Anda di halaman 1dari 23

ESOFAGITIS KOROSIF

DAN ASPEK RADIOLOGISNYA

REFERAT

Disusun oleh :
Louis Rianto
406192041

Pembimbing :
dr. Herman W. Hadiprodjo, Sp. Rad

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI RUMAH SAKIT


ROYAL TARUMA PERIODE 1 JUNI – 7 JUNI 2020 FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA JAKARTA

i
Universitas Tarumanagara
LEMBAR PENGESAHAN
Penyusun
Nama : Louis Rianto
NIM : 406192041
Universitas : Universitas Tarumanagara
Fakultas : Fakultas Kedokteran
Bagian : Radiologi
Periode : 1 Juni – 7 Juni 2020
Judul : Esofagitis Korosif dan Aspek Radiologisnya
Pembimbing : dr.Herman W.Hadiprodjo, Sp.Rad

Telah diperikssa dan disetujui:

Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologi


Rumah Sakit Royal Taruma
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Jakarta, 1 Juni 2020


Pembimbing Bagian
Ilmu Radiologi RS Royal Taruma

dr.Herman W. Hadiprodjo, Sp.Rad

ii
Universitas Tarumanagara
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Esofagitis Korosif
dan Aspek Radiologisnya”.
Referat ini merupakan salah satu prasyarat agar dapat dinyatakan lulus sebagai Profesi
Kedokteran. Selama menyelesaikan referat ini, banyak pihak yang membantu penulis.
Oleh karena itu, melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Herman W. Hadiprodjo, Sp.Rad selaku pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, ilmu pengetahuan, serta pengajaran yang baik selama
penulis mengikuti kepaniteraan di RS Royal Taruma.
2. Teman-teman dan kerabat yang selalu membantu selama proses penulisan
referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih memiliki keterbatasan. Oleh karena itu,
penulis akan menerima saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan
referat ini. Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis selama penyelesaian referat.
Dengan segala keterbatasan yang ada, penulis berharap referat ini dapat memberi
manfaat bagi pengembangan ilmu khususnya dalam bidang Ilmu Radiologi.

Jakarta, 1 Juni 2020

Louis Rianto
406192041

iii
Universitas Tarumanagara
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN .................................................................................................................. i


LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..............................................................................................................iii
DAFTAR ISI............................................................................................................................. iv
BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................................................ v
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. vi
2.1 Anatomi Esofagus ............................................................................................................... vi
2.2 Fisiologi Menelan .............................................................................................................viii
2.3 Definisi Esofagitis Korosif ................................................................................................. ix
2.4 Epidemiologi Esofagitis Korosif......................................................................................... ix
2.5 Etiologi Esofagitis Korosif .................................................................................................. x
2.6 Manifestasi Klinis Esofagitis Korosif ................................................................................. xi
2.7 Diagnosis Esofagitis Korosif ............................................................................................xiii
2.8 Diagnosis banding Esofagitis Korosif ............................................................................. xvii
2.9 Tatalaksana Esofagitis Korosif ........................................................................................ xvii
3.0 Komplikasi dan Prognosis Esofagitis Korosif ................................................................. xvii
BAB 3. KESIMPULAN ......................................................................................................... xxi
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ xxii

iv
Universitas Tarumanagara
BAB I
PENDAHULUAN

Esofagus merupakan saluran yang menghubungkan dan menyalurkan makanan dari


rongga mulut ke lambung. Di dalam rongga dada, esofagus berada di mediastinum posterior
mulai dari belakang lengkung aorta dan bronkus cabang utama kiri kemudian agak membelok
ke kanan berada di samping kanan depan aorta torakalis bawah dan masuk dalam rongga perut
melalui hiatus esofagus dari diafragma dan berakhir di kardia lambung.
Esofagitis korosif adalah peradangan di daerah esofagus yang disebabkan oleh luka
bakar karena tertelannya zat kimia yang bersifat korosif misalnya asam kuat, basa kuat, dan zat
organik salah satu contoh zatnya adalah asam atau alkali (20% nya disebabkan karena asam
kuat). Namun Zat kimia yang tertelan dapat juga bersifat toksik jika diserap oleh darah. Untuk
kasus yang terjadi pada anak-anak biasanya terjadi akibat tertelan zat korosif, sedangkan pada
orang dewasa diakibatkan karena percobaan bunuh diri.
Esofagitis korosif mempunyai manifestasi klinis yang bergantung pada jenis zat
korosif, konsentrasi zat korosif, jumlah zat korosif, dan lama kontaknya dengan dinding
esofagus. Sehingga esofagitis korosif ini dapat dibedakan menjadi tiga fase, seperti fase akut,
fase laten dan fase kronis. Pada fase akut, esofagitis akut mudah dikenali karena berlansung
cepat dan biasanya penyebabnya lebih mudah dikenali. Sedangkan pada fase laten dan fase
kronis yang membutuhkan waktu yang lebih lama juga lebih sulit dikenali dan biasanya sudah
menimbulkan komplikasi. Akibatnya penanganan esofagitis korosif pada fase laten dan kronis
juga lebih sulit.

v
Universitas Tarumanagara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Esofagus


Esofagus adalah tabung otot yang menghubungkan hipopharynx dengan gaster.
Panjang esofagus dewasa sekitar 25 cm, yaitu setinggi Vertebra cervical VI – Thorakal XI.
Panjang esophagus anak-anak memiliki Panjang antara 8-10 cm, yaitu setinggi vertebra
cervical IV-V sampai Thorakal IX. Diameter esofagus bervariasi tergantung ada tidaknya bolus
makanan atau cairan. Pada keadaan istirahat diameternya ± 20 mm - 30 mm. Pada bayi
diameter esofagus ± 5 mm. Dan pada umur 5 tahun adalah 15 mm.

Dinding esofagus terdiri dari 4 lapisan, yaitu :


1. Mukosa
Terbentuk dari epitel berlapis gepeng bertingkat yang berlanjut ke faring bagian atas,
dalam keadaan normal bersifat basa dan tidak tahan terhadap isi lambung yang sangat asam.

2. Sub Mukosa
Mengandung sel-sel sekretoris yang menghasilkan mukus yang dapat mempermudah
jalannya makanan sewaktu menelan dan melindungi mukosa dari cedera akibat zat kimia.

vi
Universitas Tarumanagara
Gambar 2. Lapisan dinding esofagus

3. Muskularis
Separuh bagian atas esofagus merupakan otot rangka. Sedangkan otot pada separuh
bagian bawah merupakan otot polos, bagian yang diantaranya terdiri dari campuran antara
otot rangka dan otot polos.

Gambar 3. Lapisan esofagus dengan potongan longitudinal

4. Lapisan bagian luar (Serosa)


Terdiri dari jaringan ikat jarang yang menghubungkan esofagus dengan struktur-
struktur yang berdekatan, tidak adanya serosa mengakibatkan penyebaran sel-sel ganas
menjadi lebih cepat dan kemungkinan ruptur esofagus setelah operasi menjadi lebih besar.

vii
Universitas Tarumanagara
2.2 Fisiologi Esofagus
Dalam proses menelan terjadi hal-hal berikut :
1. Pembentukan bolus makanan dengan ukuran dan konsistensi yang baik.
2. Upaya sfingter mencegah terhamburnya bolus ini dalam fase-fase menelan
3. Mempercepat masuknya bolus makanan ke faring saat respirasi.
4. Mencegah masuknya makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring
5. Kerjasama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus makanan
ke arah lambung
6. Usaha untuk membersihkan kembali esofagus

Proses Menelan dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu :


1. Fase Oral
Makanan yang dikunyah dan bercampur liur akan membentuk bolus. Perpindahan
bolus makanan dan atau cairan dari mulut ke pharynx. Terjadi secara sadar akibat kontraksi
otot intrinsik lidah. Kontraksi m. Levator velli palatini mengakibatkan rongga pada lekukan
dorsum lidah diperluas, palatum molle terangkat dan bagian atas di bidang posterior faring
juga akan terangkat (passavant’s Ridge). Bolus terdorong ke posterior karena lidah terangkat
ke atas. Bersamaan ini terjadi penutupan nasofaring akibat kontraksi m. levator veli palatini,
selanjutnya terjadi kontraksi m. palatoglosus menyebabkan isthmus faucium tertutup diikuti
kontraksi m. Palatopharingeus bolus makanan tidak akan berbalik ke rongga mulut.
2. Fase Pharyngeal
Perpindahan bolus makanan dan atau cairan dari pharynx ke esofagus. Terjadi secara
reflex dan berlangsung singkat selama 1-2 detik. Pada akhir fase oral faring dan laring
bergerak ke atas oleh kontraksi m. stilofaring, m. salfingofaring, m. tirohioid, dan m.
palatofaring. Aditus laring tertutup oleh epiglotis. Ketiga sfingter laring, yaitu plika
ariepiglotika, plika ventrikularis, dan plika vokalis tertutup karena kontraksi m.
aryepiglotica, m. arytenoideus obligus. Bersamaan ini terjadi penghentian aliran udara ke
laring karena refleks yang menghambat pernafasan, sehingga bolus makanan tidak akan
masuk ke dalam saluran nafas. Selanjutnya bolus makanan akan meluncur ke arah esofagus
karena valikula dan sinus piriformis sudah dalam keadaan lurus.

3. Fase Oesophageal
Perpindahan bolus makanan dari oesophagus ke gaster, dengan gerakan peristaltik
oesophagus. Berlangsung sekitar 5 – 10 detik. Dalam keadaan istirahat introitus esofagus

viii
Universitas Tarumanagara
selalu tertutup. Dengan adanya rangsangan bolus makanan pada akhir fase faringal maka
terjadi relaksasi m. krikofaring, sehingga introitus esofagus terbuka dan bolus masuk ke
dalam esofagus.
Setelah bolus makanan lewat, maka sfingter akan berkontraksi lebih kuat melebihi
tonus introitus esofagus pada waktu istirahat sehingga makanan tidak akan kembali ke
faring. Dengan demikian refluks dapat dihindari. Gerak bolus di esofagus bagian atas masih
dipengaruhi oleh kontraksi m. Konstriktor faring inferior pada akhir fase faringeal.
Selanjutnya didorong ke distal oleh peristaltik esofagus.
Dalam keadaan istirahat sfingter esofagus bagian bawah selalu tertutup dengan
tekanan 8 mmHg lebih dari tekanan di dalam lambung sehingga tidak terjadi regurgitasi
lambung. Pada akhir fase esofageal sfingter ini akan terbuka secara refleks ketika
dimulainya peristaltik esofagus servikal untuk mendorong bolus makanan ke distal.
Selanjutnya setelah bolus makanan lewat, maka sfingter ini akan menutup kembali.

Esofagitis Korosif
2.3 Definisi
Esofagitis korosif adalah peradangan pada esofagus yang disebabkan oleh luka bakar
karena zat kimia yang bersifat korosif, misalnya asam kuat, basa kuat dan zat organik.
Zat kimia yang tertelan dapat bersifat toksik atau korosif. Zat kimia yang bersifat korosif
akan menimbulkan kerusakan pada saluran yang dilaluinya, sedangkan zat kimia yang bersifat
toksik hanya menimbulkan gejala keracunan bila telah diserap oleh darah.

2.4 Epidemiologi

Angka kejadian esofagitis korosif akibat tertelan asam kuat, basa kuat, cairan pemutih
diperkirakan sekitar 3-5 % dari kasus kecelakaan dan bunuh diri atau sekitar 5.000-10.000
kasus pertahun di Amerika Serikat. Anak di bawah 5 tahun dilaporkan sering tertelan zat yang
bersifat korosif akibat ketidaksengajaan dan kelalaian. Sedangkan pada remaja dan dewasa
dilaporkan kasus cukup sering pada remaja sebagai percobaan bunuh diri. Tidak ada perbedaan
jenis kelamin dan ras yang mempengaruhi terjadinya esofagitis korosif.
Berbeda halnya di Afrika, di Nigeria misalnya dilaporkan antara tahun 1986 s/d 1991 (5
tahun) 73 kasus striktur esofagus karena bahan korosif, yang pada umumnya terjadi pada orang
dewasa yang ingin bunuh diri.

ix
Universitas Tarumanagara
Berdasarkan penelitian, 95% kejadian tertelan korosif terjadi di rumah, biasanya di dapur
atau kamar mandi. Hampir 73% terjadi saat produk sedang digunakan dan 24% terjadi saat
produk dalam penyimpanan.

2.5 Etiologi
Esofagitis korosif paling sering ditimbulkan oleh tertelannya zat pembersih rumah
tangga, biasanya oleh anak-anak. Zat yang paling merusak adalah natrium hidroksida, atau lye,
yang menyebabkan lisisnya jaringan serta seringkali menembus dinding esofagus. Cairan
pembersih dapat merusak esofagus atau menimbulkan lesi gastrik yang serupa. Zat tertentu
tidak hanya menimbulkan lesi terbakar pada esofagus tetapi mempunyai akibat sistemik berat,
seperti gagal ginjal.
Diperkirakan, 70% dari kasus esofagitis korosif adalah disebabkan oleh basa dengan
natrium hidroksida merupakan kasus yang paling sering ditemukan. Terdapat juga kasus
melibatkan kalium hidroksida dan ammonium hidroksida. Pembersih saluran, pembersih oven,
detergen baju dan detergen piring semuanya mengandung basa. Konsentrasi basa berbeda
berdasarkan agen; cairan (10-15%), industri (30-35% dan granuler (50-95%).
Kira-kira 20% kasus esofagitis korosif lainnya adalah disebabkan oleh asam seperti
hidroklorida, sulfurik, oksalik dan nitrit. Pembersih toilet, pembersih selokan, dan penghapus
karatan merupakan beberapa produk yang mengandungi asam di antara 8-65%. Asam biasanya
mempunyai rasa pahit yang menyebabkan anak-anak tidak mengkonsumsinya.
Selain disebabkan oleh asam dan basa, esofagitis korosif juga bisa disebabkan oleh
bahan lain seperti detergen, bateri, makanan panas dan susu.
Zat yang sering menimbulkan terbakar pada esofagus 2
Pembersih saluran (NaOH)
Cairan Plumbum
Drano (cairan atau kristal)
Pembersih open
Easy off
Amonia
Tablet klinitest
Pemutih
Fosfat
Asam

x
Universitas Tarumanagara
Sulfat
Nitrat
Fenol
Iodine
Kalium permanganate

Patofisiologi
• Zat-zat korosif yang tertelan menyebabkan cedera akut serta kronis. Pada fase akut,
derajat dan perluasan lesi tegantung pada beberapa faktor diantaranya sifat zat-zat
kaustik, konsentrasinya, jumlah yang tertelan dan waktu kontak zat dengan jaringan.
• Asam dan alkali mempengaruhi jaringan dengan cara yang berbeda. Alkali menguraikan
jaringan sehingga penetrasinya lebih dalam yang menyebabkan terjadinya nekrosis
mencair (liquifactum necrosis) secara histologik dinding esofagus sampai lapisan otot
seolah-olah mencair.
• Sedangkan asam menyebabkan nekrosis koagulasi yang membatasi penetrasinya, secara
histologik dinding esofagus sampai lapisan otot seolah-olah menggumpal (coagulation
necrosis).
• Zat organik misalnya lisol dan karbol biasanya tidak menyebabkan kelainan yang hebat,
hanya terjadi edema di mukosa atau submukosa.
• Asam kuat menyebabkan kerusakan pada lambung lebih berat dibandingkan dengan
kerusakan esofagus, sedangkan basa kuat menimbulkan kerusakan di esofagus lebih berat
dari pada lambung.

2.6 Manifestasi Klinis


Keluhan dan gejala yang timbul akibat tertelan zat korosif tergantung pada jenis zat
korosif, konsentrasi zat korosif, jumlah, dan lamanya kontak dengan dinding esofagus.
Gejala klinik esofagitis kronik dibagi menjadi 5 bentuk klinis berdasarkan beratnya luka
bakar yang ditemukan yaitu:

1. Esofagitis korosif tanpa ulserasi


Pasien mengalami gangguan menelan yang ringan. Pada esofagoskopi tampak mukosa
yang hiperemis tanpa disertai ulserasi.
2. Esofagitis korosif dengan ulserasi ringan

xi
Universitas Tarumanagara
Pasien mengeluh disfagia ringan. Pada esofagoskopi tampak ulkus yang tidak dalam
yang mengenai mukosa esofagus saja.
3. Esofagitis korosif dengan ulserasi sedang
Ulkus sudah mengenai lapisan otot. Biasanya ditemukan satu ulkus atau lebih
(multipel).
4. Esofagitis korosif dengan ulserasi berat tanpa komplikasi
Terdapat pengelupasan mukosa serta nekrosis yang letaknya dalam, dan telah mengenai
seluruh lapisan esofagus. Keadaan ini jika dibiarkan akan menimbulkan striktur
esofagus.
5. Esofagitis korosif ulseratif berat dengan komplikasi
Terdapat perforasi esofagus yang dapat menimbulkan mediastinitis dan peritonitis.
Kadang-kadang ditemukan tanda-tanda obstruksi jalan nafas atas dan gangguan
keseimbangan asam dan basa.

Berdasarkan gejala klinis dan perjalanan penyakitnya esofagitis korosif dibagi dalam 3 fase,
yaitu fase akut, fase laten (intermediate), dan fase kronik (obstruktif).

Fase Akut
Keadaan ini berlansung 1-3 hari. Pada pemeriksaan fisik ditemukan luka bakar di daerah
mulut, bibir, faring dan kadang-kadang disertai perdarahan. Gejala yang ditemukan pada pasien
ialah disfagia hebat, odinofagia, serta suhu tubuh yang meningkat.
Gejala klinis akibat tertelan zat organik dapat berupa perasaan terbakar di saluran cerna
bagian atas, mual, muntah, erosi pada mukosa, kejang otot, kegagalan sirkulasi, dan pernafasan.

Fase Laten
Berlansung selama 2-6 minggu. Pada fase ini keluhan pasien berkurang, suhu badan
menurun. Pasien merasa ia telah sembuh, sudah dapat menelan dengan baik akan tetapi
prosesnya sebetulnya masih berjalan terus dengan pembentukan jaringan parut (sikatriks).

Fase Kronis
Setelah 1-3 tahun akan terjadi disfagia lagi oleh karena telah terbentuk jaringan parut,
sehingga terjadi striktur esofagus. Tempat tersering lesi terbakar adalah pada tingkat
krikofaringeus dan kardia. Terbakarnya pada bagian bawah esofagus disertai refluks.

xii
Universitas Tarumanagara
2.7 Diagnosis
1. Anamnesis
Berdasarkan anamnesis ditegakkan dengan adanya riwayat tertelan zat korosif atau
zat organik, serta ditunjukkan dengan keluhan utama pasien rasa terbakar pada daerah
kerongkongan, rasa nyeri yang hebat didalam mulut dan regio substernal, serta bisa juga
mengeluhkan susah menelan dan hipersaliva. Sedangkan demam dan perdarahan dapat
terjadi serta sering diiringi dengan muntah

2. Pemeriksaan Fisik
Selain penegakan diagnosis dari autoanamnesis atau alloanamnesis yang cermat serta
diperlukan bukti-buki yang diperoleh ditempat kejadian. Masuknya zat korosif melalui
mulut dapat diketahui dengan bau mulut ataupun muntahan. Adanya luka bakar keputihan
pada mukosa mulut atau keabuan pada bibir dan dagu menunjukkan akibat bahan kaustik
atau korosif baik yang bersifat asam kuat maupun basa kuat. Perbedaaan pada dampak luka
bakarnya yaitu nekrosis koagulatif akibat paparan asam kuat sedangkan basa kuat
mengakibatkan nekrosis likuitaktif. Kerusakan korosif hebat akibat basa (basa) kuat pada
esofagus lebih berat dibandingkan akibat asam kuat, kerusakan terbesar bila PH > 12, akan
tetapi tergantung juga konsentrasi bahan tersebut.

3. Pemeriksaan penunjang
Untuk menegakkan diagnosis, selain berdasarkan hasil anamnesis serta gambaran
keluhan dan gejala seperti yang diuraikan di atas juga diperlukan pemeriksaan penunjang,
seperti pemeriksaan laboratorium, radiologik, esofagoskopi.

Pemeriksaan laboratorium
Peranan pemeriksaan laboratorium sangat sedikit, kecuali bila terdapat tanda-tanda
gangguan elektrolit, diperlukan pemeriksaan elektrolit darah.

Pemeriksaan radiologik
Foto Rontgen toraks postero-anterior dan lateral perlu dilakukan mendeteksi adanya
mediastinitis atau aspirasi pneumonia.
Pemeriksaan Rontgen esofagus dengan kontras barium (esofagogram) tidak
banyak menunjukkan kelainan pada stadium akut. Esofagus mungkin terlihat normal. Jika
ada kecurigaan akan adanya perforasi akut esofagus atau lambung serta rupture esofagus

xiii
Universitas Tarumanagara
akibat trauma tindakan, esofagogram perlu dibuat. Esofagogram perlu dibuat setelah
minggu kedua untuk melihat ada tidaknya striktur esofagus dan dapat diulang setelah 2
bulan dievaluasi.
Pada kasus esofagitis korosif zat asam, penelitian telah dilakukan oleh Muhletaler dan
didapatkan hasil 6-50% penderita memperlihatkan adanya striktur, sebagian lain
memperlihatkan edema dan ulserasi mukosa esophagus dengan atau tanpa pendarahan
esophagus pada rontgen esofagogram.

Pemeriksaan esofagoskopi
Esofagoskopi diperlukan untuk melihat adanya luka bakar di esofagus. Pada
esogoskopi akan tampak mukosa yang hiperemis, edema dan kadang-kadang ditemukan
ulkus. Esofagoskopi sendiri akan membuat dokter lebih pasti dalam menegakkan diagnosis
dan membuat perencanaan pengobatan sesuai dengan patolohi yang ada.
Esofagoskopi yang dilakukan segera memiliki 2 keuntungan, yaitu: pasien tanpa
eosophageal burns, pada lebih dari 50% kasus, dapat terhindar dari perawatan yang lama
dirumah sakit; esofagoskopi sendiri memperlihatkan besar dan keparahan dari kerusakan
esophagus. Esofagoskopi biasanya dilakukan pada hari ke tiga setelah kejadian atau bila
luka bakar di bibir, mulut dan faring sudah tenang. Berikut derajat esofagitis korosif yang
dilihat dari esofagoskopi :

xiv
Universitas Tarumanagara
Tabel 1. Derajat esofagitis korosif yang dilihat dengan esofagoskopi
Derajat Klinis
I Hiperemia mukosa dan udema
II Perdarahan terbatas, eksudat, ulserasi dan pseudomembran
III Pengelupasan mukosa, ulkus dalam dan perdarahan masif, obstruksi lumen

xv
Universitas Tarumanagara
Esofagitis korosif Ulserasi di daerah esofagus

Perdarahan pada esofagus karena Ulkus dan erosi pada esofagus


penggunaan alkohol yang lama

Striktur pada distal esofagus

xvi
Universitas Tarumanagara
2.8 Diagnosis Banding
GERD (Gastro Esophageal Reflux Disease)
Refluks Gastro Esofagus (RGE) didefinisikan sebagai aliran retrograde isi lambung ke
dalam esofagus. Gejala tipikal atau klasik pada orang dewasa adalah:
a. Rasa panas di dada terjadi setelah makan (postprandial heart burn), didefinisikan
sebagai rasa panas substernal di bawah tulang dada, rasa terbakar/panas menjalar ke
atas sampai tenggorok atau mulut 1-2 jam setelah makan atau setelah mengangkat berat
atau posisi bungkuk.
b. Regurgitasi isi lambung secara spontan ke esofagus atau mulut.

2.9 Penatalaksanaan
Tujuan pemberian terapi pada esofagitis korosif adalah untuk mencegah pembentukan
striktur.
Terapi esofagitis korosif dibedakan antara tertelan zat korosif dan zat organik. Terapi
esofagitis korosif akibat tertelan zat korosif dibagi dalam fase akut dan fase kronis. Pada
fase akut dilakukan perawatan umum dan terapi khusus berupa terapi medik dan
esofagoskopi.

Tatalaksana umum
Perawatan umum dilakukan dengan cara memperbaiki keadaan umum pasien,
menjaga keseimbangan elektrolit, serta menjaga jalan nafas. Jika terdapat gangguan
keseimbangan elektrolit diberikan infuse aminofusin 600 2 botol, glukosa 10% 2 botol,
NaCl 0,9 % + KCl 5 meq/liter 1 botol.
Untuk melindungi selaput lendir esofagus bila muntah dapat diberikan susu atau putih
telur. Jika zat korosif yang tertelan diketahui jenisnya dan terjadi sebelum 6 jam, dapat
dilakukan netralisasi (bila zat korosif basa kuat diberi susu atau air, dan bila asam kuat diberi
antasida).

xvii
Universitas Tarumanagara
Tatalaksana Khusus
Protokol pengobatan secara medis pada fase awal kasus ini masih terbatas pada
penggunaan steroid, antibiotik serta penggunaan zat penetral (antidotum) dari agen
penyebab.
Antibiotika diberikan selama 2-3 minggu atau 5 hari bebas demam jika diberikan
dengan steroid. Antibiotik dapat dilanjutkan selama 4-8 minggu dengan harapan telah
terjadinya reepitalisasi, sesuai dengan derajat luka esofagus jika diberikan tanpa steroid.
Antibiotik tidak akan mencegah pembentukan striktur, tetapi akan membantu
mengoptimalkan proses penyembuhan. Biasanya diberikan penisilin dosis tinggi 1-1,2 juta
unit/hari.
Kortikosteroid diberikan untuk mencegah pembentukan striktur. Pemberian steroid
pada grade 2 dan grade 3 telah terbukti akan mengurangi kemungkinan terbentuknya striktur
esofagus. Kortikosteroid harus diberikan sejak hari pertama dengan dosis 200-300 mg
sampai hari ketiga. Setelah itu dosis diturunkan perlahan-lahan tiap 2 hari (tappering off).
Dosis yang dipertahankan (maintenance dose) ialah 2x50 mg perhari. Steroid, idealnya
dilanjutkan sampai seluruh reaksi inflamasi menghilang dan telah terjadi reepitalisasi
sempurna selama kurang lebih 1-3 bulan, tergantung pada derajat luka. Pasien dengan terapi
steroid ini harus di follow up secara berkala terutama pada 2 bulan pertama karena hampir
80% kasus akan mengalami gejala klinis striktur esofagus.
Analgesik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri. Morfin dapat diberikan, jika pasien
sangat kesakitan.

xviii
Universitas Tarumanagara
Esofagoskopi
Biasanya dilakukan esofagoskopi pada hari ke tiga setelah kejadian atau bila luka
bakar di bibir, mulut, dan faring sudah tenang.
Jika pada waktu melakukan esofagoskopi ditemukan ulkus, esofagoskop tidak boleh
dipaksa melalui ulkus tersebut karena ditakutkan terjadinya perforasi. Pada keadaan
demikian sebaiknya dipasang pipa hidung lambung (pipa nasogaster) dengan hati-hati dan
terus menerus (dauer) selama 6 minggu. Setelah 6 minggu esofagoskopi diulang kembali.
Pada fase kronik biasanya sudah terdapat striktur esofagus. Untuk ini dilakukan
dilatasi dengan bantuan esofagoskop. Dilatasi dilakukan sekali seminggu, bila keadaan
pasien lebih baik dilakukan sekali 2 minggu, setelah sebulan, sekali 3 bulan, dan demikian
seterusnya sampai pasien dapat menelan makanan biasa. Jika selama 3 kali dilatasi hasilnya

xix
Universitas Tarumanagara
kurang memuaskan sebaiknya dilakukan reseksi esofagus dan dibuat anastomosis ujung ke
ujung (end to end).

Diet
Pasien disarankan untuk mengkonsumsi makanan lembut atau cair hingga keluhan
menelan hilang. Sebaiknya dihindari makanan pedas yang bisa mengiritasi esofagus. Pasien
dinasehatkan tidak mengkonsumsi alkohol.

3.0 Komplikasi
Komplikasi esofagitis korosif dapat berupa syok, koma, edema laring, pneumonia
aspirasi, perforasi esofagus, mediastinitis, dan kematian.
Komplikasi tersering dari esofagitis korosif adalah mediastinitis dan perforasi
esofagus. Mediastinitis terjadi akibat kontaminasi jaringan mediastinum oleh isi dari
esofagus yang mengalami perforasi esofagus. Robekan kecil biasanya akan tertutup secara
spontan tanpa ada infeksi mediastinum yang signifikan. Perforasi yang lebih serius yang
ditandai dengan kebocoran yang terus menerus megakibatkan respon inflamasi dan infeksi
pada jaringan di mediastinum. Perlu diketahui bahwa menegakkan diagnosis perforasi
esofagus agak sulit karena lambatnya perkembangan gejala yang muncul.
Apnea, penyakit pernapasan kronia (contohnya asma) dan gagal tumbuh merupakan
komplikasi yang sering didapatkan pada anak-anak. Pada kasus esofagitis yang dinyatakan
sembuh, bisa juga timbul komplikasi berupa obstruksi karena terbentuknya striktur.

3.0 Prognosis
Prognosis dari esofagitis korosif tergantung pada jenis bahan yang terkena,
konsentrasi, lama kontak, adanya kelainan sebelumnya, kerusakan pada esophagus dan
penatalaksanaan awal.

xx
Universitas Tarumanagara
BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan
1. Esofagitis Korosif ialah Peradangan di esofagus yang disebabkan oleh luka bakar
karena zat kimia bersifat korosif misalnya asam kuat, basa Kuat,dan zat organik.
2. Zat kimia yang bersifat korosif akan menimbulkan kerusakan pada saluran yang
dilaluinya, sedangkan zat kimia yang bersifat toksik hanya menimbulkan gejala
keracunan bila telah diserap oleh darah.
3. Penyebab dari esofagitis korosif adalah asam kuat, basa kuat dan zat organik.
4. Keluhan dan gejala yang timbul akibat tertelan zat korosif tergantung pada jenis zat
korosif, konsentrasi zat korosif, jumlah zat korosif, lamanya kontak dengan dinding
esofagus, sengaja diminum atau tidak dan dimuntahkan atau tidak.
5. Esofagitis korosif dibagi dalam 5 bentuk klinis berdasarkan beratnya luka bakar yang
ditemukan, yaitu Esofagitis korosif tanpa ulserasi, esofagitis korosif dengan ulserasi
ringan, esofagitis korosif dengan ulserasi sedang, esofagitis korosif dengan ulserasi
berat tanpa komplikasi, esofagitis korosif dengan ulserasi berat dengan komplikasi.
6. Berdasarkan gejala klinis dan perjalanan penyakitnya esofagitis korosif dibagi dalam 3
fase yaitu fase akut, fase laten (intermediate) dan fase kronik (obstruktif).
7. Diagnosis ditegakkan dari adanya riwayat tertelan zat korosif atau zat organik, gejala
klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologik, pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan esofagoskopi.
8. Terapi esofagitis korosif dibedakan antara tertelan zat korosif dan zat organik. Terapi
esofagitis korosif akibat tertelan zat korosif dibagi dalam fase akut dan fase kronis. Pada
fase akut dilakukan perawatan umum dan terapi khusus berupa terapi medik dan
esofagoskopi.
9. Penatalaksanaan esofagitis korosif bertujuan untuk untuk mencegah pembentukan
striktur.
10. Komplikasi esofagitis korosif dapat berupa syok, koma, edema laring, pneumonia
aspirasi, perforasi esofagus, mediastinitis, dan kematian.

xxi
Universitas Tarumanagara
DAFTAR PUSTAKA

1. Hadjat F. Penyakit dan Kelainan Esofagus. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung dan Tenggorokan Edisi 6. Jakarta : Balai Penerbit FK UI.2007; 293-95
2. Siegel LG. Penyakit Jalan Nafas Bagian Bawah, Esofagus, dan Mediastinum. Dalam :
Buku Ajar Penyakit THT BOIES Edisi 6. Jakarta : EGC. 1997;455-73
3. Dhingra PL. Disorders of Oesophagus. Disease of Ear, Nose and Throat. 4th Edition. India.
Elsevier. 2009; 303-04
4. Huang YC, Ni YH et al. Corrosive Esophagitis in Children. Pediatric Surgery. 2004; 207-
10 (diakses di http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1508333 tanggal 1 januari 2012)
5. Sandeep M. Esophagitis. 2011 (diakses di http://emedicine.medscape.com/article/174223
pada 1 Januari 2012)
6. Jayant D. Pediatric Esophagitis Treatment and Management. 2011 (diakses di
http://emedicine.medscape.com/article/928891 pada 31 Desember 2011) Anonymous.
Esophgaeal Stricture or Corrosive Esophagitis. Elsevier.1998; 167
7. Yuksel G, Emre K et al. The Efficiency of Sucralfate in Corrosive Esophagitis: A
Randomized, Prospective Study. Turk J Gastroenterol. Istanbul. 2010; 7-11
8. Muhletaer CA, Gerlock AJ et al. Acid Corrosive Esophagitis: Radiographic Findings.AM
J Roentgenol. 1980. (diakses di: www.ajronline.org/content/134/6/1137.full.pdf pada 2
Januari 2012)
9. de Jong AL, Macdonald R et al. Corrosive esophagitis in children: a 30-year review. Int J
Pediatry Otorhinolaryngol. 2001 Mar;57(3):203-11. (diakses di
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11223452 pada 3 Januari 2012)
10. Gumurdulu Y, Karakoc E et al. The efficiency of sucralfate in corrosive esophagitis: A
randomized, prospective study. 2010. Turk J Gastroenterol; 21 (1): 7-11.
11. Collin S, Dafoe et al. Acute corrosive oesophagitis. 1969. Thorax (1969), 24, 291. Canada.

xxii
Universitas Tarumanagara
xxiii
Universitas Tarumanagara

Anda mungkin juga menyukai