PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Penyakit kelenjar hipofisis jarang ditemukan
dan dapat ditandai dengan kegagalan hipofisis selektif
atau total (panhipopituitarisme), gangguan
penglihatan, terdapat kelebihan selektif hormon yang
terkait hipofisis (tumor) dan hiperprolaktinemia
(akibat lesi yang luas). Penyakit hipofisis termasuk
gigantisme, akromegali dan diabetes insipidus.
(Davey. 2002). Akromegali merupakan penyakit kronis yang ditandai oleh pertumbuhan tulang
ekstremitas, muka, rahang, dan jaringan lunak secara berlebihan sesudah terjadi penutupan
lempeng epifisis (Sudiono. 2007). Gigantisme adalah kelainan yang disebabkan oleh karena
sekresi Growth Hormone (GH) yang berlebihan dan terjadi sebelum dewasa atau sebelum
proses penutupan epifisis.
Diabetes insipidus merupakan kelainan dimana terdapat kekurangan hormonantidiuretik yang
menyebabkan rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran sejumlah besar urin yang
sangat encer (poliuri).
Prevalensi akromegali mendekati 40 kasus untuk 1 juta populasi dan
insidennya tiga kasus per satu juta penduduk per tahun. Penyakit ini dapat
terjadi pada pria dan wanita. Umur rata-rata gangguan ini diketahui adalah
40 tahun, dan penyakitnya berlangsung selama 5-10 tahun. Kelainan
serupa gigantisme terjadi pada anak dengan terjadinya pertumbuhan
berlebih dari tulang panjang tubuh. (Sudiono. 2007).
Masalah pada kelenjar hipofisis yang meliputi gigantisme, akromegali dan diabetes
insipidus akan mempengaruhi kelenjar lain yang berhubungan dengan kelenjar hipofisis.
Kelainan yang terjadi juga akan mengakibatkan meningkatnya metabolisme tubuh dan
terganggunya keseimbangan tubuh. Asuhan keperawatan yang tepat sangat diperlukan untuk
mengatasi masalah yang muncul akibat gangguan hipofisis yang terjadi. Penatalaksanaan
keperawatan yang tepat dan cepat diperlukan agar pasien dapat kembali memenuhi kebutuhan
dasarnya secara mandiri. Selain tim medis yang mendiagnosa penyakit dan menangani secara
kuratif, peran perawat juga diperlukan untuk memberikan asuhan keperawatan yang efektif.
Oleh karena itu, penulis mencoba untuk menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan kelenjar hipofisis yang terdiri dari akromegali, gigantisme dan diabetes
insipidus. Melalui makalah ini diharapkan mahasiswa mengerti dan memahami asuhan asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan kelenjar hipofisis dengan baik dan benar.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui, memahami dan mampu mengaplikasikan penatalaksanaan
pasien dengan pasien gangguan hipofisis yang terdiri akromegali, gigantisme dan
diabetes insipidus
c. Tumor atau kista di daerah kiasma optika, infundibulum, ventrikel III, atau korpus
pinealis (terutama kraniofaringioma, glioma optik, dangerminoma). Terutama tumor
supraselar (30% kasus).
d. Xantomatosis (hand-schuller-christian),
e. Leukimia
f. Hodgkin
g. Pelagra
h. Trauma pada kepala terutama fraktur basis cranii, atau setelah suatu prosedur operatif
dekat kelenjar pituitaria atau hipotalamus
l. Familial DI
m. Radiasi
n. Edema serebri
o. Perdarahan intracranial
Keadaan tersebut akan berakibat gangguan dalam :
a. Pengangkutan ADH/AVP yang tidak bekerja dengan baik
akibat rusaknya akson pada traktus supraoptikohipofisealis
b. Sintesis ADH terganggu
3. Idiopatik
Selain karena penyebab sentral dan nefrogen, beberapa kasus
diabetes insipidus tidak diketahui penyebabnya. Pada sejumlah kecil
kasus, diabetes insipidus merupakan kelainan herediter. Bentuk
autosom dominan ditandai dengan onsetnya yang bervariasi mulai
sejak lahir sampai umur beberapa tahun, dan semakin lama ada
variasi keparahan dalam keluarga dan individu.
Gejala menurun pada dekade ke-3 dan ke-5. Kadar AVP
mungkin tidak ada (<0,5 pg/mL) atau menurun secara bervariasi.
Gena berada pada kromosom nomor 20, dan praprotein
yangmengkode berisi AVP dan neurofisin (NPII), protein pembawa
hormon.
Rantai tunggal pembawa polipeptide ini terbelah dalam granula
sekretoridan kemudian disambung lagi ke dalam kompleks AVP-NP
sebelum sekresi. Mutasi yang meyebabkan diabetes insipidus
autosom dominan telah dilokalisasi di bagian NP II. Meskipun
mutasi hanya melibatkan satu allele, mutan kompleks AVP NP II
mengganggu fungsi allele normal, mengakibatkan pewarisan atosom
dominan (Ramli, 2010).
2.3.3 Klasifikasi
Diabetes insipidus dapat diklasifikasikan menjadi 4 jenis, yaitu:
a. Diabetes insipidus sentral
Merupakan bentuk tersering dari diabetes insipidus dan
biasanya berakibat fatal.
Diabetes insipidus sentral merupakan manifestasi dari kerusakan
hipofisis yang berakibat terganggunya sintesis dan penyimpanan ADH.
Hal ini bisa disebabkan oleh kerusakan nucleus supraoptik,
paraventrikular, dan filiformis hipotalamus yang mensistesis ADH.
Selain itu, diabetes insipidus sentral (DIS) juga timbul karena gangguan
pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus
supraoptikohipofisealis dan aksonhipofisis posterior di mana ADH
disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika
dibutuhkan.
DIS dapat juga terjadi karena tidak adanya sintesis ADH, atau
sintesis ADH yang kuantitatif tidak mencukupikebutuhan, atau
kuantitatif cukup tetapi tidak berfungsi normal. Terakhir, ditemukan
bahwa DIS dapat juga terjadi karena terbentuknya antibody terhadap
ADH.
b. Diabetes insipidus nefrogenik
Keadaan ini terjadi bila ginjal kurang peka terhadap ADH.
Halini dapat disebabkan oleh konsumsi obat seperti lithium, atau proses
kronik ginjal seperti penyakit ginjal polikistik, gagal ginjal, blok parsial
ureter, sickle-cell disease, dan kelainan genetik, maupun idiopatik.
c. Diabetes insipidus dipsogenik
Kelainan ini disebabkan oleh kerusakan dalam mekanisme haus
dihipotalamus. Defek ini mengakibatkan peningkatan rasa haus yang
abnormal sehingga terjadi supresi sekresi ADH dan peningkatan output
urin.
d. Diabetes insipidus gestasional
Diabetes insipidus gestasional terjadi hanya saat hamil jika
enzim yang dibuat plasenta merusak ADH ibu.
2.3.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis klien dengan diabetes insipidus dapat berupa:
a. Poliuria dan polidipsia
Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan
polidipsia.
Jumlah cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat
banyak, dapat mencapai 5–10 liter sehari. Berat jenis urin biasanya sangat
rendah, berkisar antara 1,001 – 1,005 atau 50 – 200 mOsmol/kg berat
badan.
b. Dehidrasi
c. Hipertermia
d. Nyeri kepala, lemah dan lesu, nyeri otot, hipotermia dan takikardia
e. Berat badan turun dengan cepat
f. Enuresis, pada anak yang telah dapat mengendalikan kandung kencing
g. Tidak berkeringat atau keringat sedikit, sehingga kulit kering dan pucat
h. Anoreksia, lebih menyukai karbohidrat
i. Gejala dan tanda lain tergantung pada lesi primer, misalnya penderita
dengan tumor daerah hipotalamus akan mengalami gangguan pertumbuhan,
obesitas, atau kakheksia progresif, hiperpireksia, gangguan tidur, seksual
prekoks, atau gangguan emosional. Lesi yang pada awalnya menyebabkan
diabetes insipidus akhirnya dapat merusak hipofisis anterior, pada keadaan
demikian diabetes insipidus cenderung lebih ringan atau hilang sama sekali
(Ramli, 2010).
2.4.5 Patofisiologi
Fungsi utama ADH adalah meningkatkan reabsorbsi air di tubulus ginjal
dan mengontrol tekanan osmotik cairan extra selular. Ketika produksi ADH
menurun secara berlebihan, tubulus ginjal tidak mereabsorbsi air, sehingga air
banyak diekskresikan menjadi urine, urinenya menjadi sangat encer dan banyak
(poliuria) sehingga menyebabkan dehidrasi dan peningkatan osmalaitas serum.
Peningkatan osmolalitas serum akan merangsang chemoreseptor dan sensasi
haus kortek cerebral. Sehingga akan meningkatkan intake cairan peroral
(polidipsi). Akan tetapi bila mekanisme ini tidak adekuat atau tidak ada,
dehidrasi akan semakin memburuk. Pada diabetes militus urine banyak
mengandung glukosa sedangkan pada deabetes insipidus urinenya sangat tidak
mengandung glukosa dan sangat encer (Ramli, 2010).
2.4.6 Web of Causation
2.4.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diabetes insipidus dilakukan berdasarkan
klasifikasinya, yaitu:
a. Diabetes insipidus sentral
Penanganan pada keadaan DI sentral adalah dengan
pemberiansintetik ADH (desmopressin) yang tersedia dalam bentuk
injeksi, nasal spray,maupun pil. Selama mengkonsumsi
desmopressin, pasien harus minum hanya jika haus. Mekanisme
obat ini yaitu menghambat ekskresi air sehinggaginjal
mengekskresikan sedikit urin dan kurang peka terhadap
perubahankeseimbangan cairan dalam tubuh.
b. Diabetes insipidus nefrogenik
Pada keadaan ini, terapi desmopressin tidak akan berpengaruh.
Penderita diterapi dengan hydrochlorothiazide (HCTZ) atau
indomethacin. HCTZ kadangdikombinasikan dengan amiloride. Saat
mengkonsumsi obat ini, pasien hanya boleh minum jika haus untuk
mengatasi terjadinya volume overload.
c. Diabetes insipidus disprogenik
Desmopressin tidak boleh digunakan untuk penanganan diabetes
insipidus dipsogenik karena akan menurunkan output urin tetapi
tidak menekan rasa haus. Akibatnya, input air akan terus bertambah
sehingga terjadi volume overload yang berakibat intoksikasi air
(suatu kondisi dimana konsentrasi Na dalam darah
rendah/hiponatremia) dan dapat berefek fatal pada otak. Belum
ditemukan pengobatan yang tepat untuk diabetes insipidus
dipsogenik.
d. Diabetes insipidus gestasional
Kebanyakan kasus diabetes insipidus pada kehamilan membaik
diterapi dengan desmopressin. Pada kasus dimana terdapat
abnormalitas dari mekanisme haus, desmopresin tidak boleh
digunakan sebagai terapi.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
b. Kriteria hasil :
c. Intervensi :
b. Kriteria hasil :
c. Intervensi :
b. Kriteria Hasil :
c. Intervensi :
a. Tujuan :
b. Kriteria hasil :
Intervensi Rasionalisasi
Membantu klien dalam memahami Agar klien dapat memahami kondisi
informasi yang berhubungan dengan yang terjadi dalam tubuhnya sehingga
proses timbulnya penyakit secara dapat bekerjasama dengan tenaga
khusus. kesehatan untuk peningkatan kualitas
kesehatannya.
Membantu klien untuk memahami dan Dengan mengetahui seluk beluk
mengetahui secara mental mengenai pembedahan, diharapkan klien dapat
pembedahan serta metode pemulihan memiliki mental yang kuat untuk
pascaoperasi. dilakukan pembedahan.
Mengikutsertakan keluarga atau anggota Bila perawat telah memberikan edukasi
keluarga lain bila memungkinkan kepada klien namun tidak memberikan
dampak yang signifikan, maka keluarga
dapat menjadi orang kepercayaan klien
yang dapat diandalkan.
Merangsang haus
Data Objektif : intake= <2500 cc
perhari, output= 3000 Pergantian air tidak
cc perhari, IWL = adekuat
500 cc perhari, turgor Volume cairan tubuh
kulit buruk. berkurang
Hilangnya banyak
Data Objektif : Poliuria sangat
cairan (urin)
encer( 3000cc perhari +IWL 500cc
poliuria
perhari), dengan berat jenis 1.010,
osmolalitas urin 50-150 mosmol/L.
3. Data Subjektif : pasien mengatakan Riwayat Diabetes Kurang pengetahuan
tidak tahu tentang Insipidus keluarga
pengobatan dan
perawatan Minimnya informasi
penyakitnya tentang pengobatan
dan perawatan DI
Data Objektif : klien tidak mengikuti
instruksi secara akurat
Intervensi Rasional
1.Mandiri 1.Mandiri
a. Pantau BB (input dan output) a. Untuk mengetahui tingkat dehidrasi
b. Pantau tanda-tanda dehidrasi b. Untuk mengetahui tingkat dehidrasi
c. Pantau TTV c. Memantau keadaan pasien
2. Kolaburasi
a. Menghindari dehidrasi
1. Kolaborasi
Intervensi Rasional
1. Mandiri 1. Mandiri
a. Untuk mengetahui perubahan
a. Pantau eliminasi urine yang meliputi kondisi pasien
frekuensi, konsistensi, bau, volume, b. Untuk mengembalikan pola normal
dan warna dengan tepat. eliminasi urine.
2. Kolaburasi
2. Kolaborasi a. Untuk mengetahui respon ginjal
a. Berikan terapi vasopressin atau terhadap pemberian hormon
dengan penyuntikan intramuskuler ADH
ADH. b. Untuk menghindari gagal ginjal
b. Tes deprivasi cairan dilakukan dengan
cara menghentikan pemberian cairan
selama 8-12 jam atau sampai terjadi
penurunan BB.
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai proses
penyakit, pengobatan dan perawatan diri.
2. Kriteria Hasil:
Intervensi Rasional
1. Mandiri: 1.Mandiri
a. Jelaskan konsep dasar proses a. Memberi pemahaman kepada pasien
penyakit.
b. Jelaskan pentingnya tindak lanjut b. Agar pasien tahu pentingnya pemantauan
rawat jalan yang teratur. penyakit
c. Jelaskan perlunya untuk c. Untuk menghindari semakin parahnya
menghindari obat yang dijual penyakit
bebas.
BAB 4
PENUTUP
Kesimpulan
Kelenjar hipofisis merupakan kelenjar yang sangat berperan dalam produksi hormon,
terutama pada adenohipofisis yang memproduksi sebagian besar hormon yang berfungsi
sebagai homeostasis tubuh. Apabila terdapat gangguan pada organ ini, maka homeostasis
terganggu dan dapat mengakibatkan berbagai penyakit terkait dengan produksi hormon, seperti
hipersekresi Growth Hormone yang bila terjadinya pada masa anak-anak dinamakan
gigantisme, dan bila terjadinya saat lempeng epifisis sudah tertutup, maka kelainan ini disebut
akromegali. Selain itu bila sintesis dan penyimpanan ADH terganggu, maka hal ini dapat
mengakibatkan Diabetes Insipidus.
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Richard E, kliegman, Robert M. 2000. Ilmu Kesehatan Anak edisi 15 Vol.3. Jakarta:
EGC
Corwin J, Elizabeth. 2000. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Davey, Patrick. 2005. At A Glance Medicine. Jakarta : Erlangga
Doenges E, Marilyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Guyton, A.C & Hall, J.E. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Philadelphia:
Elsevier-Saunders
Persatuan Ahli Penyakit Dalam. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 2. Jilid 1.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI: 799-807.
Price, S. A & Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6.
Volume 2. Philadelphia : Elsevier-Saunders.
Price, Sylviana Anderson dan Wilson , Lorraine McCarty. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis
Prosse-Proses Penyakit edisi 6 Vol.2. Jakarta : EGC
Robbins, Staney L, khumar, vinnay, cotran, ramzi S. 2007. Buku Ajar Patologi edisi 7 vol.2.
Jakarta : EGC.
Suddarth & Bruner. 2000. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta : EGC
Sudiono, J. 2009. Gangguan Tumbuh Kembang Dentokraniofasial. Jakarta : EGC
Suyono, Slamet. 2001. Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Wilson & Price. 2005. Patofisiologi dan Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, edisi 6.
Jakarta :EGC