Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu bagian yang tak terpisahkan dari seluruh

kehidupan manusia. Kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi

kelangsungan hidupnya, manusia berusaha untuk menyelenggarakannya.

Lingkungan pendidikan yang pertama adalah keluarga, pendidikan di keluarga

terjadi dengan adanya rasa tanggung jawab dan kasih saying dari orang tua

terhadap anaknya. Keterbatasan kemampuan orang tua dalam

mengembangkan anaknya yang seoptimal mungkin, maka orang tua

menitipkan anaknya di sekolah untuk di didik.

Pada mulanya kesadaran untuk menyekolahkan anaknya hanya terbatas

pada upaya mendidik anak normal saja, sedangkan bagi orang tua yang

memiliki anak yang berkelainan atau berkebutuhan khusus, kesadaran untuk

menyekolahkan itu pada umumnya belum ada.

Pendidikan merupakan suatu upaya yang dilakukan orang dewasa

terhadap seseorang yang bertujuan untuk individu yang memiliki harkat dan

martabat serta kedewasaan, baik dalam aspek kognitif, apektif dan

psikomotor.

Pendidikan adalah hak individu untuk memperolehnya. Oleh karena itu

dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia telah dijamin

tentang Hak pendidikan ini, sebagaimana termaktub dalam pasal 31 ayat (1)

bahwa : “Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran”.

1
Karena setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan berarti

dengan tidak ada kecualinya, baik anak normal maupun anak yang mempunyai

kelainan harus mendapat kesempatan pendidikan yang sama.

Demikian juga para penyandang cacat atau istilah sekarang dikenal

dengan anak berkebutuhan khusus memiliki hak yang sama untuk

memperoleh pendidikan yang layak, seperti telah diatur dalam Undang

Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional pasal 32 ayat

(1) : “Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang

memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena

kelainan fisik, emosional, mental dan atau memiliki potensi kecerdasan dan

bakat istimewa”. Atas dasar inilah maka pendidikan anak berkebutuhan

khusus diharapkan dapat mencapai tujuan yang sesuai dengan kemampuan

anak.

Anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang berbeda-

beda antara satu dan yang lainnya. Di Negara Republik Indonesia anak

berkebutuhan khusus yang mempunyai gangguan perkembangan telah

diberikan pelayanan.

Salah satu jenis anak berkebutuhan khusus adalah anak tunagrahita.

Anak tunagrahita dapat diklasifikasikan kedalam tiga katagori yaitu : anak

tungrahita mampu didik (tunagrahita ringan), anak tunagrahita mampu latih

(tunagrahita sedang), dan anak tunagrahita mampu rawat (tunagrahita berat).

Proses layanan pendidikan di Sekolah Luar Biasa untuk anak

tunagrahita diprioritaskan pada upaya pengembangan kemampuan merawat

diri. Kemampuan merawat diri begitu penting untuk diberikan kepada anak

2
tunagrahita karena dengan keterbatasan kemampuan mereka kurang dapat

mengurus diri sendiri dapat diperoleh melalui pengamatan. Sedangkan bagi

siswa tunagrahita mengurus diri harus terprogram dengan sebaik-baiknya dan

dilakukan secara berulang-ulang, dan kemampuan anak tunagrahita dibidang

mengurus diri harus dipersiapkan sedini mungkin.

Program Bina Diri memiliki peran sentral dalam mengantarkan peserta

didik dalam melakukan bina diri untuk dirinya sendiri, seperti merawat diri,

mengurus diri, menolong diri, komunikasi, adaptasi lingkungan dan

keterampilan sederhana sesuai dengan kemampuannya. Melalui pembelajaran

bina diri diharapkan dapat hidup mandiri di keluarga, sekolah dan masyarakat.

Pembelajaran bina diri diarahkan untuk mengaktualisasikan dan

mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan bina diri untuk

kebutuhan dirinya sendiri sehingga mereka tidak membebani orang lain.

Hal-hal yang berkaitan dengan kesulitan dalam kehidupan sehari-hari

diantaranya : merawat diri, mengurus diri, menolong diri, sosialisasi dan

adaptasi lingkungan. Karena itulah di sekolah diharapkan dapat memberikan

bimbingan yang berarti dalam hal keterampilan mengurus diri, seperti dalam

hal memelihara pakaiannya sendiri yang diperlukan dalam kehidupan sehari-

hari.

Dari latar belakang itulah, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dibidang pendidikan Bina Diri bagi anak tunagrahita ringan, yang dirumuskan

dalam judul : “Kemampuan dalam pembelajaran bina diri tentang menyetrika

pakaian pada anak tunagrahita ringan kelas VIII di SLB Bina Harapan

Bangsa”.

3
B. Definisi Operasional

1. Kemampuan

Menurut Zain, (2010:10) mengartikan bahwa kemampuan adalah

kesanggupan, kecakapan, kekuatan kita berusaha dengan diri sendiri.

2. Menyetrika pakaian

Yang dimaksud menyetrika pakaian dalam hal ini adalah :

menyiapkan meja setrika, memasang alas setrika, memasang kabel setrika

pada stop kontak, menggosokkan setrika yang panas pada pakaian

sehingga pakaian menjadi rapi, kemudian pakaian itu dilipat.

3. Anak tunagrahita

Anak tunagrahita ringan. Mereka yang termasuk kelompok ini meskipun

kecerdasan dan adaptasi sosialnya terhambat, namun mereka mempunyai

kemampuan untuk berkembang dalam bidang pelajaran akademik,

penyesuaian sosial dan kemampuan bekerja, usianya 14 tahun, MA antara

8 sampai dengan 10 tahun.

Jadi yang dimaksud dengan judul : Kemampuan dalam

pembelajaran bina diri tentang menyetrika pakaian pada anak tunagrahita

ringan kelas VIII adalah kesanggupan dalam melakukan kegiatan seperti

menyiapkan meja setrika, memasang alas setrika, memasang kabel setrika

pada stop kontak, menggosokkan setrika yang panas pada pakaian

sehingga pakaian menjadi rapi, kemudian pakaian itu dilipat yang

dilaksanakan oleh anak yang berusia 14 tahun dengan MA anatara 8

sampai 10 tahun.

Anda mungkin juga menyukai