HIDROSEFALUS
Disusun Oleh :
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul Hidrosefalus ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Bu Agnes Erida Wijayanti,S.Kep.,Ns.,M.Kep pada mata kuliah
Keperawatan Anak II. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang Hidrosefalus bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
BAB I
KONSEP MEDIS
A. Definisi Hidrosefalus
Menurut Suriadi,(2016) Hidrocepalus adalah akumulasi cairan
serebrospinal dalam ventrikel cerebral, ruang subarachnoid, atauruang
subdural, Sedangkan menurut.Darto Suharso,(2009) Hidrosepalus adalah
kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan
serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang
meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel. Menurut Dwita( 2017)
Hidrosefalus berasal dari kata hidro yang berarti air dan chepalon yang
berarti kepala. Hidrosefalus merupakan penumpukan CSS yang secara
aktif dan berlebihan pada satu atau lebih ventrikel otak atau ruang
subarachnoid yang dapat menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak.
Sedangkan menurut. Suriadi, (2010) Hidrosefalus adalah suatu keadaan
patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinalis,
disebabkan baik oleh produksi yang berlebihan maupun gangguan
absorpsi, dengan atau pernah disertai tekanan intrakanial yang meninggi
sehingga terjadi pelebaran ruangan-ruangan tempat aliran cairan
serebrospinalis.
2. Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat
terjadi obliterasi ruangan subarahnoid. Pelebaran ventrikel pada fase
akut meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh
obstruksi mekanik eksudat pirulen di aqueduktus sylviin atau system
basalis. Hidrosefalus banyak terjadi pada klien pasca meningitis.
Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa
bulan sesudah sembuh dari meningitis. Secara patologis terlihat
pelebaran jaringan piamater dan arahnoid sekitar system basalis dan
daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan
meningen terutama terdapat di daerah basal sekitar sistem kiasmatika
dan interpendunkularis, sedangkan pada meningitis purunlenta
lokasisasinya lebih tersebar.
3. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap
tempat aliran CSS. Pengobatannya dalam hal ini di tujukan kepada
penyebabnya dan apabila tumor tidak di angkat, maka dapat di
lakukan tindakan paliatif dengan mengalihkan CSS melalui saluran
buatan atau pirau. Pada anak, penyumbatan ventrikel IV atau
akuaduktus Sylvii biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum,
penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
4. Perdarahan
Menurut Allan H. Ropper, 2011:360 Perdarahan sebelum dan
sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen
terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi
akibat organisasi dari darah itu sendiri.
Kongenital Infek Trauma Neoplasma Hepatitis Degeneratif GG vaskuler
HIDROSEFALUS
Pembesaran kepala, Mual muntah, kurang
TIK meningkat, Ganguan kesadaran, Belum tau penyakit nafsu makan nafsu
kejang,ganguan
perubahan tanda” sensorik, Di lakukan pengalaman makan tidak ada. Berat
vital(nafas dalam,nadi penurunan dan hilangnya tindakan operasi pertama di rawat badan menurun
lambat,hiperterimi) kemampuan aktifitas, Shunting
perubahan pupil
dilatasi.
muntah, nyeri kepala,
oedema pupil. ganguan pengllihatan(
duplobia kabur)
Risiko Infeksi
Resiko infeksi
ganguan nutrisi
Ganngguan
Nutrisi
o Risiko Kurang
Perfusi jaringan Gangguan Kurang
Kerusakan Pengetahuan
selebral tidak Mobilitas
Integritas Kulit
C. Manifestasi Klinis
Gejala yang menonjol pada hidrosefalus adalah bertambah
besarnya ukuran lingkar kepala anakdibanding ukuran normal. Di mana
ukuran lingkar kepala terus bertambah besar, sutura-sutura melebar
demikian juga fontanela mayor dan minor melebar dan menonjol atau
tegang. Beberapa penderita hidrosefalus congenital dengan ukuran
kepala yang besar saat dilahirkan sehingga sering mempersulit proses
persalinan, bahkan beberapa kasus memerlukan operasi seksio sesaria.
Tetapi sebagian besar anak-anak dengan hidrosefalus tipe ini dilahirkan
dengan ukuran kepala yang normal. Baru pada saat perkembangan
secara cepat terjadi perubahan proporsi ukuran kepalanya. Akibat
penonjolan lobusfrontalis, bentuk kepala cenderung menjadi brakhisefalik,
kecuali pada sindrom Dandy-Walker dimana kepala cenderung berbentuk
dolikhosefalik, karena desakan dari lobus oksipitalis akibat pembesaran
fossa posterior. Sering dijumpai adanya Setting Sun Appearance/ Sign,
yaitu adanya retraksi dari kelopak mata dan sklera menonjol keluar
karena adanya penekanan ke depan bawah dari isi ruang orbita, serta
gangguan gerak bola mata ke atas, sehingga bola mata nampak seperti
matahari terbenam. Kulit kepala tampak tipis dan dijumpai adanya
pelebaran vena-vena subkutan. Pada perkusi kepala anak akan terdengar
suara cracked pot, berupa seperti suara kaca retak. Selain itu juga
dijumpai gejala-gejala lain seperti gangguan tingkat kesadaran, muntah-
muntah, retardasi mental, kegagalan untuktumbuh secara optimal. Pada
pasien-pasien tipe ini biasanya tidak dijumpai adanya papil edema, tapi
pada tahap akhir diskus optikus tampak pucat dan penglihatan kabur.
Secara pelan sikap tubuh anak menjadi fleksi pada lengan dan fleksi atau
ekstensi pada tungkai. Gerakan anak menjadi lemah, dan kadang-kadang
lengan jadi gemetar.
D. Pemeriksaan Penunjang
b. Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan
ini dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi
selama 3 menit. Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan
rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat
lebih lebar 1-2 cm.
c. Lingkaran kepala
d. Ventrikulografi
e. Ultrasonografi
f. CT Scan kepala
E. Komplikasi
a. Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan meningitis (peradangan pada selaput
otak), peritonitis (peradangan pada selaput rongga perut), dan
peradangan sepanjang selang Penggunaan antibiotik dapat
meminimalkan risiko terjadinya infeksi dan terkadang diperlukan tindakan
pencabutan selang shunt.
b. Perdarahan subdural
(lokasi yang berada di bawah lapisan pelindung otak duramater)
Perdarahan subdural terjadi karena robekan pada pembuluh darah balik
(vena). Risiko komplikasi ini dapat diturunkan dengan penggunaan shunt
yang baik.
F. Prognosis
Pada pasien hidrosefalus, kematian dapat terjadi akibat herniasi
tonsilar yang dapat menyebabkan penekanan pada batang otak dan
terjadinya henti nafas. Sedangkan ketergantungan pada shunt sebesar
75% dari kasus hidrosefalus yang diterapi dan 50% pada anak dengan
hidrosefalus komunikans. 3 Pada anak dengan hidrosefalus obstruktif
yang memiliki korteks serebral intak, perkembangan yang adekuat dapat
dicapai hanya dengan ETV, meskipun pencapaian tersebut lebih lambat.
Pada anak dengan perkembangan otak tidak adekuat atau serebrum
telah rusak oleh hidrosefalus maka perkembangan yang optimal tidak
dapat dicapai hanya dengan terapi ETV meskipun tekanan intrakranial
terkontrol.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1) Identitas Pasien
Meliputi : nama, tempat/tanggal lahir, umur,jenis kelamin,anak-ke,
BB/TB, alamat.
2) Keluhan Utama
Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan bergantung seberapa jauh dampak dari hidrosefalus pada
peningkatan tekanan intracranial, meliputi muntah, gelisah nyeri
kepala, letargi, lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, dan
kontriksi penglihatan perifer.
4) Pengkajian psikososiospritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien dan keluarga
(orang tua) untuk menilai respon terhadap penyakit yang diderita dan
perubahan peran dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengruhnya dalam kehidupan sehari- hari. Baik dalam keluarga
maupun masyarakata. Apakah ada dampak yang timbul pada klien
dan orang tua, yaitu timbul seperti ketakutan akan kecatatan, rasa
cemas, rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal. Perawat juga memasukkan pengkajian terhadap fungsi
neurologis dengan dampak gangguan neurologis yang akan terjadi
pada gaya hidup individu.
5) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mengunakan pemeriksaan fisik secara head to-toe.
a. Status mental
Obresvasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah
dan aktivitas motorik klien. Pada klien hidrosefalus tahap lanjut
biasanya status mental klien mengalami perubahan. Pada bayi dan
anak-anak pemeriksaan statuss mental tidak dilakukan. Fungsi
intelektual. Pada beberapa kedaan klien hidrosefalus didapatkan.
Penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun
jangka panjang.
1. Saraf I (Olfaktori)
Pada beberapa keaaan hidrosefalus menekan anatomi dan
fissiologis ssaraf ini klien akan mengalami kelainan pada fungsi
penciuman/ anosmia lateral atau bilateral.
2. Saraf II (Optikus)
Pada anak yang agak besar mungkin terdapat edema pupil saraf
otak II pada pemeriksaan funduskopi.
4. Saraf V (Trigeminius)
Karena terjadinya paralisis saraf trigeminus, didapatkan
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah atau
menetek.
5. Saraf VII(facialis)
Persepsi pengecapan mengalami perubahan.
8. Saraf XI (Aksesorius)
8) Mobilitas
Kurang baik karena besarnya kepala menghambat mobilitas leher klien.
a. Tonus otot
Didapatkan menurun sampai hilang
b. Kekuatan otot
Pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan otot
didapatkan penurunan kekuatan otot-otot ekstermitas.
B. Diagnosa Keperawatan
3. Gangguan mobilitas fisik b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 1. Monitor Status oksigen (pasien
gangguan neuromuscular. 24 jam diharapkan pasien dapat memenuhi sebelum dan setelah perubahan
kriteria hasil sebagai berikut. posisi)
2. Dorong latihan ROM aktif dan pasif
Kriteria Hasil: 3. Jangan posisikan pada posisi yang
1. Keseimbangan meningkatkan nyeri
2. Gerakan Otot 4. Instruksikan kepada pasien
3. Gerakan Sendi bagaimana menggunakan postur
tubuh dan mekani tubuh yang baik
ketika beraktivitas
5. Pertahankan posisi dan integritas
traksi
4. Ansietas keluarga b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 1. Dorong keluarga untuk mendampingi
keadaan yang kritis pada 24 jam diharapkan pasien dapat memenuhi klien dengan cara yang tepat
keluarga. kriteria hasil sebagai berikut. 2. Pahami situasi krisis yang terjadi
pada perspektif klien
Kriteria Hasil: 3. Berada disisi klien untuk
1. Berjalan Mondar mandir meningkatkan rasa aman dan
2. Distress mengurangi ketakutan
3. Mengeluarkan ras marah 4. Gunakan pendekatan yang tenang
4. Rasa takut yang disampaikan secara dan meyakinkan
lisan 5. Kaji untuk tanda verbal dan
5. Rasa cemas yang disampaikan nonverbal kecemasan.
secara lisan.
5. Risiko kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 1. Monitor warna dan suhu kulit
kulit berhubungan dengan 24 jam diharapkan pasien dapat memenuhi 2. Memonitor sumber tekanan dan
gangguan mobilitas. kriteria hasil sebagai berikut. gesekan
3. Periksa pakaian yang terlalu ketat
Kriteria Hasil: 4. Amati warna, kehangatan, edema,
1. Integritas kulit pulsasi dan tekstur
2. Pengerasan kulit 5. Gunakan alat pengkajian untuk
3. Lesi pada kulit mengidentifikasi pasien yang berisiko
4. Penebalan pada kulit mengalami kerusakan kulit
5. Pengelupasan pada kulit 6. Ajarkan anggota keluarga/pemberi
asuhan mengenai tanda-tanda
kerusakan kulit dengan tepat
6. Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 1. Pastikan teknik perawatan luka yang
penumpukan cairan di otak 24 jam diharapkan pasien dapat memenuhi tepat
(serebral). kriteria hasil sebagai berikut. 2. Anjurkan untuk minum antibiotik
3. Bersihkan lingkungan dengan baik
Kriteria Hasil: setelah digunakan untuk setiap
1. Ketidakstabilan suhu pasien.
2. Demam
3. Kononisasi kultur darah
4. Gangguan kognisi yang tidak bisa
dijelaskan
5. Cairan (luka) yang berbau busuk.
D. Implementasi
E. Evaluasi
PENATALAKSANAAN
A. Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa
Ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya
mengurangi sekresi cairan daripleksus khoroid atau upay meningkatkan
resorpsinya. Dapat dicoba pada pasien yang tidak gawat,terutama pada
pusat-pusat kesehatan dimana sarana bedah saraf tidak ada. Obat yang
seringdigunakan adalah :
a. Asetasolamid
Cara pemberian dan dosis; Per oral 2-3 x 125 mg/hari, dosis ini dapat
ditingkatkan sampai maksimal 1.200 mg/hari
b. FurosemidCara pemberian dan dosis; Per oral; 1,2mg/kgBB 1x/hari
atau injeksi iv 0,6 mg/kgBB/hari.
Bila tidak ada perubahan setelah satu minggu pasien diprogramkan untuk
operasi
2. Lumbal pungsi berulang (serial lumbar puncture)
Mekanisme pungsi lumbal berulang dalam hal menghentikan
progresivitas hidrosefalus belum diketahui secara pasti. Pada pungsi
lumbal berulang akan terjadi penurunan tekanan CSS secara intermiten
yang memungkinkan absorpsi CSS oleh vili arakhnoidalis akan lebih
mudah.
Indikasi : umumnya dikerjakan pada hidrosefalus komunikan terutama
pada hidrosefalus yang terjadi setelah perdarahan subarakhnoid,
periventrikular-intraventrikular dan meningitis TBC. Diindikasikan juga
pada hidrosefalus komunikan dimana shunt tidak bisa dikerjakan atau
kemungkinan akan terjadi herniasi (impending herniation)
Cara:
a. LP dikerjakan dengan memakai jarum ukuran 22, pada interspace L2-
3 atau L3-4 dan CSSdibiarkan mengalir di bawah pengaruh gaya
gravitasi.
b. LP dihentikan jika aliran CSS terhenti. Tetapi ada juga yang memakai
cara setiap LP CSS dikeluarkan 3-5 ml.
c. Mula-mula LP dilakukan setiap hari, jika CSS yang keluar kurang dari
5 ml, LP diperjarang (2-3hari).
d. Dilakukan evaluasi dengan pemeriksaan CT scan kepala setiap
minggu.
e. LP dihentikan jika ukuran ventrikel menetap pada pemeriksaan CT
scan 3 minggu berturut-turut.
f. Tindakan ini dianggap gagal jika :
- Dilatasi ventrikel menetap
- Cortical mantel makin tipis
- Pada lokasi lumbal punksi terjadi sikatriks
- Dilatasi ventrikel yang progresif
Komplikasi : herniasi transtentorial atau tonsiler, infeksi hipoproteinemia
dan gangguan elektrolit
3. Terapi Operasi
Operasi biasanya langsung dikerjakan pada penderita hidrosefalus. Pada
penderita gawat yang menunggu operasi biasanya diberikan : Mannitol
per infus 0,5-2g/kgBB/hari yang diberikan dalam jangka waktu 10-30
menit
a. Third Ventrikulostomi/ Ventrikel III
Lewat kraniotom, ventrikel III dibuka melalui daerah khiasma optikum,
dengan bantuan endoskopi. Selanjutnya dibuat lubang sehingga CSS
dari ventrikel III dapat mengalir keluar.
b. Operasi pintas/Shunting
Ada 2 macam :
a) Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke luar tubuh, dan bersifat hanya
sementara. Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk
terapi hidrosefalus tekanan normal.
b) Internal.
1) CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain.
a) Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna
(Thor- Kjeldsen)
b) Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke atrium kanan.
c) Ventrikulo-Sinus, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior
d) Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronkhus
e) Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum
f) Ventrikulo - Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga
peritoneum
2) Lumbo Peritoneal Shunt
CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga
peritoneum dengan operasi terbuka atau dengan jarum Touhy
secara perkutan.
Komplikasi Shunting
a. Infeksi
b. Hematoma subdural
c. Obstruksi
d. Keadaan CSS yang rendah
e. Asites
f. Kraniosinostosis
B. Evidence Based
PENATALAKSANAAN