LAPORAN KASUS
Efusi Pleura Massif Sinistra e.c. Suspek TB Paru dd/
Empyema
Disusun oleh:
dr. Danawan Rahmanto
Pendamping:
dr. Kartika Radianti Wardhani
BAB I
PENDAHULUAN
Efusi pleura adalah akumulasi cairan abnormal di dalam cavum pleura yang
terjadi karena adanya peningkatan produksi cairan ataupun karena adanya
penurunan absorbsi cairan dari permukaan pleura. Cairan abnormal tersebut dapat
berupa serous, darah, atau pus. Penyakit-penyakit yang dapat mengakibatkan
Efusi pleura adalah tuberkulosis, infeksi paru non tuberkulosis, keganasan, sirosis
hati, trauma tembus atau tumpul pada daerah dada, infark paru serta gagal jantung
kongestif. Efusi pleura biasa terjadi sebagai komplikasi dari berbagai penyakit
yang mengindikasikan bahwa terdapat suatu penyakit yang mendasarinya. 1,2
Di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh penyakit
jantung kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri. Sementara di
negara-negara berkembang seperti indonesia lazim di akibatkan oleh infeksi
tuberkulosis. Tingkat kejadian efusi pleura mencapai 320 per 100.000 penduduk
di negara-negara industri dan penyebaran etiologi berhubungan dengan prevalensi
penyakit yang mendasarinya.3 Insidensi di Amerika Serikat mencapai 1,5 juta
orang setiap tahunnya. Sementara itu, di Indonesia tingginya insidensi berbagai
kasus infeksi menjadi faktor resiko yang paling signifikan dalam menyumbang
insidensi kasus efusi pleura. Di Indonesia TB paru merupakan penyebab utama
efusi pleura, di susul oleh keganasan. 4
Gambaran klinik dan radiologik antara transudat dan eksudat bahkan antara
efusi pleura tuberkulosis dan non tuberkulosis hampir tidak dapat dibedakan,
sebab itu pemeriksaan laboratorium menjadi sangat penting. Diagnosis efusi
pleura tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang seperti foto thoraks, usg dan ct-scan thoraks.
Penanganan efusi pleura berdasarkan etiologinya. Apabila diagnosis efusi pleura
tuberkulosa sudah dapat ditegakkan maka pengelolaannya pun tidak menjadi
masalah, yaitu efusi dan tuberkulosis ditangani seperti penanganan efusi dan
tuberkulosis pada umumnya. 6,7
3
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis (Dilakukan pada keluarga pasien pada tanggal 5 Maret 2020
pukul 14.45 di IGD RSU Pesanggrahan)
Keluhan Utama
Sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSU Pesanggrahan dengan keluhan sesak yang
dirasakan sejak 2 hari yang lalu. Sesak terasa semakin lama semakin berat dan
memberat sejak 3 jam SMRS. Sesak bertambah bila pasien berbaring terlentang
Pasien juga mengeluh batuk berdahak dan nyeri dada kanan seperti tertusuk-tusuk
terutama saat pasien menarik nafas atau batuk. Pasien mengalami riwayat
terbentur di daerah dada kiri seminggu SMRS dan diberi dedaunan untuk
menutupi luka lecet terbeset yang tidak sampai nyeri tulang. Riwayat demam ada
selama 1 hari sebelum pasien dibawa ke IGD, kemudian demam hilang timbul,
saat ini pasien tidak demam. Riwayat batuk lama tidak ada, riwayat batuk
berdarah tidak ada, riwayat penggunaan OAT tidak ada. Nafsu makan berkurang.
BAB dan BAK tidak ada keluhan.
4
7) Mulut
a. Bibir : Bibir kering (-), mukosa kering (-), sianosis (-)
b. Lidah : Tremor (-). hiperemis (-)
c. Tonsil : Hiperemis (-/-), T1-T1
3. Leher
1) Inspeksi : Simetris, retraksi (-), jejas (-), tumor (-), deviasi trakea (-)
2) Palpasi : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),
distensi vena jugularis (-)
4. Toraks (anterior-posterior) – Paru-paru
1) Inspeksi : Normochest, dinding dada kiri tertinggal, retraksi
supraklavikular-interkostal (+), penggunaan otot bantu napas (+), jejas
dada (-).
2) Palpasi : Nyeri tekan (-), pergerakan dinding dada (statis-dinamis)
tidak simetris kanan dan kiri, dada kiri tertinggal, stem fremitus dada kiri
menurun dibanding kanan, krepitasi (-).
3) Perkusi : redup pada dada sebelah kiri dan sonor pada lapangan
dada sebelah kanan.
4) Auskultasi : Vesikuler pada seluruh lapangan paru namun melemah
pada bagian dada sebelah kiri, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada di
kedua lapangan paru.
5. Jantung
1) Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak terlihat
2) Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea parasternal dextra
3) Perkusi : Batas jantung tidak jelas.
4) Auskultasi : Bunyi jantung I > bunyi jantung II, regular, tidak terdapat
murmur.
6. Abdomen
1) Inspeksi : Simetris, tidak terdapat distensi, dinding perut tampak
normal (tidak ada sikatrik dan pelebaran vena), tidak tampak pergerakan
pada dinding perut.
2) Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar/Lien/Renal tidak teraba
6
Gambar 2.1
Foto Thoraks AP (5 Maret 2020)
Kesan:
Cor: Terdorong ke kanan, bentuk dan ukuran sulit dinilai.
Pulmo : Tampak perselubungan homogen di paru kiri, sinus
phrenicocostalis kiri menghilang dan kanan tajam.
Kesan Efusi pleura massif sinistra
2.6 Penatalaksanaan:
- Needle dekompresi dan needle thorakosintesis (Cairan: purulent, berbau
tidak sedap, berwarna putih kecoklatan), kemudian fiksasi jarum dan needle
thorakosintesis sambal menunggu rujukan -> sampai pukul 20.30 terkumpul 2500
cc pus yang berhasil dievakuasi.
- Pasang monitor
9
- IVFD RL 20 tpm
- O2 NRM 10 lpm
- Pro RUJUK CITO untuk pemasangan WSD -> Acc. RSUP Persahabatan
pukul 23.30
- Inj. Ceftriakson 1x2 gr
- Inj. Levofloksasin 750 mg
- Inj. Metamizol 3x1 gr
- Konsul dan laporkan ke DPJP spesialis bedah
2.7 Prognosis
2.7 Prognosis
Quo Ad vitam : Dubia ad malam
Quo Ad functionam : Dubia ad malam
Quo Ad sanactionam : Dubia ad malam
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Efusi pleura adalah akumulasi cairan abnormal di dalam cavum pleura yang
terjadi karena adanya peningkatan produksi cairan ataupun karena adanya
penurunan absorbsi cairan dari permukaan pleura.1 Cairan abnormal yang
terakumulasi di dalam cavum pleura dapat berasal dari berbagai sumber, antara
lain; robeknya pembuluh darah dan pembuluh limfe, ekstravasasi yang berasal
dari kapiler paru, fistula dari cavum peritoneum, dan hasil sisa infeksi berupa
pus.1,5
Efusi pleura masif adalah akumulasi cairan abnormal pada cavum pleura
dengan jumlah besar, yakni > 50% pada gambaran radiologis dan atau memiliki
volume diatas 600 cc.1 Efusi pleura tuberkulosa adalah efusi pleura yang
disebabkan oleh penyakit tuberkulosis akibat infeksi Mycobacterium tuberculosis
yang disebut juga sebagai pleuritis tuberkulosa (pleuritis TB). Infeksi TB paru
primer menyebabkan peradangan pada pleura yang dapat menyebar dan meluas
hingga menimbulkan efusi pleura sebagai komplikasi.2,8
3.2 Epidemiologi
Tingkat kejadian efusi pleura mencapai 320 per 100.000 penduduk di
negara-negara industri dan penyebaran etiologi berhubungan dengan prevalensi
penyakit yang mendasarinya.3 Insidensi di Amerika Serikat mencapai 1,5 juta
orang setiap tahunnya.4 Sementara itu, di Indonesia tingginya insidensi berbagai
kasus infeksi menjadi faktor resiko yang paling signifikan dalam menyumbang
insidensi kasus efusi pleura. Efusi pleura tuberkulosa di Indonesia memiliki angka
kejadian 9,7 sampai 46% dari seluruh kasus tuberkulosis. Penyakit infeksi yang
paling sering mendasari terjadinya efusi pleura adalah tuberkulosis. Indonesia
menempati urutan ke-3 di antara negara-negara dengan prevalensi tuberkulosis
tertinggi di dunia dengan kasus efusi pleura sebagai komplikasinya mencapai
30,26% pada rerata usia 21-30 tahun.5
11
3.3 Klasifikasi
Efusi pleura umumnya diklasifikasikan berdasarkan mekanisme
pembentukan cairan, yaitu2,3,7
1. Transudat
Transudat adalah terbentuknya cairan pada satu sisi pleura yang melebihi
proses reabsorpsi cairan tersebut pada sisi pleura lainnya akibat dari
ketidakseimbangan antara tekanan kapiler hidrostatik dengan tekanan
onkotik. Hal ini biasa terjadi pada kasus:
a) Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
b) Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner
c) Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura
d) Menurunnya tekanan intra pleura
Efusi pleura transudativa biasanya disebabkan oleh penyakit non-paru,
antara lain; gagal jantung kiri, sindrom nefrotik, obstruksi vena cava
superior, dan asites pada sirosis hati. Transudat umumnya tidak berwarna
(jernih).
2. Eksudat
Eksudat adalah cairan yang terbentuk melalui membran kapiler abnormal
yang permeabel dan berisi protein berkonsentrasi tinggi. Hal ini terjadi
akibat proses peradangan yang meningkatkan permeabilitas pembuluh darah
pleura sehingga sel mesotelial berubah bentuk menjadi bulat atau kuboidal
dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Protein yang
12
terdapat dalam cairan pleura umumnya berasal dari saluran getah bening.
Kegagalan aliran protein dari saluran getah bening ini (misalnya pada kasus
efusi pleura tuberkulosa) akan menyebabkan peningkatan konsentrasi
protein cairan pleura sehingga menimbulkan eksudat. Efusi pleura
eksudativa biasanya tidak hanya disebabkan oleh penyakit paru, seperti;
infeksi (tuberkulosis, pneumonia), tumor pada pleura, infark paru, dan
karsinoma bronkogenik, tetapi juga dapat disebabkan oleh infeksi lain yang
letaknya berdekatan dengan paru-paru, seperti abses intra-abdominal dan
perforasi esofageal. Pada efusi pleura eksudativa sering ditemukan sel-sel
peradangan, seperti sel polimorfonuklear dan jaringan nekrotik. Eksudat
dapat tidak berwarna (jernih), keruh, atau berdarah.
Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui
pengukuran kadar laktat dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan pleura.
Efusi pleura eksudatif memenuhi paling tidak salah satu dari tiga kriteria berikut
ini:
Protein cairan pleura/protein serum > 0,5
LDH cairan pleura/cairan serum > 0,6
LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang
normal di dalam serum
Efusi pleura tuberkulosa (pleuritis TB) biasanya bersifat eksudatif dan
limfositik.
3.4 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada etiologinya yang dapat
mempengaruhi keseimbangan antara cairan dengan protein di dalam rongga
pleura.7 Sebelum memahami mekanisme efusi pleura tersebut, sangat penting
untuk mengetahui fisiologi dari cairan pleura terlebih dahulu.
Pleura terdiri atas suatu lapisan parietal yang menerima darah dari arteri
sistemik dan lapisan viseral yang menerima darah dari sistem arteri pulmonalis.
Diantara kedua lapisan pleura tersebut terdapat cairan pleura yang berfungsi untuk
melicinkan dan mengurangi gesekan pleura parietal dan viseral selama gerakan
nafas terjadi. Cairan pleura dalam keadaan normal dibentuk melalui proses filtrasi
di pembuluh darah kapiler sebanyak 10-20 cc per hari. Cairan pleura akan selalu
13
(sarang) Ghon. Sarang primer ini dapat menyebar dan menjalar ke pleura hingga
membentuk tuberkel. Tuberkel adalah granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit
dan sel datia-langerhans (sel besar dengan banyak inti yang dikelilingi sel-sel
limfosit dan jaringan ikat). Tuberkel yang meluas dapat membentuk jaringan keju
(jaringan kaseosa) karena proses hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh
enzim yang diproduksi makrofag serta akibat aktivitas sitokin dengan TNF nya
yang berlebih. Jaringan keju (jaringan kaseosa) ini dapat pecah hingga
membentuk kavitas yang mengakibatkan bahan perkejuan serta kuman M. TB
masuk ke dalam rongga pleura dan menimbulkan interaksi dengan limfosit T.
Interaksi ini merangsang reaksi hipersensitivitas tipe lambat dan menghasilkan
limfokin yang meningkatkan permeabilitas kapiler pleura terhadap protein
sehingga protein dapat keluar ke interstisial dan mengakibatkan akumulasi cairan
pleura abnormal (efusi pleura).2,7,8,15,16
16
3.8 Diagnosis
Efusi pleura masif sinistra e.c suspek tuberkulosis paru dd/ empyema
3.9 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan efusi pleura terrlebih dahulu meringankan gejala
simptomatik dengan cara mengeluarkan akumulasi cairan dari cavum pleura dan
menangani penyebab efusi pleura. Efusi pleura tuberkulosa yang tidak diterapi
akan mengalami resolusi spontan dalam waktu 4-16 minggu dengan adanya
kemungkinan perkembangan TB paru aktif atau TB ekstraparu pada 43-65%
21
pasien sehingga sangat penting untuk dapat mendiagnosis dan memberikan terapi
yang tepat untuk kasus ini.10
Pengobatan dengan obat-obat anti tuberkulosis (Rifampisin /INH/
Pirazinamid/ Etambutol/ Streptomisin) memakan waktu 6-12 bulan yang dibagi
dalam dua fase, yaitu fase intensif dan fase lanjutan. Fase intensif bertujuan untuk
membunuh sebagian besar bakteri secara cepat dan mencegah resistensi obat,
sedangkan fase lanjutan bertujuan untuk membunuh bakteri yang tidak aktif.
Berdasakan pedoman tata laksana DOTS pasien dengan sakit berat yang luas atau
adanya efusi pleura bilateral dan sputum BTA positif diberikan terapi kategori I
yang terdiri dari empat macam obat selama 2 bulan fase intensif yang kemudian
dilanjutkan dengan dua macam obat selama 4 bulan fase lanjutan. 9,10 Dosis
pemberian obat disesuaikan dengan berat badan penderita dan cara pemberian
obat seperti pada pengobatan tuberkulosis paru, yaitu10
Kategori I :
2 (HRZE)/4 (HR)3 atau 2 (HRZE)/4 HR atau 2 (HRZE)/6 HE , untuk kasus:
- TB paru BTA (+)
- TB paru BTA (-), Rontgen (+) dengan gejala memberat/lesi luas
- TB ekstra paru kasus berat
Pengobatan dengan obat anti tuberkulosis dapat menyebabkan cairan efusi
diserap kembali oleh tubuh, tetapi untuk mengembalikan fungsi tekanan negatif
dan menghilangkan isi abnormal di dalam cavum pleura dengan cepat dapat
dilakukan terapi sebagai berikut:
1. Water Seal Drainage (tube thoracostomy)
Modalitas terapi yang bekerja dengan menghubungkan cavum pleura yang
berisi cairan abnormal dengan botol perangkat WSD yang nantinya akan
menarik keluar isi cairan abnormal yang ada di dalam cavum pleura dan
mengembalikan cairan pleura seperti semula serta mengurangi kompresi
terhadap paru yang tertekan hingga akhirnya paru akan mengembang kembali.
2. Thoracosintesis
Modalitas terapi yang bekerja dengan cara melakukan aspirasi menggunakan
jarum yang ditusukkan pada linea axillaris media spatium intercostalis 6.
Aspirasi dilakukan dengan menggunakan jarum dan spuit atau dapat juga
22
BAB IV
ANALISA KASUS
BAB V
KESIMPULAN
Efusi pleura adalah akumulasi cairan abnormal pada cavum pleura yang
dapat disebabkan oleh adanya kelainan pada pleura, paru atau karena penyakit
sistemik. Efusi pleura tuberkulosa adalah efusi pleura yang disebabkan oleh
penyakit tuberkulosis akibat infeksi Mycobacterium tuberculosis yang disebut
juga sebagai pleuritis tuberkulosa (pleuritis TB). Efusi pleura tuberkulosa
(Pleuritis TB) menjadi salah satu manifestasi tersering dari TB ekstra paru, yaitu
kedua terbanyak setelah limfadenitis TB. Efusi pleura tuberkulosa dapat
merupakan manifestasi dari komplikasi TB primer atau TB post-primer
(reaktivasi) pada pasien dengan status imunitas yang menurun melalui
penyerbukan langsung basil TB dari kavitas paru, aliran darah (hematogen), dan
sistem limfatik. Diagnosis efusi pleura tuberkulosis dapat ditegakkan dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Apabila diagnosis efusi
pleura tuberkulosa sudah dapat ditegakkan maka penatalaksanaannya sesuai
dengan tatalaksana efusi pleura dan tuberkulosis pada umumnya.
25
DAFTAR PUSTAKA
2. Hadi H. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Penyakit-Penyakit Pleura. 4th ed.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FK UI; 2006.
3. Parcel JM, Light RW. Pleural Effusions. PubMed. 2013 February; 59(2): p.
29-57.
12. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11th ed. Rachman LY,
editor. Jakarta: EGC; 2007.
13. Sherwood L. Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem. 6th ed. Yesdelita N,
editor. Jakarta: EGC; 2011.
14. lango DL, Fauxi AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J.
Harrison's Principles of Internal Medicine. 18th ed. New York: Hill
Companies; 2012.
26
15. Indonesia PDSPD. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. V ed. Sudoyo editor.
Jakarta: InternaPublishing; 2009.
16. Baratawidjaja KG, Rengganis I. Imunologi Dasar. 9th ed. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universita Indonesia; 2010.
18. Khan AH, Sulaiman SA, Muttalif AK, Hassali MA, Akram H, Gillani SW, et
al. Pleural Tuberculosis and It's Treatment Outcomes. Tropical Journal of
Pharmaceutical. 2013 Juni; 12(4): p. 623-27.