 35 .135 .952 35 .127
Aktiv it as SOD Post (U/mL) .121 35 .200* .938 35 .047
*. This is a lower bound of the true signif icance.
a. Lillief ors Signif icance Correction

Statistics DLBS

.Akt iv itas SOD Aktiv it as SOD


Pre (U/mL) Post (U/ mL)
N Valid 35 35
Missing 0 0
Mean 4.3789 6.0663
Median 4.2300 5.8900
St d. Dev iation 1.99131 1.32331
Minimum 1.27 4.24
Maximum 8.55 9.44

201
NPar Tests
Wilcoxon Signed Ranks Test

DLBS ---- Test Stati sticsb

Aktiv it as SOD
Post (U/ mL) -
.Akt iv itas SOD
Pre (U/mL)
Z -4.382a
Asy mp. Sig. (2-tailed) .000
a. Based on negativ e ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test

KELOMPOK PLASEBO

Plasebo --- Tests of Normality


a
Kolmogorov -Smirnov Shapiro-Wilk
Stat istic df Sig. Stat istic df Sig.
.Akt iv it as SOD Pre (U/mL) .094 35 .200* .972 35 .509
Aktiv itas SOD Post (U/mL) .069 35 .200* .969 35 .421
*. This is a lower bound of the true signif icance.
a. Lillief ors Signif icance Correction

Statistics Plasebo

.Akt iv itas SOD Aktiv it as SOD


Pre (U/mL) Post (U/ mL)
N Valid 35 35
Missing 0 0
Mean 4.2351 5.3597
Median 3.8700 5.2700
St d. Dev iation 1.82055 1.39380
Minimum .92 3.03
Maximum 8.00 7.98

Pl asebo --- Paired Samples Test

t df Sig. (2-tailed)
Pair .Akt iv itas SOD Pre
1 (U/mL) - Aktiv it as -3.462 34 .001
SOD Post (U/mL)

202
Gula darah puasa, HbA1C, Gula darah 2pp

Tests of Normal ity


a
Kolmogorov -Smirnov Shapiro-Wilk
Suby ek Stat istic df Sig. Stat istic df Sig.
.Akt iv it as SOD Pre Perlakuan .141 33 .096 .942 33 .078
(U/mL) Plasebo .093 34 .200* .976 34 .643
Aktiv itas SOD Post Perlakuan .122 33 .200* .933 33 .042
(U/mL) Plasebo
.070 34 .200* .973 34 .546

Gula darah puasa Perlakuan .203 33 .001 .888 33 .003


pre (mg/ dL) Plasebo .148 34 .057 .926 34 .024
Gula darah puasa Perlakuan .165 33 .022 .876 33 .001
post (mg/ dL) Plasebo .139 34 .095 .912 34 .010
Gula darah 2 jam Perlakuan .106 33 .200* .942 33 .079
pp pre (mg/ dL) Plasebo .083 34 .200* .968 34 .418
Gula darah 2 jam Perlakuan .141 33 .094 .900 33 .005
pp post (mg/ dL) Plasebo .152 34 .045 .931 34 .034
HbA1c pre (%) Perlakuan .156 33 .040 .926 33 .028
Plasebo .126 34 .192 .943 34 .078
HbA1c post (%) Perlakuan .112 33 .200* .952 33 .150
Plasebo .200 34 .001 .894 34 .003
*. This is a lower bound of the true signif icance.
a. Lillief ors Signif icance Correction

T-Test
Group Statistics

Std. Error
Suby ek N Mean Std. Dev iat ion Mean
.Akt iv it as SOD Pre (U/mL) Perlakuan 35 4.3789 1.99131 .33659
Plasebo 35 4.2351 1.82055 .30773
Aktiv itas SOD Post (U/mL) Perlakuan 35 6.0663 1.32331 .22368
Plasebo 35 5.3597 1.39380 .23559
Gula darah 2 jam pp pre Perlakuan 35 190.37 78.780 13.316
(mg/dL) Plasebo 35 194.03 65.317 11.041

203
Independent Samples Test

Lev ene's Test f or


Equality of Variances t-t est f or Equalit y of Means
Sig.
F Sig. t df (2-tailed)
.Akt iv itas SOD Equal v ariances
.831 .365 .315 68 .754
Pre (U/mL) assumed
Equal v ariances
.315 67.461 .754
not assumed
Aktiv it as SOD Equal v ariances
.056 .814 2.175 68 .033
Post (U/ mL) assumed
Equal v ariances
2.175 67.818 .033
not assumed
Gula darah 2 Equal v ariances
1.438 .235 -.211 68 .833
jam pp pre assumed
(mg/dL) Equal v ariances
-.211 65.744 .833
not assumed

Independent Samples Test

t-t est f or Equalit y of Means


95% Conf idence
Interv al of t he
Mean St d. Error Dif f erence
Dif f erence Dif f erence Lower Upper
.Akt iv itas SOD Equal v ariances
.1437 .45606 -.76634 1.05377
Pre (U/mL) assumed
Equal v ariances
.1437 .45606 -.76647 1.05390
not assumed
Aktiv it as SOD Equal v ariances
.7066 .32487 .05831 1.35483
Post (U/ mL) assumed
Equal v ariances
.7066 .32487 .05828 1.35486
not assumed
Gula darah 2 Equal v ariances
-3.66 17.298 -38.175 30.860
jam pp pre assumed
(mg/dL) Equal v ariances
-3.66 17.298 -38.196 30.882
not assumed

NPar Tests
Mann-Whitney Test

204
Ranks

Suby ek N Mean Rank Sum of Ranks


Gula darah puasa Perlakuan 35 34.24 1198.50
pre (mg/ dL) Plasebo 35 36.76 1286.50
Total 70
Gula darah 2 jam Perlakuan 35 34.73 1215.50
pp pre (mg/dL) Plasebo 35 36.27 1269.50
Total 70
Gula darah 2 jam Perlakuan 33 29.73 981.00
pp post (mg/ dL) Plasebo 34 38.15 1297.00
Total
67

Kadar Hb pre (g/dL) Perlakuan 35 32.09 1123.00


Plasebo 35 38.91 1362.00
Total 70
HbA1c post (%) Perlakuan 33 31.86 1051.50
Plasebo 34 36.07 1226.50
Total 67

Test Statisticsa

Gula darah Gula darah Gula darah 2


puasa pre 2 jam pp pre jam pp post Kadar Hb HbA1c
(mg/dL) (mg/dL) (mg/dL) pre (g/ dL) post (%)
Mann-Whitney U 568.500 585.500 420.000 493.000 490.500
Wilcoxon W 1198.500 1215.500 981.000 1123.000 1051.500
Z -.517 -.317 -1.768 -1.405 -.885
Asy mp. Sig. (2-tailed) .605 .751 .077 .160 .376
a. Grouping Variable: Suby ek

T-Test
Paired Samples Statistics

Std. Std. Error


Mean N Dev iation Mean
Pair 1 .Akt iv it as SOD Pre (U/mL) 4.3789 35 1.99131 .33659
Aktiv itas SOD Post (U/mL) 6.0663 35 1.32331 .22368
Pair 2 Gula darah 2 jam pp pre
187.61 33 80.251 13.970
(mg/dL)
Gula darah 2 jam pp post
145.21 33 71.170 12.389
(mg/dL)

Paired Samples Correl ations

N Correlation Sig.
Pair 1 .Akt iv it as SOD Pre
(U/mL) & Aktiv itas SOD 35 .592 .000
Post (U/ mL)
Pair 2 Gula darah 2 jam pp pre
(mg/dL) & Gula darah 2 33 .666 .000
jam pp post (mg/ dL)

205
Paired Samples Test

Paired Dif f erences


95% Conf idence
Interv al of the
Std. Std. Error Dif f erence
Mean Dev iation Mean Lower Upper
Pair 1 .Akt iv it as SOD Pre
(U/mL) - Aktiv itas SOD -1.6874 1.61186 .27245 -2.2411 -1.1337
Post (U/ mL)
Pair 2 Gula darah 2 jam pp pre
(mg/dL) - Gula darah 2 42.39 62.429 10.868 20.26 64.53
jam pp post (mg/ dL)

Paired Samples Test

t df Sig. (2-tailed)
Pair 1 .Akt iv it as SOD Pre
(U/mL) - Aktiv itas SOD -6.193 34 .000
Post (U/ mL)
Pair 2 Gula darah 2 jam pp pre
(mg/dL) - Gula darah 2 3.901 32 .000
jam pp post (mg/dL)

NPar Tests
Wilcoxon Signed Ranks Test
Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks


Gula darah puasa post Negativ e Ranks 24a 14.92 358.00
(mg/dL) - Gula darah Positiv e Ranks 9b 22.56 203.00
puasa pre (mg/dL) Ties 0c
Total 33
HbA1c post (%) - Negativ e Ranks 21d 17.69 371.50
HbA1c pre (%) Positiv e Ranks 10e 12.45 124.50
Ties 2f
Total 33
a. Gula darah puasa post (mg/dL) < Gula darah puasa pre (mg/dL)
b. Gula darah puasa post (mg/dL) > Gula darah puasa pre (mg/dL)
c. Gula darah puasa post (mg/dL) = Gula darah puasa pre (mg/dL)
d. HbA1c post (%) < HbA1c pre (%)
e. HbA1c post (%) > HbA1c pre (%)
f .HbA1c post (%) = HbA1c pre (%)

206
Perlakuan --- Test Statisticsb

Gula darah
puasa post
(mg/dL) -
Gula darah HbA1c post
puasa pre (%) - HbA1c
(mg/dL) pre (%)
Z -1.386a -2.422a
Asy mp. Sig. (2-tailed) .166 .015
a. Based on positiv e ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test

T-Test

Paired Samples Statistics Plasebo

Std. Error
Mean N Std. Dev iat ion Mean
Pair 1 .Akt iv it as SOD Pre (U/mL) 4.2351 35 1.82055 .30773
Aktiv itas SOD Post (U/mL) 5.3597 35 1.39380 .23559
Pair 2 Gula darah puasa pre
116.15 34 38.848 6.662
(mg/dL)
Gula darah puasa post
114.09 34 41.286 7.081
(mg/dL)

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.
Pair .Akt iv itas SOD Pre
1 (U/mL) & Aktiv it as 35 .308 .072
SOD Post (U/ mL)
Pair Gula darah puasa pre
2 (mg/dL) & Gula darah 34 .713 .000
puasa post (mg/ dL)

Paired Samples Test

Paired Dif f erences


95% Conf idence
Interv al of the
St d. St d. Error Dif f erence
Mean Dev iation Mean Lower Upper
Pair 1 .Akt iv itas SOD Pre
(U/mL) - Aktiv itas SOD -1.1246 1.92189 .32486 -1.7848 -.4644
Post (U/ mL)
Pair 2 Gula darah puasa pre
(mg/dL) - Gula darah 2.06 30.458 5.224 -8.57 12.69
puasa post (mg/ dL)

207
Paired Samples Test

t df Sig. (2-tailed)
Pair 1 .Akt iv itas SOD Pre
(U/mL) - Aktiv itas SOD -3.462 34 .001
Post (U/ mL)
Pair 2 Gula darah puasa pre
(mg/dL) - Gula darah .394 33 .696
puasa post (mg/dL)

NPar Tests
Wilcoxon Signed Ranks Test
Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks


Gula darah 2 jam pp post Negativ e Ranks 24a 17.50 420.00
(mg/dL) - Gula darah 2 Positiv e Ranks 10b 17.50 175.00
jam pp pre (mg/dL) Ties 0c
Total 34
HbA1c post (%) - HbA1c Negativ e Ranks 23d 15.98 367.50
pre (%) Positiv e Ranks 10e 19.35 193.50
Ties 1f
Total 34
a. Gula darah 2 jam pp post (mg/ dL) < Gula darah 2 jam pp pre (mg/dL)
b. Gula darah 2 jam pp post (mg/ dL) > Gula darah 2 jam pp pre (mg/dL)
c. Gula darah 2 jam pp post (mg/ dL) = Gula darah 2 jam pp pre (mg/dL)
d. HbA1c post (%) < HbA1c pre (%)
e. HbA1c post (%) > HbA1c pre (%)
f . HbA1c post (%) = HbA1c pre (%)

Pl asebo --- Test Statisticsb

Gula darah 2
jam pp post
(mg/dL) - Gula
darah 2 jam HbA1c post
pp pre (%) - HbA1c
(mg/dL) pre (%)
Z -2.094a -1.556a
Asy mp. Sig. (2-tailed) .036 .120
a. Based on positiv e ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Frequencies

208
Statistics

Gula darah Gula darah


puasa pre puasa post
(mg/dL) (mg/dL)
N Valid 35 33
Missing 0 2
Mean 110.69 106.88
St d. Dev iation 33.389 38.017

Explore
Subyek
Tests of Normali ty
a
Kolmogorov -Smirnov Shapiro-Wilk
Suby ek Stat istic df Sig. Stat istic df Sig.
Lingkar pinggang Perlakuan .077 33 .200* .986 33 .941
pre (cm) Plasebo .146 34 .064 .935 34 .045
Lingkar pinggang Perlakuan .094 33 .200* .969 33 .452
post (cm) Plasebo
.138 34 .100 .958 34 .218

BMI pre Perlakuan .131 33 .159 .960 33 .260


Plasebo .121 34 .200* .928 34 .027
BMI post Perlakuan .130 33 .169 .963 33 .307
Plasebo .105 34 .200* .963 34 .304
Stat us Diet Pre Perlakuan .134 33 .140 .906 33 .007
Plasebo .110 34 .200* .961 34 .260
Stat us Diet Post Perlakuan .164 33 .024 .938 33 .061
Plasebo .194 34 .002 .942 34 .071
HbA1c pre (%) Perlakuan .156 33 .040 .926 33 .028
Plasebo .126 34 .192 .943 34 .078
HbA1c post (%) Perlakuan .112 33 .200* .952 33 .150
Plasebo .200 34 .001 .894 34 .003
Gula darah puasa Perlakuan .203 33 .001 .888 33 .003
pre (mg/ dL) Plasebo .148 34 .057 .926 34 .024
Gula darah puasa Perlakuan .165 33 .022 .876 33 .001
post (mg/dL) Plasebo .139 34 .095 .912 34 .010
Gula darah 2 jam Perlakuan .106 33 .200* .942 33 .079
pp pre (mg/ dL) Plasebo .083 34 .200* .968 34 .418
Gula darah 2 jam Perlakuan .141 33 .094 .900 33 .005
pp post (mg/ dL) Plasebo .152 34 .045 .931 34 .034
*. This is a lower bound of t he true signif icance.
a. Lillief ors Signif icance Correct ion

209
Lampiran 7 catatan harian

210
211
212
213
214
Lampiran 8 Foto kegiatan

215
216

Anda mungkin juga menyukai