KASUS KEJIWAAN
SCHIZOPHRENIA FIRST EPISODE
CURRENTLY IN ACUTE EPISODE
Disusun oleh :
dr. Muhamad Lutfi Rahmat
Pendamping :
dr. Lince Holsen
dr. Mey Indradewi
4. Riwayat Sosial-Ekonomi
Pasien tinggal bersama 2 orang anak di rumah milik sendiri. Sumber
penghasilan berasal dari anak pasien yang bekerja di pabrik. Pasien saat ini
tidak bekerja. Pasien tidak banyak berinteraksi dengan orang-orang di sekitar
rumah dan cenderung berdiam di rumah.
5. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupan
Pasien tidak merasa sakit dan tidak tahu mengapa dirawat di rumah sakit.
Visual (+) : Pasien kerap melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat
orang lain yaitu berbentuk orang tak dikenal muncul dari pohon,
jalanan dan laci.
Rencana Penanganan
a. PSIKOFARMAKA
Risperidone tab 2 x 0,5 mg hari pertama, hari kedua 2 x 1 mg; hari
ketiga 2 x 1,5 mg; hari keempat 2 x 2 mg dan seterusnya sampai
target terapi tercapai.
b. PSIKOTERAPI
Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien mengenai
penyakitnya dan untuk minum obat secara teratur dan rutin kontrol
ke poliklinik psikiatri agar dapat dilihat perkembangan penyakitnya
oleh psikiater.
Memberi penjelasan yang bersifat komunikatif, informatif dan
edukatif tentang keadaan penyakit pasien, sehingga keluarga bisa
memahami keadaan pasien dan menjelaskan mengenai pentingnya
kontrol dan minum obat secara teratur sesuai anjuran dokter serta
selalu memberi dukungan kepada pasien.
Hasil Pembelajaran
1. Subyektif
Perempuan, 48 tahun, datang diantar keluarganya ke Unit
Gawat Darurat RSUD Dr. TC Hillers dengan keluhan utama sering marah-
marah tanpa sebab sejak 2 bulan yang lalu. Enam bulan sebelum masuk
rumah sakit, pasien sering menyendiri dan bicara sendiri. Keluhan ini
merupakan pertama kali yang dialami oleh pasien.
Pasien mengatakan bahwa ia tidak tahu mengapa dibawa ke rumah
sakit oleh tetangganya. Pasien memberontak pada saat dibawa ke rumah
sakit dan pasien merasa tidak seharusnya di rawat karena pasien tidak
merasa sakit.
Pasien bercerita bahwa ia bisa mendengar suara-suara yang tidak
bisa di dengar orang lain, suara-suara tersebut mengejek pasien sehingga
pasien merasa marah dan juga suara panci jatuh dan suara orang berbisik
namun tidak ada orang disekitar pasien. Pasien sering berbicara sendiri
dan mengaku dapat berkomunikasi dengan tetangga, keluarga dan orang
lain di luar negeri.
Pasien juga kerap melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat orang lain
yaitu berbentuk orang tak dikenal muncul dari pohon, jalanan dan laci.
Pasien mengatakan kalau dirumah tinggal dengan anaknya. Pasien
mengatakan kalau ditinggal suaminya lima belas tahun yang lalu tanpa
sebab. Dan kini suaminya telah meninggal.
Pasien juga kerap marah-marah ke tetangga karena merasa
tetangganya membicarakan dan mengejek pasien. Pasien mengaku kalau
tetangganya sering menguping dan mengintip dia dari tembok untuk
melihat apa yang sedang dilakukannya.
2. Obyektif
Dari status mental, didapatkan secara umum pasien perempuan sesuai usia,
perawatan diri baik, perilaku cemas, sikap kooperatif. Tampak mood
euthim dengan afek dangkal dan tidak serasi. Pasa pasien terdapat halusinasi
auditorik, halusinasi visual, waham paranoid, logorrhea, blocking, afek dangkal
dan avoilition. Pasien tidak memiliki masalah daya nilai sosial, tetapi
kurang bersosialisasi dengan tetangga. Pasien menyangkal dirinya sakit,
sehingga termasuk tilikan derajat 1.
Dari status generalis dan status neurologis, didapatkan hasil pemeriksaan
dalam batas normal.
3. Assessment
Berdasarkan keluhan pasien, didapatkan kelainan psikiatri, yaitu rasa
cemas tanpa pemicu yang jelas yang sudah berlangsung lebih dari 6 bulan.
Berdasarkan blok I (gangguan mental organik dan simptomatik), keluhan
utama pasien sesuai dengan kriteria skizoprenia first episode currentl in
acute episode menurut PPDGJ III, Pasien menyangkal riwayat trauma
kepala, stroke, dan kejang sebelumnya. Berdasarkan blok II (gangguan
mental dan perilaku akibat zat psikoaktif), pasien menyangkal pernah
menggunakan narkoba, baik minum, hirup, atau suntik. Pasien pernah
meminum alkohol dan merokok, tetapi saat ini telah berhenti. Berdasarkan
blok III pada pasien memiliki waham paranoid sebagai gejala primer
berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai 6 bulan,
yang tidak hanya menonjol pada situasi tertentu saja. Selain itu gejala
lainnya adalah halusinasi auditorik dan halusinasi visual, disorganized
speech (logorrhea, blocking) dan terdapat juga gejala negatif (afek dangkal
dan avolition). Berdasarkan blok IV (gangguan suasana perasaan), tidak
memiliki gangguan mood
Selain diagnosis masalah psikiatri (aksis 1), kita perlu menegakkan
diagnosis multiaksial agar dapat melakukan tata laksana pada pasien ini
secara holistik. Pada aksis 2, belum dapat ditegakkan diagnosis karena
belum ditemukan gangguan kepribadian. Pada aksis 3, tidak ditemukan
diagnosis dari penyakit medis umum. Pada aksis 4, tidak didapatkan
masalah psikososial dan lingkungan, yaitu pasien kurang dapat
bersosoalisasi dan tidak bekerja. Atas dasar keempat aksis di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa penilaian fungsi secara global pada pasien (aksis
5) berkisar 21-30, yang berarti perilaku yang sangat tidak layak dan
bicaranya kadang inkoheren.
4. Planning
Pasien diterapi dengan terapi nonfarmakologi dan farmakologi. Terapi
nonfarmakologi yang diberikan diantaranya memberikan informasi dan edukasi
kepada pasien mengenai penyakitnya dan untuk minum obat secara teratur dan
rutin kontrol ke poliklinik psikiatri agar dapat dilihat perkembangan penyakitnya
oleh psikiater.
Memberi penjelasan yang bersifat komunikatif, informatif dan edukatif
tentang keadaan penyakit pasien, sehingga keluarga bisa memahami keadaan
pasien dan menjelaskan mengenai pentingnya kontrol dan minum obat secara
teratur sesuai anjuran dokter serta selalu memberi dukungan kepada pasien.
Pasien diberikan obat untuk mengurangi gejalanya dengan Risperidone
tab 2 x 0,5 mg hari pertama, hari kedua 2 x 1 mg; hari ketiga 2 x 1,5 mg; hari
keempat 2 x 2 mg dan seterusnya sampai target terapi tercapai.
Daftar Pustaka :
1. Elvira SD, Hadisukanto G, penyunting. Buku ajar psikiatri. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI; 2010.
2. Pedoman penggolongan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ) di Indonesia
III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Pendamping Pendamping