Anda di halaman 1dari 5

A.

Pengkajian
1. Pengkajian Primer
Penatalaksanaan awal pasien koma, kejang, atau perubahan keadaan mental
lainnya harus mengikuti cara pendekatan yang sama tanpa memandang jenis racun
penyebab. Usaha untuk membuat diagnosis toksikologi khusus hanya memperlambat
penggunaan tindakan suportif yang merupakan bentuk dasar “ABCD” pada
pengobatan keracunan.
a. Airway
Pertama, saluran napas harus dibersihkan dan muntah atau beberapa
gangguan lain dan, bila diperlukan, suatu alat yang mengalirkan napas melalui
oral atau dengan memasukkan pipa endotrakea. Pada kebanyakan pasien,
penempatan pada posisi sederhana dalam posisi dekubitus lateral cukup untuk
menggerakkan lidah yang kaku (flaccid) keluar dan saluran napas.
b. Breathing
Pernapasan yang adekuat harus dikaji dengan mengobservasi dan
mengukur gas darah arteri. Pada pasien dengan insufisiensi pernapasan harus
dilakukan intubasi dan ventilasi mekanik.
c. Circulation
Sirkulasi yang cukup harus dikaji dengan mengukur denyut nadi, tekanan
darah, urin yang keluar, dan evaluasi perfusi perifer. Alat untuk intravena harus
dipasang dan darah diambil untuk penentuan serum glukosa dan untuk
pemeriksaan rutin lainnya.
d. Disability
Pada waktu ini, setiap pasien dengan keadaan mental yang berubah harus
diberi larutan dekstrosa pekat. Orang dewasa diberikan larutan dekstrosa
sebanyak 25 g (50 mL larutan dekstrosa 50% secara intravena). Dekstrosa ini
harus diberikan secara rutin, karena pasien koma akibat hipoglikemia yang
dengan cepat dan ireversibel akan kehilangan sel-sel otak. Pasien hipoglikemia
mungkin tampak sebagai pasien keracunan, dan tidak ada metode yang cepat dan
dapat dipercaya untuk membedakannya dan pasien keracunan. Pada umumnya
pemberian glukosa tidak berbahaya sementara menunggu hasil pemeriksaan gula
darah. Pada waktu ini, pasien alkoholik atau malnutrisi juga harus diberi 100 mg
tiamin intramuskular untuk mencegah timbulnya sindrom Wernicke.
Antagonis narkotik nalokson (Narcan) dapat diberikan dengan dosis 0,4-2
mg intravena. Nalokson akan memulihkan pernapasan dan depresi sistem saraf
pusat akibat semua jenis obat narkotika. Ada manfaatnya untuk mengingat
bahwa obat-obat ini menimbulkan kematian terutama akibat depresi pernapasan;
karena itu, bila bantuan pernapasan dan pembebasan saluran pernapasan telah
diberikan, nalokson mungkin tidak diperlukan lagi. Antagonis benzodiazepin
flumazenil bermanfaat pada pasien dengan kecurigaan takar lajak benzodiazepin,
tetapi tidak boleh digunakan bila terdapat riwayat kejang atau takar lajak
antidepresan trisiklik, dan obat ini tidak boleh digunakan sebagai pengganti
penatalaksanaan saluran napas secara hati-hati.
Penatalaksanaan keracunan memerlukan suatu pengetahuan tentang
bagaimana mengobati hipoventilasi, koma, syok, kejang, dan psikosis.
Pertimbangan toksikokinetik yang mendetil titik banyak artinya bila fungsi-
fungsi vital tidak dipertahankan. Hipoventilasi dan koma memerlukan perhatian
khusus pada penatalaksanaan saluran napas. Gas darah arteri harus sering
diperiksa, dan aspirasi isi lambung harus dicegah. Penatalaksanaan cairan dan
elektrolit mungkin kompleks. Monitoring berat badan, tekanan vena sentral,
tekanan yang mendesak kapiler paru, dan gas darah arteri diperlukan untuk
memastikan pemberian cairan mencukupi tetapi tidak berlebihan. Dengan
tindakan suportif yang tepat untuk koma, syok, kejang, dan agitasi, umumnya
memberikan harapan hidup bagi pasien keracunan.
2. Pengkajian Sekunder
Setelah dilakukan intervensi awal yang esensial, dapat dimulai evaluasi yang
terinci untuk membuat diagnosis spesifik. Hal ini meliputi pengumpulan riwayat yang
ada dan melakukan pemeriksaan fisik singkat yang berorientasi pada toksikologi.
Penyebab koma lainnya atau kejang seperti trauma pada kepala, meningitis, atau
kelainan metabolisme harus dicari dan diobati.
a. Riwayat: Pernyataan dengan mulut tentang jumlah dan jenis obat yang ditelan
dalam kedaruratan toksik mungkin tidak dapat dipercayai. Bahkan anggota
keluarga, polisi, dan pemadam kebakaran atau personil paramedis harus ditanyai
tintuk menggambarkan lingkungan di mana kedaruratan toksik ditemukan dan
semua alat suntik, botol-botol kosong, produk rumah tangga, atau obat-obat bebas
di sekitar pasien yang kemungkinan dapat meracuni pasien harus dibawa ke ruang
gawat darurat.
b. Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan yang cepat harus dilakukan dengan penekanan
pada daerah yang paling mungkin memberikan petunjuk ke arah diagnosis
toksikologi. Hal ini termasuk tanda-tanda vital, mata dan mulut, kulit, abdomen,
dan sistem saraf.
1) Tanda-tanda vital.
Evaluasi dengan teliti tanda-tanda vital (tekanan darah, denyut nadi,
pernapasan, dan suhu tubuh) merupakan hal yang esensial dalam kedaruratan
toksikologi. Hipertensi dan takikardia adalah khas pada obat-obat amfetamin,
kokain, fensiklidin, nikotin, dan antimuskarinik. Hipotensi dan bradikardia,
merupakan gambaran karakteristik dan takar lajak narkotika, kionidin,
sedatif-hipnotik dan beta bloker. Takikardia dan hipotensi sering terjadi
dengan antidepresan trisiklik, fenotiazin, dan teofihin. Pernapasan yang cepat
adalah khas pada amfetamin dan simpatomimetik lainnya, salisilat, karbon
monoksida dan toksin lain yang menghasilkan asidosis metabolik.
Hipertermia dapat disebabkan karena obat-obat simpatomimetik,
antimuskarinik. salisilat dan obat-obat yang menimbulkan kejang atau
kekakuan otot. Hipotermia dapat disebabkan oleh takar lajak yang berat
dengan obat narkotik, fenotiazin, dan obat sedatif, terutama jika disertai
dengan pemaparan pada lingkungan yang dingin atau infus intravena pada
suhu kamar.
2) Mata.
Mata merupakan sumber informasi toksikologi yang berharga. Konstriksi
pupil (miosis) adalah khas utituk keracunan narkotika, klonidin, fenotiazin,
insektisida organofosfat dan penghambat kolinesterase lainnya, serta koma
yang dalam akibat obat sedatif. Dilatasi pupil (midriasis) umumnya terdapat
pada amfetamin, kokain, LSD, atropin, dan obat antirnuskarinik lain.
Nistagmus riorizontal dicirikan pada keracunan dengan fenitoin, alkohol,
barbiturat, dan obat seclatit lain. Adanya nistagmus horizontal dan vertikal
memberi kesan yang kuat keracunan fensiklidin. Ptosis dan oftalmoplegia
merupakan gambaran karakteristik dari botulinum.
3) Mulut.
Mulut dapat memperlihatkan tanda-tanda luka bakar akibat zat-zat korosif.
atau jelaga dan inhalasi asap. Bau yang khas dan alkohol, pelarut
hidrokarbon. Paraldehid atau amonia mungkin perlu dicatat. Keracunan
dengan sianida dapat dikenali oleh beberapa pemeiriksa sebagai bau seperti
bitter almonds. Arsen dan organofosfat telah dilaporkan menghasilkan bau
seperti bau bawang putih.
4) Kulit.
Kulit sering tampak merah, panas, dan kering pada keracunan dengan
atropin dan antimuskarinik lain. Keringat yang berlebihan ditemukan pada
keracunan dengan organofosfat, nikotin, dan obat-obat simpatomimetik.
Sianosis dapat disebabkan oleh hipoksemia atau methemoglohinemia. Ikterus
dapat memberi kesan adanya nekrosis hati akibat keracunan asetaminofen
atau jamur A manila phailoides.
5) Abdomen.
Pemeriksaan abdomen dapat menunjukkan ileus, yang khas pada
keracunan dengan antimuskarinik, narkotik, dan obat sedatif. Bunyi usus
yang hiperaktif, kram perut, dan diare adalah urnum terjadi pada keracunan
dengan organofosfat, besi, arsen, teofihin, dan A.phalloides.
6) Sistem saraf.
Pemeriksaan neurologik yang teliti adalah esensial. Kejang fokal atau
defisit motorik lebih menggambarkan lesi struktural (seperti perdarahan
intrakranial akibat trauma) daripada ensefalopati toksik atau metabolik.
Nistagmus, disartria, dan ataksia adalah khas pada keracunan fenitoin,
alkohol, barbiturat, dan keracunan sedatif lainnya. Kekakuan dan
hiperaktivitas otot umum ditemukan pada metakualon, haloperidol,
fensiklidin (PCP), dan obat-obat simpatomimetik. Kejang sering disebabkan
oleh takar lajak antidepresan trisiktik, teotilin, isoniazid, dan fenotiazin.
Koma ringan tanpa refleks dan bahkan EEG isoelektrik mungkin terlihat pada
koma yang dalam karena obat narkotika dan sedatif-hipnotik, dan mungkin
menyerupai kematian otak.
3. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium.
Laboratorium rutin (darah, urin, feses, lengkap) tidak banyak membantu.
b. Pemeriksaan darah lengkap, kreatinin serum (N: 0,5-1,5 mg/dl), elektrolit serum
(termasuk kalsium (N: 9-11 mg/dl).
c. Foto thorax kalau ada kecurigaan udema paru.
d. Pemeriksaan EKG. Pemeriksaan ini juga perlu dilakukan pada kasus keracunan
karena sering diikuti terjadinya gangguan irama jantung yang berupa sinus
takikardi, sinus bradikardi, takikardi supraventrikuler, takikardi ventrikuler,
fibrilasi ventrikuler, asistol, disosiasi elektromekanik. Beberapa faktor
predosposisi timbulnya aritmia pada keracunan adalah keracunan obat
kardiotoksik, hipoksia, nyeri dan ansietas, hiperkarbia, gangguan elektrolit darah,
hipovolemia, dan penyakit dasar jantung iskemik.

Sumber : https://www.academia.edu/35321088/Materi_keracunan. Diakses pada hari Minggu 7


Juni 2020, pukul : 20.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai