Anda di halaman 1dari 5

PENYAKIT DAN KECELAKAAN AKIBAT KERJA DI RUMAH SAKIT

DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT (ICU)

MATA KULIAH: KESELAMATAN KERJA


DOSEN PEMBIMBING: Ns. YUNI DWI HASTUTI, M.Kep.

DISUSUN OLEH KELOMPOK 6:


WARSONO (22020119183164)
SUSILO HARTONO (22020119183157)
MOHAMAT MUTAJIR (22020119183169)
YOHANA HALE HERET (22020119183183)
INDRA A RAHMAN FAUZI (22020119183167)
NINA MARIYANA (22020119183168)
YUNIARTI DWI ASTUTI (22020119183176)

DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan sarana untuk menangani masalah kesehatan,
pemulihan, serta pemeliharaan kesehatan. Sebagai layanan masyarakat, rumah
sakit mempunyai kegiatan berupa unit pelayanan gawat darurat, rawat inap, ruang
operasi, dan pelayanan penunjang seperti radiologi, laboratorium, farmasi, dan
lain – lain. Rumah sakit diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan
yang bermutu dan baik untuk masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Rumah sakit merupakan tempat yang berisiko terjadinya
Penyakit Akibat Kerja (PAK) serta Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) dan pekerja
rumah sakit mempunyai risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja
industri lain untuk terjadinya penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja
(Kementerian Kesehatan, 2010).
Bahaya potensial di rumah sakit disebabkan oleh faktor biologi, faktor
kimia, faktor ergonomi, faktor fisik, faktor psikososial. Bahaya faktor–faktor
tersebut dapat menyebabkan kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja yang
dapat menyebabkan penurunan kemampuan fisik atau mental, cacat, atau bahkan
kematian. Berkurangnya kemampuan merupakan penurunan atau sama sekali
tidak produktif yang berarti pula berkurangnya penghasilan atau pendapatan
(Soeripto, 2008). Hal ini juga dapat merugikan rumah sakit sebagai tempat kerja.
Kerugian yang ditimbulkan berupa biaya yang dikeluarkan bagi terjadinya
kecelakaan, upah selama pekerja tak mampu bekerja, hingga biaya atas kerusakan
bahan, alat atau bahkan mesin (Suma’mur, 2009).
Estimasi tingkat kecelakaan kerja rata rata diseluruh dunia adalah 14 orang
setiap 100.000 pekerja. Tingkat tertinggi sebesar 23,1 per 100.000 pekerja adalah
di wilayah Asia, dimana Korea, Thailand dan Indonesia dilaporkan mempunyai
tingkat kecelakaan yang tinggi. Untuk Amerika tingkat kematian terjadi setiap 3,2
per 100.000 pekerja (Jovanovic, 2004). Selama tahun 2010, kasus kecelakaan
kerja di Indonesia yang dilaporkan sebanyak 98.711 kasus. Ditinjau dari sumber
kecelakaan, penyebab terbesar adalah mesin, pesawat angkut, dan perkakas kerja
tangan. Sementara berdasarkan tipe kecelakaan, yang terbanyak adalah terbentur,
bersinggungan dengan benda tajam yang mengakibatkan tergores, terpotong,
tertusuk dan sebagainya.
Perawat merupakan salah satu profesi yang secara khusus dididik untuk
melakukan perawatan bagi orang sakit atau bidang tertentu, karena tugas dan
profesinya tersebut perawat sering melakukan kontak dengan pasien dan
melakukan beberapa tindakan medis yang dapat menyebabkan terjadinya
penularan penyakit atau kecelakaan kerja seperti tertusuk jarum suntik. Pada
tahun 2011, rumah sakit di Amerika mencatat 58.860 pekerja cidera dan terpapar
penyakit akibat kerja. Hampir 48% dari cidera tersebut disebabkan karena
kelelahan, kesalahan mengangkat beban, bending, atau nyeri sendi, hal ini sering
terjadi ketika sedang menangani pasien. Gangguan sistem muskoloskeletal seperti
terkilir menyumbang sebesar 54% cidera setiap harinya di tempat kerja. Pada
tahun yang sama, terdapat 16.680 kasus dimana pekerja kehilangan pekerjaannya
akibat cidera muskoloskeletal, dimana sebagian besar adalah perawat dan asisten
perawat yang terkena cidera tersebut. Karena cidera muskoloskeletal dirumah
sakit bersifat kumulatif, sehingga perlu langkah atau cara untuk meminimalkan
risiko tersebut (Occupational Safety and Health Administration, 2013).
Data mengenai K3 rumah sakit di Indonesia diantaranya pada tahun 2006,
sebanyak 83,3% pekerja rumah sakit mengeluh low back pain, penderita
terbanyak pada usia 30 – 49 tahun: 63,3% terjadi pada instalasi bedah sental di
RSUD di Jakarta. Penelitian dr. Joseph pada tahun 2005 – 2007 mencatat bahwa
kecelakaan kerja akibat needle stick injury (NSI) mencapai 38 – 73% dari total
petugas kesehatan. Selain itu sebanyak 17,7% perawat di suatu rumah sakit di
Jakarta mengalami gangguan mental emosional akibat stressor kerja (Kementerian
Kesehatan, 2010).
Sebanyak 80% hingga 90% kecelakaan kerja dipicu oleh perilaku tidak
aman. Pekerja sering berperilaku tidak aman karena selama melakukan pekerjaan
tersebut tidak pernah sekalipun terjadi kecelakaan kerja (Cooper, 2001). National
Safety Council pada tahun 2011, melaporkan 9100 orang meninggal dunia dan 3,2
juta terluka karena kecelakaan yang terjadi ditempat kerja pada tahun 1993 total
biaya yang dikeluarkan sebesar $111,9 miliar. Banyaknya akibat dari kecelakaan
kerja tersebut disebabkan oleh perilaku tidak aman karena tidak adanya motivasi
pekerja untuk bekerja secara aman (Komaki, 1983). Heinrich menyebutkan bahwa
perilaku tidak aman disebabkan oleh sikap yang buruk, kurangnya pengetahuan
dan ketrampilan, dan lingkungan kerja yang tidak aman (Cooper, 2001).
Pengetahuan tentang keselamatan sangat penting dalam rangka
menciptakan lingkungan kerja yang aman dan meningkatkan kesadaran akan
keselamatan. Pengetahuan yang kurang akan dapat menyebabkan kecelakaan
karena pekerja tidak patuh terhadap aturan, sadar tetapi tidak memahami aturan,
keliru dalam menerapkan aturan, mengabaikan aturan dan kurang terlatih atau
tidak memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai. Penelitian lain mengatakan
bahwa pengetahuan keselamatan adalah faktor yang memberikan kontribusi dalam
menciptakan lingkungan keselamatan kerja yang baik (Neal, 2000).
Berdasarkan uraian di atas, penyusunan makalah ini ditujukan untuk
mengidentifikasi penyakit dan kecelakaan akibat kerja yang ada di rumah sakit,
khususnya di ruang Intensive Care Unit (ICU). Analisa terhadap potensi tersebut
akan dikaitkan dengan konsep dan teori, serta penelitian-penelian yang ada.
Selanjutnya dari analisis tersebut akan dirumuskan penyelesaian masalah,
sehingga diharapkan upaya penerapan manajemen resiko bisa dilakukan secara
optimal.

B. Tujuan Khusus
1. Diharapkan kelompok dan pembaca mampu mengenal penyakit dan
kecelakaan akibat kerja yang ada di rumah sakit
2. Diharapkan kelompok dan pembaca mampu mengidentifikasi penyakit dan
kecelakaan akibat kerja yang ada di satuan kerja masing-masing
3. Diharapkan kelompok dan pembaca mampu mengenal sistem pengendalian
penyakit dan kecelakaan akibat kerja yang sudah dilakukan di rumah sakit
khususnya di satuan kerja masing-masing
4. Diharapkan kelompok dan pembaca mampu mengikuti prosedur pengendalian
penyakit dan kecelakaan akibat kerja dan menerapkan kepada pengunjung,
keluarga pasien dan peserta didik yang ada di lingkungan rumah sakit
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Bina Kesehatan Kerja. (2010). Pedoman Tata Laksana Penyakit Akibat
Kerja bagi Petugas Kesehatan. Departemen Kesehatan
Soeripto M. Higiane Industri. Balai penerbit FK UI. Jakarta; 2008
Suma’mur. Higiane perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta; 2009
Workplace Violence Prevention-Health Care and Social Service Workers, U.S.
DEPARTMENT OF LABOR, OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH
ADMINISTRATION, http://1.usa.gov/12rwWAN (viewed on May 20, 2013).
Cooper, CL; Hart, PM; Anderson, DS; Ones, HK; Sinangil dan Viswesvran, C
2001. Occupational stress: toward a more integrated framework. New
York: Oxford. Handbook of industrial work and organization psychology
Neal, A. & Griffin, M. A. (2000). Safety climate and safety behaviour. Australian
Journal of Management, 27 (special issues), 67‐73.  

Anda mungkin juga menyukai