Anda di halaman 1dari 18

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Lansia


2.1.1 Definisi Lanjut Usia
Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada kehidupan manusia yang dimulai dari
usia 60 tahun hingga hampir mencapai 120 atau 125 tahun.  Adapun lanjut usia dapat
diklasifikasi: lansia awal (65 hingga 74 tahun), lansia menengah (75 tahun atau lebih), lansia
akhir (85 tahun atau lebih).  (Dunkle 2009 dalam Santrock, 2012)
Menurut UU Nomor 13/1998 tentang kesejahteraan lanjut usia ada tiga definisi Lanjut
Usia:
1.  lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas
2.  lanjut usia potensial adalah lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau
kegiatan yang menghasilkan barang atau jasa.
3. Lanjut usia tidak potensial adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
Lanjut Usia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahap akhir
dari fase kehidupannya. Secara alamiah semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan
masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir dari fase kehidupannya.  proses penuaan
merupakan suatu proses alami yang tidak dapat dicegah dan merupakan hal yang wajar dialami
oleh orang yang diberi karunia umur panjang, di mana semua orang berharap akan menjalani
hidup dengan tenang, damai, serta menikmati masa pensiun bersama anak dan cucu tercinta
dengan penuh kasih sayang (Hamid,2006).
Organisasi kesehatan dunia atau (WHO),  menggolongkan lansia menjadi empat kelompok
yaitu:
1.  usia pertengahan atau middle age Yaitu seseorang yang berusia 45 -  59 tahun
2.  Lanjut Usia atau elderly Berusia antara 60 - 74
3.  lanjut usia tua atau old Berusia 74 - 90 tahun
4. usia sangat tua atau very old Yaitu seseorang dengan usia lebih dari 90 tahun
Sedangkan Depkes RI (1999 dalam Maryam 2008)  menetapkan bahwa lanjut usia digolongkan
menjadi 5 kelompok yaitu: 
1. Pra lansia,  orang yang usianya 45- 59 tahun
2.  Lansia,  orang yang usianya 60 tahun atau lebih
3.  lansia resiko tinggi,  yaitu lansia dengan masalah kesehatan
4.  lansia potensial,  yaitu lansia yang masih mampu bekerja atau melakukan kegiatan yang
dapat menghasilkan barang atau jasa
5.  lansia tidak potensial,  yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah dan tergantung
pada orang lain
Menurut Nugroho 2008,  faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya proses menua adalah
herediter genetik nutrisi atau makanan,  kesehatan fisik dan mental, pengalaman hidup,
lingkungan, , tipe kepribadian, dan filosofi hidup seseorang. 

2.2.1 Kepribadian, Diri dan Masyarakat pada Lansia


Kepribadian pada lanjut usia merupakan sifat yang dimiliki yang juga mengalami
perkembangan dalam kehidupannya. hal ini tidak bisa dilepaskan dari kehidupan lansia dan
masyarakat. 
Kepribadian ada masa ini penuh kehati-hatian dan ramah meningkat di masa dewasa
akhir.  tingkat kehati-hatian, extraversion, dan keterbukaan terhadap pengalaman, semakin tinggi
neurotisme,  afeksi negatif, pesimisme, dan pandangan negatif terhadap kehidupan terkait dengan
kematian dini di masa dewasa akhir.
Diri dan masyarakat pada masa ini lanjut usia juga memiliki perubahan pada keadaan diri
dan masyarakat.  possible selves adalah apa yang mungkin terjadi pada seseorang. kondisi apa
yang terjadi, apa yang diinginkan seseorang, dan apa yang mereka takutkan nantinya. possible
selves berupa selama masa akhir dan terkait dengan keterlibatan aktivitas hidup dan harapan
hidup yang lebih lama. Perubahan penerimaan diri sejalan meningkat sesuai dengan peningkatan
usia titik Dalam hal ini regulasi diri orang lanjut usia mengalami regulasi diri lebih rendah dalam
bidang fisik. meskipun regulasi diri didapatkan perbedaan pada setiap individu. 

2.2.2 Tugas Perkembangan Lanjut Usia


Menurut Erikson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan tugas
perkembangan usia lanjut  dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada tahap sebelumnya.
Apabila seseorang pada tahap tumbuh kembang sebelumnya melakukan kegiatan sehari-hari
dengan teratur dan baik serta membina hubungan yang serasi dengan orang disekitarnya, maka
pada orang usia lanjut akan tetap melakukan kegiatan yang bisa dilakukan pada tahap
perkembangan  orang-orang.
Seorang perawat yang berkecimpung dalam pengelolaan atau memberikan asuhan
keperawatan lansia tidaknya harus memiliki kemampuan:
1.  mampu membina hubungan yang terapetik pada lansia
2.  menghargai keunikan kelompok Lanjut Usia
3.  mempunyai kompetensi klinis sebagai dasar dalam melakukan tindakan keperawatan
4.  mampu berkomunikasi dengan baik
5.  memahami perubahan degeneratif secara fisik dan psikososial pada lansia
6.  mampu bekerjasama dengan tim kesehatan lain.

2.2 Konsep Keluarga Lansia


1. Definisi Lansia

Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode di
mana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau
beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat. Secara biologis lansia adalah proses penuaan
secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin
rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian (Wulansari, 2011).

2. Batasan Lansia

Batasan usia lansia menurut WHO meliputi (Santi, 2009):

Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun

Lanjut usia (elderly) : antara 60 dan 74 tahun.

Lanjut usia tua (old) : antara 75 dan 90 tahun

Usia sangat tua (very old) : diatas 90 tahun

Batasa lansia menurut Depkes RI (2009) meliputi:

Menjelang usia lanjut (45-54 tahun) : masavibrilitas


Kelompok usia lanjut (55–64 thn) : masapresenium

Kelompok usia lanjut (> 64 thn) : masasenium

3. Keluarga lanjut usia


Tugas perkembangan keluarga pada saat ini adalah :
a. Penyesuaian tahap pensiun dengan merubah cara hidup
b. Menerima kematian pasangan, kawan, dan mempersiapkan kematian
c. Mempertahankan keakraban pasangan dan saling merawat
d. Melakukan live review masa lalu
4. Proses Menua Proses menua menurut (Santi, 2009)
Adalah keadaan alami selalu berjalan dengan disertai adanya penurunan kondisi
fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi. Hal tersebut berpotensi
menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa. Secara individu,
pada usia di atas 55 tahun terjadi proses menua secara alamiah. Menua didefinisikan
sebagai perubahan progresif pada organisme yang telah mencapai kematangan intrinsik
dan bersifat irreversibel serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan dengan waktu.
Proses alami yang disertai dengan adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun
sosial akan saling berinteraksi satu sama lain.
Proses menua yang terjadi pada lansia secara linier dapat digambarkan melalui
tiga tahap yaitu, kelemahan (impairment), keterbatasan fungsional (functional
limitations), ketidakmampuan (disability) dan keterhambatan (handicap) yang akan
dialami bersamaan dengan proses kemunduran. Proses menua dapat terjadi secara
fisiologis maupun patologis. Apabila seseorang mengalami proses menua secara
fisiologis maka proses menua terjadi secara alamiah atau sesuai dengan kronologis
usianya (penuaan primer). Proses menua seseorang yang lebih banyak dipengaruhi faktor
eksogen, misalnya lingkungan, sosial budaya dan gaya hidup disebut mengalami proses
menua secara patologis (penuaan sekunder).
5. Kebutuhan Hidup Lansia

Secara lebih detail, kebutuhan lansia terbagi atas (Subijanto et al, 2011):
a.Kebutuhan fisik meliputi sandang, pangan, papan, kesehatan.
b.Kebutuhan psikis yaitu kebutuhan untuk dihargai, dihormati dan mendapatkan
perhatian lebih dari sekelilingnya.

c.Kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk berinteraksi dengan masyarakat sekitar.


d.Kebutuhan ekonomi, meskipun tidak potensial lansia juga mempunyai kebutuhan
secara ekonomi sehingga harus terdapat sumber pendanaan dari luar, sementara untuk
lansia yang potensial membutuhkan adanya tambahan keterampilan, bantuan modal dan
penguatan kelembagaan.

e.Kebutuhan spiritual, spiritual adalah kebutuhan dasar dan pencapaian tertinggi seorang
manusia dalam kehidupannya tanpa memandang suku atau asal-usul. Kebutuhan spiritual
diidentifikasi sebagai kebutuhan dasar segala usia. Fish dan Shelly mengidentifikasi
kebutuhan spiritual sebagai kebutuhan akan makna dan tujuan, akan cinta dan keterikatan
dan akan pengampunan (Stanley, 2008).

6. Perubahan-perubahan yang terjadi pada Lansia

Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut (Stanley,


2008):

a.Perubahan Fisik

1. Perubahan penampilan Saat seseorang memasuki usia lanjut, penampilan secara fisik
akan berubah. Misalnya sudah mulai terlihat kulit keriput, bentuk tubuh berubah, rambut
mulai menipis.

2. Perubahan fungsi fisiologis Perubahan pada fungsi organ juga terjadi pada lansia.
Perubahan fungsi organ ini yang menyebabkan lansia tidak tahan, terhadap temperatur
yang terlalu panas atau terlalu dingin, tekanan darah meningkat, berkurangnya jumlah
waktu tidur.

3. Perubahan panca indera Perubahan pada indera berlangsung secara lambat dan
bertahap, sehingga setiap individu mempunyai kesempatan untuk melakukan penyesuain
dengan perubahan tersebut. Misalnya, kacamata dan alat bantu dengar hampir sempurna
untuk mengatasi penurunan kemampuan melihat atau kerusakan pendengaran.
4. Perubahan seksual Pada lansia, terjadi penurunan kemampuan seksual karena pada fase
ini klimakterik pada lansia laki – laki dan menopause pada wanita. Tapi, hal itu juga tidak
membuat potensi seksual benar–benar menurun. Ini disebabkan penurunan atau
peningkatan potensi seksual juga dipengaruhi oleh kebudayaan, kesehatan dan
penyesuain seksual yang dilakukan di awal.

2.3 Konsep Rentan/Risiko

2.4 Konsep Risiko Jatuh


2.4.1 Definisi Jatuh
Jatuh merupakan suatu yang umum yang terjadi pada lansia, orang sakit, atau orang
cedera yang sedang lemah. Untuk mencegah klien jatuh dan mengalami cedera karenanya,
perawat harus mempertimbangkan pedoman pencegahan jatuh di tempat pelayanan kesehatan.
Walaupun sepertinya menaikkan pagar tempat tidur merupakan cara yang efektif untuk
mencegah jatuh, namun tidak perlu dilakukan secara rutin untuk tujuan tersebut.
2.4.2 Risiko Jatuh
Risiko jatuh pada pasien yang berisiko untuk jatuh umumnya disebabkan oleh faktor
lingkungan dan faktor fisiologis yang dapat berakibat cidera. Risiko jatuh dapat terjadi karena
beberapa hal, diantaranya salah memperkirakan jarak dari tempat tidur ke lantai, merasa lemah
atau pusing pada saat mencoba untuk bangun, merubah posisi terlalu cepat dan kehilangan
keseimbangan ketika mencoba untuk bangun dari kursi. Hal ini umum terjadi khususnya pada
pasien usia lanjut, penyebab lain meliputi:
1. Tidak mengenal lingkungan sekelilingnya,
2. Meminum obat yang membuat kesadaran mereka terhadap lingkungan berkurang,
3. Berada di tempat gelap,
4. Gangguan status mental (misalnya: bingung atau disorientasi),
5. Gangguan mobilitas (misalnya: gangguan berjalan, kelemahan fisik, menurunnya mobilitas
tungkai bawah, gangguan keseimbangan),
6. Riwayat jatuh sebelumnya,
7. Obat-obatan (sedatif dan penenang, obat-obatan yang berlebihan),
8. Berkebutuhan khusus dalam hal toileting (memerlukan bantuan untuk buang air, mengalami
inkontinensia, diare, tidak dapat menahan keinginan buang air)
9. Usia lanjut.
Hal tersebut tentu akan merugikan pasien terutama secara fisik, maka dari itu staff medis
harus sangat memperhatikan kondisi pasien dengan assesment risiko jatuh yang dengan
menggunakan instrument yang tepat.
2.4.2 Manajemen Risiko Jatuh
Pelaksanaan program kegiatan manajemen risiko pasien jatuh merupakan upaya yang
dilakukan untuk mencegah maupun menangani pasien dengan risiko jatuh maupun pasien yang
mengalami insiden jatuh sehingga mengantisipasi terjadinya cedera fisik pada pasien serta untuk
meningkatkan mutu rumah sakit. Ada beberapa langkah-langkah yang dapat dilakukan perawat
untuk menurunkan resiko terjadinya cedera pada klien akibat gerakan yang berbahaya baik
ketika berada atau tidak berada di tempat tidur atau kursi.
1. Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah melakukan pengkajian keamanan.
Ada beberapa yang dapat dikaji dari klien dengan menentukan hal-hal berikut ini :
a. Tingkat Kesadaran, terutama orientasi waktu, tempat, dan orang, kemampuan
berkonsentrasi dan mengambil keputusan, kemampuan untuk memahami beragam
informasi pada satu waktu, kemampuan untuk mempresepsikan realitas secara akurat dan
bertindak atas persepsi tersebut. Pertimbangkan juga klien yang keputusannya terganggu
karena obat, seperti narkotik, penenang, hipnotis, dan sedative.
b. Faktor gaya hidup, seperti perilaku yang membahayakan dan penggunaan peralatan
keselamatan.
c. Perubahan sensori, seperti gangguan penglihatan, pendengaran, penciuman persepsi taktil
dan cita rasa.
d. Status mobilitas. Perhatikan orang tertentu yang mengalami kelemahan otot,
keseimbangan atau koordinasi yang buruk, atau paralisis, orang yang lemah karena
penyakit atau pembedahan, dan orang yang mempergunakan alat bantu ambulasi.
e. Keadaan emosional, yang dapat mengubah kemampuan merasakan adanya bahaya
lingkungan. Orang yang sedang merasa cemas, marah atau depresi mungkin mengalami
penurunan kesadaran persepsi atau dapat berpikir dan bereaksi lebih lambat terhadap
stimulus di lingkungannya.
f. Kemampuan berkomunikasi. Orang dengan kemampuan yang kurang untuk menerima
dan meneruskan informasi serta klien yang mempunyai hambatan bahasa tentunya tidak
akan dapat membaca ramburambu keamanan seperti “lantai licin” atau “rusak”.
g. Kecelakaan sebelumnya dan frekuensi atau factor predisposisi terjadinya kecelakaan.
h. Pengetahuan mengenai keamanan dalam menggunakan peralatan yang berpotensi
menimbulkan bahaya dan langkah kewaspadaan untuk mencegah cedera.
2. Selain pengkajian keamanan hal yang perlu dilakukan selanjutnya adalah mencegah jatuh di
tempat pelayanan kesehatan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan,antara lain :
a. Pada saat klien pertama kali masuk, orientasikan klien terhadap lingkungan sekitarnya
dan jelaskan tentang system panggil yang berlaku.
b. Kaji secara teliti kemampuan klien untuk ambulasi dan berpindah. Berikan alat bantu
jalan dan bantuan sesuai kebutuhan.
c. Awasi klien secara ketat yang beresiko jatuh, terutama pada malam hari.
d. Dorong klien untuk menggunakan bel panggil jika perlu bantuan. Pastikan bel tersebut
berada dalam jangkauan klien.
e. Letakkan dan overbed table di dekat tempat tidur atau kursi sehingga klien tidak sulit
menjangkaunya yang bisa mengakibatkan klien kehilangan keseimbangan.
f. Atur agar tempat tidur selalu dalam posisi rendah dan rodanya terkunci ketika tidak
sedang melakukan tindakan sehingga klien dapat ke tempat tidur atau meninggalkan
tempat tidur dengan mudah.
g. Dorong klien untuk menggunakan palang genggam yang terdapat di dinding bagian atas
kamar mandi dan toilet serta palang genggam di sepanjang koridor.
h. Pastikan terdapat keset yang antislip di bak mandi dan pancuran
i. Anjurkan agar klien menggunakan alas kaki yang antislip.
j. Jaga kebersihan lingkungan agar tetap rapi, terutama singkirkan kabel yang ringan dari
tempat yang sering dilalui dan dari perabot yang digunakan
k. Pasang pagar tempat tidur klien yang sedang dalam kondisi konfusi, sedasi, gelisah, dan
tidak sadar, serta biarkan pagar tetap naik bila klien ditinggal sendiri. Pertimbangkan
hanya menaikkan setengah pagar tempat tidur jika menaikkan pagar tempat tidur
seluruhnya membuat klien lebih gelisah.
2.5 Asuhan Keperawatan Keluarga
Pelayanan keperawatan merupakan salah satu area pelayanan keperawatan yang dapat
dilaksanakan di masyarakat.  Pelayanan keperawatan keluarga yang saat ini dikembangkan
merupakan bagian dari pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat  ( Perkesmas).
Keperawatan Keluarga adalah proses pemberian pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan
keluarga dalam lingkup Praktek Keperawatan.  pelayanan keperawatan keluarga merupakan
pelayanan holistik yang menempatkan keluarga dan komponennya sebagai fokus pelayanan dan
melibatkan anggota keluarga dalam tahap pengkajian,  perencanaan,  pelaksanaan,  dan evaluasi
tindakan Keperawatan dengan memobilisasi sumber-sumber pelayanan kesehatan yang tersedia
di keluarga dan sumber-sumber dari profesi lain termasuk  pemberi  an-naziat and dan sektor lain
di komunitas.
Pelayanan keperawatan keluarga di rumah merupakan integrasi pelayanan keperawatan
keluarga dengan pelayanan kesehatan lain di rumah untuk mendukung kebijakan pelayanan
kesehatan di masyarakat sehingga dapat mengatasi masalah kesehatan pasien dan keluarganya di
rumah.  pelayanan keperawatan keluarga di rumah ini didukung kerjasama antara petugas
kesehatan dengan pasien dan anggota keluarganya.  pelayanan keperawatan ini diberikan di
rumah maupun di tempat dimana perawat melaksanakan praktik keperawatan dan dapat
diberikan oleh berbagai jenis tenaga baik tenaga-tenaga profesional,  tenaga pembantu pelayanan
kesehatan maupun tenaga pendamping (Caregiver).  dalam praktik keperawatan keluarga
perawat berperan melakukan tindakan Mandiri secara profesional atau melalui kerjasama yang
bersifat kolaboratif dengan klien dan tim kesehatan lain. upaya pelayanan kesehatan yang
diberikan mencakup upaya pelayanan pencegahan primer,  pencegahan sekunder dan pencegahan
tersier (Riasmini, 2017) 
Keluarga Sebagai unit terkecil atau unit dasar dari suatu masyarakat sangat
mempengaruhi terhadap derajat kesehatan masyarakat itu sendiri (Friedmen , Bowden & Jones,
2003). Keluarga bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan dan tuntutan anggota
keluarganya, antara lain adalah kebutuhan kesehatan keluarga.  lanjut Friedmen, Bowden, Jones
Tahun 2003  menjelaskan beberapa alasan penting keluarga menjadi fokus sentral dalam
interaksi antara keluarga dengan masyarakat yaitu a) keluarga sebagai unit terkecil dari
masyarakat mempunyai kekuatan yang akan mempengaruhi kekuatan eksternal atau yang lebih
besar. b)  norma-norma sosial yang berlaku di masyarakat akan berpengaruh kepada norma-
norma yang berlaku di keluarga dan Demikian pula sebaliknya. c)  berbagai upaya kesehatan
yang dilakukan keluarga dapat mengurangi risiko permasalahan kesehatan di masyarakat. 
Praktik keperawatan kesehatan keluarga terdiri dari pelayanan holistik yang
menempatkan keluarga sebagai fokus pelayanan atau individu sebagai pencari dukungan dan
pelayanan.  perawat keluarga dalam prakteknya menunjang keterlibatan anggota keluarga Dalam
pengkajian, pengambilan keputusan perencanaan dan perawatan. Dan bantuan serta
menyampaikan sumber-sumber dari profesi lain termasuk pemberi pelayanan sektor kesehatan
dan komunitas.
Praktik keperawatan keluarga memiliki beberapa tingkat. Friedmen, Bowden, Jones 
(2003) Menjelaskan lima level tingkatan keperawatan keluarga yang meliputi:  a) level 1, 
keluarga menjadi latar belakang individu dan fokus pelayanan adalah individu yang akan dikaji
dan diintervensi. b) level 2, keluarga merupakan penjumlahan dari anggota-anggotanya dan
masalah kesehatan yang sama dari masing-masing anggota akan diintervensi bersamaan masing-
masing anggota dilihat sebagai unit yang terpisah. c)  level 3 fokus pengkajian dan intervensi
keperawatan adalah subsistem dalam keluarga, anggota anggota keluarga dipandang sebagai unit
yang berinteraksi, fokus intervensi adalah hubungan ibu dan anak hubungan perkawinan, dll. d) 
level 4 pada level ini keluarga dipandang sebagai client dan menjadi Fokus utama dari
pengkajian dan perawatan keluarga menjadi fokus dan individu Sebagai latar belakang. e)  level
5 pada level ini keluarga dipandang sebagai bagian dari masyarakat titik keluarga menjadi
subsistem dalam masyarakat.
Dalam  buku ini akan dibahas dua level yaitu asuhan keperawatan individu dalam
keluarga dan asuhan keperawatan Keluarga.  Asuhan keperawatan kasus yang memerlukan
tindak lanjut di rumah ( individu Dalam konteks keluarga).  Asuhan keperawatan diberikan pada
individu dirumah dengan melibatkan peran serta aktif keluarga. Kegiatan yang dilakukan antara
lain: 
a. Penemuan suspek/kasus kontak serumah
b. Penyuluhan/pendidikan kesehatan pada individu dan keluarganya
c. Pemantauan keteraturan berobat sesuai program pengobatan
d. Kunjungan rumah sesuai rencana
e. Pelayanan keperawatan dasar langsung maupun tidak langsung
Asuhan Keperawatan Keluarga ditujukan pada keluarga rawan kesehatan/keluarga yang
memiliki masalah kesehatan yang ditemukan di masyarakat dan dilakukan di rumah keluarga.
kegiatan yang dilakukan meliputi: 
a. Identifikasi keluarga  rawan kesehatan/keluarga dengan masalah kesehatan di masyarakat.
b. Penemuan Dini suspek/kasus kontak serumah
c. Pendidikan/penyuluhan  kesehatan terhadap keluarga ( lingkup keluarga) ga
d. Kunjungan rumah (Home visit/ home health nursing) Sesuai rencana
e. Pelayanan keperawatan dasar langsung maupun tidak langsung 
f. Pelayanan kesehatan sesuai rencana, misalnya memantau keteraturan berobat pasien dengan
pengobatan jangka panjang
g. Pemberian nasehat ( konseling)  kesehatan/keperawatan di rumah

2.5.1 Pengkajian Keperawatan Keluarga


Pengkajian merupakan suatu tahap saat seorang perawat  mengambil informasi secara
terus-menerus terhadap anggota keluarga yang dibinanya. pengkajian merupakan syarat utama
untuk mengidentifikasi masalah titik pengkajian keperawatan bersifat dinamis interaktif dan
fleksibel. data dikumpulkan secara sistematis dan terus-menerus dengan menggunakan alat
pengkajian titik pengkajian Keperawatan Keluarga dapat menggunakan metode observasi
wawancara dan pemeriksaan fisik (Riasmini, 2017) 
Pengkajian keperawatan dalam keluarga memiliki dua tahapan titik pengkajian tahap 1
berfokus pada masalah kesehatan keluarga. pengkajian tahap 2 menyajikan kemampuan keluarga
dalam melakukan lima tugas kesehatan keluarga. namun dalam pelaksanaannya, kedua tahapan
ini dilakukan secara bersamaan titik berikut ini penjelasan mengenai masing-masing tahap
pengkajian. 
 Variabel data dalam pengkajian Keperawatan Keluarga mencakup: 
a. data umum/identitas keluarga mencakup nama kepala keluarga, komposisi anggota keluarga,
alamat, agama Suku, bahasa sehari-hari, jarak pelayanan kesehatan terdekat dan alat
transportasi.
b. Kondisi kesehatan semua anggota keluarga terdiri dari nama, hubungan dengan keluarga,
umur, jenis kelamin, Pendidikan terakhir, pekerjaan saat ini, status gizi tanda-tanda vital,
status imunisasi dasar, dan penggunaan alat bantu atau protesa serta status kesehatan anggota
keluarga saat ini meliputi keadaan umum, riwayat penyakit/alergi.
c. Data pengkajian individu yang mengalami masalah kesehatan ( saat ini sedang sakit) 
meliputi nama individu yang sakit, diagnosis medis, rujukan dokter atau Rumah Sakit,
keadaan umum, sirkulasi cairan, perkemihan, pernafasan, muskuloskeletal, neuronsensorik,
kulit, istirahat dan tidur, status mental, Komunikasi dan budaya, kebersihan diri, perawatan
diri sehari-hari, dan data penunjang medis individu yang sakit ( lab, radiologi, EKG, USG) 
d. Data kesehatan lingkungan mencakup sanitasi lingkungan pemukiman antara lain ventilasi
penerangan, kondisi lantai sampah dan lain-lain.
e. Struktur keluarga: Struktur keluarga mencakup struktur peran, nilai, komunikasi, kekuatan.
Komponen struktur keluarga ini akan menjawab pertanyaan tentang Siapa anggota keluarga,
bagaimana hubungan di antara anggota keluarga 
f. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga. variabel perkembangan keluarga ini akan
menjawab tahap perkembangan keluarga, tugas perkembangan keluarga
g. Fungsi keluarga. Fungsi keluarga  terdiri dari aspek instrumental dan ekspresif. Aspek
instrumental fungsi keluarga adalah aktivitas hidup sehari-hari seperti makan tidur,
pemeliharaan kesehatan. Aspek ekspresif fungsi keluarga adalah fungsi emosi, komunikasi,
pemecahan masalah, keyakinan dan lain-lain. Pengkajian variabel fungsi keluarga mencakup
kemampuan keluarga dalam melakukan tugas kesehatan keluarga meliputi kemampuan
mengenal masalah kesehatan, mengambil keputusan mengenai tindakan keperawatan yang
tepat merawat anggota keluarga yang sakit, memelihara lingkungan rumah yang sehat dan
menggunakan fasilitas/pelayanan kesehatan di masyarakat.
Sumber data dalam pengkajian Keperawatan Keluarga meliputi:
a. Sumber data dalam pengkajian Keperawatan Keluarga dapat diperoleh dari wawancara
dengan klien berkaitan dengan kejadian sebelumnya dan kejadian sekarang, penilaian
subjektif misalnya pengalaman setiap anggota keluarga maupun temuan yang objektif
misalnya hasil observasi berbagai fasilitas yang ada di rumah keluarga. 
b. Sumber data Keluarga dapat juga diperoleh dari informasi yang tertulis atau lisan dari
berbagai agensi yang berhubungan atau bekerjasama dengan keluarga atau informasi dari
anggota tim kesehatan lain.
2.5.2 Diagnosis Keperawatan Keluarga
Diagnosis keperawatan adalah keputusan klinis mengenai individu, keluarga atau
masyarakat yang diperoleh melalui suatu proses pengumpulan data dan analisis cermat dan
sistematis, memberikan dasar untuk menetapkan tindakan-tindakan dimana perawat bertanggung
jawab melaksanakan nya. Diagnosis keperawatan Keluarga dianalisis dari hasil pengkajian
terhadap adanya masalah dalam tahap perkembangan keluarga, lingkungan keluarga, struktur
keluarga, fungsi-fungsi keluarga dan koping keluarga,  baik yang bersifat aktual resiko maupun
Sejahtera di mana perawat memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk melakukan tindakan
Keperawatan bersama-sama dengan keluarga dan berdasarkan kemampuan dan sumberdaya
keluarga. Daftar  diagnosis Keperawatan Keluarga bisa dilihat pada buku NANDA.  

Daftar Diagnosis Keperawatan Keluarga


Domain Kelas Rumusan Diagnosa Keperawatan

Domain 1 : Kelas 2 : - Ketidakefektifan dan manajemen regiment terapeutik


keluarga.
Promosi Manajemen
- Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan
kesehatan kesehatan
- Perilaku kesehatan cenderung beresiko

Domain 2 : Kelas 1 : - Kesiapan untuk meningkatkan ASI


Nutrisi Ingesti
Domain 4 : Kelas 5 : - Gangguan pemeliharaan rumah
Aktivitas/istirahat Perawatan Diri
Domain 5 : Kelas 4 : - Ketidakefektifan kontrol implus
Persepsi/Kognisi Kognisi

Kelas 5 : - Kesiapan meningkatkan komunikasi


Komunikasi

Domain 7 :
Hubungan Peran Kelas 1 : - Ketegangan peran pemberi asuhan resiko ketegangan
Peran peran pemberi asuhan
Caregiver - Ketidakmampuan menjadi orang tua
- Kesiapan meningkatkan peran menjadi orang tua
- Resiko ketidakmampuan menjadi orang tua

- Resiko gangguan perlekatan


Kelas 2 :
Hubungan
- Disfungsi proses keluarga
Keluarga

- Gangguan proses keluarga

- Kesiapan meningkatkan proses keluarga

Kelas 3 :
Performan
Peran - Ketidakefektifan hubungan
- Kesiapan meningkatkan hubungan
- Resiko ketidakefektifan hubungan
- Konflik peran orang tua
- Ketidakefektifan performa peran
- Hambatan interaksi sosial

Domain 9 : Kelas 2 :
- Penurunan koping keluarga
Koping/Toleransi Respon
- Ketidakmampuan koping keluarga
Stres Kopling
- Kesiapan meningkatkan koping  keluarga
- Ketidakefektifan perencanaan aktivitas
- Resiko ketidakefektifan perencanaan aktivitas

2.5.3 Perencanaan Keperawatan Keluarga 


Perencanaan merupakan proses penyusunan strategi atau intervensi keperawatan yang
dibutuhkan untuk mencegah mengurangi atau mengatasi masalah kesehatan klien yang telah
diidentifikasi dan divalidasi pada tahap perumusan diagnosis keperawatan. perencanaan disusun
dengan penekanan pada partisipasi klien keluarga dan koordinasi dengan tim kesehatan lain.
perencanaan mencakup penentuan prioritas masalah, tujuan dan rencana tindakan titik tahapan
penyusunan perencanaan Keperawatan Keluarga adalah sebagai berikut:
a) Menetapkan prioritas masalah 
Menetapkan prioritas masalah atau diagnosis Keperawatan Keluarga adalah
dengan menggunakan skala menyusun prioritas dari Maglaya (2009)

Skala menentukan prioritas (Riasmini,2017)


No Kriteria Skor Bobot
1. Sifat Masalah
Skala : Wellness 3
Aktual 3
Resiko 2 1
Potensial 1
2. Kemungkinan masalah dapat
diubah
Skala : Mudah 2
Sebagian 1 2
Tidak Dapat 0
3. Potensi masalah untuk dicegah
Skala : Tinggi 3
Cukup 2 1
Rendah 1
4. Menonjolnya masalah
Skala : Segera 2
Tidak Perlu 1 1
Tidak Dirasakan 0
Cara skoring:
1.  Tentukan skor untuk setiap kriteria
2.  Skor dibagi dengan makna tertinggi dan kalikanlah dengan bobot
Skor Bobot
Angka tertinggi
3.  Jumlahkanlah skor untuk semua kriteria

b.  Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penentuan prioritas:


Penentuan prioritas masalah didasarkan dari 4 kriteria yaitu sifat masalah, kemungkinan
Masalah dapat diubah, potensi masalah untuk dicegah dan menonjolnya masalah.
1) Kriteria yang pertama yaitu sifat masalah, bobot yang lebih berat diberikan pada masalah
aktual karena yang pertama memerlukan tindakan segera dan biasanya disadari dan
dirasakan oleh keluarga.
2) Kriteria kedua, yaitu untuk kemungkinan Masalah dapat diubah perawat perlu
memperhatikan terjangkaunya faktor-faktor sebagai berikut: 
a) Pengetahuan yang ada sekarang, teknologi dan tindakan untuk menangani masalah
b) Sumber daya keuangan dan tenaga
c) Sumber daya perawat dalam bentuk pengetahuan keterampilan dan waktu
d) Sumber daya masyarakat dalam bentuk fasilitas Organisasi dalam masyarakat dan
sokongan masyarakat
3) Kriteria ketiga, yaitu potensi Masalah dapat dicegah.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah:
a) Kebalikan dari masalah yang berhubungan dengan penyakit atau masalah
b) Lamanya masalah yang berhubungan dengan penyakit atau masalah
c) Tindakan yang sedang dijalankan adalah tindakan-tindakan yang tepat dalam
memperbaiki masalah
d) Adanya kelompok high risk  atau kelompok yang sangat peka menambah potensi
untuk mencegah masalah
4) Kriteria keempat yaitu menonjolnya masalah perawat perlu lu atau bagaimana keluarga
melihat masalah kesehatan tersebut. nilai skor yang tertinggi terlebih dahulu diberikan
intervensi keluarga.
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan tujuan keperawatan keluarga
yaitu:
a) Tujuan harus berorientasi pada keluarga di mana keluarga diarahkan untuk mencapai
suatu hasil atau standar pencapaian tujuan harus benar-benar bisa diukur dan dapat
dicapai oleh keluarga
b) Tujuan menggambarkan berbagai alternatif pemecahan masalah yang dapat dipilih
oleh keluarga
c) Tujuan harus menggambarkan kemampuan dan tanggung jawab keluarga dalam
pemecahan masalah.  Penyusun  tujuan Harus bersama-sama dengan keluarga

2.5.4 Implementasi  Keperawatan Keluarga


Implementasi pada Asuhan Keperawatan Keluarga dapat dilakukan pada individu dalam
keluarga dan pada anggota keluarga lainnya.  implementasi yang ditujukan pada individu
meliputi:
a. Tindakan keperawatan langsung
b. Tindakan kolaboratif dan pengobatan dasar
c. Tindakan observasi
d. Tindakan pendidikan kesehatan

Implementasi keperawatan yang ditujukan pada keluarga meliputi:


a. Meningkatkan kesadaran and1 penerimaan keluarga mengenai masalah dan
kebutuhan kesehatan dengan cara memberikan informasi, mengidentifikasi kebutuhan
dan harapan tentang kesehatan mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah.
b. Membantu keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat untuk individu 
dengan cara mengidentifikasi konsekuensi jika tidak melakukan tindakan,
mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga mendiskusikan tentang
konsekuensi setiap tindakan.
c. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang sakit dengan
cara mendemonstrasikan cara perawatan, menggunakan alat dan fasilitas yang ada di
rumah mengawasi keluarga melakukan perawatan
d. Warga menemukan cara bagaimana membuat lingkungan menjadi sehat, dengan cara
menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga melakukan perubahan
lingkungan keluarga seoptiman mungkin
e. Motivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada dengan cara
mengenalkan fasilitas yang ada di lingkungan keluarga, membantu keluarga
menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.

2.5.5 Evaluasi Keperawatan Keluarga


Sesuai dengan rencana tindakan yang telah diberikan penilaian dan evaluasi diperlukan
untuk melihat keberhasilan titik Bila tidak atau belum berhasil, perlu disusun rencana baru yang
sesuai titik semua tindakan keperawatan mungkin tidak dapat dilaksanakan dalam satu kali
kunjungan keluarga, untuk itu dapat dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan waktu dan
kesediaan kelainan atau keluarga. tahapan evaluasi dapat dilakukan selama proses asuhan
keperawatan atau pada akhir pemberian asuhan. perawat bertanggung jawab untuk mengevaluasi
status dan kemajuan klien dan keluarga terhadap pencapaian hasil dari tujuan keperawatan yang
telah ditetapkan sebelumnya. kegiatan evaluasi meliputi kemajuan status kesehatan individu
Dalam konteks keluarga, membandingkan respon individu dan  dengan kriteria hasil dan
menyimpulkan Hasil kemajuan masalah serta kemajuan pencapaian tujuan keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, Zainidin. 2010.”Pengantar Keperawatan Keluarga”. Jakarta: EGC
Kurniawan, Ade. 2013. “Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kemandirian Lansia dalam
Pemenuhan Aktifitas Sehari-Hari di Posyandu Cempaka Putih Timur-Jakarta Pusat”.
(Skripi)Universitas Muhamadiyah Jakarta

Anda mungkin juga menyukai