Anda di halaman 1dari 32

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kalau kita berbicara tentang kepemimpinan pendidikan, pada umumnya akan


tertuju pada peran dan tugas seorang kepala sekolah. Pemahaman dan persepsi seperti
ini bisa dimaklumi karena hampir sebagian besar penelitian dan literatur yang
membahas tentang kepemimpinan pendidikan lebih cenderung membicarakan tentang
kepemimpinan kepala sekolah. Sementara penelitian dan literatur yang mengkaji secara
spesifik tentang kepemimpinan guru tampaknya masih relatif terbatas. Lantas, apa
Kepemimpinan Guru (Teacher Leadership) itu?.

Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi para
peserta didik, dan lingkungannya (Sudarwan Danim, 2011: 5). Guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (Undang-undang
Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen).

Lebih lanjut dijelaskan bahwa peranan guru sangat penting dalam dunia
pendidikan karena selain berperan mentransfer ilmu pengetahuan ke peserta didik, guru
juga dituntut memberikan pendidikan karakter dan menjadi contoh karakter yang baik
bagi anak didiknya.

Dari beberapa kutipan di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa guru adalah
sebagai agen pembaharuan dimana guru dapat menjadi panutan bagi peserta didik dan
lingkungan sekitarnya dimanapun berada, guru juga dapat mengajarkan banyak hal
kepada peserta didik dari tidak tahu menjadi tahu sehingga berguna bagi bangsa dan
negara.
2

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apakah yang dimaksud dengan kepemimpinan?
2. Bagaimana fungsi kepemimpinan yang dimiliki oleh seorang guru?
3. Bagaimana fungsi guru sebagai motivator?
4. Bagaimana fungsi guru sebagai manager?
5. Bagaimana fungsi guru sebagai inspirator?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian kepemimpinan.


2. Untuk mengetahui fungsi kepemimpinan yang dimiliki oleh seorang guru.
3. Untuk mengatahui fungsi guru sebagai motivator
4. Untuk mengatahui fungsi guru sebagai manager.
5. Untuk mengatahui fungsi guru sebagai inspirator
3

BAB II

ISI

2.1 Kepemimpinan
Kalau kita berbicara tentang kepemimpinan pendidikan, pada umumnya akan
tertuju pada peran dan tugas seorang kepala sekolah. Pemahaman dan persepsi seperti
ini bisa dimaklumi karena hampir sebagian besar penelitian dan literatur yang
membahas tentang kepemimpinan pendidikan lebih cenderung membicarakan tentang
kepemimpinan kepala sekolah. Sementara penelitian dan literatur yang mengkaji secara
spesifik tentang kepemimpinan guru tampaknya masih relatif terbatas. Lantas, apa
Kepemimpinan Guru (Teacher Leadership) itu? York-Barr and Duke (The Institute for
Educational Leadership’s, 2008) mengemukakan rumusan kepemimpinan guru yang
sejalan dengan perubahan peran guru dalam konteks perkembangan pendidikan saat ini,
bahwa:
Teacher leadership is the process by which teachers, individually or
collectively, influence their colleagues, principals, and other members of the
school communities to improve teaching and learning practices with the aim of
increased student learning and achievement. Such team leadership work
involves three intentional development foci: individual development,
collaboration or team development, and organizational development.”

Dari pengertian di atas tampak bahwa kepemimpinan guru pada dasarnya


merupakan suatu proses untuk mempengaruhi orang lain yang didalamnya berisi
serangkaian tindakan atau perilaku tertentu terhadap invididu yang dipengaruhinya.
Kepemimpinan guru tidak hanya sebatas pada peran guru dalam konteks kelas pada saat
berinteraksi dengan siswanya tetapi menjangkau pula peran guru dalam berinteraksi
dengan kepala sekolah dan rekan sejawat, dengan tetap mengacu pada tujuan akhir yang
sama yaitu terjadinya peningkatan proses dan hasil pembelajaran siswa.
4

Kepemimpinan guru memfokuskan pada 3 dimensi pengembangan, yaitu: (1)


pengembangan individu; (2) pengembangan tim; dan (3) pengembangan organisasi.

1. Dimensi pengembangan individu merupakan dimensi utama yang berkaitan


dengan peran dan tugas guru dalam memanfaatkan waktu di kelas bersama
siswa. Disini guru dituntut untuk menunjukkan keterampilan kepemimpinannya
dalam membantu siswa agar dapat mengembangkan segenap potensi yang
dimilikinya, sejalan dengan tahapan dan tugas-tugas perkembangannya. Melalui
keterampilan kepemimpinan yang dimilkinya, diharapkan dapat menghasilkan
berbagai inovasi pembelajaran, sehingga pada gilirannya dapat tercipta
peningkatan kualitas prestasi belajar siswa.
2. Dimensi pengembangan tim menunjuk pada upaya kolaboratif untuk membantu
rekan sejawat dalam mengeksplorasi dan mencobakan gagasan-gagasan baru
dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran, melalui kegiatan mentoring,
coaching, pengamatan, diskusi, dan pemberian umpan balik yang konstruktif.
Dimensi yang kedua ini berkaitan upaya pengembangan profesi guru.
3. Sedangkan dimensi organisasi menunjuk pada peran guru untuk mendukung
kebijakan dan program pendidikan di sekolah (dinas pendidikan), mendukung
kepemimpinan kepala sekolah (administrative leadership) dalam melakukan
reformasi pendidikan di sekolah serta bagian dari peran serta guru dalam upaya
mempertahankan keberlanjutan (sustanability) sekolah.

Ketiga dimensi di atas memberikan gambaran tentang: (1) peran guru dalam
memimpin siswanya, (2) peran guru dalam memimpin rekan sejawatnya; dan (3) peran
guru dalam memimpin komunitas pendidikan yang lebih luas. Di Amerika, gagasan
tentang kepemimpinan guru (teacher leadership) sudah berlangsung sejak lama, yang
terbagi ke dalam 3 (tiga) gelombang.

1. Gelombang pertama, kepemimpinan guru terkungkung dalam hierarki


organisasi formal dan hanya berkutat dalam fungsi-fungsi pengajaran, di bawah
kendali ketat dari “atasan guru”. Di sini, guru hanya dipandang sebagai
pelaksana keputusan atasan.
5

2. Gelombang kedua, kepemimpinan guru telah lepas dari hierarki organisasi


konvensional. Di sini, telah terjadi pemisahan antara kepemimpinan dengan
fungsi pengajaran, yakni dengan dibentuknya semacam tim pengembang
kurikulum secara formal. Walaupun demikian, kepemimpinan guru masih di
bawah kendali tim pengembang kurikulum. Tugas guru adalah
mengimplementasikan bahan-bahan yang telah disiapkan oleh tim pengembang
kurikulum. Pendekatan yang digunakan pada gelombang kedua ini sering
disebut sebagai “remote controlling of teachers”.
3. Gelombang ketiga, konsep kepemimpinan guru telah mengintegrasikan
pengajaran dengan kepemimpinan yang tidak bersifat formal. Kepemimpinan
guru dipandang sebagai sebuah proses dengan memberikan kesempatan yang
luas kepada guru untuk mengekspresikan kapabilitas kepemimpinannya.
Konseptualisasi kepemimpinan guru dibangun atas dasar profesionalisme dan
kesejawatan. (disarikan dari James S. Pounder, 2006).

Trend kepemimpinan guru di atas, dalam batas-batas tertentu tampaknya tidak


jauh berbeda dengan apa yang terjadi di  Indonesia. Penerapan konsep Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) yang digulirkan sejak awal masa
reformasi yang kemudian diikuti dengan gerakan profesionalisasi guru yang saat ini
sedang gencar digaungkan, tampaknya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
pergeseran konsep dan makna kepemimpinan guru di Indonesia.

Sesungguhnya banyak model dan gaya kepemimpinan yang bisa diterapkan guru
dalam mewujudkan kepemimpinannya. Merideth (2000) menawarkan model
kepemimpinan guru dengan apa yang disebut REACH, akronim dari:

 Risk-Taking. Guru berusaha mencari tantangan dan menciptakan proses baru.


 Effectiveness. Guru berusaha melakukan yang terbaik, peduli terhadap
pertumbuhan dan pengembangan profesinya dan bekerja dengan hati.
 Autonomy. Guru menampilkan inisiatif, memiliki pemikiran yang independen
dan bertanggung jawab.
6

 Collegiality. Guru membangun kemampauan komunitasnya dan memiliki


keterampilan komunikasi interaktif.
 Honor. Guru dapat menunjukkan integritas, kejujuran, dan menjaga etika
profesi.

Selain itu, guru dapat pula menerapkan gaya Kepemimpinan Transformasional


sebagaimana digagas oleh Bass, dengan karakteristik yang dikenal dengan sebutan 4 I,
yaitu: idealized influence, inspirational motivation, intellectual stimulation, dan
individual consideration.

1. Idealized influence. Guru merupakan sosok ideal yang dapat dijadikan sebagai
teladan, dapat dipercaya, dihormati dan mampu mengambil keputusan yang
terbaik untuk kepentingan peningkatan mutu pembelajaran.
2. Inspirational motivation: guru dapat memotivasi seluruh siswa dan sejawatnya
untuk memiliki komitmen terhadap visi organisasi dan mendukung semangat
team dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan di sekolah.
3. Intellectual Stimulation: guru dapat menumbuhkan kreativitas dan inovasi
dengan mengembangkan pemikiran kritis dan pemecahan masalah untuk
menjadikan pembelajaran ke arah yang lebih baik.
4. Individual consideration: guru dapat bertindak sebagai pelatih dan penasihat,
serta menyediakan umpan balik yang konstruktif bagi siswa dan sejawatnya.

Bryman (1992) menyebut kepemimpinan transformasional sebagai


kepemimpinan baru (the new leadership), sedangkan Sarros dan Butchatsky (1996)
menyebutnya sebagai pemimpin penerobos (breakthrough leadership). Disebut sebagai
penerobos karena pemimpin semacam ini mempunyai kemampuan untuk membawa
perubahan-perubahan yang sangat besar terhadap individu-individu maupun organisasi
dengan jalan: memperbaiki kembali (reinvent) karakter diri individu-individu dalam
organisasi ataupun perbaikan organisasi, memulai proses penciptaan inovasi, meninjau
kembali struktur, proses dan nilai-nilai organisasi agar lebih baik dan lebih relevan,
dengan cara-cara yang menarik dan menantang bagi semua pihak yang terlibat, dan
mencoba untuk merealisasikan tujuan-tujuan organisasi yang selama ini dianggap tidak
7

mungkin dilaksanakan. Pemimpin penerobos memahami pentingnya perubahan-


perubahan yang mendasar dan besar dalam kehidupan dan pekerjaan mereka dalam
mencapai hasil-hasil yang diinginkannya. (Dwi Ari Wibawa, 2013)
Dari berbagai studi yang dilakukan, kepemimpinan transformasional telah
terbukti dapat memberikan pengaruh terhadap inovasi dan kreativitas. Kepemimpinan
Transformasional juga memberi pengaruh positif terhadap usaha bawahan dan kepuasan
serta dapat meningkatkan perilaku etik. (James S. Pounder, 2006). Di lain pihak,
Charles C. Manz & Henry P. Sims Jr (Martani Huseini, 2010) mengetengahkan model
kepemimpinan yang dikenal dengan sebutan Superleadership. Model Superleadership
sangat diperlukan dalam organisasi yang berbasis informasi dengan perubahan yang
sangat cepat  seperti sekarang ini.
Ide dasar superleadership adalah: (1) mengarahkan individu-individu untuk
menjadi “self leader”; (2) mengarahkan tim untuk menjadi “self lead”: dan (3)
menyarankan ide untuk mengembangkan  budaya “self leadership” melalui organisasi.
Superleadership berkeyakinan bahwa seorang pemimpin yang sukses adalah bila dia
bisa menciptakan pemimpin yang baik. Seorang pemimpin Superleader berusaha
membimbing orang lain untuk memimpin dirinya sendiri dan membantu pengikutnya
untuk mengembangkan kemampuan “self leadership”nya untuk memberikan kontribusi
yang maksimal bagi organisasi.  Seorang Pemimpin Superleader akan melipat gandakan
kekuatannya melalui kekuatan orang lain dan mendorong pengikutnya untuk memiliki
inisiatif sendiri, rasa tanggung jawab,rasa percaya diri, penyusunan tujuan sendiri,
berfikir positif dan mengatasi masalahnya sendiri.

Pemimpin Superleader senantiasa mendorong pengikutnya untuk melaksanakan


tanggung jawabnya dari pada memberikan perintah dan memberi keyakinan bahwa
pengikutnya memerlukan informasi dan ilmu pengetahuan untuk melatih “self
leadership”nya. Salah satu hambatan terbesar untuk menumbuhkan kepemimpinan guru
yaitu masih mendominasinya penerapan model kepemimpinan “top-down” di sebagian
besar sekolah. Guru masih seringkali diposisikan sebagai bawahan yang harus tunduk
dan taat pada atasan secara taklid.
8

Oleh karena itu, untuk menumbuhkan kepemimpinan guru memerlukan :


 Pemberdayaan dan dorongan kepada guru untuk menjadi pemimpin dan
mengembangkan keterampilan kepemimpinannya.
 Penyediaan waktu dan kesempatan bagi guru agar dapat bekerja menjalankan
kepemimpinannya, baik untuk kepentingan pengembangan profesi, kerja
kolaboratif, perencanaan bersama, dan membangun jaringan guru.

Dalam konteks ini, tentu dibutuhkan dukungan dari semua pihak, terutama dari
kepala sekolah untuk rela berbagi kekuasaan dan kewenangan, tanpa harus merasa
khawatir akan kehilangan identitas kewibawaannya. Kepala sekolah harus memiliki
keyakinan bahwa setiap guru pada dasarnya memiliki potensi kepemimpinan, dan
apabila diberi kesempatan untuk mengekspresikan dan mengaktualisasikan potensi
kepemimpinannya, mereka bisa tampil sebagai pemimpin-pemimpin hebat, yang dapat
dimanfaatkan untuk  semakin memperkuat eksistensi sekolah sekaligus melengkapi
kepemimpinan administratif yang menjadi tanggung jawabnya (Sudjarat, 2013)

2.1.1 Pengertian Kepemimpinan


Soekanto (2003:288) mendefinisikan kepemimpinan sebagai “...kemampuan
seseorang (yaitu pemimpin atau leader) untuk mempengaruhi orang lain (yaitu yang
dipimpin atau pengikut-pengikutnya). Sehingga orang lain tersebut bertingkah-
laku sebagaimana dikehendaki oleh pemimpin tersebut.”
Pengertian yang dikemukakan Soekanto ini tampaknya sejalan dengan yang
disebutkan oleh Charles W. Marrified dalam Al Muchtar (2001: 251),
“..kepemimpinan menyangkut bagaimana menstimulasi, memobilisasi mengarahkan
dan mengkoordinasi motif-motif dan kesetiaan yang terlibat dalam usaha bersama.”

2.1.2 Unsur Dalam Kepemimpinan

Floyd Ruch dalam Gerungan (2002:129) menyebutkan tiga tugas utama


pemimpin, yaitu: 1) structuring the situation, 2) controlling group-behavior, 3)
spokesman of the group. Pada tugas yang pertama seorang pemimpin harus dapat
mengkonstruksi struktur dari situasi yang dihadapi kelompoknya secara jelas agar para
anggotanya dapat memahami situasi yang dihadapi mereka dan pada
9

gilirannya mampu memberi penyikapan dan melakukan tindakan yang tepat. Tugas
kedua yang harus dilaksanakan pemimpin adalah melakukan pengawasan dan
pengontrolan/pengendalian perilaku kelompok. Agar suatu kelompok/ organisasi
dapat mencapai tujuan-tujuannya, maka semua orang yang ada di dalamnya harus
berjalan atau melakukan aktivitas yang mengarah pada tujuan-tujuan tersebut.
Sehingga apabila ada anggota kelompok yang ke luar jalur, maka tugas pemimpinlah
yang ‘menyadarkan’ anggotanya tersebut untuk tetap ada di dalam ‘jalan yang
benar.’

Tugas ketiga dari pemimpin adalah menjadi juru bicara dari kelompoknya
mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan-keadaan di
kelompoknya. Tentunya apa yang dibicarakan oleh pemimpin pada pihak lain itu
haruslah merupakan gambaran nyata tentang kelompoknya, bukannya karangan
pribadi pemimpin tersebut. Al Muchtar (2001: 252) menyebutkan sejumlah fungsi
kepemimpinan, yakni: perencanaan, pemikir, organisator, dinamisator, koordinator,
pemegang amanah, pengawas, penengah, pemersatu, pendidik, pembimbing, dan
pelapor. Selanjutnya Al Muchtar mengungkapkan bahwa untuk dapat menjalankan
fungsi-fungsi tersebut, pemimpin haruslah memiliki tiga keterampilan, yaitu: 1)
technical skills (penguasaan organisasi mulai dari prosedur kerja sampai evaluasi
hasil karya); 2) conceptual skills (merumuskan gagasan atau menjelaskan keadaan
rumit ke dalam bentuk yang mudah dipahami oleh anggota kelompoknya),
3human skills (hubungan sosial dan bekerja sama, dan lain-lai .).

2.1.3 Faktor-Faktor Dalam Kepemimpinan


Berdasarkan formula Hersey dan Blanchard membagi dua factor besar yang
mempengaruhi kepemimpinan yaitu factor internal dan factor eksternal.

a) Faktor internal
Sebagai seorang pribadi, pemimpin tentu memiliki karakter unik yang
membedakannya dengan orang lain. Keunikan ini tentu akan berpengaruh pada
pandangan dan cara ia memimpin. Ada karakter bawaan yang menjadi ciri pemimpin
10

sebagai individu, ada kompetensi yang terbentuk melalui proses pematangan dan
pendidikan.

b) Faktor eksternal
Faktor eksternal menurut formula Hersey dan Blanchard, adalah faktor bawahan
dan situasi. Faktor-faktor ini tentu akan menentukan bagaimana pemimpin mengatur
dan mempengaruhinya. Jika bawahan ini adalah siswa , maka pemimpin akan
menjalankan pola kepemimpinan sesuai dengan karakter siswa. Faktor eksternal lain
adalah faktor situasi, situasi ini berkaitan dengan dengan aspek waktu, tempat , tujuan,
karakteristik organisasi. (http://www.kompasiana.com/agustinus.suhedi/kepemimpinan-
guru-dalam-pendidikan_551fac11813311f3379df32f)

2.1.4 Sifat Kepemimpinan


a. Cakap
Cakap di sini dalam pengertian luas bukan saja ahli ( skill )atau kemahiran teknik (
technical mastery) dalam satu bidang tertentu, melainkan meliputi hal-hal yang besifat
abstrak, inisiatif, konsepsi, perencanaan dsb.Seorang pemimpin harus memiliki
ketajaman berpikir yang kritis dan rasional.

b) Kepercayaan
Menurut Le Bon, seorang pemimpin harus memiliki keyakinan yang kuat, percaya
akan kebenaran tujuannya, percaya kemampuannya( pada diri sendiri ). Sebaliknya
harus mendapat kepercayaan dari pengikutnya.

c) Rasa tanggung jawab


Sifat ini penting sekali, sebab mana kala seorang pemimpin tidak memiliki rasa
tanggung jawab , ia akan mudah bertindak sewenang-wenang terhadap kelompoknya.

d) Berani
Berani dalam arti karena benar dan dengan perhitungan. Lebih-lebih dalam saat-
saat yang kritis dan menentukan, pemimpin harus tegas, berani mengambil keputusan
dengan konsekwen dan tidak boleh ragu-ragu.

e) Tangkas dan ulet


11

Pemikiran seorang pemimpin harus luas. Ia berpandangan jauh ke depan harus


dapat membedakan mana das sein, mana das sollen. Terutama dalam merumuskan
strategi atau menggariskan suatu taktik (http://www.kompasiana.com/agustinus.suhedi)

2.1.5 Gaya Kepemimpinan Guru


Sekolah dan kelas adalah suatu organisasi, dimana guru adalah sebagai
pemimpinnya. Guru berkewajiban mengadakan supervise atas kegiatan belajar murid,
membuat rencana pengajaran bagi kelasnya, mengadakan manajemen belajar sebaik-
baiknya, melakukan manejemen kelas, mengatur disiplin kelas secara demokratis
( Hamalik, 2004 ;124 ).
Menurut Ahmad Rohani ( 2004:130) gaya atau tipe kepemimpinan guru ada tiga yaitu:
a) Otoriter
Dengan gaya kepemimpinan otoriter guru, peserta didik hanya akan aktif kalau ada
guru dan kalau guru tidak mengawasi semua aktivitas menjadi menurun. Aktivitas
proses belajar mengajar sangat tergantung pada guru dan menuntut banyak perhatian
guru.

b) Laizzes Faire
Gaya kepemimpinan yang laizes faire , biasanya tidak produktif walaupun ada
pemimpin. Kalau guru ada peserta didik lebih banyak melakukan kegiatan yang sifatnya
ingin diperhatikan . Dalam kepemimpinan ini biasanya aktivitas pendidik lebih
produktif kalau gurunya tidak ada.

c) Demokratis
Gaya kepemimpinan ini lebih memungkinkan terbinanya sikap persahabatan guru
dan peserta didik dengan dasar saling memahami dan saling mempercayai. Peserta didik
akan belajar secara produktif baik pada saat diawasi guru maupun tanpa diawasi guru.
(http://www.kompasiana.com/agustinus.suhedi)
12

2.1.6 Fungsi Kepemimpinan


Knech, Crutchfield, dan Ballachey menyebutkan fungsi pemimpin sangat
kompleks
a) Pemimpin adalah eksekutif
b) Pemimpin sebagai perencana
c) Pemimpin sebagai pembuat kebijaksanaan
d) Pemimpin sebagai wasit( pererai ) dan perantara.
e) Pemimpin sebagai contoh( teladan )
f) Pemimpin sebagai idiologis
g) Pemimpin sebagai figur ayah
h) Pemimpin sebagai tempat menumpahkan segala kesalahan( scapegoat)

2.1.7 Teknik-Teknik Memimpin


a. Stimulations
Metode ini mengutamakan pengarahan dengan menstimulir masyarakat agar
masyarakat sadar akan apa yang sedang dijalankan oleh pemimpin. Cara semacam ini
bersifat menstimulasi atau merangsang subyek.
b. Persuations
Di sini biasanya menggunakan propaganda, sehingga kadang-kadang ada unsur
yang menggambarkan keadaan agak berbeda, suatu keadaan yang lebih baik dengan
kenyataan.
c. By Force ( paksaan )
Di sini menggunakan kekuatan dalam arti dengan kekerasan atau paksaan. Metode
ini biasanya dipakai bila masyarakat belum memiliki kesadaran terhadap usaha yang
dijalankan dan sifatnya segera (http://www.kompasiana.com/agustinus.suhedi).

2.2. Guru Sebagai Manager

Peran guru di sekolah tidak hanya sebagai tenaga pendidik, tetapi juga sebagai
motivator, informator, mediator, dan fasilitator. Guru lebih sering berkomunikasi dan
bertatap muka langsung dengan siswa sehingga guru lebih mengetahui kemampuan
13

siswanya. Dibandingkan orang tua, guru lebih tahu seberapa jauh kemampuan anak
didiknya dalam mengikuti pelajaran, karenanya guru tidak hanya sebatas menjelaskan
materi pelajaran yang diampunya tetapi juga harus memotivasi anak didiknya agar tetap
semangat belajar dan tidak mudah putus asa. Komunikasi yang baik antara guru dan
siswa pasti akan menjadikan suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan, sehingga
semua siswa juga tidak akan merasa bosan mengikuti pelajaran. Perhatian guru kepada
siswa juga menjadi semangat tersendiri bagi siswa untuk tetap rajin belajar.
Guru adalah sebagai seorang manajer di dalam organisasi kelas. Sebagai seorang
manajer, aktivitas guru mencakup kegiatan merencanaka, mengorganisasi, memimpin,
dan mengevaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang dikelolanya.
Tujuan profesional guru adalah melakukan kegiatan mengajar, dan selanjutnya
murid memberikan respon-respon yang disebut belajar. Interaksi kedua kegiatan ini
mencakup mengajar dan belajar di dalam kelas disebut proses pengajaran. Peranan guru
sebagai manajer dalam proses pengajaran :
1. Merencanakan ; menyusun tujuan pengajaran
2. Mengorganisasikan; menghubungkan seluruh sumber daya belajar-mengajar1

3. Memimpin ; memberi motivasi para peserta didik


4. Mengawasi; apakah kegiatan itu mencapai tujuan.
Peran guru sebagi manajer melakukan pembelajaran adalah proses mengarahkan
anak didik untuk melakukan kegiatan dalam rangka perubahan tingkah laku (kognitif,
afektif dan psikomotorik) menuju kedewasaan.

2.2.1 Pentingnya Perencanaan Dibuat Oleh Guru


Perencanaan dapat mengurangi kecemasan ketidakpastian
1. Perencanaan memberikan pengalaman pembelajaran bagi guru
2. Perencanaan membolehkan para guru untuk mengakomodasi perbedaan individu
pada murid.
3. Perencanaan memberikan struktur dan arah untuk pembelajaran

Selain dari itu, guru melakukan perencanaan pembelajaran untuk :


1. Menganalisis kebutuhan pendidikan dan pelatihan
14

2. mengidentifikasi kebutuhan pelatihan / Belajar

3. Menulis tujuan belajar (merumuskan tujuan)

4. Memilih strategi pembelajaran

5. Perbaikan dan Penyesuaian

6. Pelaksanaan program

7. Monitoring program

2.2.2 Pengorganisasian
Pengorganisasian dalam pembelajaran adalah pekerjaan yang dilakukan guru
dalam mengatur dan menggunakan dunia belajar dengan maksud mencapai tujuan
belajar diantaranya :
I. Cara yang efektif dan efisien, yakni:
1. Memilih alat taktik yang tepat (metode)
2. Memilih alat bantu belajar atau audiovisual yang tepat.
3. Memilih besarya kelas (jumlah murid)
4. Memilih strategi yang tepat.
I. Pengelolaan kelas meliputi :
1. Pengolahan yang berkaitan dengan siswa
2. Pengolahan yang berkaitan dengan fisik (ruangan, perabot).

2.2.3 Kepemimpinan pengajaran


Peran guru dalam pembelajaran:
1. memperkokoh motivasi siswa
2. memilih strategi mengajar yang tepat
Motivasi adalah kebutuhan atau keinginan untuk melakukan sesuatu dan
meliputi :
1. Kebutuhan psikologi
2. kebutuhan rasa aman
15

3. kebutuhan sosial
4. kebutuhan harga diri
5. kebutuhan aktualisasi diri

2.2.4 Mengevaluasi pengajaran


Fungsi Evaluasi :
1. untuk diagnostik dan pengembangan

2. untuk seleksi ; jabatan dan jurusan

3. untuk kenaikan kelas


4. untuk penempatan
Manfaat evaluasi pengajaran
1. mengukur kompetensi atau kapabilitas

2. menentukan tujuan mana yang belum direalisasikan

3. merumuskan rangking siswa dalam hal prestasi

4. memberikan informasi guru tentang cacah / strategi.

5. merencanakan prosedur untuk memperbaiki rencana pembelajaran; pengayaan


dan remedial. (https://Yayan.wordpress.com/2009/02/17/peranan-guru-sebagai-
manajer/)

Pembelajaran efektif hanya ada pada sekolah yang efektif. Karena itu, inti
kegiatan sekolah adalah kegiatan belajar mengajar efektif, untuk melahirkan lulusan
(outcome) yang memiliki kepribadian yang baik. Sekolah yang efektif memiliki unsur
utama :
1. kepemimpinan
2. lingkungan sekolah,
3. kurikulum
16

4. pengajaran di kelas
5. penilaian
Keberhasilan proses pengajaran yang dilaksanakan akan ditentukan
pendayagunaan sumber daya pengajaran yang sesuai untuk mencapai tujuan. Sumber
daya pengajaran yang dipilih secara hati-hati yang disiapkan akan dapat mencapai
tujuan adalah :

1. Memotivasi pelajar dan meningkatkan perhatian

2. melibatkan pelajar secara lebih kuat

3. pembentukan kepribadian individu dalam pengajaran

4. menjelaskan dan illustrasi

5. memberikan sumbangan ; penguatan / penghargaan

6. memberikan peluang bagi analisis, kinerja dalam perubahan.

Muara dari berfungsinya dengan baik pengelolaan pembelajaran adalah


pembelajaran efektif. Artinya dari posisi guru tercipta mengajar efektif dan dari segi
murid tercipta belajar efektif. Guru yang berhasil adalah mengajar murid bagaimana
memiliki informasi dalam pembicaraan dan membuatnya menjadi milik mereka.
Sedangkan pelajar efektif adalah membentuk informasi, gagasan dan kebijaksanaan dari
guru mereka dan mengunakan sumber daya belajar secara efektif.

Di sini peran utama dalam pengajaran adalah menciptakan pembelajaran yang


kuat atau tangguh. Intinya, adalah proses pembelajaran dipahami sebagai penataan
lingkungan yang di dalamnya para pelajar dapat berinteraksi dan belajar bagaimana cara
belajar. Untuk mencapai pembelajaran aktif, maka satu aspek penting di dalamnya
adalah masalah metode yang digunakan guru dalam menciptakan belajar aktif.

Sesungguhnya tidak ada satupun metode pembelajaran yang paling baik bila
dibandingkan dengan yang lainnya. Artinya masing-masing metode memiliki
17

keunggulan dan kelemahannya. Dalam konteks ini, setiap metode pembelajaran yang
membantu siswa melakukan kegiatan dengan mengkonstruksi pengetahuannya yang
mereka pelajari dengan baik, dapat dikatakan sebagai metode, yang dapat mendorong
kegiatan belajar aktif. Namun demikian, tidaklah cukup hanya beberapa metode yang
dapat mendorong siswa belajar aktif. Salah satu diantaranya adalah metode penemuan
dengan penekanan pada kerangka metode ilmiah. Dalam penerapan metode ilmiah,
penemuan, siswa dilatih untuk terbiasa melakukan pengamatan, membuat hipotesis,
memunculkan prediksi, menyaji hipotesis, memecahkan masalah, mencari jawaban
sendiri, menggunakan kejadian, meneliti, berdialog, melakukan refleksi,
mengungkapkan pertanyaan dan mengekspresikan gagasan selama proses pembentukan
kontruksi pengetahuan yang baru.

Selain mengajar dan mendidik siswanya, guru juga merupakan orang tua kedua
di sekolah. Guru diharapkan dapat membantu siswanya dalam menyelesaikan berbagai
masalah yang dialami siswanya. Cara yang konstruktif dalam membantu murid
menyelesaikan masalahnya misalnya dengan melakukan hal-hal berikut :

1. Mendengar pasif (Diam). Hal ini merupakan pesan nonverbal yang kuat yang
membuat murid merasa diterima dengan tulus dan mendorongnya
mengungkapkan masalah dengan lebih dalam. Tapi diam tidak membuktikan
bahwa Anda benar-benar menaruh perhatian atau mengerti.

2. Respon Pengakuan. Isyarat non verbal (mengangguk, mengerutkan dahi,


tersenyum) dan isyarat verbal (”Oh”, “Saya tahu”) memberitahu murid bahwa
anda benar mendengarkan dan menyatakan bahwa anda masih memperhatikan
dan anda tertarik (empati). Tapi tidak membuktikan bahwa guru memahami
masalahnya.

3. Kunci Pembuka, Ajakan untuk Bicara. Hal ini memberikan dorongan tambahan
agar murid berbicara lebih banyak, lebih dalam atau bahkan untuk mulai
berbicara. Misal : “Apakah kau ingin membicarakan hal itu lebih lanjut ?”, “Itu
sangat menarik, apa lagi ?”, “Sepertinya engkau mempunyai perasaan mendalam
18

tentang hal itu”, “Saya terkesan dengan apa yang kau katakan”, “Apakah kau
mau membicarakan hal itu ?”. Cara ini tidak efektif untuk menunjukkan suatu
penerimaan, pengertian atau kehangatan. ‘Membuka pintu’ bukan menjaga
‘pintu tetap terbuka’. Bila terlalu sering digunakan akan menjadi klise.

4. Mendengar Aktif (Umpan Balik). Membuktikan bahwa pendengar mengerti.


Perlu diperhatikan bahwa apa yang dikatakan murid sering merupakan pesan
yang telah disandikan. Sebagai contoh pertanyaan “Jam berapa sekarang” dapat
berarti pesan bahwa “Saya lapar”. Dengan mendengar aktif murid dan anda akan
tahu bahwa pesan yang disampaikan telah diterima dengan benar, dan tidak
hanya merespon sandinya saja.

Keberhasilan guru dalam melaksanakan pembelajaran bukan ditentukan oleh


satu faktor saja, akan tetapi oleh berbagai faktor internal dan eksternal sekolah.
Hubungan ini ada tiga perlakuan yang harus dilakukan adalah :

1. membuat perencanaan yang baik.

2. Komunikasi efektif / pesan yang disampaikan dipahami

3. mengusahakan dengan kesungguhan dan pengharapan tinggi agar siswa


memiliki prestasi tinggi.

Dapat dikatakan bahwa pembelajaran akan memikat hati siswa apabila mereka
diperintahkan sesuai hal-hal berikut :

1. Sampaikan informasi dalam bahasa mereka (jelas)

2. Berikan contoh tentang hal-hal tersebut,

3. memperkenalkannya dalam berbagai arahan dan keadaan

4. melihat hubungan antara informasi dan fakta atau gagasan lainnya

5. membuat kegunaannya dalam berbagai cara.


19

6. Memperhatikan beberapa konsekuensi informasi tersebut.

7. Menyatakan perbedaan informasi itu dengan lainnya.

Pembelajaran efektif ialah mengajar prinsip, prosedur dan desain sehingga


tercapai tujuan perubahan tingkah laku anak, sedangkan belajar aktif yang dilakukan
siswa adalah belajar yang melibatkan seluruh unsur fisik dan psychis untuk
mengoptimalkan pengembangan potensi anak. Karena itu, pembelajaran aktif yang
efektif adalah yang memenuhi multi tujuan, multi metode, multimedia/sumber dan
pengembangan diri anak.

2.3 Guru Sebagai Motivator


Sejalan dengan pergeseran makna pembelajaran dari pembelajaran yang
berorientasi kepada guru (teacher oriented) ke pembelajaran yang berorientasi kepada
siswa (student oriented), maka peran guru dalam proses pembelajaran pun mengalami
pergeseran, salah satunya adalah penguatan peran guru sebagai motivator. Proses
pembelajaran akan berhasil manakala siswa mempunyai motivasi dalam belajar. Oleh
sebab itu, guru perlu menumbuhkan motivasi belajar siswa. Untuk memperoleh hasil
belajar yang optimal, guru dituntut kreatif membangkitkan motivasi belajar siswa,
sehingga terbentuk perilaku belajar siswa yang efektif.

Dalam perspektif manajemen maupun psikologi, kita dapat menjumpai beberapa


teori tentang motivasi (motivation) dan pemotivasian (motivating) yang diharapkan
dapat membantu para manajer (baca: guru) untuk mengembangkan keterampilannya
dalam memotivasi para siswanya agar menunjukkan prestasi belajar atau kinerjanya
secara unggul. Kendati demikian, dalam praktiknya memang harus diakui bahwa upaya
untuk menerapkan teori-teori tersebut atau dengan kata lain untuk dapat menjadi
seorang motivator yang hebat bukanlah hal yang sederhana, mengingat begitu
kompleksnya masalah-masalah yang berkaitan dengan perilaku individu (siswa), baik
yang terkait dengan faktor-faktor internal dari individu itu sendiri maupun keadaan
eksternal yang mempengaruhinya.
20

Terlepas dari kompleksitas dalam kegiatan pemotivasian tersebut, dengan


merujuk pada pemikiran Wina Senjaya (2008), di bawah ini dikemukakan beberapa
petunjuk umum bagi guru dalam rangka meningkatkan motivasi belajar siswa

1. Memperjelas tujuan yang ingin dicapai.


Tujuan yang jelas dapat membuat siswa paham ke arah mana ia ingin dibawa.
Pemahaman siswa tentang tujuan pembelajaran dapat menumbuhkan minat siswa untuk
belajar yang pada gilirannya dapat meningkatkan motivasi belajar mereka. Semakin
jelas tujuan yang ingin dicapai, maka akan semakin kuat motivasi belajar siswa. Oleh
sebab itu, sebelum proses pembelajaran dimulai hendaknya guru menjelaskan terlebih
dulu tujuan yang ingin dicapai. Dalam hal ini, para siswa pun seyogyanya dapat
dilibatkan untuk bersama-sama merumuskan tujuan belajar beserta cara-cara untuk
mencapainya.

2. Membangkitkan minat siswa.


Siswa akan terdorong untuk belajar manakala mereka memiliki minat untuk
belajar. Oleh sebab itu, mengembangkan minat belajar siswa merupakan salah satu
teknik dalam mengembangkan motivasi belajar. Beberapa cara dapat dilakukan untuk
membangkitkan minat belajar siswa, diantaranya :

 Hubungkan bahan pelajaran yang akan diajarkan dengan kebutuhan siswa. Minat
siswa akan tumbuh manakala ia dapat menangkap bahwa materi pelajaran itu
berguna untuk kehidupannya. Dengan demikian guru perlu enjelaskan
keterkaitan materi pelajaran dengan kebutuhan siswa.
 Sesuaikan materi pelajaran dengan tingkat pengalaman dan kemampuan siswa.
Materi pelaaran yang terlalu sulit untuk dipelajari atau materi pelajaran yang
jauh dari pengalaman siswa, akan tidak diminati oleh siswa. Materi pelajaran
yang terlalu sulit tidak akan dapat diikuti dengan baik, yang dapat menimbulkan
siswa akan gagal mencapai hasil yang optimal; dan kegagalan itu dapat
membunuh minat siswa untuk belajar. Biasanya minat siswa akan tumbuh kalau
ia mendapatkan kesuksesan dalam belajar.
21

 Gunakan berbagai model dan strategi pembelajaran secara bervariasi, misalnya


diskusi, kerja kelompok, eksperimen, demonstrasi, dan lain-lain.

3. Ciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar.


Siswa hanya mungkin dapat belajar dengan baik manakala ada dalam suasana
yang menyenangkan, merasa aman, bebas dari rasa takut. Usahakan agar kelas
selamanya dalam suasana hidup dan segar, terbebas dari rasa tegang. Untuk itu guru
sekali-sekali dapat melakukan hal-hal yang lucu.

4. Berilah pujian yang wajar terhadap setiap keberhasilan siswa.


Motivasi akan tumbuh manakala siswa merasa dihargai. Memberikan pujian
yang wajar merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memberikan
penghargaan. Pujian tidak selamanya harus dengan kata-kata. Pujian sebagain
penghargaan dapat dilakukan dengan isyarat, misalnya senyuman dan anggukan yang
wajar, atau mungkin dengan tatapan mata yang meyakinkan.

5. Berikan penilaian.
Banyak siswa yang belajar karena ingin memperoleh nilai bagus. Untuk itu
mereka belajar dengan giat. Bagi sebagian siswa nilai dapat menjadi motivasi yang kuat
untuk belajar. Oleh karena itu, penilaian harus dilakukan dengan segera agar siswa
secepat mungkin mengetahui hasil kerjanya. Penilaian harus dilakukan secara objektif
sesuai dengan kemampuan siswa masing-masing.

6. Berilah komentar terhadap hasil pekerjaan siswa.


Siswa butuh penghargaan. Penghargaan bisa dilakukan dengan memberikan
komentar positif. Setelah siswa selesai mengerjakan suatu tugas, sebaiknya berikan
komentar secepatnya, misalnya dengan memberikan tulisan “bagus” atau “teruskan
pekerjaanmu” dan lain sebagainya. Komentar yang positif dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa.
22

7. Ciptakan persaingan dan kerja sama.


Persaingan yang sehat dapat memberikan pengaruh yang baik untuk
keberhasilan proses pembelajaran siswa. Melalui persaingan siswa dimungkinkan
berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memperoleh hasil yang terbaik. Oleh sebab
itu, guru harus mendesain pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk bersaing baik
antara kelompok maupun antar-individu. Namun demikian, diakui persaingan tidak
selamanya menguntungkan, terutama untuk siswa yang memang dirasakan tidak mampu
untuk bersaing, oleh sebab itu pendekatan cooperative learning dapat dipertimbangkan
untuk menciptakan persaingan antarkelompok.

Di samping beberapa petunjuk cara membangkitkan motivasi belajar siswa di


atas, adakalanya motivasi itu juga dapat dibangkitkan dengan cara-cara lain yang
sifatnya negatif seperti memberikan hukuman, teguran, dan kecaman, memberikan tugas
yang sedikit berat (menantang). Namun, teknik-teknik semacam itu hanya bisa
digunakan dalam kasus-kasus tertentu. Beberapa ahli mengatakan dengan
membangkitkan motivasi dengan cara-cara semacam itu lebih banyak merugikan siswa.
Untuk itulah seandainya masih bisa dengan cara-cara yang positif, sebaiknya
membangkitkan motivasi dengan cara negatif dihindari.
(https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/08/22)

2.4 Guru Sebagai Inspirator

Sebagai inspirator guru harus dapat memberikan inspirasi atau petunjuk yang
baik bagi kemajuan siswa. Guru harus memberikan petunjuk kepada siswa bagaimana
cara belajar yang baik, media apa yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran,
sehingga hal tersebut akan melahirkan sebuah inspirasi dan dalam diri siswa tersebut
untuk terus belajar guna meraih prestasi. Maka dari itu kita sebagai calon pendidik harus
berkepribadian baik, religious, bermoral dan bermartabat agar peserta didik dapat
menginspirasi kita sebagai pendidiknya.

Namun dalam dunia pendidikan peran guru sangatlah penting selain nilai – nilai
diatas guru pun harus mempunyai menjadi guru kreatif, menjadi seorang guru yang
kreatif saat ini tampaknya sudah menjadi suatu keharusan. Sebab, guru yang kreatif
23

akan mampu menciptakan proses pembelajaran yang memudahkan peserta didik


menerima materi yang disampaikan dengan proses yang menyenangkan. Selain itu,
kreatifitas adalah salah satu modal untuk menjadi guru profesional

Salah satu ciri guru kreatif adalah selalu terbuka dengan gagasan atau
kemungkinan baru. Dia aktif mencari dan mengembangkan gagasan atau cara yang
berbeda untuk peningkatan kualitas pembelajaran siswa.(2)Kembangkan pertanyaan.
Guru kreatif akan selalu bertanya dan mencari terus menerus tentang yang dia lihat dan
lakukan dalam pembelajaran. Dengan demikian, dia akan terus berkembang dan tidak
menganggap segala sesuatu sudah semestinya dilakukan melainkan akan menghasilkan
cara yang lebih baik untuk peningkatan kualitas belajar siswa. (3) Kembangkan gagasan
sebanyak-banyaknya. Guru kreatif akan selalu mencari banyak solusi dan alternatif. Dia
akan mengembangkan kreativitas dan imajinasi yang dia punya untuk meningkatnya
kualitas pembelajaran. (4) Ciptakan model pembelajaran yang menarik dan
menyenangkan. Seorang guru yang kreatif akan selalu berpatokan pada ‘Learning is
fun’. Dia akan selalu menciptakan model dan metode pembelajaran yang
menyenangkan sehingga anak didiknya merasa tertarik tentang apa yang dia sampaikan
dan tidak merasa jenuh dalam kegiatan belajar
Selama ini ada banyak memang guru yang sudah mampu menjadi inspirator bagi
murid-muridnya. Namun peran tersebut masih dianggap bukan hal yang utama. Cukup
mendidik dan mengajar, memberi ilmu, guru merasa sudah memenuhi sebagian besar
tugasnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata  “inspirasi” adalah kata benda
yang berarti “ilham”. Sedangkan kata “ilham” sendiri memiliki tiga arti yakni  petunjuk
Tuhan yang timbul di hati, berarti pula pikiran (angan-angan) yang timbul dari hati atau 
bisikan hati dan bermakna pula  sesuatu yang menggerakkan hati untuk mencipta
(mengarang syair, lagu, dsb). Dalam hal ini berarti seorang guru harus mampu
membangkitkan pikiran atau angan-angan muridnya untuk melakukan sesuatu atau
menjadi sesuatu yang positif (cita-cita atau keinginan). Guru juga harus bisa
menggerakan hati anak didiknya untuk menciptakan sesuatu, membuat sesuatu,
berusaha, berjuang dan mengikuti sesuatu yang diyakininya benar dan baik.
24

Ngainun Naim, dalam bukunya “Menjadi Guru Inspiratif “ menjelaskan bahwa


guru adalah orang yang mengantarkan seseorang untuk mencapai kemulian. Guru begitu
memiliki peranan penting dalam proses belajar siswa. Guru juga harus bisa memberikan
pencerahan bagi siswanya dan mampu melahirkan siswa yang tangguh, siap
menghadapi aneka tantangan sekaligus memberi perubahan yang hebat bagi
kehidupannya “Pencerahan itu pasti lahir dari guru yang inspiratif. Guru inspiratif
adalah guru yang memiliki orientasi jauh lebih luas. Guru inspiratif memilih melakukan
tindakan yang sangat strategis, yaitu bagaimana ia mampu memberikan perspektif yang
mencerahkan. Guru inspiratif menawarkan perspektif yang memberdayakan,
menghasilkan energi yang kreatif, “ ujar Ngainun.

Lanjut Ngainun,  guru inspiratif tidak hanya melahirkan daya tarik dan spirit
perubahan terhadap diri siswanya dari aspek diri pribadinya semata, tetapi ia juga harus
mampu mendesain iklim dan suasana yang juga inspiratif.

Penciptaan pola yang inspiratif akan semakin memperkukuh karakter dan sifat
inspiratif yang ada pada diri guru. Perpaduan keduanya yaitu karakter diri guru dan
suasana pembelajaran akan menjadikan dimensi inspiratif, semakin menemukan
momentum untuk mengkristalkan dan membangun energi perubahan positif dalam diri
setiap siswa. Tambah Ngainun, dalam usaha untuk menciptakan iklim pembelajaran
yang inspiratif, aspek paling utama yang harus diperhatikan oleh guru adalah bagaimana
guru mampu untuk menarik dan mendorong minat siswa untuk tenang dan menyukai
terhadap pelajaran. “Penciptaan suasana pembelajaran yang inspiratif sangat penting
artinya untuk semakin mengukuhkan dan mendukung kekuatan inspiratif yang
bersumber dari diri pribadi guru. Dua aspek ini: pribadi guru dan suasana pembelajaran,
pada gilirannya akan mampu mengakumulasikan potensi dalam diri para siswanya
untuk semakin meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya. “ jelasnya.

Katanya, modal inilah yang pada gilirannya dapat dilejitkan untuk melakukan
perubahan menujuh arah pencapaian cita-cita hidup, baik jangka pendek maupun jangka
panjang. “Dalam jangka pendek, para siswa mampu menjadi siswa dengan prestasi
belajar yang memuaskan. Sedangkan cita-cita jangka panjangnya adalah bagaimana
25

menjadi pribadi yang sukses dalam makna yang luas; sukses hidup, keluarga, profesi,
social, dan kemasyarakatan.” ucap Ngainun.

Guru sebagai pemberi inspirasi belajar harus mampu memerankan diri dan
memberikan inspirasi sesuai dengan apa yang dipelajari. Membangkitkan ide,
pemikiran, gagasan, optimesme dan keharmonian dalam belajar dibutuhkan sarana dan
prasarana yang mendukung. Rhenald Kasali pada harian Kompas terbitan tanggal 29
Agustus 2007 dengan judul “GURU KURIKULUM DAN GURU INSPIRATIF”.
Kutipanya yaitu : “Ada dua jenis guru yang kita kenal yaitu guru kurikulum dan guru
Inspiratif. Guru kurikulum sangat patuh pada kurikulum dan merasa berdosa bila tidak
bisa mentransper semua isi buku yang ditugaskan. Ia mengajarkan sesuatu yang standar
(habitual thinking) dan jumlahnya sekitar 99%. Sedangkan guru inspiratif jumlanya
kurang dari 1%. Ia bukan guru yang mengejar kurikulum tetapi mengajak murid-
muridnya berfikir kreatif (maximum thinking). Ia mengajak murid-muridnya melihat
sesuatu dari luar (thinking out of box) mengubahnya di dalam lalu membawa kembali
keluar, ke masyarakat luas. Guru kurikulum melahirkan manajer-manajer handal, guru
inspiratif melahirkan pemimpin-pembaru yang berani menghancurkan aneka kebiasaan
lama.”

Melihat kondisi pendidikan/system sekolah umumnya di Indonesia, guru-guru


memang terbelenggu oleh ketentuan administrative yang harus dipatuhi seperti target
pencapaian kurikulum, ketuntasan belajar, silabus, RPP dan sebagainya. Sesuai dengan
ketentuan yang ada bahwa wujud pelaksanaan pendidikan di sekolah tertuang dalam
bentuk kegiatan intra kurikuler dan ekstrakurikuler. Dalam kegiatan intrakurikuler
sangat jarang guru dalam interaksinya dengan murid-muridnya mampu
mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki mereka. Padahal tujuan pendidikan yaitu
pengembangan secara menyeluruh dari seluruh potensi anak didik melalui kreatifitas
dan berpikir kreatif. Hal ini memperlihatkan bahwa pendidikan memiliki arti sebagai
pengembangan potensi manusia.

Selama ini guru lebih menekankan pada pendekatan intelektual/intelgensia atau


hanya mengejar nilai. Sedangkan ketrampilan hidup dan bersosialisasi tidak diajarkan.
Seorang anak dilihat berdasarkan nilai ulangan yang didapat bukan kemampuan diri
26

secara keseluruhan. Kondisi ini dapat mendorong anak untuk mencontek atau
melakukan usaha-usaha yang tidak baik karena tuntutan angka sehingga nilai-nilai
pendidikan terabaikan.

Ada 3 (tiga) pendekatan yang bisa dilakukan oleh guru dalam proses
pembelajaran dikelas agar menjadi sumber inspirasi atau pemberi inspirasi :

1. Melalui Pendekatan Kecerdasan Emosional

Otak manusia terdiri ari dua lapisan yaitu lapisan luar (neo cortrex) dan lapisan
tengah (limbic system). Di wilayah lapisan luar otal, manusia mampu berhitung,
mengoperasikan computer, mempelajari bahasa Inggris, dan perhitungan yang rumit
lainnya. Melalui penggunaan otak neo-cortex inilah lahir intelegence quotient/IQ atau
kemampuan intelektual (Ary Ginanjar A: Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power).
Kecerdasa ini berkaitan dengan kesadaran terhadap ruang, kesadaran pada sesuatu yang
tampak, dan penguasaan matematika. Sedangkan pada lapisan tengah otak (limbic
system) terletak pengendali emosi dan perasan manusia yang memungkinkan manusia
luwes dalam bergaul, penolong sesama, setia kawan dan bertanggung jawab. Perilaku
inilah yang disebut kecerdasan emosional/EQ (emotional quotient) yang dapat dimaknai
serangkaian kecakapan untuk melapangkan jalan di dunia yang penuh liku-liku
permasalahan social. Pada ranah inilah saya pikir, guru bisa membangkitkan potensi
anak didiknya untuk menempuh kesuksesan dengan mengembangkan rasa simpati dan
empati pada sesama, sifat kerja keras dan bertanggung jawab. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh pakar psikolog yaitu Steven J. Stein dan Howard E. Book, bahwa IQ
hanya berperan dalam kehidupan manusia dengan besaran maksimum 20%, bahkan
hanya 6%. Jadi pendekatan emosional yang dilakukan guru terhadap siswanya ketika
interaksi di kelas, bisa mendorong siswa untuk sukses dengan tidak hanya
mengandalkan dari sisi IQ-nya saja. Pendekatan emosional yang bisa dilakukan
misalnya dengan selalu menebarkan energi positif pada anak didik, toleransi terhadap
ketidaksempurnaan, dan mencintai sepenuh hati anak didik dengan perbedaan yang
dimiliki mereka.

2. Melalui Pendekatan Kecerdasan Spiritual


27

Pada ranah ini, pendekatan yang harus dilakukan oleh guru adalah meningkatkan
potensi siswa dengan membangkitkan spiritual quotient dengan cara
menanamkan/mengajarkan nilai-nilai kebenaran yang terkandung dalam agama.
Pondasinya sesuatu yang baik dan indah. Dalam pengertian umum bisa bermakna positif
termasuk kejujuran, kebajikan, keindahan dan keramahan. Dalam belajar atau bekerja
adalah bagaimana seseorang dapat belajar/bekerja dengan jujur dan amanah dan
mengerjakan sesuatunya secara benar-sesuai peraturan yang ditetapkan. Guru bisa
menanamkan kepada setiap anak didik/siswa bahwa setiap yang dilakukan oleh kita
manusia adalah bernilai ibadah dan sebagai manusia harus bisa memberi manfaat bagi
manusia yang lain.

3. Melalui Pendekatan Kecerdasan Sosial

Menurut Edward L. Thondrike kecerdasan social (socialintelligence) adalah


kemampuan untuk saling mengerti sesama manusia dan bijaksana dalam hubungan
sesama manusia. Dia menegaskan kecerdasan sosial berbeda dengan kemampuan
akademik. Saat ini banyak tudingan terhadap dunia pendidikan dimana produk
pendidikan kita adalah manusia-manusia yang biasa menyikut orang untuk
mempertahankan kepentingannya karena kurikulum ternyata mendorong orang semakin
cerdas sekaligus menyuburkan sikap-sikap individualistic alias mementingkan diri
sendiri. Gaya hidup ini menghapus bersih sikap kerja sama, tenggang rasa, simpati,
empati dan budi pekerti yang luhur. Bayangkan bila penguasa masa depan adalah
produk dari dunia pendidikan seperti ini. William Chang, seorang pemerhati social
menyebut fenomena ini menghasilkan manusia yang bereaksi lamban. Kelambanan
bereaksi ditafsirkan akibat rendahnya kecerdasan sosial. Sisi inilah yang barangkali bisa
digali dan dikembangkan oleh guru pada anak didiknya. Harus disadari bahwa latar
belakang sosial anak didik berbeda-beda baik suku, bahasa, agama, bahkan tingkat
ekonominya. Disisi lain manusia sebagai makhluk social tidak bisa hidup sendiri. Oleh
karena itu penting kiranya mengembangkan sikap kerja sama, tenggang rasa, simpati,
empati dan budi pekerti yang luhur pada setiap anak didik. Cara yang bisa dilakukan
adalah dengan mempraktekan 5 S (senyum, sapa, salam, sabar dan syukur). Pendekatan
di atas sebagai motivasi bagi kita untuk bisa berbuat lebih bayak dan lebih baik.
28

Jadi Sebagai inspirator guru harus dapat memberikan inspirasi atau petunjuk
yang baik bagi kemajuan siswa. Guru harus memberikan petunjuk kepada siswa
bagaimana cara belajar yang baik, media apa yang dapat digunakan dalam proses
pembelajaran, sehingga hal tersebut akan melahirkan sebuah inspirasi dan dalam diri
siswa tersebut untuk terus belajar guna meraih prestasi.
Sebagai contoh guru telah menorehkan tinta dalam sejarah Indonesia untuk
mengubah kehidupannya dan menuntut keadilan, guru melakukan demo besar-besaran.
Kegiatan demo ini akan menginsfirasikan pada siswa hal yang positif dan negetif.
Inspirasi positif yang muncul dalam benak siswa seperti:
Inspirasi pertama adalah anak-anak mungkin akan terinspirasi betapa hebatnya
perjuangan guru mereka dalam memperjuangkan nasibnya. Para murid ini akan
terilhami bahwa tidak ada namanya jalan buntu dalam memperjuangkan sesuatu. Selalu
ada jalan menuju Roma.
Inspirasi kedua bisa datang dari tidak kompaknya para guru di beberapa Kecamatan
dalam menyikapi ajakan demo dari PGRI. Dari sini sang murid bisa melihat bahwa
berbeda pendapat adalah sah-sah saja selama memiliki landasan pemikiran yang
rasional. Lebih baik memilih bersikap berbeda daripada menjadi bunglon yang hanya
mau memetik keuntungan saja dari perjuangan yang susah payah dilakukan rekan-
rekannya yang lain.
Inspirasi ketiga, murid-murid mereka akan belajar untuk tidak takut untuk
menyuarakan pendapat. Sebelum demo dilakukan mungkin para guru merasakan
tekanan dari berbagai pihak untuk tidak melakukan hal-hal yang bisa merugikan pihak
lain. Meskipun tidak semua siswa mereka peka terhadap persoalan yang tengah dihadapi
guru mereka sebelumnya, bagi sebagian siswa terutama yang sudah duduk di
pendidikan menengah mungkin akan bisa lebih merasakannya. Karenanya butuh energi
yang cukup besar dari para guru ketika memutuskan untuk menyuarakan pendapatnya.
Inspirasi Keempat, bisa juga muncul inspirasi bahwa suatu hal yang diperjuangkan
akan lebih mudah tercapai apabila dilakukan bersama-sama. Bukankah para guru sering
mengajarkan bahwa satu lidi tidak akan mampu membersihkan kotoran daripada seratus
lidi yang diikat menjadi satu? Demo guru memberikan contoh konkret terhadap apa
yang telah mereka ajarkan.
29

Inspirasi Kelima, anak-anak pun akan belajar untuk berpikir kritis sebagaimana yang
dicontohkan guru-guru mereka dalam demo itu. Maka jangan kaget kalau suatu saat
murid mereka bisa bersikap kritis kepada mereka.
Sebagai pendidik, guru harus tetap waspada terhadap prilaku ketika berdemo, karena
kita tetap ditonton dan disaksikan anak didik . jika kita berprilaku anarki dalam demo,
maka secara langsung guru telah memberikan inspirasi negetif terhadap siswa .
30

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Kepemimpinan guru pada dasarnya merupakan suatu proses untuk
mempengaruhi orang lain yang didalamnya berisi serangkaian tindakan atau
perilaku tertentu terhadap invididu yang dipengaruhinya. Kepemimpinan guru
tidak hanya sebatas pada peran guru dalam konteks kelas pada saat berinteraksi
dengan siswanya tetapi menjangkau pula peran guru dalam berinteraksi dengan
kepala sekolah dan rekan sejawat, dengan tetap mengacu pada tujuan akhir yang
sama yaitu terjadinya peningkatan proses dan hasil pembelajaran siswa.
2. Peranan guru sebagai manajer dalam proses pengajaran :
a) Merencanakan ; menyusun tujuan pengajaran
b) Mengorganisasikan; menghubungkan seluruh sumber daya belajar-
mengajar
c) Memimpin ; memberi motivasi para peserta didik
d) Mengawasi; apakah kegiatan itu mencapai tujuan.
3. petunjuk umum bagi guru dalam rangka meningkatkan motivasi belajar siswa
a) Memperjelas tujuan yang ingin dicapai.
b) Membangkitkan minat siswa.
c) Ciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar.
d) Berilah pujian yang wajar terhadap setiap keberhasilan siswa.
e) Berikan penilaian.
f) Berilah komentar terhadap hasil pekerjaan siswa
g) Ciptakan persaingan dan kerja sama.
4. Sebagai inspirator guru harus dapat memberikan inspirasi atau petunjuk yang
baik bagi kemajuan siswa. Guru harus memberikan petunjuk kepada siswa
bagaimana cara belajar yang baik, media apa yang dapat digunakan dalam
proses pembelajaran, sehingga hal tersebut akan melahirkan sebuah inspirasi dan
dalam diri siswa tersebut untuk terus belajar guna meraih prestasi.
31

3.2 Saran
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan , maka dari itu tim penyusun
mengaharapkan kritik dan saran yang membangun agar dalam pembuatan makalah
berikutnya menjadi lebih baik.
32

DAFTAR PUSTAKA

Abu ,Ahmadi., 2009 , Psikologi Sosial, Cetakan 3 ( edisi Revisi ), PT. RINEKA CIPTA

Ahmad, Sudjarat.,2008, (https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/08/22/peran-guru-


sebagai-motivator-dalam-ktsp/, diakses tanggal 25 April 2017)

---------,2013, (https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2013/05/02/kepemimpinan-guru-
teacher leadership-2/, dikases tanggal 25 April 2017)

Ahmad, Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung, Remaja Rosdakarya

Arernds,Richard I.2008. Learning to Teach. Jogjakarta: Pustaka Pelajar

Ary, Gunawan, 2000, Sosiologi Pendidikan : suatu analisis sosiologi tentang berbagai
problem pendidikan, Jakarta ,Rineka Cipta.
Damas, 2013, (http://damastugaskuliah.blogspot.co.id/2013/05/profesi-guru-sebagai-
inspirator.html, dikases tanggal 25 April 2017)
Roestiyah N K, 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.

Suhedi, 2014, (http://www.kompasiana.com/agustinus.suhedi/kepemimpinan-guru-


dalam-pendidikan_551fac11813311f3379df32f, dikases tanggal 25 April 2017)
Usman, Moh Uzer., 2002, Menjadi Guru Profesional, Bandung, Remaja Rosdakarya.

Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan.


Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Anda mungkin juga menyukai