Anda di halaman 1dari 28

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2018

UNIVERSITAS PATTIMURA

DEMAM BERDARAH DENGUE

Fauzi Mahmud

2016-84-060

Pembimbing:

dr. Theresa Laura, Sp.A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RSUD Dr. M. HAULUSSY

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2018

1
LAPORAN KASUS
DEMAM DENGUE/DEMAM BERDARAH DENGUE
Fauzi Mahmud (2016-84-060)
Bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Anak
FK UNPATTI/ RSUD Dr. M. Haulussy Ambon

PENDAHULUAN
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang banyak ditemukan di
sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama asia tenggara, Amerika tengah, Amerika
dan Karibia. Host alami DBD adalah manusia, agentnya adalah virus dengue yang termasuk ke
dalam famili Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den3
dan Den -41, ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi, khususnya nyamuk
Aedes aegypti dan Ae. albopictus 2 yang terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia.1,2,3

Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue keempat serotype ditemukan
di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara
serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encephalitis dan West
Nile virus.1

Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu : 1)
Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan,
transportasi vektor dilingkungan, transportasi vektor dai satu tempat ke tempat lain; 2) Pejamu :
terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan
jenis kelamin; 3) Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.

Laporan Kasus
I. IDENTITAS PASIEN
2
Nama : An. ?
Jenis Kelamin : laki-laki
Umur saat dijadikan kasus : 13 tahun

IDENTITAS ORANG TUA :

Ayah Ibu
Nama Tn. ? Ny. ?
Umur 30 tahun 30 tahun
Pendidikan SD SD
Pekerjaan swasta swasta

II. ANAMNESIS (SUBJECTIVE)


Keluhan utama : demam 3 hari
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dibawa ibunya ke IGD Haulussy Ambon dengan keluhan panas yang sudah dirasakan
± 3 hari di rumah, panas tinggi pada hari pertama dan kedua, panas terus menerus. Namun hari
ketiga panas mulai turun namun tidak menghilang, panas tidak disertai menggigil. Saat panas
anak mengonsumsi obat paracetamol, panas hilang namun muncul lagi. Pada hari pertama panas,
timbul mimisan, kurang lebih anak membersihkan dengan delapan lembar tisue. Keluhan panas
disertai nyeri perut, muntah, dimana muntah pada hari pertama panas berisi makanan. Nyeri
kepala tidak ada. BAB warna hitam, sulit. Buang air kecil normal. Makan minum kurang.

Riwayat sakit sebelumnya: Pasien pernah panas seperti ini sebelumnya. Malaria tidak pernah
dilaporkan. Demam tifoid tidak pernah dilaporkan

Riwayat sakit pada keluarga: tidak ada anggota keluarga yang mengalami gejala yang sama

Lingkungan tempat tinggal: pasien menetap di pemukiman padat pnduduk yang dekat dengan
sungai dan tempat pembuagan sampah.

Tempat lahir : Rumah sakit, Ditolong oleh : bidan, Lahir : spontan, BBL : 2800 Gr,
PBL : 51 Cm, Pasien merupakan anak ke dua dari 2 Bersaudara, Riwayat imunisasi tidak
diketahui secara pasti, Pasien mendapatlan ASI sampai usia 6 bulan.

3
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status present
Kesan umum : Cukup
Nadi : 66×/menit kuat dan regular
Tekanan darah : 110/80
Laju nafas : 25×/menit
Suhu aksila : 37°C
Saturasi O2 : 98% (O2 ruangan)
Kesadaran (GCS) : E4 V5 M6

b. Status generalis
Kepala : Bentuk kepala normal simetris, rambut lurus hitam dipotong
sangat pendek, tidak mudah dicabut, ubun-ubun besar
menutup.
Wajah : Tidak tampak fasies sindrom tertentu, tidak ada udem, lipatan
Mata dahi normal, tidak didapat wajah old man face.
: Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, kedua pupil
bulat isokor 3 mm dengan refleks cahaya kedua mata normal.
Perdarahan subkonjungtiva (-), bercak bitot (-). Tidak ada
katarak, tidak ada nistagmus ataupun strabismus. tampak
Telinga : mata cekung, tidak ada udem palpebra, celah kelopak mata
Hidung : kanan-kiri simetris.
Tidak didapatkan sekret, membran timpani intak.
Mulut : Tidak ada deviasi septum, tidak terdapat sekret, tidak ada
perdarahan, tidak ada hiperemi mukosa.
Tidak ada sianosis ataupun pucat di sekitar mulut dan mukosa
lidah, mukosa bibir dan lidah basah, sudut mulut kanan-kiri
simetris, refleks menelan normal. Tidak tampak deviasi uvula
Tenggorok : dan lidah ke satu sisi. Didapatkan karies gigi atas dan bawah,
hipertropi ginggival tidak didapatkan.
4
Leher : Tidak ada pembesaran tonsil dan faring tidak hiperemia.
Tidak terdapat celah gusi dan palatum.
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening anterior,
posterior, submental dan submandibula, peningkatan jugular
venous pressure (JVP) tidak didapatkan.
Dada
Bentuk normal, gerakan simetris,
Jantung
Inspeksi : Iktus tidak tampak
Palpasi : Ukuran jantung kesan normal
Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak membesar
Auskultasi : Bunyi jantung I/II normal, bising jantung

Paru
Kanan Kiri
Depan
Inspeksi : Simetris, tidak ada retraksi Simetris, tidak ada retraksi
Palpasi : Simetris, tidak ada Simetris, tidak ada
ketinggalan gerak ketinggalan gerak
Perkusi : Sonor Sonor
Auskultasi : Vesikular, rhonki (-), Vesikular, rhonki (-),
wheezing (-) wheezing (-)

Kanan Kiri
Belakang
Inspeksi : Simetris, tidak ada retraksi Simetris, tidak ada retraksi
Palpasi : Simetris, tidak ada Simetris, tidak ada
ketinggalan gerak ketinggalan gerak
Perkusi : Sonor Sonor
5
Auskultasi : Vesikular, rhonki (-), Vesikular, rhonki (-),
wheezing (-) wheezing (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, pelebaran vena kolateral (-),
Auskultasi : Bising usus normal, bruit aorta (-)
Perkusi : Pekak hepar positif, suara timpani (+)
Palpasi : Undulasi (-), asites (-)
Hepar tidak teraba
Limpa tidak teraba.
Nyeri tekan dan defans muskuler tidak didapatkan. Massa intraabdomen
tidak ditemukan.

Ekstremitas dan Genitalia


Genitalia eksterna : Tidak dilakukan pemeriksaan.
Ekstremitas : Teraba hangat, perfusi perifer baik, pengisian kapiler kurang 2
detik, ruple leed positif

Kulit : Kuku tidak tampak kelainan, tidak didapatkan jari tabuh dan tidak
tampak jamur berwarna kehitaman
Kelenjar : Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening

Status neurologis
Kesadaran (GCS) : E4V5M6
Rangsang : Kaku kuduk –, Brudzinki I/II/III/IV : -/-/-/-,
meningeal Kernig -/-, Laseq -/-
Nervi kranialis
NI : Penciuman dalam batas normal
N II : Ketajaman penglihatan dalam batas normal, buta
warna (-)
N III, IV,VI : Pupil besar isokor 3/3 mm, reflek cahaya +/+
normal, ptosis (-), strabismus (-)
NV : Refleks kornea +/+
6
N VII : Gerakan otot wajah saat diam dan bergerak
tampak simetris, lipatan nasolabial simetris
N VIII : Pendengaran dalam batas normal
N IX, X : Refleks muntah (+), refleks menelan (+), refleks
batuk (+)
N XI, XII : Kekuatan m.sternocleidomastoideus dan
m.trapezius dalam batas normal
Reflek fisiologis : Reflek bisep N/N, Reflek trisep N/N
Reflek patela N/N, reflek akiles N/N,
Tidak didapatkan klonus
Reflek patologis : Hoffman -/-, Tromar -/-,
Babinski -/-, Chadox -/-, Openheim -/-
Kekuatan motorik : Ekstremitas atas : tidak dapat melawan gravitasi
(4/4)
Ekstremitas bawah : tidak dapat melawan
gravitasi (4/4)
Tonus otot : Normal

Hasil Laboratorium
Tanggal 14-01 Tanggal 16-01
Hb: 13,7  
Hb 11.2 g/dl Ht : 39,7 IV.
Hct 36.6% Trombosit : 32.000 RESUME
Trombosit 86.000 Leukosit : 4.700 Pasien
WBC 2.500 laki-laki 12
Leukosit 6200 tahun
Neutrofil 59.1% dengan
Limfosit 25.9% status gizi
Monosit 7.9% overweight
Eosinofil 6.5% 7

Basofil 0.6%
MRS dengan keluhan demam ±3 hari, disertai muntah, nyeri perut, nyeri kepala, mimisan terjadi
saat pasien di IGD Pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan, tes Rumple leed (+) Pemeriksaan
penunjang menunjukan HB: 12,7 g/dL, HT: 36,6%, PLT: 86.000, WBC: 2.500, NS1 (+)

V. DIAGNOSIS

Utama : Dengue fever + DAND + vomiting profuse


Penyerta : 1. Trombositopenia
2. Leukopenia

VI. PENATALAKSANAAN
- IVFD Kaen3B 1000 cc/24 jam/iv

- Inj. Ranitidine 2x50 mg

- Antasida 3x1 cth

- Ondancentron 4 mg jika muntah

- Zink 20 mg 1x1

- Minum manis cukup

- Oralit 1 saset tiao BAB atau muntah

- Lacto B 2x1 saset

- Pct infus 600 mg/iv/ drip/8 jam

8
HASIL PEMERIKSAAN, ANALISA DAN TINDAK LANJUT
Hari CATATAN PERKEMBANGAN
Perawatan S (subjective) O (objective) A (Assesment) P (planning)

PH:3 S: Panas (+), muntah (-). Diare (+) R/


HP:1 O: TD : 120/70 mmHg
- IVFD Kaen3B 1000 ml/24
N : 74 x/m
jam
P : 22 x/menit
- Inj. Ondancentron 4 mg
S : 380C
jika muntah
Spo2 : 98% tanpa O2
- Anatasida 3x1 cth
A: Demam Dengue + DAND (diare akut
- Zink 1x1 cth
non dehidrasi) + vomitus profuse
- Probio 1x1
- Pct 4x500 mg/iv
- Periksa DR
- Cek IgM/IgG Dengue
PH:4 S: Demam (+), mual/muntah (-), diare R/
HP: 2 (-)mimisan (+) 1x dilap dengan 3 lembar
- Ringer asering 1000 ml/24
tissue.
jam
O: TD : 100/80
- Ondancentron/ranitidine 
N : 100 x/m
stop
P : 26x/menit
- Antasida syr 3x1 cth
S : 37,80C
- Probio 1x1
Spo2 : 95% tanpa O2
- Pct 500 mg/iv bila suhu >
Rumple leed (+)
37,50C
Lab:
- Periksa DR
- Hb : 12,7 g/dL
- Igm dan IgG dengue
- Hct : 36,5 %
- DDR
- Trombosit : 173.000
- Leukosit : 4.800
- NS1(+), IgG dan IgM (-)
- Malaria (-)
A: Demam dengue

PH:5 S: Demam (-) muntah 1x berisi makanan dan

9
HP: 3 air, darah dan lendir (-), nyeri perut (+), R/
mimisan (-)
- Ringer asering 1500 ml/24
O: TD : 100/60
jam
N : 85 x/m
- Inj. Ranitidine 2x50 mg/IV
P : 20 x/menit
- Ondancentron 4mg jika
S : 37,10C
muntah.
Lab:
- Pct 200 mg jika juka suhu
- Hb : 14,2 g/dL
> 37,0C
- Hct : 41,1 %
- Probio 1x1
- Trombosit : 50.000 - Minum manis cukup
- Leukosit : 2.800 - Periksa DR
NS1 (+) - Pukul 17.45
IgG dan IgM Salmonella (-) Instruksi :
A: Demam dengue 1. RA 300 ml/jam selama
3 jam , lanjut
2. RA 225 ml/jam selama
3 jam, lanjut
3. RA 135ml/jam selama
24 jam.
Besok cek DR evaluasi

PH:6 S: Demam (-), nyeri perut (-), makan/minum R/


HP: 4 kurang.
- Inj. Rabitidine 2x 50 mg
O: TD : 100/80 mmHg
- Antasida syr 3x1 cth
N : 75 x/m
- Inj. Ondancentron 4mg jika
P : 32x/menit
muntah
S : 360C
- Zink syr 1x1 cth
Sp02 : 98% tanpa O2
- Probio 1x1
Lab:
- Caglue 2x25 ml + aquadest
- Hb : 13,7 g/dL
25 ml \IV pelan
- Hct : 39,7 %
- D40% bolus IV pelan.
- Trombosit : 32.000 - Cek DR evaluasi
- Leukosit : 4.700

10
A: Demam berdarah dengue grd 1

PH:7 S: Demam (-), nyeri perut (-), mual/muntah R/


HP: 5 (-), makan/minum baik.
- Ringer asering 1500 ml/24
O: TD : 110/80 mmHg
jam
N : 66 x/m
- Inj. Ranitidine 2x50 mg
P : 25x/menit
- Antasida syr 3x1 cth
S : 360C
- Zink syr 1x1cth
Spo2 : 98% tanpa O2
- Probio 1x1
Lab:
- Minum manis cukup
- Hb : 12,9 g/dL
- Caglue 10% dan D40
- Hct : 36,9 %
stop.
- Trombosit : 40.000
- Leukosit : 5.000

A: demam berdarah dengue grd. II

S: Demam (-), nyeri perut (-), mual/muntah R/


(-), makan/minum baik.
- Acc KRS
O: TD : 110/70 mmHg
N : 67 x/m
P : 24x/menit
S : 360C
Spo2 : 99% tanpa O2
Akral : HKM, CRT< 2 detik.
A: demam berdarah dengue grd. II

11
Pembahasan

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic


fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis
demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopeniadan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai
oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan/syok.1,2

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106.
Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya dapat
menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue keempat serotype ditemukan di
Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Masa inkubasi virus dengue dalam
manusia (inkubasi intrinsik) berkisar antara 4 sampai 10 hari sebelum gejala muncul. 6 Gejala
klinis rata-rata muncul pada hari keempat sampai hari ketujuh, sedangkan masa inkubasi
ekstrinsik (di dalam tubuh nyamuk) berlangsung sekitar 8-12 hari.1,2,3

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden
DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah
meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998,
sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999. 1,2

12
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A.
aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi
air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).

Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu : 2,3

1) Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan,


transportasi vektor dilingkungan, transportasi vektor dai satu tempat ke tempat lain;

2) Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap


nyamuk, usia dan jenis kelamin;

3) Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.

Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan.
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan
dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue.

Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DBD adalah :

a) Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berparan dalam proses netralisasi
virus, sitolisis yang dimeasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibody. Antibody
terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pad monosit atau makrofag.
Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement (ADE); 2,3

b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berepran dalam respon imun
seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon
gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10;

c) Monosit dan makrolag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi.
Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh
makrofag;

d) Selain itu aktivitasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a
dan C5a.

13
Walaupun DD dan DBD disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme
patofisiologisnya berbeda dan menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan utama adalah adanya
renjatan yang khas pada DBD yang disebabkan kebocoran plasma yang diduga karena proses
immunologi, pada demam dengue hal ini tidak terjadi .6 Manifestasi klinis DD timbul akibat
reaksi tubuh terhadap masuknya virus yang berkembang di dalam peredaran darah dan ditangkap
oleh makrofag. Selama 2 hari akan terjadi viremia (sebelum timbul gejala) dan berakhir setelah
lima hari timbul gejala panas. Makrofag akan menjadi antigen presenting cell (APC) dan
mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-
helper akan mengaktifasi sel T -sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit
virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah
dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemaglutinasi, antibodi fiksasi komplemen. Proses
tersebut akan menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang terjadinya gejala
sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya.4,5

Patofisiologi primer DBD dan dengue syock syndrome (DSS) adalah peningkatan akut
permeabilitas vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler,
sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Pada kasus berat, volume
plasma menurun lebih dari 20%, hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura,
hemokonsentrasi dan hipoproteinemi.1,6

Setelah masuk dalam tubuh manusia, virus dengue berkembang biak dalam sel
retikuloendotelial yang selanjutnya diikuti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari. Akibat
infeksi ini, muncul respon imun baik humoral maupun selular, antara lain anti netralisasi, anti-
hemaglutinin dan anti komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM,
pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder kadar antibodi
yang telah ada jadi meningkat.1,7,8

Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-
5, meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan menghilang setelah 60-90 hari.
Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi
IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi IgG
meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada
hari kedua. Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan
14
mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan
lebih dini dengan adanya peningkatan antibodi IgG dan IgM yang cepat.1,9

Patofisiologi DBD dan DSS sampai sekarang belum jelas, oleh karena itu muncul banyak
teori tentang respon imun. Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki aktivitas
netralisasi yang mengenali protein E dan monoklonal antibodi terhadap NS1, Pre M dan NS3
dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut melalui
aktivitas netralisasi atau aktifasi komplemen. Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan penderita
mengalami penyembuhan, selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap serotipe virus
yang sama, tetapi apabila terjadi antibodi nonnetralisasi yang memiliki sifat memacu replikasi
virus, keadaan penderita akan menjadi parah apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai
dengan antibodi yang tersedia di hospest. Pada infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue
dengan serotipe yang berbeda, virus dengue berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh
monosit atau makrofag. Makrofag ini menampilkan antigen presenting cell (APC) yang
membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari mayor histocompatibility complex
(MHC).1,2,4

Perjalanan penyakit DD dan DBD

Lama perjalanan penyakit dengue yang klasik umumnya berlangsung selama 7 hari dan
terdiri atas 3 fase, yaitu fase demam yang berlangsung 3 hari (hari sakit ke-1 sampai dengan hari
ke-3), fase kritis, dan fase penyembuhan. Pada fase demam, anak memerlukan minum yang
cukup karena demam tinggi. Anak biasanya tidak mau makan dan minum sehingga dapat
mengalami dehidrasi, terlihat sakit berat, muka dapat terlihat kemerahan (flushing), dan
biasanya tanpa batuk dan pilek. Saat ini nilai hematokrit masih normaldan viremia berakhir pada
fase ini. 1,2,9

Fase demam akan diikuti oleh fase kritis yang berlangsung pada hari ke-4 dan ke-5 (24-
48 jam), ypada saat ini demam turun,sehingga disebut sebagai fase deffervescene. Fase ini
kadang mengecoh karena orangtua menganggap anaknya sembuh oleh karena demam
turunpadahal anak memasuki fase berbahayaketikan kebocoran plasma menjadi nyata dan
mencapai puncak pada hari ke-5. Pada fase tersebut akan tampak jumlah trombosit terendah dan

15
nilai hematokrit tertinggi. Pada fase ini, organ-organ lain mulai terlibat. Meski hanya
berlangsung 24-48 jam, fase ini memerlukan pengamatan klinis dan laboratoris yang ketat.

Setelah fase kritis pada DBD, anak memasuki fase penyembuhan, kebocoran pembuluh
darah berhenti seketika, plasma kembali dari ruang interstitial masuk ke dalam pembuluh darah.
Pada fase ini, jumlah trombosit mulai meningkat, hematokrit menurun, dan hitung leukosit juga
mulai meningkat. Fase ini hanya berlangsung 1-2 haritapi dapat menjadi fase berbahaya apabila
cairan intravena tetap diberikan dalam jumlah berlebih sehingga anak dapat mengalami
kelebihan cairan dan terlihat sesak. Pada hari-hari tersebut demam dapat meningkat kembali
tetapi tidak begitu tinggi sehingga memberikan gambaran kurva suhu seperti pelana kuda.
Seringkali anak diberikan antibitiotik yang tidak diperlukan. Pada fase ini anak terlihat riang,
nafsu makan kembali muncul, serta aktif seperti sebelum sakit. 1,2,8

Berbeda dengan DBD, pada DD, setelah fase demam tidak terjadi fase kritis/kebocoran
plasma sehingga tidak tampak perubahan pada pemeriksaan laboratorium,seperti peningkatan
nilai hematokrit. Namun kadar leukosit dapat menurun dan setelah 24-48 jam, jumlah leukosit
dan trombosit akan meningkat bertahap secara bermakna.

16
Gambar 1. Perjalanan penyakit infeksi virus dengue6

Pemeriksaan penunjang

Laboratorium Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma
biru.

Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi
antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve Transcriptase Polymerase Chain
Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya
antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG. 1,2,6

Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :


17
1. Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relative
(>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah
total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
2. Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
3. Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit
≥ 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
4. Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada
keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
5. Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
6. SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.
7. Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
8. Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
9. Imuno serologi dilakukan pemeriksaan NS1, IgM dan IgG terhadap dengue. IgM:
terdeksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90
hari. IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.

Gambar 2. Pemeriksaan penunjang.

18
Pemeriksaan radiologis Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks
kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua
hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan
(pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan USG. 6

Sindrom Syok Dengue (SSD).

Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi
yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (≤ 20 mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai
umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah. Derajat penyakit infeksi virus dengue Untuk
menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu diketahui klasifikasi derajat
penyakit

Table 1. pembagian derajat DBD.1

19
Kalsifikasi infeksi virus dengue menurut WHO tahun 1997

Dalam klasifikasi diagnosis WHO 1997, infeksi virus dengue dibagi dalam tiga spektrum
klinis yaitu undifferentiated febrile illness, demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue
(DBD). Dalam perjalanan penyakit infeksi dengue ditegaskan bahwa DBD bukan lanjutan dari
DD namun merupakan spektrum klinis yang berbeda.Perbedaan antara DD dan DBD adalah
terjadinya plasma (plasma leakage) pada DBD, sedangkan pada DD tidak (Gambar 1).
Selanjutnya DBD diklasifikasikan dalam empat derajat penyakit yaitu derajat I dan II untuk
DBD tanpa syok, dan derajat III dan IV untuk sindrom syok dengue.Pembagian derajat penyakit
tersebut diperlukan sebagai landasan pedoman pengobatan.10,11,12

Gambar 4. Kalsifikasi diagnosis dengue.1

Kalsifikasi diagnosis dengue

klasifikasi infeksi dengue terbagi menjadi dua kelompok menurut derajat penyakit, yaitu
dengue dan severe dengue. dengue dibagi lebih lanjut menjadi dengue dengan atau tanpa
warning signs (dengue ± warning signs).1

Dengue ± warning signs.

Dengue without warning signs disebut juga sebagai probable dengue, sesuai dengan
demam dengue dan demam berdarah dengue derajat I dan II pada klasifikasi WHO 1997. Pada
20
kelompok dengue without warning signs, perlu diketahui apakah pasien tinggal atau baru
kembali dari daerah endemik dengue. Diagnosis tersangka infeksi dengue ditegakkan apabila
terdapat demam ditambah minimal dua gejala berikut: mual disertai muntah ruam (skin rash)
nyeri pada tulang, sendi, atau retro-orbital uji torniket positif, leukopenia, dan gejala lain yang
termasuk dalam warning signs. Pada kelompok dengue without warning signs tersebut perlu
pemantauan yang cermat untuk mendeteksi keadaan kritis.

Dengue with warning signs.

secara klinis terdapat gejala nyeri perut, muntah terus-menerus, perdarahan mukosa,
letargi/gelisah, pembesaran hati ≥2cm, disertai kelainan parameter laboratorium, yaitu
peningkatan kadar hematokrit yang terjadi bersamaan dengan penurunan jumlah trombosit dan
leukopenia. Apabila dijumpai leukopenia, maka diagnosis lebih mengarah kepada infeksi
dengue. Pasien dengue tanpa warning signs dapat dipantau harian dalam rawat jalan.Namun
apabila warning signs ditemukan maka pemberian cairan intravena harus dilakukan untuk
mencegah terjadi syok hipovolemik.

Warning signs

berarti perjalanan penyakit yang sedang berlangsung mendukung ke arah terjadinya


penurunan volume intravaskular.Hal ini menjadi pegangan bagi klinisi di tingkat kesehatan
primer untuk mendeteksi pasien risiko tinggi dan merujuk mereka ke tempat perawatan yang
lebih lengkap fasilitasnya.Pasien dengan warning signs harus diklasifikasi ulang apabila
dijumpai salah satu tanda severe dengue. Di samping warning signs, klinisi harus memperhatikan
kondisi klinis yang menyertai infeksi dengue seperti usia bayi, ibu hamil, hemoglobinopati,
diabetes mellitus, dan penyakit penyerta lain yang dapat menyebabkan gejala klinis dan tata
laksana penyakit menjadi lebih kompleks.

21
gambar 5. Klasifikasi demam dengue menurut WHO6

Severe dengue

Infeksi dengue diklasifikasikan sebagai severe dengue apabila terdapat severe plasma
leakage (perembesan plasma hebat), severe bleeding (perdarahan hebat), atau severe organ
impairment (keterlibatan organ yang berat). 1

 Severe plasma leakage akan menyebabkan syok hipovolemik dengan atau tanpa
perdarahan (pada klasifikasi WHO 1997 dimasukkan dalam sindrom syok dengue) dan
atau penimbunan cairan disertai distres respirasi.
 Severe bleeding didefinisikan bila terjadi perdarahan disertai kondisi hemodinamik yang
tidak stabil sehingga memerlukan pemberian cairan pengganti dan atau transfusi darah.
Yang dimaksud dengan perdarahan adalah semua jenis perdarahan, seperti hematemesis,
melena, atau perdarahan lain yang dapat mengancam kehidupan.
 Severe organ involvement, termasuk gagal hati, inflamasi otot jantung (miokarditis),
keterlibatan neurologi (ensefalitis), dan lain sebagainya.

Expanded dengue syndrome


22
Kasus infeksi dengue dengan unusual manifestation tidak jarang terjadi pada kasus anak.
Unusual manifestation atau manifestasi yang tidak lazim,pada umumnya berhubungan dengan
keterlibatan beberapa organ seperti hati, ginjal, jantung, dan gangguan neurologis pada pasien
infeksi dengue . Kejadian unusual manifestation infeksi dengue tersebut dapat pula terjadi pada
kasus infeksi dengue tanpa disertai perembesan plasma.

Gambar 6. Klasifikasi diagnosa dengue menurut WHO.

Table 2. Expended dengue syndrom


23
Pada umumnya manifestasi berhubungan dengan ko-infeksi, ko-morbiditas, atau
komplikasi syok yang berkepanjangan (prolonged shock) disertai kegagalan organ (organ
failure). Pada ensefalopati seringkali dijumpai gejala kejang, penurunan kesadaran, dan transient
paresis. Ensefalopati dengue dapat disebabkan oleh perdarahan atau oklusi (sumbatan) pembuluh
darah. Sayangnya otopsi di Indonesia tidak dapat dikerjakan sehingga penyebab yang sebenarnya
sulit dibuktikan. Selain itu, terdapat laporan bahwa virus dengue dapat melewati sawar darah-
otak dan menyebabkan ensefalitis. Infeksi dengue berat dapat disebabkan oleh kondisi ko-morbid
pada pasien seperti usia bayi, obesitas, lansia, ibu hamil,rulkus peptikum, menstruasi, penyakit
hemolitik, penyakit jantung bawaan, penyakit kronis seperti DM, hipertensi, asma, gagal ginjal
kronik, sirosis, pengobatan steroid, atau NSAID.1,2,6

Diagnosis Banding

24
Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis dengan
demam tifoid, campak, influenza, chikungunya dan leptospirosis. 1

Tatalaksana1,2,6

Tata laksana dengue sesuai dengan perjalanan penyakit yang terbagi atas 3 fase. Pada
fase demam yang diperlukan hanya pengobatan simtomatik dan suportif. Parasetamol merupakan
antipiretik pilihan pertama dengan dosis 10mg/kg/dosis selang 4 jam apabila suhu >380C.
Pemberian aspirin dan ibuprofen merupakan kontra. indikasi Kompres hangat kadang membantu
apabila anak merasa nyaman dengan pemberian kompres. Pemberian antipiretik tidak
mengurangi tingginya suhu, tetapi dapat memperpendek durasi demam.

Pengobatan suportif lain yang dapat diberikan antara lain larutan oralit, larutan gula-
garam, jus buah, susu, dan lain-lain. Apabila pasien memperlihatkan tanda dehidrasi dan muntah
hebat, koreksi dehidrasi sesuai kebutuhan. Apabila cairan intravena perlu diberikan, maka pada
fase ini biasanya kebutuhan sesuai rumatan. Semua pasien tersangka dengue harus diawasi
dengan ketatsejak hari sakit ke-3. Selama fase demam, belum dapat dibedakan antara DD dengan
DBD. Ruam makulopapular dan mialgia/artralgia lebih banyak ditemukan pada pasien DD.
Setelah bebas demam selama 24 jam tanpa antipiretik, pasien demam dengue akan masuk dalam
fase penyembuhan, sedangkan pasien DBD memasuki fase kritis.

Pengobatan kasus dengue menurut klasifikasi diagnosis WHO 2011 tidak jauh berbeda
dengan klasifikasi WHO 1997 yang selama ini dipergunakan di Indonesia. Dalam tata laksana
kasus dengue terdapat dua keadaan klinis yang perlu diperhatikan yaitu

 Sistem triase yang harus disosialisasikan kepada dokter yang bertugas di unit gawat
darurat atau puskesmas. Dalam sistem triase tersebut, dapat dipilah pasien dengue dengan
warning signs dan pasien yang dapat berobat jalan namun memerlukan observasi lebih
lanjut.

 Tata laksana kasus sindrom syok dengue (DSS) dengan dasar pemberian cairan yang
adekuat dan monitor kadar hematokrit. Apabila syok belum teratasi selama 2 x 30 menit,
pastikan apakah telah terjadi perdarahan dan transfusi PRC merupakan pilihan.

25
Gambar 4. Alur triage yang danjurkan.

Gambar 7. Flow chart penggantian volume cairan pada sindrom syok dengue1

26
Penderita dapat dipulangkan apabila paling tidak dalam 24 jam tidak terdapat demam
tanpa antipiretik, kondisi klinis membaik, nafsu makan baik, nilai Ht stabil,tiga hari sesudah
syok teratasi, tidak ada sesak napas atau takipnea, dan junlah trombosit >50.000/mm3.1

Penerangan kepada orang tua

Penerangan pada orang tua mengenai petanda gejala syok yang mengharuskan anak
dibawa ke rumah sakit. Petanda tersebut antara lain adalah keadaan yang memburuk sewaktu
pasien mengalami penurunan suhu, setiap perdarahan yang ditandai dengan nyeri abdominal
akut dan hebat, mengantuk, lemah badan, tidur sepanjang hari, menolak untuk makan dan
minum, lemah badan, gelisah, perubahan tingkah laku, kulit dingin, lembab, tidak buang air kecil
selama 4-6 jam. 1

REFERENSI

1. Hadinegoro S R, Muzal K, Yoga D, Nikmah S I, Cahyani G A. Update management of


infectious desease and gastrointestinal disorders. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia Departemen Ilmu Kesehatan Anak. 2012

2. Franciscus G, Josia G, Tambar K, Armon R dkk. Pedoman diagnostik dan tatalaksana


infeksi dengue dan demam berdarah dengue menurut pedoman who 2011. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatra Utara. 2011

3. Bibah N, Rini M, Indah P, Analisis faktor risiko kejadian demam berdarah dengue di
wilayah kerja puskesmas celikah Kabupaten Ogan Komering Ilir. Jurnal Ilmu Kesehatan
Masyarakat, 2017

4. Aryu Candra. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko
Penularan Vol. 2 No. 2. Aspirator. 2010

5. Niyati K, Ira K. Review Article Dengue Fever: Causes, Complications, and Vaccine
Strategies. Journal of Immunology Research .2016

27
6. Dengue guidelines for diagnosis, treatment, prevention and control, New Edition WHO.
2009.

7. World Health Organization. Comprehensive guidelines for prevention and control of


dengue and dengue haemorrhagic fever. Revised and expanded edition. New Delhi:
Regional office for South-East Asia; 2011.

8. World Health Organization. Severe dengue [diakses tanggal 27 Mei 2012]. Diunduh dari
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/.

9. World Health Organization and the Special Programme for Research and Training in
Tropical Diseases. Dengue guidelines for diagnosis, treatment, prevention and control.
Geneve: WHO; 2009.

10. Bandyopadhyay S, Lum LC, Kroeger A. Classifying dengue: a review of the difficulties
in using the WHO case classification for dengue haemorrhagic fever. Trop Med Int
Health. 2006

11. Balmaseda A, Hammond SN, Perez MA, Cuadra R, Solano S, Rocha J, dkk. Short
report: assessment of the world health organization scheme for classification of dengue
severity in Nicaragua. Am J Trop Med Hyg. 2006

12. Barniol J, Gaczkowski R, Barbato EV, da Cunha RV, Laksono IS, Lum CS, dkk.
Usefulness and applicability of the revised dengue case classification by disease: multi-
centre study in 18 countries. BMC Infect Dis. 2011

28

Anda mungkin juga menyukai