Kata Unsur merupakan serapan dari bahasa Arab Al-‘unsur (ِ العنصر. Kamus besar bahasa
Indonesia mengartikan unsur dengan “ bahan asal”.1 Kalau seseorang membuat roti, maka
ada bahan asal roti. Bahan asal roti berbeda dengan bahan asal cetakan roti. Bahan dasar roti
adalah gandum, sedangkan bahan asal cetakan rori adalah aluminium. Asal-usul gandum
berbeda dengan asal usul aluminium. Gandum termasuk biji-bijian, sedangkan aluminium
termasuk logam. Gandum sebagai unsur roti dan aluminium sebagai cetakan berdiri sendiri-
sendiri, tetapi aluminium sebagai cetakan roti dapat bermanfaat secara efektif untuk proses
pembuatan roti. Berkat cetakan tersebut, bentuk roti menjadi teratur, rapi, dan artistik.
perbedaan unsur pendidikan dan politik. Unsur pendidikan adalah “pengembangan potensi
secara etimologis dan terminologis. Istilah Pengembangan dari kata dasar kembang yang
keterampilannya”,4 sedangkan istilah kekuasaan berasal dari kata dasar kuasa yang berarti
kekuatan atau wewenang. Kekuasaan merupakan kemampuan orang atau golongan untuk
menguasai orang atau golongan lain berdasarkan kewibawaan, wewenang, karisma, atau
1
Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Jakarta, Balai
Pustaka, 2007 , hlm. 1248
2
Baca definisi pendidikan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahin 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Bab 1, pasal 1, ayat 1).
3
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta, Gramedia, 2001, hlm. 10, 35.
4
Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Jakarta, Balai
Pustaka, 2007 , hlm. 538.
kekuatan fisik”.5 Miriam Budiardjo mengartikan kekuasaan sebagai kemampuan seseorang
atau kelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain
sedemikian rupa, sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari
pelaku.6
Perbedaan bidang pendidikan dan politik bukan hanya tampak pada unsurnya, tetapi
juga dapat diperhatikan pada ciri fisik dan simboliknya. Noeng Muhadjir menyebutkan
bahwa ciri fisik pendidikan antara lain sekolah, madrasah, laboratorium, dan perpustakaan.
Ciri simbolik pendidikan adalah ijazah dan gelar.7 Lalu, ciri fisik politik itu dapat dilihat
berupa Gedung DPR RI, Istana Presiden, Kantor Gubernur, Kantor bupati, Kantor walikota.
Ciri simbolik politik antara lain undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan Keputusan
unsur politik berdiri sendiri-sendiri, sebagaimana gandum dan alumunium tadi, tetapi
kekuasaan dapat dimanfaatkan untuk mendukung visi tertentu dari pendidikan. Bila
kekuasaan bekerja positif terhadap visi tertentu dalam pengembangan sikap, pengetahuan,
dan keterampilan manusia, maka proses pendidikan menjadi efektif, tetapi bila kekuasaan
bekerja sebaliknya, maka proses pendidikan menuju visi tertentu dapat terhambat.
Hubungan simbiotik politik dan pendidikan pernah digambarkan oleh Kneller dalam
A nation’s political and educational system are mutually reinforcing. Any polititical
system not only regulates the activities of citizens but also provides, through
education, the means by which individuals may fulfill themselves within limits
sanctioned by system itself. Likewise, education contribute to politics...8
5
Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Jakarta, Balai
Pustaka, 2007 , hlm. 538.
6
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta, Gramedia, 2001, hlm. 35.
7
Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Suatu Teori Pendidikan, Yogyakarta, Rake Sarasin,
2009, hlm. 1993, hlm. 7.
8
George F Kneller, “Political Ideologies”, dalam George F Kneller (ed.), Foundations of Education (New York:
John Wiley and sons, 1983), hlm. 128.
(Sistem politik dan pendidikan suatu bangsa saling menguatkan. Sistem politik tidak hanya
mengatur aktivitas masyarakat, namun juga menyediakan, melalui pendidikan, sarana bagi
setiap invidu agar dapat memenuhi kebutuhan mereka dalam batasan yang dibuat oleh sistem
sejarah pendidikan di Indonesia. Misalnya, era delapan puluhan muncul paradigma “belajar-
mengajar” dalam dunia pendidikan. Paradigma tersebut disambut penguasa dengan cara
praktiknya. Istilah Proses Belajar Mengajar (PBM) menjadi sangat populer dan mentradisi di
pendidikan juga menerapkan konsep PMB secara masif dalam strategi, metode, dan
muncul pemikiran yang mengkritik praktik pendidikan yang telah dan sedang berlangsung .
Kritik datang, di antaranya, dari para pengagum Paulo Freire. Mereka menyuarakan idenya
melalui buku Pedagogy of the Oppossed. Buku tersebut sesungguhnya ditulis tahun 1972,
tetapi Lp3ES menerbitkan versi terjemahan dengan judul Pendidikan Kaum Tertindas pada
tahun 1985. Konsep “Belajar-mengajar” dikritik karena pola dan semangatnya bergaya bank.
9
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar (Tim Redaksi Tugu Muda, Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1989(Semarang: Tugu Muda, 1989), hlm. 4.
Pendidikan menjadi sebuah kegiatan menabung. Para murid diibaratkan sebagai celengan dan
guru sebagai penabungnya. Pendidikan bukan menjadi proses komunikasi, tetapi guru
menyampaikan pernyataan-pernyataan dan mengisi tabungan dalam diri murid. Ruang gerak
yang disediakan untuk para murid hanya terbatas pada menerima, mengulangi, mencatat, dan
menyimpan. Murid dengan gaya ini memang memiliki kesempatan untuk menjadi pengumpul
barang-barang simpanan, tetapi miskin daya cipta dan daya ubah. yang menindas. Ada 10
kritik terhadap praktik pendidikan, antara lain Guru Mengajar, murid belajar. Guru adalah
subyek dalam proses belajar, murid adalah obyek belaka.10 Kritik yang bertubi-tubi
menjadikan adanya inovasi terhadap konsep “Belajar-Mengajar”, seperti konsep Cara Belajar
Siswa Aktif (SBSA). Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan menjadi fasilitator pelatihan-
Kritikpun berlanjut sampai akhir tahun sembilan puluhan. Pada September tahun
1999, para pengagum Paulo Freire kembali muncul dengan mendesiminasikan semangatnya
melalui buku berjudul The Politic of Education: Culture, Power, and Liberation. Buku yang
semula berbahasa Brasil itu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Politik
Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan.11 Selain kritik yang datang dari
pengagum Paulo Freire, ada pula kritik dari sumber lain melalui buku. misalnya Francis
Wahono menulis buku berjudul Kapitalisme Pendidikan: Antara Kompetensi dan Keadilan.12
Indonesia di era sembilan puluhan masih hiruk-pikuk dengan situasi politik sebagai
dampak reformasi. Suasana masih belum stabil dengan munculnya tampuk kepemimpinan
10
Paulo Freire, Pendidikan Kaum Tertindas, terjemahan Tim Redaksi Asosiasi Pemandu Latihan: Utomo
Danandaya, dkk., Jakarta, Lp3ES, 1985, 51-52.
11
Paulo Freire, Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan, terjemahan
Agung Prihantoro dan Fuad Arif Fudiyartanto, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1999.
12
Francis Wahono, Kapitalisme Pendidikan Antara Kompetisi dan Keadilan, (Yogyakarta:
Insist, 2001).
13
Benny Susetyo, Politik Pendidikan Penguasa, Yogyakarta, LkiS, 2005. Membaca isinya,
Buku ini mendeskrpsikan ide-ide yang dimulai sejak sebelum tahun 2005.
baru setelah lengsernya Presiden Soeharto. Eforia untuk mengubah paradigma teoretis dan
struktur kelembagaan di negeri ini demikian kuat hingga sampai ke jantung pendidikan.
Undang-undang pendidikan nasional yang sudah berusia 14 tahun turut menjadi target seiring
rakyat dan suara kritikus pendidikan di era sebelumnya. Salah satu dari perubahan itu adalah
20 tahun 2003. Istilah pembejaran ditampilkan secara eksplisit dalam rumusan definisi
sebagai “proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar”. 17
teoretik dan implikasi praktiknya. Istilah Proses Pembelajaran berangsur menjadi populer di
pendidikan juga menerapkan konsep pembelajaran secara masif dalam strategi, metode, dan
14
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara ((pasal 1 ayat 1).
15
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. (Pasal 1 ayat 19)
16
Pasal 1 ayat 20.
17
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar (pasal 1 ayat 19).
pembelajaran merupakan produk kekuasaan legeslatif dan eksekutif di jaman Ketua MPR RI
Contoh lain adalah pergeseran dalam konsep isi kompetensi. Semula urutan
kompetensi yang populer di Indonesia adalah “pengetahuan, sikap, dan keterampilan” seperti
teori Benjamin Samuel Bloom tahun 1956.18 Para guru sering menggunakan padanan istilah
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Urutan kompetensi tersebut dipegang kuat dalam proses
pendidikan di Indonesia. Bukan hanya digunakan para guru, tetapi juga para dosen di fakultas
kependidikan.
Konsep “kognitif, efektif, dan psikomotorik” yang telah bertahun-tahun dipegang kuat
akhirnya digeser di Indonesia dengan konsep baru yang mendahulukan sikap disusul
Perubahan urutan kompetensi tersebut secara intensif bukan tanpa makna dan implikasi
di negeri ini yang terjerat korupsi dan dekadensi moral yang lain. Ada yang membuat
ungkapan bahwa banyak orang pinter di Indonesia ini, tetapi banyak pula yang keblinger.
Indonesia membutuhkan orang bener yang pener. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, maka
Pemikiran konseptual yang baru tentang urutan kompetensi (sikap, pengetahuan, dan
keterampilan) pada awalnya dilegitimasi oleh pemerintahan SBY di tahun 2005 melalui
Namun, Peraturan Pemerintah ini hanya menyebut sekilas di pasal pasal 1 ayat 4 dan pasal
25, sehingga Menteri Pendidikan Nasional yang baru memperjelas konsep dengan pasal-pasal
18
yang lebih sistemik dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013
Standar Nasional Pendidikan.19 Menteri pendidikan nasional waktu itu, Prof. M. Nuh
sebagai contoh.
Sejak Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2013 ditetapkan tanggal 7 Mei 2013, maka
konsep kompetensi yang baru ini berangsur populer dan implementatif dalam proses
penilaian dalam penentuan kelulusan Peserta Didik dari satuan pendidikan. Semua bahan
Contoh lain adalah amandemen ke-4 terhadap Bab XIII pasal 31 Undang-
undang Dasar 1945 tentang Pendidikan dan Kebudayaan sehingga muncul ayat (1)
tiap warga negara berhak mendapat pendidikan. (2) Setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. (3) Pemerintah mengusahakan dan
ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur
kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran
nasional. (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang
tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan
umat manusia.
terkandung dalam pasal 31, seperti jaminan hak pendidikan bagi warga negara,
jaminan biaya atas pendidikan dasar, dan jaminan terhadap porsi anggaran
pendidikan, tetapi juga pilihan tepat terhadap istilah yang digunakannnya. Misalnya,
istilah “pengajaran” sudah tidak digunakan lagi dalam pasal 31, tetapi konsisten
sidang MPR tahun 2002. Sidang yang melibatkan fraksi-fraksi Majelis untuk
Fraksi Utusan Daerah, Fraksi Partai Golkar, Fraksi TNI/ Polri, Fraksi-PKB, Fraksi
PPP, Fraksi PDKB, Fraksi KKI.20 Dalam proses sidang di Majelis, fraksi-fraksi
Masih banyak contoh tentang unsur pendidikan dan unsur politik yang
pendidikan sering dianggap sebagai komoditi politik yang sangat penting dalam
menjadikan berbagai faktor politis yang tidak ada hubungannya dengan pendidikan
umum dan norma-norma yang berlaku, sehinga proses pendidikan menjadi lebih
20
Ambar Susatyo Murti, “Dilema Putusan Pengujian UU APBN TA 2005”, dalam Jurnal Konstitusi, Vol. 8 No. 1,
Februari 2006, hlm. 55-85.
sulit.21 Pendidikan juga sering dijadikan ajang sosialisasi politik, sehingga banyak
eforia demokratisasi muncul di negeri ini, maka OSIS menjadi ajang latihan. Ketika
korupsi marak di negeri ini, maka kantin-kantin sekolah menjadi sasaran uji coba.
21
M. Sirozi, Politik Pendidikan, Jakarta, PT Raja Grafindo, 2005, hlm. 17.