DISUSUN OLEH :
YAYAN ALFIANSYAH
B1D017323
6C2
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2020
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penyusunan karya tulis ilmiah berjudul ” Penerapan Sistem Pertanian Berkelanjutan
(Sustainable Agriculture System) untuk Mendukung Tercapainya Ketahanan Pangan di
Indonesia” dapat selesai tepat pada waktunya. Karya tulis ilmiah ini merupakan salah satu
bentuk kepedulian dan cara pandang penulis terhadap permasalahan pertanian mengenai
degradasi sumberdaya alam dan permasalahan nasional saat ini yaitu ketahanan pangan.
Penulis berharap melalui penulisan karya ilmiah ini dapat menjadi referensi bagi pembaca
sehingga memiliki wawasan dalam menjaga sumber daya alam, terlebihnya lagi dapat
dipraktekkan untuk menjaga keberlangsungan alam dan mencapai ketahanan pangan. Penulis
menyadari dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini masih belum sempurna, maka saran dan
kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan demi perbaikan karya tulis ilmiah selanjutnya.
Akhirnya penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat.
iii
DAFTAR ISI
COVER......................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI ...........................................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN........................................................................................................1
A.Latar belakang.....................................................................................................................1
B. Perumusan masalah............................................................................................................2
C. Tujuan................................................................................................................................3
D. Manfaat penulisan..............................................................................................................3
BAB II. TINJAUN PUSTAKA ...............................................................................................4
A. Konsep ketahanan pangan.................................................................................................4
B. Konsep system pertanian berkelanjutan.............................................................................5
BAB III. METODE PENELIRIAN .......................................................................................7
A.Metode pengumpulan data dan informasi...........................................................................7
B. Metode pengolahan data....................................................................................................7
C. Metode analisi data............................................................................................................7
D. Penulisan kesimpulan........................................................................................................7
E. Perumusan saran.................................................................................................................8
BAB IV. PEMBAHASAN .......................................................................................................9
A.Kondisi ketahan pangan nasional.......................................................................................9
B. Pengembangan system pertanian berkelanjutan untuk mendukung ketahanan pangan
nasional.................................................................................................................................11
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN .....................................................................................16
A.SimpulanA.Kondisi ketahan pangan nasional..................................................................16
B. Saran.................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................17
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semangat untuk menjaga pertanian dalam koridor keberlanjutan semakin masif ketika
terjadi degradasi tanah khususnya lahan pertanian dan air baik dari segi kualitas maupun
kuantitas. Hal ini menurut Gliessman (2007), terjadi karena selama ini pertanian
konvensional hanya ditempatkan dalam konteks peningkatan produksi tanpa
memperhatikan aspek lingkungan. Fokus keberhasilan pertanian hanya menggunakan
indikator produktivitas untuk mencapai keuntungan sebesar-besarnya dalam tempo yang
cepat, seperti penggunaan pupuk kimia, pestisida, sistem irigasi dan mesin-mesin
2
pertanian modern. Walaupun potensi sumberdaya alam Indonesia sangat besar, apabila
pengelolaannya tidak dilakukan dengan cara-cara yang tepat maka ekosistem tersebut
mudah terdegradasi.
Tantangan yang dihadapi sektor pertanian adalah pertambahan penduduk. Dengan laju
pertambahan penduduk, menyebabkan produksi harus dipacu lebih cepat. Berdasarkan
hasil Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia tercatat 237,6 juta jiwa.
Jumlah ini bertambah sekitar 32,5 juta jiwa dari jumlah penduduk sebelumnya yang
tercatat di tahun 2000. Akibat tingkat pertumbuhan penduduk yang besar, diprediksi pada
tahun 2030 usia produktif akan lebih dari 60% sehingga mengkhawatirkan terjadinya
ledakan penduduk dimasa yang akan datang. Hal ini akan berakibat pada tingginya
kebutuhan akan sandang, papan dan pangan, terutama dalam pangan Indonesia saat ini
konsumsi beras per kapita oleh masyarakat Indonesia mencapai 139 kilogram per kapita
per tahun dan terus meningkat setiap tahunnya (PAN AP Rice Sheets). Jika tidak ditangani
secara bijaksana akan menimbulkan masalah ketahanan pangan, apalagi jika ketahanan
pangan dikaitkan dengan peningkatan kualitasnya.
Oleh karena itu, tantangan pertanian saat ini dan masa depan adalah bagaimana pertanian
dapat mamasok kebutuhan hidup manusia secara secara berlanjut, yaitu terutama pangan,
tanpa banyak menimbulkan degradasi sumberdaya alam. Dalam rangka menjaga
ketersediaan pangan (hasil pertanian) dalam jangka panjang, dibutuhkan produksi
pertanian yang berkelanjutan (sustainable agriculture). Pembangunan berkelanjutan mulai
dikenal sejak tahun 1987, kemudian mengalami perbaikan komitmen global dengan
konsep Rio+10 di Johannesburg pada tahun 2002 yang memiliki tiga dimensi yaitu
keberlanjutan usaha ekonomi (profit), keberlanjutan kehidupan sosial manusia (people),
dan keberlanjutan ekologi alam (planet). Konsep tersebut kemudian mengalami perluasan
komitmen global menjadi Rio+20 pada tahun 2012 yang menitikberatkan pada empat
dimensi yaitu ekonomi, sosial, lingkungan hidup, dan governansi. Konsep tersebut dikenal
dengan nama ekonomi hijau (green economy). Sistem pertanian berkelanjutan merupakan
salah satu penerapan green economy di bidang pertanian di Indonesia. Sistem pertanian
berkelanjutan adalah solusi tepat, yang merupakan pengelolaan sumber daya untuk usaha
pertanian guna membantu kebutuhan manusia sekaligus mempertahankan atau
meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam (Reijntjes, 2002)
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah sistem pertanian yang diterapkan hingga saat ini sudah mampu menjamin
ketahanan pangan nasional?
2. Apakah sistem pertanian berkelanjutan dapat mendukung ketahanan pangan nasional?
3. Bagaimana sistem pertanian berkelanjutan dapat mendukung ketahanan pangan
nasional?
3
C. Tujuan
C. Manfaat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ketahanan pangan di tingkat mikro. Terpenuhinya kondisi masing-masing aspek ini secara
simultan adalah syarat mutlak untuk terwujudnya ketahanan pangan yang mantap.
Seiring perkembangan zaman, pada tahun 2012 dilakukan perluasan komitmen global
terhadap pembangunan berkelanjutan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Rio+20 yang
telah menghasilkan dokumen berjudul "The Future We Want”. Ekonomi hijau (green
economy) dan kelembagaan pembangunan berkelanjutan menjadi dua agenda pembahasan
Konferensi Tingkat Tinggi Berkelanjutan atau "Rio+20" yang diadakan di Rio de Janeiro,
Brazil, tanggal 20--22 Juni 2012. Green economy menurut UNEP ialah aktifitas ekonomi
yang meningkatkan kesejahteraan dan kesetaraan manusia, sekaligus secara signifikan
mengurangi kerusakan lingkungan dan kelangkaan sumberdaya alam. Model green
economy dibangun dengan visi “modernisasi ekologi” dimana pertumbuhan ekonomi dan
konservasi lingkungan bekerja beriringan. Di Indonesia, penerapan green economy pada
lingkup pertanian selaras dengan sistem pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture
system). Berikut ini merupakan model green economy:
Pertumbuhan Kelembagaan,
ekonomi, Ekonomi Governansi Keterbukaan,
Stabilitas Akuntabilitas
Sosial Lingkungan
Hidup
Pemerataan, Lingkungan hidup,
Mobilisasi, Keanekaragaman
Pemberdayaan Hayati
Gambar 2. Konsep Green Economy (Lisbet, 2012).
7
BAB III
METODE PENULISAN
D. Penulisan Simpulan
Data hasil kajian pustaka yang telah diperoleh akan dianalisis dan disintesiskan dengan
rumusan masalah yang telah ditentukan. Kemudian akan diperoleh suatu pemecahan
masalah. Pemecahan masalah tersebut akan dicoba dirangkum dalam suatu simpulan
yang dapat berisi gambaran umum dari permasalahan yang ada, teori dan data yang
berkaitan, serta solusi pemecahan masalah tersebut.
8
E. Perumusan Saran
Simpulan yang diperoleh berdasarkan analisis dan sintesis yang telah dilakukan dapat
berisi solusi atas permasalahan yang telah dirumuskan. Saran ditulis berdasarkan solusi
yang telah ditemukan yang merupakan alternatif pemikiran, prediksi transfer gagasan,
dan konsep yang dapat dikembangkan. Penulisan saran ditujukan bagi pihak-pihak
terkait maupun pembaca agar pemecahan masalah tersebut tidak hanya terdapat di atas
kertas, tetapi dapat diaplikasikan lebih lanjut pada keadaan sebenarnya.
9
BAB IV
PEMBAHASAN
Aspek strategis dalam ketahanan pangan dapat dibedakan menjadi empat, yaitu
ketersediaan, stabilitas, akses dan penggunaan pangan. Terpenuhinya kondisi masing-
masing aspek ini secara simultan adalah syarat mutlak untuk terwujudnya ketahanan
pangan yang mantap. Peningkatan ketersediaan pangan diarahkan pada peningkatan
produksi dalam negeri pada komoditas padi, jagung, kedelai, daging dan gula. Peningkatan
produksi padi, jagung dan kedelai dilakukan melalui upaya khusus produksi padi, jagung
dan kedelai dalam rangka mencapai swasembada pangan. Kegiatan utama yang dilakukan
dalam upaya khusus peningkatan produksi tersebut adalah pengembangan/Rehabilitasi
Jaringan Irigasi Tersier (RJIT), optimasi lahan (opla), Gerakan Penerapan Pengelolaan
Tanaman Terpadu (GP-PTT) - padi, jagung, kedelai, Perluasan Areal Tanam (PAT)
jagung dan kedelai, penyediaan bantuan benih, penyediaan bantuan pupuk, serta
pengawalan/pendampingan. Perkembangan produksi komoditas pangan penting selama
tahun 2010-2014 dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Berdasarkan data pola konsumsi menunjukkan bahwa beras atau nasi masih
mendominasi porsi menu konsumsi masyarakat hingga 60%, idealnya maksimal 50% agar
masyarakat dapat hidup lebih sehat, aktif, dan produktif. Konsumsi kalori dan protein
penduduk Indonesia berdasarkan data SUSENAS (2016) menunjukkan kenaikan pada
periode 3 (tiga) tahun terakhir. Rata-rata konsumsi kalori penduduk Indonesia padatahun
2016 sebesar 1.992,69 kkal atau naik sebesar 149,94 kkal dibandingkan tahun 2014.
Sementara konsumsi protein meningkat 2,03 gram. Kenaikan konsumsi kalori terjadi pada
hampir semua kelompok barang, dimana tertinggi terjadi pada kelompok makanan dan
minuman jadi sebesar 107,13 kkal serta minyak dan lemak sebesar 32,69 kkal. Sumber
utama konsumsi kalori penduduk Indonesia adalah dari kelompok padi-padian yang
mencapai 44,00% pada tahun 2016, diikuti oleh kelompok makanan dan minuman lain
sebesar 19,59%.
Tabel 2. Perkembangan konsumsi beras dalam rumah tangga Indonesia (2010-2016) serta
proyeksi (2017-2019)
10
Konsumsi Pertumbuhan
Tahun
(kg/kapita/minggu) (kg/kapita/thn) (%)
11
Kondisi saat ini, pemenuhan pangan sebagai hak dasar masih merupakan salah satu
permasalahan mendasar dari permasalahan kemiskinan di Indonesia. Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 menggambarkan masih terbatasnya
kecukupan dan mutu pangan, yaitu belum terpenuhinya pangan yang layak dan memenuhi
syarat gizi bagi masyarakat miskin, rendahnya kemampuan daya beli, masih rentannya
stabilitas ketersediaan pangan secara merata dan harga yang kurang terjangkau, masih
ketergantungan yang tinggi terhadap makanan pokok beras, kurangnya diversifikasi
pangan, belum efisiensiennya proses produksi pangan serta rendahnya harga jual yang
diterima petani, masih ketergantungan terhadap impor pangan. Diperkuat penilaian dari
Para Pakar Ekonomi yang tergabung dalam Forum Economis Intelligence Unit (EUI)
tahun 2014, bahwa perkembangan indeks ketahanan pangan (IKP) global Indonesia
menempati posisi pada urutan 64, angka tersebut jauh di bawah Malaysia (33), China (38),
Thailand (45), Vietnam (55) dan Philipina (63).
Dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan, justru yang terjadi dalam 20 tahun
terakhir banyak lahan produktif yang hilang. Berlanjutnya konversi lahan pertanian untuk
kegiatan nonpertanian, yang menyebabkan semakin sempitnya basis produksi pertanian.
Dalam kaitan ini, sektor pertanian menghadapi tantangan untuk meningkatkan efisiensi
dan optimalisasi pemanfaatan sumber daya lahan dan air secara lestari. Di sisi lain, BPS
tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237,641,326
jiwa atau meningkat sebesar 15,21% dari tahun sebelumnya. Kondisi ini membutuhkan
ketersediaan pangan yang cukup agar tidak menjadi salah satu penyebab instabilitas
pangan nasional. Selain masalah besarnya populasi dan semakin sempitnya lahan
pertanian, setidaknya ada beberapa masalah ketahanan pangan yang dihadapi oleh
12
Indonesia, antara lain: masalah sistem yang belum terintegrasi dengan baik, kesulitan
untuk meningkatkan sejumlah komoditi unggulan pertanian, sistem cadangan dan
distribusi serta rantai pasokan dan logistik nasional yang belum efisien, mahalnya ongkos
transportasi, sering ditemuinya kasus kekurangan produksi di sejumlah daerah, dan
masalah stabilitas harga. Pada dasarnya masalah ketahanan pangan ini merupakan
masalah nasional yang perlu diperhatikan secara menyeluruh.
Akibat revolusi itu, sisi negatif mulai muncul. Produksi padi terus menurun. Salah
satu kambing hitam dari turunnya produksi adalah hilangnya kesuburan tanah akibat
penggunaan pupuk kimia yang terlalu intensif. Penggunaan bibit baru justru melahirkan
hama baru bagi padi. Hama baru tersebut harus diberantas dengan pestisida baru yang
dijual perusahaan obat-obat pertanian. Semakin parah, hama wereng yang diberantas jadi
kebal terhadap pestisida yang dipakai oleh petani. Akibatnya, biaya produksi pangan naik.
Petani harus membeli bahan bakar untuk traktornya, pupuk kimia dan benih hibrida yang
belum pernah teruji daya adaptasinya. Mekanisasi pertanian menyingkirkan peran hewan
ternak pembajak sawah yang jelas lebih hemat biaya operasional, ramah lingkungan dan
dapat dijadikan aset tabungan. Penggunaan bahan kimiawi membunuh biota tanah,
mengkritiskan tanah, meracuni lingkungan, manusia dan binatang.
Untuk mengatasi dan mencegah dampak negatif yang ditimbulkan oleh teknologi
Revolusi Hijau, perlu dilakukan koreksi dan penyempurnaan sistem tersebut. Beberapa
konsep teknologi yang dapat mendukung keberlanjutan sistem produksi dan kelestarian
lingkungan sebelumnya telah dikemukakan, di antaranya adalah agroekoteknologi
(Sumarno, 1998); usahatani ramah lingkungan; pengelolaan sumber daya dan tanaman
terpadu (Makarim dan Las, 2005); dan yang lebih menekankan kepada aspek kelestarian
lingkungan adalah konsep pertanian organik (Uphoff dan Gani, 2005). Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman Pasal 2 menjelaskan bahwa
13
sistem budidaya tanaman sebagai bagian pertanian dilakukan dengan asas manfaat, lestari,
dan berkelanjutan. Selain itu, dalam Bab V (Tata Ruang dan Tata Guna Tanah Budidaya
Tanaman) Pasal 44 ayat (2) menjelaskan bahwa pelaksanaan kegiatan pertanian dilakukan
dengan memperhatikan kesesuaian dan kemampuan lahan maupun pelestarian lingkungan
hidup khususnya konservasi tanah.
Agenda prioritas Kabinet Kerja Presiden Jokowi-Jusuf Kalla tahun 2014-2019 yang
dituangkan dalam Nawa Cita mengarahkan pembangunan pertanian ke depan untuk
mewujudkan kedaulatan pangan yang diterjemahkan sebagai kemampuan bangsa untuk
mencukupi kebutuhan pangan dari produksi dalam negeri, mengatur kebijakan pangan
secara mandiri, serta melindungi dan menyejahterakan petani sebagai pelaku utama usaha
pertanian pangan. Arah kebijakan umum kedaulatan pangan dalam RPJMN 2015-2019
adalah pemantapan ketahanan pangan menuju kemandirian pangan dengan peningkatan
produksi pangan pokok, stabilisasi harga pangan, terjaminnya harga pangan yang aman
dan berkualitas dengan nilai gizi yang meningkat, serta meningkatnya kesejahteraan
pelaku usaha pangan.
Hasil studi Rodale Institute (2011) menunjukkan keunggulan pertanian organik, yang
merupakan contoh dari pertanian berkelanjutan, dibandingkan dengan pertanian
konvensional. Keunggulan tersebut yakni performa yang lebih baik pada musim kemarau
dan menghemat 45% penggunaan energi dibandingkan pertanian konvensional. Pertanian
konvensional menghasilkan 40% lebih banyak emisi gas rumah kaca yang dapat
memperparah pemanasan global. Rodale Institute lebih lanjut lagi menemukan fakta
bahwa pertanian organik tiga kali lebih menguntungkan dibandingkan dengan pertanian
konvensional. Data selama periode 2008-2010 menunjukkan keuntungan yang diperoleh
pertanian organik mencapai $ 1.395/hektar setiap tahunnya, sementara pertanian
konvensional hanya memperoleh $ 475/hektar/tahun. Hal ini disebabkan biaya produksi
pertanian organik tidak memerlukan biaya untuk pembelian pestisida dan pupuk kimia
dengan harga yang mahal, serta harga tanaman organik yang relatif lebih tinggi di pasaran
(Maquito, 2012).
Salah satu contoh penerapan pertanian berkelanjutan adalah sistem pertanian organik.
Teknik-teknik yang digunakan dalam pertanian organik merupakan pendekatan dari sistem
pertanian berkelanjutan yang menekankan pada pelestarian dan konservasi sumber daya
alam. Kegiatan-kegiatan yang menunjang pertanian berkelanjutan menurut Suryana (2008)
diantaranya:
1. Pengendalian Hama Terpadu
Pengendalian hama tanaman dapat dilakukan dengan cara yang lebih bijak dan ramah
lingkungan dengan mengesampingkan penggunaan pestisida kimiawi melalui metode
Pengendalian Hama Terpadu (PHT). PHT merupakan pengendalian hama yang
dilakukan dengan menggunakan unsur-unsur alami yang mampu mengendalikan
hama agar tetap berada pada jumlah di bawah ambang batas yang merugikan dengan
cara-cara yang aman bagi lingkungan dan makhluk hidup. Beberapa cara
pengendalian hama terpadu yakni:
Menggunakan serangga atau binatang musuh alami hama seperti Tricogamma sp.
Menggunakan tanaman penangkap hama untuk menjauhkan hama dari tanaman
utama,
15
Tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini dan ke depan adalah bagaimana
mengembangkan pola kerja sama (kemitraan) antara pemerintah, akademisi, pebisnis, dan
lembaga masyarakat yang akan memperkuat integrasi pencapaian ketahanan pangan
nasional, sehingga bisa berjalan lebih efisien dan efektif disertai adanya jaminan atas
ketersediaan pasokan komoditas pangan di pasar, dengan harganya yang terjangkau serta
mempunyai kualitas gizi yang baik untuk di konsumsi oleh masyarakat. Strategi
pembangunan yang dapat diterapkan adalah Pembangunan Agribisnis (agribusiness led
development) yaitu strategi pembangunan ekonomi yang mengintegrasikan pembangunan
pertanian berkelanjutan (perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan) dengan
pembangunan industri hulu dan hilir pertanian serta sektor-sektor jasa yang terkait di
dalamnya (Saragih, 1998). Untuk mendayagunakan keunggulan Indonesia sebagai negara
agraris dan maritim dalam menghadapi tantangan liberalisasi Perdagangan, perubahan
16
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Adapun simpulan yang dapat diambil dari penulisan karya ilmiah ini yaitu:
B. Saran
Beberapa saran dari penulisan karya tulis ilmiah ini antara lain sebagai berikut :
1. Pemerintah perlu melakukan pembangunan di sektor pertanian secara menyeluruh
dan intensif sehingga dapat mendukung terciptanya proses produksi berkelanjutan
yang memenuhi kebutuhan pangan.
2. Pemerintah perlu melakukan perencanaan yang disusun secara lebih cermat,
holistik, terarah, dan saling berkomitmet untuk membangun sistem pertanian
berkelanjutan yang tidak hanya berlanjut dari segi produksi dan ekonomi tetapi
juga memperhitungkan keseimbangan ekosistem sumberdaya alam.
3. Perlu peningkatan peran penyuluhan pertanian untuk menyadarkan petani akan
praktik-praktik pertanian konvensional yang merusak sumber daya alam dan mulai
beralih ke pertanian berkelanjutan.
18
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (BPS). 2000. Hasil Sensus Penduduk, Penyerapan Tenaga Kerja.
Jakarta: BPS.
Dahuri, R., Rais,J., Ginting, S.P., Sitepu, M.J. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah
Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Davis, H. J. and R.A. Golberg. 1957. A Concept of Agribusiness. Harvard Graduate School of
Business Administration. Boston, Massachusets.
Food and Agriculture Organization (FAO). 1997. The Right to Food: In Theory and Practice.
FAO. Rome.
Gliessman SR. 2007. Agroecology: The Ecology of Sustainable Food System Ed ke-2. CRC
Press. Boca Raton.
Lisbet. 2012. Green Economy dan Konferensi Tingkat Tinggi Rio+20. Jurnal INFO Singkat
Hubungan Internasional Vol. IV, No. 12/II/P3DI/Juni/2012.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian . 2014. Statistik Lahan Pertanian 2009-2013.
Sekretaris Jenderal Kementrian Pertanian. Jakarta.
Sumarno. 1998. Penyediaan Benih Berdasarkan Adaptasi Varietas Kedelai pada Agroklimat
Spesifik. Prosiding Lokakarya Sistem Produksi dan Peningkatan Mutu Benih Kedelai di
Jawa Timur. JICA-BPTP Karangploso-Diperta Jawa Timur. p. 1-12.
Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). 2016 . Konsumsi Kalori dan Protein
Penduduk Indonesia dan Proyeksi. https://microdata.bps.go.id diakses pada 11 Maret
2018.
Uphoff. N. 2006. Higher Yields With Fewer External Inputs? The System of
Riceintensification and Potential Contributions to Agricultural Sustainability.
International Journal of Agricultural Sustainability, 1(1): 38–50